PINDAH KE PT.TEKNIK UMUM CABANG BANDUNG SEBAGAI KEPALA PERDAGANGAN (1962 – 1970)

14. PINDAH KE PT.TEKNIK UMUM CABANG BANDUNG SEBAGAI KEPALA PERDAGANGAN (1962 – 1970)

Satu ketika ada teman kakanda Johar, yang bertugas di Angkatan Udara, akan dipindahkan ke Bandung. Dia mempunyai rumah di Jalan Petojo VIJ yang akan dijualnya dengan harga relatif murah. Oleh kakanda Johar di sarankan agar saya membeli rumah tersebut. Karena uang tidak cukup beliau akan menjamin supaya sisanya dapat dicicil. Mungkin ini adalah kesempatan pertama buat kami mempunyai rumah sendiri, dan kami memberanikan diri untuk mengambilnya. Sejak itu, kami sudah pindah ke rumah sendiri dari Jalan Cikini Raya ke Jalan Petojo VIJ

Setelah menerima Surat Keputusan Pindah dari Unit Siemens ke Bagian Perdagangan Pusat, saya timbang terima pekerjaan dengan pengganti saya. Selesai timbang terima, saya pamit kepada pak Natakusumah dan mohon maaf serta terima kasih atas bimbingan selama ini. Beliau mengatakan bahwa saya minta pindah karena tidak menerima teguran beliau tempo hari. Saya katakan memang ia, karena saya ini tidak cocok untuk menjadi seorang kasir yang baik, makanya saya senang dapat pindah ke bagian yang tidak memegang uang, kata saya. Setelah itu kami bersalaman, dan saya pun pergi, sambil membawa berkas-berkas yang ada dalam laci meja saya, untuk dibawa ke kantor Pusat ketempat kerja saya yang baru.

Besoknya saya melapor kepada pak Salimin, kepala Perdagangan Pusat, bahwa saya sudah siap menerima tugas baru, dan mohon dibimbing karena tugas sebagai salesman bagi saya adalah baru sama sekali. Beliau mengatakan, belajar sambil jalan saja, nanti juga akan tahu sendiri. Sebagai latihan, sekarang kita mempunyai stock beberapa ton skrup kuningan terdiri dalam beberapa ukuran yang dulu salah import, coba di cari pasarannya. Sudah lebih dari satu tahun barang tersebut tidak bisa terjual. Saya katakan, baik pak saya akan coba, mudah-mudahan saya dapat menjualnya. Mendengar itu saya pergi ke gudang dan mengambil beberapa contoh untuk dasar saya menjualnya. Saya pelajari juga data-data teknisnya. Saya tanyakan kepada orang-orang teknik, biasanya skrup ini dipergunakan oleh industri apa. Dari orang-orang teknik saya mendapat informasi bahwa yang menggunakan sekrup ini adalah perusahaan-perusahaan galangan kapal dari kayu.

Dari hasil penilitian dan informasi-informasi yang saya peroleh beberapa hari itu, saya mulai merencanakan penjualan sekrup, dan menyampaikan rencana itu secara lisan kepada pak Salimin. Beliau menyetujui, dan saya mulai keluar untuk menjajakan sekrup itu. Untuk keperluan tugas saya, saya diberi inpentaris scooter, bekas petugas lama yang mendapat promosi dengan mendapat inpentaris mobil.

Langkah pertama yang saya lakukan ialah, membawa contoh-contoh sekrup dan menawarkannya ke toko-toko besi yang besar-besar yang banyak tersebar di Glodok Jakarta Kota. Umumnya mereka menolak, karena tidak banyak dibutuhkan atau susah lakunya. Pemakaian sekrup ini terbatas pada perusahaan galangan kapal kayu, karena tidak termakan karat air asin. Lebih kurang tiga hari saya menjajaki penjualan melalui toko-toko besi di Jakarta, hasilnya nihil. Akhirnya saya akan mencoba untuk menjual langsung kepada pemakai.

Sebagai laporan kegiatan saya kepada atasan, saya siapkan laporan kunjungan harian, dan tanggapan dari toko-toko yang saya kunjungi. Keesokan harinya saya mulai mencari alamat perusahaan-perusahaan galangan kapal kayu yang ada di Jakarta, melalui buku telepon di yellow page. Saya catat nama-nama perusahaan itu dengan alamatnya masing- masing, yang akan saya kunjungi di hari-hari berikutnya. Ternyata ada beberapa puluh perusahaan galangan kapal kayu yang terdaftar dalam yellow page di Jakarta. Dari alamat- alamat yang sudah saya catat saya mencoba membuat rute kunjungan yang kira-kira searah, untuk mengefisienkan kunjungan dan waktu.

Rencana kunjungan saya ini juga saya laporkan kepada atasan supaya beliau mengetahui, bahwa saya sungguh-sungguh berusaha menjual persediaan yang sudah lebih satu tahun. mengendap dalam gudang. Dengan tidak terjualnya persediaan dalam gudang, merupakan kerugian terselubung perusahaan dilihat dari segi perputaran uang. Saya siapkan surat penawaran sekalian, dengan harapan bila pada saat kunjungan saya belum ada pesanan, mungkin setelah beberapa hari kemudian mereka memerlukan, dapat menghubungi kantor sewaktu-waktu.

Setelah siap semua, saya mulai mengunjungi perusahaan galangan kapal dari kayu sesuai dengan rute yang saya buat sendiri, mulai dari yang terdekat dari kantor, yaitu di sekitar Ancol sampai yang terjauh arah Tanjung Priok dan Tanggerang. Kunjungan hari pertama dan kedua belum ada pesanan. Umumnya mereka menjawab akan membicarakan dulu dengan pimpinan yang sedang tidak di tempat. Hari ketiga, disalah satu perusahaan galangan kapal agak besar di Ancol, mulai memesan beberapa kwintal dari berbagai ukuran. Dari pesanan pertama ini saya dan pak Salimin mulai optimis bahwa dengan cara pemasaran langsung begini, stok lama ini akan habis terjual.

Untuk menghemat waktu, saya siapkan surat penawaran yang sama ke seluruh alamat perusahaan galangan perkapalan yang ada di Jakarta dan sekitarnya, dan mengirimnya dengan pos, disamping melakukan kunjungan seperti sebelumnya. Alhamdulillah sejak itu pesanan mulai mengalir dalam berbagai jumlah dan ukuran, baik hasil dari kunjungan sendiri maupun dari surat dikirim melalui pos. Hasilnya dalam waktu tidak sampai 3 bulan stock yang tadinya beberapa ton, habis terjual.

Prestasi saya ini mendapat penghargaan dari pak Salimin dengan menempatkan saya di bawah seksi yang akan meladeni tender dari Jawatan Pembelian Pusat JAPP. Waktu itu segala kebutuhan barang-barang yang diperlukan oleh Perusahaan Negara seperti Perusahaan Kereta Api, Perusahaan Listrik Negara, Perusahaan Telekomunikasi dan Perusahaan Negara lainnya, melakukan pembeliannya melalui satu pintu, yaitu Jawatan Pembelian Pusat JAPP. JAPP inilah yang melakukan tender dengan mengundang semua rekan-rekan pengusaha atau perwakilan pabrik-pabrik produsen di luar negeri, yang mempunyai perwakilan di dalam negeri. Dalam undangan tender itu di sebutkan Perusahaan Negara yang memerlukan barang tersebut, dengan maksud bila ada keragu-raguan rincian teknis barang yang diperlukan dapat menghubungi Perusahaan Negara yang memerlukannya.

Bagi saya di tempat yang baru ini, merupakan suatu peluang untuk menimba pengalaman dalam bidang suplier dan pengenalan barang-barang teknik. Disamping itu akan Bagi saya di tempat yang baru ini, merupakan suatu peluang untuk menimba pengalaman dalam bidang suplier dan pengenalan barang-barang teknik. Disamping itu akan

Setiap hari, ada saja undangan tender diterima, atau rata rata ada tiga atau empat buah undangan. Kepala seksi memilih diantara undangan-undangan tersebut, mana yang akan diikuti dan mana yang tidak. Undangan yang akan diikuti, kepada kami disuruh siapkan segala sesuatunya, termasuk uraian teknis berikut brosur, atau leaflet, masa penyerahan, termasuk data harga pokok dan harga penawaran yang akan diajukan dalam penawaran. Untuk barang-barang yang harus diimport, mengirmkan surat permintaan harga penawaran, dan masa penyerahan ke pabrik diluar negeri. Sedangkan undangan yang tidak akan diikuti di file saja tanpa membalas atau tindakan lainnya.

Bulan-bulan awal, saya baru diberi tugas menyiapkan surat-menyurat saja, baik dalam negeri maupun ke luar negeri. Saya banyak belajar bagaimana membuat surat yang baik dan benar. Setiap konsep surat yang saya buat selalu saja ada koreksi yang dilakukan oleh atasan saya. Apalagi surat dalam bahasa Inggeris yang ditujukan ke pabrik-pabrik di luar negeri. Setelah empat bulan berlalu, baru saya diberi kesempatan untuk ikut menghadiri pembukaan tender yang diadakan oleh JAPP, dan konsultasi dengan Perusahaan Negara yang memerlukan barang yang kami tawarkan dalam tender yang diadakan oleh JAPP.

Jam kantor waktu itu adalah dari jam 7.30 pagi sampai jam 2.30 siang. Jam 4.00 sore saya pergi kuliah sampai jam 8.00 malam. Saya sebagai salesman di bagian perdagangan mempunyai target kunjungan harian dan mingguan. Bila target kunjunan itu sudah terpenuhi dan masih ada waktu senggang, maka waktu senggang itu saya manfaatkan untuk kepentingan mendapatkan tambahan sebagai side income.

Waktu itu ada dua kegiatan yang saya lakukan untuk mendapatkan side income. Pertama adalah mengerjakan pembukuan Hotel Andalas yang dibawakan oleh Rudolf, adik kakanda Nurbeiti satu bapak lain ibu, yang sudah rutin sejak saya pindah ke Jakarta. Kedua, kami mendirikan Perseroan Terbatas dengan nama PT Seribudaya yang bergerak dalam bidang jasa. Pemegang sahamnya tiga orang yaitu kakanda Johar, Ibrahim Sati dan saya. Saya diangkat menjadi Direktur sebagai orang yang mempunyai gagasan, dan kebetulan bisa mengatur-ngatur waktu untuk mengurusnya.

Diantara jasa-jasa yang ditawarkan, antara lain pengurusan kewarga negaraan Indonesia yang sedang ramai di waktu itu, pengurusan pasport, pembuatan spanduk dan billboard, pekerjaan stensilan dan lain-lain. Dari sekian banyak jasa yang ditawarkan, hanya ada dua jenis jasa yang laku, yaitu pekerjaan stensil membuat buletin perfileman yang di terbitkan oleh Gabungan Pengusaha Film Indonesia yang terbit satu kali sebulan. Selain dari itu adalah pembuatan poster Keluarga Berencana yang diterima dari BKKBN. Pekerjaan ini hanya sekali saja, tapi jumlahnya agak lumayan.

Sekalipun saya mempunyai kegiatan di luar, namun kewajiban utama saya di kantor PT Teknik Umum tidak terganggu. Pada satu hari saya bertemu dengan pak Handiamiharja

Kepala Cabang Bandung yang sedang rapat di kantor Pusat. Beliau bercerita, bahwa kepala Perdagangan Bandung mengajukan permohonan berhenti. Beliau menawarkan kepada saya kalau saya mau pindah ke Bandung menjadi Kepala Perdagangan. Kalau saya bersedia, beliau akan membicarakannya dengan pak Salimin atasan saya sekarang, mudah-mudahan pak Salimin mau melepas. Saya pikir mungkin ini yang terbaik untuk saya, dan kuliah saya di Jakarta sudah selesai. Tawaran tersebut saya terima. Alhamdulillah, pak Salimin pun mau melepas saya pindah ke Bandung, untuk kemajuan saya kata beliau. Tidak lama setelah itu Surat Keputusan Pindah ke Bandung sebagai Kepala Perdagangan saya terima.

Kuliah di Universitas Pajajaran Jurusan Business Adminisration

Di Bandung kami ditampung di paviliun rumah Pieters, pegawai bagian Perdagangan Cabang Bandung, di Jalan Centeh. Ada tiga bulan kami tinggal disana, setelah itu saya mendapat uang pindah dari Perusahaan. Dari uang itu, kami dapat membeli sebuah rumah kecil berdekatan dengan rumah pak Handiamiharja di Jalan Mohamad Toha. Untuk mendukung tugas saya, saya diberi inpentaris mobil merk Fiat tahun 1955.

Minggu pertama, saya berusaha menguasai masalah-masalah perdagangan melalui data- data yang ada beberapa bulan ke belakang. Saya buat catatan client-client lama berikut nama pejabat yang berwenang di instansi tersebut. Bagian Perdagangan Cabang Bandung tidak pernah menyimpan stock untuk dijual, tetapi berusaha menjual dulu, setelah ada pesanan, baru barang barang itu dibeli. Jadi kita harus aktif mengunjungi client khususnya Perusahaan Negara seperti TELKOM, PLN, PINDAD, dan lain-lain menanyakan barang apa yang mereka perlukan, atau yang akan mereka tenderkan dalam waktu singkat. Cara perdagangan demikian adalah akibat sukarnya barang-barang teknik dan barang-barang lainnya dicari di pasaran bebas, karena terbatasnya import barang-barang waktu itu, disebabkan devisa negara yang sangat terbatas.

Pada saat penerimaan mahasiswa baru di Universitas Negeri Pajajaran (UNPAD), saya mencoba mencari informasi di sekretariat UNPAD apakah tamatan dari Akademi Perniagaan Indonesia bisa melanjutkan ke tingkat Sarjana nya di UNPAD atau tidak. Alangkah gembiranya saya bahwa, ternyata sebelum saya sudah ada beberapa orang dari Akademi Perniagaan Indonesia yang melanjutkan kuliahnya di UNPAD antara lain pak Sumita Adikusumah, juga berasal dari API. Namun demikian ada beberapa mata pelajaran tambahan yang harus diselesaikan dalam masa satu tahun. Mendapat informasi itu saya segera mengajukan permohonan untuk diterima sebagai mahasiswa tingkat empat Jurusan Business Administration. Dalam permohonan tersebut saya lampirkan salinan ijazah saya dari API beserta penjelasan mata-mata kuliah yang pernah saya selesaikan serta buku-buku wajib yang digunakan. Informasi ini diperlukan oleh Sekretariat untuk menentukan mata pelajaran apa saja yang diwajibkan sebagai tambahan. Setelah permohonan saya serahkan, saya diminta kembali seminggu lagi untuk mengambil surat pemberitahuan diterima dan penentuan mata pelajaran tambahan yang harus dipenuhi.

Sekembali dari UNPAD saya beritahukan kepada pak Handiamiaharja, bahwa saya baru kembali dari mendaftarkan diri untuk kuliah lagi tingkat empat di UNPAD jurusan Administrasi Niaga, Bila saya diterima, saya mohon diberi dispensasi untuk mengkuti kuliah Sekembali dari UNPAD saya beritahukan kepada pak Handiamiaharja, bahwa saya baru kembali dari mendaftarkan diri untuk kuliah lagi tingkat empat di UNPAD jurusan Administrasi Niaga, Bila saya diterima, saya mohon diberi dispensasi untuk mengkuti kuliah

Dari jawaban pak Handiamiharja tersebut, saya artikan dukungan secara diam-diam, yang harus saya jawab dengan belajar sungguh-sungguh dan bekerja keras dengan meperlihatkan prestasi kerja saya untuk perusahaan. Seminggu setelah itu saya datang kembali ke sekretriat UNPAD menanyakan balasan surat permohonan saya seminggu yang lalu. Alhamdulillah ternyata saya diterima di tingkat empat dengan dua mata pelajaran tambahan, yang harus diselesaikan dalam masa satu tahun. Teknisnya supaya berhubungan langsung dengan dosen-dosen yang bersangkutan, nanti setelah kuliah dimulai.

Pada hari pertama kuliah, saya merasa canggung, karena saya sendirian mahasiswa yang berumur waktu itu lebih kurang 35 tahun, sedangkan mahasiswa lainnya masih muda muda, berumur sekitar 23 dan 24 tahun. Tapi itu tidak menyebabkan saya minder, karena yang menentukan adalah ujian akhir. Saya selalu berdoa, mudah-mudahan saya tidak tertinggal dari mereka, sekalipun saya belajar sambil bekerja.

Setelah kuliah berjalan beberapa hari, kebetulan ada dosen baru dan masih muda yang bersikap kurang simpatik, dan suka menyindir para mahasiswa. Mahasiswa juga kurang begitu hormat kepada dosen yang satu ini. Pada satu ketika dia menjelaskan suatu mata pelajaran yang berbeda dengan apa yang pernah saya pelajari di Akademi Perniagaan Indonesia. Saya memberanikan diri mengoreksi keterangannya itu dalam bentuk pertanyaan. Rupanya dia tersinggung dengan pertanyaan saya itu, sehingga antara kami terjadi soal jawab seakan-akan seperti debat, yang belum pernah ada sebelumnya. Kejadian ini menjadi suatu isue yang ramai dibicarakan antar dosen, dan sampai kepada pak Sumita Adikusumah, yang juga salah satu dosen di situ.

Satu ketika, saya diminta datang oleh pak Sumita Adikusumah keruangan dosen, karena ada sesuatu yang ingin dibicarakan. Saya datang dan kebetulan di ruangan dosen, hanya beliau sendiri saja yang ada waktu itu. Beliau mengatakan bahwa beliau juga tamatan API tahun l958 atau satu tahun sebelum saya masuk, beliau sudah tamat dari sana. Beliau mendengar bahwa antara saya dengan dosen tertentu terdapat suatu perbedaan pandangan mengenai satu mata pelajaran. Menurut beliau kalau sudah demikian sebaiknya saya pindah saja ke Extension UNPAD yang kuliahnya sore hari, sedangkan statusnya sama dengan yang reguler.

Kalau masih bertahan di sini kemungkinan susah lulusnya nanti, karena rasa anti pati telah tertanam oleh dosen yang bersangkutan. Kalau mau kata beliau, nanti sore kita bertemu di sekretariat Extension di Jalan Surapati, untuk mengurus kepindahan dari reguler ke Extension. Tanpa pikir panjang, karena statusnya sama kenapa saya tidak pilih yang sore saja, yang tidak mengganggu pekerjaan saya di kantor. Saya katakan saya mau, dan nanti sore saya akan datang ke alamat yang diberikan pak Sumita Adikusumah.

Pindah ke Extension Karena Konflik dengan Dosen (Selesai 1965)

Sore itu saya bertemu dengan pak Sumita Adikusumah di sekretariat Extension. Beliau memperkenalkan saya bahwa saya dari mahasiswa reguler ingin pindah ke Extension, mohon dibantu proses kepindahannya. Sambil prosedur administrasi diselesaikan saya sudah boleh masuk kuliah sore itu juga di Extension, yang waktu itu hanya ada satu jurusan yaitu Jurusan Administrasi Niaga.

Berbeda sekali dengan mahasiswa reguler. Di Extension. Kebanyakan mahasiswanya sudah berumur. Tidak ada yang berumur dibawah 30 tahun, bahkan ada beberapa yang diatas umur saya. Saya kaget waktu saya melihat Suyono ada disana. Suyono adalah pegawai PT Teknik Umum yang menggantikan posisi saya kepala pembukuan Cabang Bandung, waktu saya dipindahkan ke Jakarta tiga tahun lalu. Umumnya yang kuliah disitu adalah pejabat tinggi di Pemerintahan atau di kemiliteran sudah berpangkat perwira menengah atau perwira tinggi. Kalau di perusahaan Negara atau swasta umumnya tingkat staf atau tingkat direksi. Angkatan yang akan saya ikuti ini adalah angkatan pertama di Extension UNPAD Saya berterima kasih kepada pak Sumita Adikusumah yang menasehati saya utuk pindah ke Extension ini, yang sesuai dengan lingkungan yang saya inginkan, seperti di Akademi Perniagaan Indonesia dulu. Selain mendapatkan ilmu pengetahuan, pergaulan juga memberi keuntungan tersendiri.

Tidak lama kuliah disitu, saya sudah membaur dengan teman-teman lainnya, dan sudah ikut dalam kelompok belajar bersama. Kelompok kami ada enam orang yang terdiri pak Abdullah Kantaprawira, dan pak Elia, masing-masing adalah Kepala dan wakil Kepala Wilayah Perburuhan Jawa Barat, pak Padmakusumah Sekretaris Walikota Bandung. Letnan Kolonel Rudolf Panjaitan, Suyono, dan saya. Biasanya, diluar jam kantor, kami belajar bersama di ruangan kerja Sekretaris Walikota Bandung di Kantor Walikota, atau di ruangan kerja Kanwil Perburuhan Jawa Barat di Jalan Riau.

Alhamdulillah, diantara kami berenam, ilmunya hampir seimbang semua tidak ada yang menonjol. Tiap ujian tidak ada yang mulus semua, ada saja satu atau dua mata pelajaran yang di ulang. Tanpa disadari kami sudah sampai di semester terakhir perkuliahan, Kami sudah disuruh bersiap-siap mencari judul dan outline untuk skripsi, dengan tebal minimal 150 halaman. Kepada kami disarankan untuk membeli buku pedoman penyusunan skripsi dan thesis, dan boleh meminjam contoh-contoh skripsi dari sekretarait UNPAD. Dosen pembimbing juga sudah ditunjuk waktu itu yaitu pak Sumita Adikusumah.

Sejak mendapat pengarahan tersebut saya mulai kasak-kusuk mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Sambil memilih judul yang tepat, saya siapkan buku pedoman pembuatan skripsi dan tesis, setelah itu meminjam beberapa contoh skripsi tingkat sarjana di Sekretariat UNPAD. Pada waktu saya masih di Bagian Perdagangan Pusat PT Teknik Umum, kami banyak menerima penawaran beserta brosure hand tractor dari Jepang. Bersamaan dengan itu, di Lampung sedang ditemukan bibit jagung dengan produktifitas tinggi, yang dikenal dengan jagung Metro. Pemerintah sedang mensosialisasikan agar para petani pindah dari bibit jagung biasa ke bibit jagung Metro.

Dari isue yang ramai dibicarakana waktu itu timbul ide saya untuk membuat skripsi dengan judul “Masalah Ekspsor Jagung di Indonesia” . Inti dari skripsi ini, agar para petani diberi kredit hand traktor, untuk meningkatkan produksi jagung Metro yang unggul. Dari kelebihan produksinya dia mencicil kredit traktor yang diterimanya. Produksi yang berlipat ganda itu Pemerintah dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri dan kelebihannya dapat diekspor. Jadi beralih dari selama ini mengimpor jagung, sekarang menjadi pengekspor. Dengan menggunakan hand traktor, tidak banyak lagi tanah petani yang menganggur, dan bisa memperluas area pertaniannya ke daerah pedalaman, ke areal tanah negara yang menganggur.

Setelah saya mantap dengan judul tersebut, saya konsultasikan dengan dosen pembimbing, untuk mendapatkan komentar beliau. Dosen pembimbing kaget, karena saya begitu cepat bereaksi atas anjuran beliau untuk bersiap-siap membuat skripsi beberapa hari yang lalu, dan saya adalah orang pertama menyampaikan judul skripsi kepada beliau. Pada prinsipnya, beliau setuju dengan judul tersebut, hanya saja beliau mengatakan “Skripsi ini membahas masalah mikro untuk tujuan makro yang lebih luas. Untuk itu diperlukan kelengkapan data-data dilapangan sehingga skripsi ini dapat nemberikan sumbangan pikiran bagi para pengambil kebijakan dalam pemerintahan”. Mendengar komentar dosen pembimbing ini, saya lebih bersemangat lagi menyiapkannya, karena merupakan suatu tantangan, walaupuan harus bekerja keras untuk mencari data-data lapangan di instansi- instansi lain.

Kalau mengenai data-data teknis hand traktor, seperti kapasitas garapan luas perhari, pemakaian bahan bakar, biaya maintenance per periodik dan lain-lain sudah ada pada saya, karena data-data itu di berikan dari pabrik hand traktor sendiri. Data-data produksi saya harus cari di Kementerian Pertanian, sedangkan data-data perdagangan saya harus cari di Badan Pusat Statistik dan laporan tahunan Bank Indonesia. Sambil melengkapi data-data tersebut saya sudah mulai membuat outlinenya. Persiapan outline ini memakan waktu agak lama, karena beberapa kali dikembalikan oleh dosen pembimbing dengan komentar perbaikannya. Beliau mengatakan, kalau sekiranya outline ini tidak sistematis dan terarah, maka nanti dalam menyiapkan materinya akan banyak mendapat kesulitan. Tetapi kalau outline nya sudah bagus, itu akan mempercepat pembuatan materi isinya nanti.

Setelah semua data-data yang saya perlukan sudah terkumpul, dan out line skripsi saya disetujui oleh dosen pembimbing, tinggal mempersiapkan materinya. Untuk mempersiapkan materinya itu, perlu dipikirkan caranya. Tidak mungkin untuk mengerjakan skripsi itu di rumah, karena waktu itu saya sudah mempunyai 5 orang anak dan beberapa orang tamu tetap. Kondisi politik dalam negeri waktu itu sedang bergolak, karena baru saja terjadi peristiwa tigapuluh September l965. atau dengan kata lain awal-awal dari masa transisi dari orde lama ke orde baru.

Karena kondisi di rumah sedemikian ramainya, maka saya terpaksa mencari tempat yang tenang dan memungkinkan saya menyiapkan skripsi tersebut. Alhamdulillah akhirnya tempat itu saya temukan yaitu Tempat pertama di kantor, setelah jam tiga siang, dimana seluruh pegawai sudah pulang. Kerja di kantor ini terbatas paling lambat sampai jam 8.00 malam dan bisa menggunakan mesin tik kantor. Tempat kedua adalah di mess PT Teknik

Umum di Jalan Ciumbuleuit, bila sedang tidak ada tamu. Kalau bekerja di mess, menggunakan mesin tik standard merek Adler, milik sendiri bekas inpentaris PT Seribudaya dulu. Untungnya, kalau bekerja di mess, bisa menginap disitu, dan sudah mendapat izin dari Direksi. Kalau kebetulan malam minggu bisa membawa anak-anak 1 – 2 orang menginap di situ.

Setiap selesai satu bab, selalu saya serahkan kepada dosen pembimbing, dan dosen pembimibing juga banyak membantu saya. Waktu saya menyerahkan bab berikutnya, bab yang saya serahkan sebelumnya sudah dibaca, dan sudah dikoreksi, dan sudah diberi komentar. Koreksi dan komentar dari dosen pembimbing itu saya jadikan dasar perbaikan, siap untuk di tik net nantinya. Waktu itu komputer belum ada.

Alhamdulillah, berkat bimbingan Allah Swt, dengan sistem kerja demikian pembuatan skripsi saya lancar. Sebelum ujian semester akhir selesai, skripsi saya sudah diperbanyak dan sudah ditanda tangani oleh dosen pembimbing, dan diserahkan kepada sekretariat. Waktu menyerahkan itu, sekretariat Extension mengatakan bahwa skripsi saya itu adalah yang pertama mereka terima sejak Extension diresmikan dan yang pertama pula nanti akan disidangkan. Dia mengatakan bahwa sidang nantinya akan diadakan di ruangan sidang kampus UNPAD. Waktu itu ujian akhir tinggal tiga miggu lagi, sedangkan pemberitahuan sidang akan diberitahukan setelah hasil ujian akhir diumumkan.

Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Untuk menghadapi ujian akhir saya sudah mengajukan permohonan cuti selama lima belas hari. Selama masa ujian saya lebih banyak menginap di mess PT Teknik Umum, bila di mess sedang tidak ada tamu. Alhamdulillah hasilnya, saya dinyatakan lulus semua mata pelajaran, tanpa ada yang harus di ulang, dan sudah memenuhi syarat untuk menghadapi sidang. Saya datang lagi ke sekretariat, menyatakan bahwa saya sudah lulus semua mata pelajaran, dan tinggal menunggu pembertiahuan waktu sidang. Sekretariat menjanjikan akan memberitahukan kepada saya secepatnya, bila sudah ada kesiapan dari semua dosen penguji nanti.

Teman-teman kuliah kaget, mendengar skripsi saya sudah selesai dan sudah siap menghadapi sidang. Mereka tidak menyangka bahwa saya jauh sebelumnya diam-diam sudah mepersiapkan skripsi, sedangkan kebanyakan mereka, menunggu selesai ujian akhir, baru siap-siap membuat skripsi. Tidak sampai sebulan saya menunggu, sudah datang pemberitahuan kepada saya tanggal ujian sidang, beserta tempat dan dosen-dosen pengujinya.

Pada saat menerima pemberitahuan tersebut, mula-mula saya senang dan gembira. Tetapi semangkin mendekati hari sidang, semangkin berdebar-debar jantung saya, karena nervous. Untuk mengatasi itu, saya berserah diri kepada Allah Swt, dengan banyak berdoa, berzikir dan sembahyang tahjud, sesuai dengan firman Nya dalam Q.S 13. 28 yang artinya “Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram”. Pelan-pelan rasa gelisah saya mulai berkurang, walaupun tidak habis sama sekali.

Pada hari yang ditentukan, sebagaimana biasa saya selalu meniggalkan rumah membaca Bismillaahirrahmaanirrahim. Untuk mengurangi stress, saya mencoba menghibur diri dengan membayangkan bahwa, Insya Allah saya pulang dari sidang nanti sudah dapat menggunakan gelar Doktorandus dihadapan nama saya, yang waktu itu masih langka. Gelar Drs, waktu itu jika dibandingkan dengan gelar kesarjanaan sekarang sama dengan Sarjana II, bila ingin melanjutkan ke Sarjana III tinggal menambah rata-rata 2 tahun lagi

Sampai saya di kampus UNPAD, saya langsung ke ruangan sidang. Sebelum masuk ke ruangan sidang ada ruang tamu, tempat para kandidat yang akan sidang menuggu giliran dipanggil. Rupanya saya disidang bersamaan dengan mahasiswa reguler, karena sesampai saya disana, sudah ada dua orang kandidat yang sedang menunggu panggilan. Kebetulan saya mendapat giliran kedua yang akan mendapat panggilan kira-kira jam 10.00 pagi. Jam 7,45 pagi para dosen penguji sudah mulai memasuki ruangan sidang. Diantara dosen itu ada pak Sumita Adikusumah dan pak Dudi Singadilaga. Kedua dosen itu adalah dosen senior UNPAD diantara dosen-dosen senior lainnya waktu itu.

Tepat jam 8.00 pagi kandidat sidang pertama, dipersilakan masuk ruangan. Lamanya sidang sekitar dua jam. Sambil menunggu giliran saya, saya buka-buka buku skripsi saya, khusus halaman yang menyangkut angka-angka yang saya sajikan. Mungkin pertanyaan terfokus pada angka-angka tersebut. Bila sewaktu-waktu, darah saya berdebar-debar lagi saya cepat berzikir, dan bertawakkal kepada Allah Swt, sampai tenang kembali. Belum sampai dua jam, ternyata kandidat pertama sudah keluar dari ruang sidang, tanpa mengetahui lulus atau tidak. Dosen penguji masih rapat didalam ruangan untuk menentukan yang bersangkutan lulus atau tidak. Tepat jam 10.00 pagi saya dipersilakan masuk ruangan sidang. Saya masuk dengan mengucapkan “Selamat pagi” dan dijawab oleh para dosen penguji. Maksud saya mengucapkan selamat pagi itu adalah untuk mengurangi nervous saya.

Pertanyaan pertama diarahkan kepada materi skripsi saya. Mulai dari alasan saya memilih judul itu dan pesan tersembunyi dalam skripsi itu. Alhamdulliah, karena skripsi itu dibuat berdasarkan data-data yang diperoleh di lapangan dan diolah sendiri, maka semua pertanyaan dapat saya jawab dengan tuntas. Pertanyaan yang menyangkut skripsi itu berlangsung sekitar satu jam. Jam berikutnya pertanyaan ditujukan sekitar Pancasila, sebagai salah satu mata pelajaran wajib waktu itu. Pertanyaan sekitar pancasila ini, saya jawab dengan tidak kepastian, bahkan banyak dibantu oleh pak Dudi Singadilaga, yang waktu itu adalah dekan Fakultas Sosial Politik UNPAD. Tidak terasa, waktu satu setengah jam sudah berlalu, dan salah seorang dosen penguji mengatakan, ujian sudah selesai. Saya disuruh menunggu diruangan tamu diluar, untuk mengetahui lulus atau tidak, karena dosen penguji akan merapatkan terlebih dahulu. Tidak lama saya menunggu, panitia penguji keluar memberitahukan bahwa saya lulus. Dengan ucapan Alhamdulillah, saya segera pulang ke rumah untuk memberitahu keluarga, tetapi sambil pulang saya mampir dulu ke kantor pos untuk mengirim telegram kepada ibunda di kampung dan kakanda Nurbeiti di Jakarta, menyampaikan berita gembira ini.

Diangkat Menjadi Direktur Muda PT Teknik Umum Cabang Bandung

Ujian sidang waktu itu diadakan pada hari Sabtu. Jadi, hari kerja pertama berikutnya adalah hari Senin. Waktu masuk kerja hari Senin itu saya menemui pak Handiamiharja, mengatakan, bahwa saya hari Sabtu lalu sudah lulus ujian sidang di UNPAD. Sekalian saya berterima kasih atas fasilitas dan dispensasi yang diberikan kepada saya selama ini, karena keberhasilan saya ini tidak terlepas dari kebaikan pak Handiamiharja. Beliau juga.menyuruh saya membuat surat pemberitahuan kepada Direksi, mudah-mudahan ada penyesuaian gaji dan lain-lain. Saran itu saya ikuti setelah saya diwisuda dan ijazah sudah saya terima sebagai bukti.

Dalam kesibukan kuliah dan persiapan skripsi, Alhamdulillah tugas saya di kantor tidak berkurang. Target omzet tahunan saya dari tahun ke tahun meningkat dan terlampaui Pada rapat kerja tahunan, tahun buku l965, kepala Cabang Bandung mengusulkan agar saya diangkat menjadi Direktur Muda di PT Teknik Umum cabang Bandung. Usul ni mungkin karena akhir-akhir ini saya tidak saja menghadapi persoalan perdagangan saja tetapi sudah banyak ditugasi persoalan-persoalan proyek yang sulit-sulit. Usul itu sebelum penutupan rapat kereja sudah diputuskan menerima usul pak Handiamiharja tersebut, mengangkat saya sebagai Direktur Muda di PT Teknik Umum cabang Bandung

Seingat saya, ada beberapa prestasi saya yang memuaskan pak Handiamiharja. Yang pertama, adalah masalah tagihan proyek instalasi di Angkatan Udara Tasikmalaya, yang sudah beberapa bulan jatuh tempo, tetapi belum dibayar. Oleh pak Handiamiharja diserahkan kepada saya mengurusnya, dan Alhamdulillah dapat saya atasi beberapa hari setelah terjadinya GESTAPU.

Yang kedua, proyek penerangan pantai Padang, antara PT Teknik Umum dengan Walikota Padang. Kontrak sudah ditanda tangani, ternyata beberapa puluh lampu mercury yang harus dipasang di pantai Padang tersebut sedang kosong di Jakarta. Untuk mengatasi hal tersebut saya di perintahkan mencari lampu mercury itu ke Singapore dan Alhamdulillah berhasil saya bawa ke Padang dengan kapal kecil melalui Pekanbaru. Dengan membeli lampu mercury tersebut di Singapore saya menyelamatkan uang Teknik Umum beberapa belas juta karena berhasil bebas membayar bea masuk yang seharusnya tinggi, karena dianggap barang lux.

Yang ketiga, adalah proyek kantor Bank Indonesia di Pekanbaru yang hampir macet, karena jadwal pembayaran tidak sesuai dengan kontrak. Sudah hampir dead lock, akhirnya diserahkan kepada saya dan penyelesaiannnya tidak cukup di kantor Bank Indonesia Pekanbaru, tetapi harus ke Bank Indoenesia Pusat di Jakarta. Alhamdulillah juga dapat teratasi, sehingga proyek tersebut selesai pada waktunya. Bahkan waktu peresmian Direksi PT Teknik Umum sendiri yang hadir di Pekanbaru berdampingan dengan Direksi Bank Indonesia.

Tugas-tugas tersebut di atas saya laksanakan disamping tugas utama saya di bagian perdagangan dan kesibukan perkuliahan saya di Extension UNPAD tetap berjalan. Tugas saya di bagian perdagangan saya agak ringan karena saya dibantu penuh oleh Pieters yang gesit menghubungi client tetap kami seperti pabrik kertas Padalarang, Perusahan Air Minum

Kotamadya Bandung. PINDAD, TELKOM dan lain-lain. Pieters senang bekerja sama dengan saya, karena antara kami ada kerja sama formil antara atasan dan bawahan. Disamping itu ada kerja sama yang tidak formil yaitu antara partner untuk transaksi-transaksi yang tidak dapat dilakukan oleh PT Teknik Umum. Untuk kerjasama antara partner ini hasilnya kami bagi dua, sama besar.

Salah satu transaksi yang tidak dapat dilakukan atas nama PT Teknik Umum adalah, pesanan yang beresiko tinggi, dimana nama baik perusahaan dipertaruhkan. Pada satu ketika pabrik kertas Padalarang, sangat memerlukan vlampijp ukuran 3 inch dalam jumlah besar. Vlampijp adalah satu jenis pipa tahan tekanan tinggi, untuk pemeliharaan mesin-mesin ketel. Kami telah mencari vlampijp itu ke langganan-langganan biasa di Jakarta maupun di Bandung ternyata tidak ada. Akhirnya Pieters menemukan di salah satu gudang langganan tetapi tidak baru. Vlampijp tersebut bekas pabrik gula ukuran 3 inch, tetapi masih layak untuk dipakai bila dalam keadan terdesak. Informasi ini kami sampaikan kepada kepala teknik pabrik kertas Padalarang apakah bisa dipakai atau tidak?. Setelah diperiksa, ternyata bisa dipakai, tinggal dipikirkan bagaimana cara realisasinya. Menggunakan nama PT Teknik Umum saya tidak berani, mengingat resikonya nanti, bila ada claim dari pabrik kertas Padalarang maka nama baik PT Teknik Umum terbawa-bawa nantinya.

Untuk mengatasi kebuntuan itu kami buat kertas surat C.V Buana Sakti alamat di Jalan Centeh, rumahnya Pieters dan Pieters sendiri menjadi direktur C.V bayangan itu. Kami lengkapi juga dengan stempel. Dengan kertas surat bayangan tersebut, kami siapkan surat penawaran kepada pabrik kertas Padalarang. Atas dasar surat penawaran tersebut terbitlah order vlampijp ukuran 3 inch sebanyak 1000 meter atas nama C.V Buana Sakti. Kebetulan yang mempunyai vlampijp bekas itu adalah salah seorang langganan baik kami, dimana kita bisa mengambil barang dulu tanpa bayar, nanti kalau sudah dapat uang baru dibayar.

Begitu mendapat order, barang tersebut segera kami kirimkan beserta kwitansi penagihan. Biasanya pembayaran dilakukan dua minggu setelah barang diserahkan. Begitu mendapat cheaque pembayaran dari pabrik kertas Padalarang, segera kami uangkan. Utang ke toko pemilik vlampijp kami lunasi, dan lebihnya kami bagi dua. Alhamdulillah bagian saya jumlahnya lumayan, cukup untuk membayar utang kepada mamanda Zainal Zen yang saya pinjam sebulan lalu untuk membeli rumah di Jalan Gempol Wetan No. 28. Uang yang dipinjamkan mamanda Zainal Zen itu adalah uang untuk gajian perajurit yang akan pulang dari Irian Barat dua bulan lagi. Jadi pasti dapat dilunasi sebelum mereka pulang kata mamanda Zainal Zen. Dengan adanya bagian laba vlampijp, maka utang kepada mamanda Zainal Zen sudah dapat dilunasi sebelum jatuh tempo.

Berkebun Cabe dan Bawang di Cisandaan Garut

Sejak selesai kuliah, praktis waktu saya banyak senggang. Saya sering main-main ke Jalan Wastukancana No. 5 ke rumah kakanda Amir Syafni. Amir Syafni adalah adik kandung dari Ibrahim Sati yang sama-sama di PT Teknik Umum Pusat. Pada suatu hari kebetulan Amir Syafni kedatangan tamu dari kampung, bernama Busmar. Nama aslinya adalah Bustamam Umar. Dia adalah teman baik Amir Syafni di Kampung dulu, berasal dari desa Kapau, dan Sejak selesai kuliah, praktis waktu saya banyak senggang. Saya sering main-main ke Jalan Wastukancana No. 5 ke rumah kakanda Amir Syafni. Amir Syafni adalah adik kandung dari Ibrahim Sati yang sama-sama di PT Teknik Umum Pusat. Pada suatu hari kebetulan Amir Syafni kedatangan tamu dari kampung, bernama Busmar. Nama aslinya adalah Bustamam Umar. Dia adalah teman baik Amir Syafni di Kampung dulu, berasal dari desa Kapau, dan

Waktu saya datang mereka sedang merencanakan perkebunan cabe di tanah Amir Syafni yang ada di Cisandaan seluas 33,5 hektar. Tanah tersebut adalah hasil investasi Amir Syafni beberapa tahun lalu sewaku DII dan TII sedang merajalela di daerah Garut. Tanah tersebut oleh pemiliknya dijual murah kepada Amir Syafni, karena mereka perlu uang untuk biaya mengungsi ke Bandung. Amir Syafni sendiri belum pernah melihat tanah-tanah tersebut sampai saat mereka merencanakan perkebunan cabe tersebut. Waktu itu situasi Garut, sampai ke daerah pedalaman sudah aman dari DII dan TII. Kita merencanakan untuk melihat tanah tersebut hari minggu depan, menggunakan jeep inpentaris kantor yang diserahkan kepada saya. Kami pergi berempat, yaitu Amir Syafni, Busmar, bekas pemilik tanah yang di Garut, dan saya.

Sesuai dengan janji, bahwa kita akan berangkat pagi-pagi jam 7.00 dari Wastukancana, supaya bisa pulang hari itu juga ke Bandung. Menurut informasi dari si pemilik lama, tanah tersebut terletak di Desa Cisandaan. Jarak kira kira 40 km dari kota Garut arah ke Bungbulang, liwat perkebunan Sumadera. Sebelum saya ke Wastukancana, tank bensin saya isi penuh dulu, supaya tidak banyak berhenti dalam perjalanan nanti Saya sampai di Jalan Wastukancana team yang akan berangkat sudah lengkap. Kami minum teh sebentar, sudah itu langsung berangkat menuju Garut untuk terus ke desa Cisandaan. Perjalanan dari Bandung ke kota Garut boleh dikatakan lancar, dan kebetulan jalan juga mulus menurut ukuran waktu itu. Hanya saja dari kota Garut sampai ke Perkebunan Sumadera, yang berjarak kira-kira 25 km. banyak berlobang-lobang sehingga jeep hanya dapat berjalan dengan kecepatan sekitar 40 km per jam. Jalan antara perkebunan Sumadera sampai ke desa Cisandaan berjarak lebih kurang 15 km, masih jalan tanah. Belum diaspal, dan banyak terdapat batu-batu besar dan kecil di tengah jalan, sehingga jeep harus pandai-pandai memilih jalan untuk tidak kena gardan jeep yang akan menyebabkan fatal.

Kami sampai disana sudah hampir lohor, sedangkan kami dalam perjalanan belum mampir untuk makan siang, di sana tidak ada rumah makan atau warteg, untuk mengganjal sementara, menunggu pulang nanti di kota Garut baru ada restoran. Untung Amir Syafni merasakan hal yang sama, langsung berbisik-bisik dengan manan pemilik tanah, menanyakan tempat makan. Karena tidak ada tempat makan, maka mantan pemilik tanah akan minta bantuan kepala desa untuk menyiapkan makan siang ala kadarnya. Untuk itu Amir Syafni memberikan sejumlah uang untuk diberikan kepada kepala desa tersebut, sekalian berkenalan dan menjalin hubungan kerjasama di masa mendatang.

Sambil menunggu masakan siap, kami melihat-lihat lokasi terlebih dahulu. Rupanya tanah tersebut adalah tanah lereng dan tebing-tebing, bekas perkebunan teh yang tidak terurus selama pergolakan DII dan TII. Luasnya menurut surat menyurat jual beli seluruhnya 33,5 hektar yang tersebar di tiga desa dan untungnya satu blok, tidak terpencar-pencar. Kami tidak sanggup menjalaninya sekeliling, karena begitu luas dan naik turun lereng dan tebing. Pemilik lama hanya menjelaskan batas-batasnya dengan menunjuk-nunjuk batasnya dari jauh seperti pohon-pohon tinggi yang terlihat dari jauh. Umumnya tanah tersebut ditumbuhi oleh Sambil menunggu masakan siap, kami melihat-lihat lokasi terlebih dahulu. Rupanya tanah tersebut adalah tanah lereng dan tebing-tebing, bekas perkebunan teh yang tidak terurus selama pergolakan DII dan TII. Luasnya menurut surat menyurat jual beli seluruhnya 33,5 hektar yang tersebar di tiga desa dan untungnya satu blok, tidak terpencar-pencar. Kami tidak sanggup menjalaninya sekeliling, karena begitu luas dan naik turun lereng dan tebing. Pemilik lama hanya menjelaskan batas-batasnya dengan menunjuk-nunjuk batasnya dari jauh seperti pohon-pohon tinggi yang terlihat dari jauh. Umumnya tanah tersebut ditumbuhi oleh

Tidak terasa, saya melihat jam sudah menunjukkan jam 2.00 siang. Salat lohor belum, dan saya kasi kode pada Amir Syafni sebaiknya kita salat lohor saja dulu. Amir Syafni pura- pura menanyakan mesjid kepada mantan pemilik tanah itu, karena lebih kurang dua jam kami disitu tidak pernah melihat menara mesjid, baik yang jauh maupun dekat. Dia bilang mesjid jauh di lembah sebelah sana, kalau mau salat kita menompang saja salat di rumah kepala desa, sekalian makan siang, mungkin sudah siap katanya. Kami pun setuju dengan usul itu, dan kami berjalan menuju rumah kepala desa.

Alhamadulillah, sesampai di rumah kepala desa, makanan sudah terhidang menurut ukuran desa yang jauh dari pasar. Melihat itu kami putuskan untuk makan setelah salat lohor, karena takut waktu lohor akan habis nanti setelah makan. Setelah salat lohor baru kami makan dengan lahapnya, sekalipun dengan lauk pauk seadanya, tetapi suasana desa dan kondisi perut sedang lapar menyebabkan makan betul-betul nikmat.

Selesai makan, Amir Syafni mulai berbicara kepada kepala desa, tentang rencana memanfaatkan tanah seluas itu dengan tanaman cabe. Bibit cabenya didatangkan dari Padang yang disebut dengan cabe tali, sekarang disebut cabe tersebut dengan nama cabe keriting. Perbedaan cabe tali dibanding dengan cabe besar yang umum ditanam para petani di Jawa Barat waktu itu, dari segi umur tanamannya dan pedasnya. Umur tanaman cabe tali bisa mencapai dua tahun dan bisa di panen beberapa kali asal dilakukan pemupukan secara teratur. Sedangkan cabe besar hanya berumur sekali panen sesudah itu dia mati dan harus ditanam baru kembali. Dari segi pedasnya, cabe tali lebih pedas dari pada cabe besar. Kadar pedasnya adalah antara cabe besar dengan cabe rawit. Kecuali itu cabe tali lebih tahan lama di luar setelah dipanen dalam keadan tidak rusak dibanding dengan cabe besar.

Amir Syafni minta kepala desa mengumpulkan dan mengkordinir orang yang mau bekerja dengan gaji harian sesuai dengan standar gaji di daerah itu antara 25 sampai 30 orang sehari. Tugas utama mula-mula adalah membersihkan lahan dari segala macam tumbuhan dan semak untuk siap membuat lobang tanaman. Peralatan untuk pembersihan itu diharapkan menggunakan peralatan yang dimiliki oleh para petani yang bekerja tersebut. Investor mempersiapkan peralatan-peralatan seperlunya, khususnya yang tidak dimiliki oleh para petani, yang jumlah dan jenisnya akan ditentukan nanti setelah pekerjaan pembersihan sudah dimulai. Untuk memulai dan pengarahan pekerjaan dijanjikan minggu depan akan datang lagi. Diharapkan waktu itu sudah terkumpul orang-orang yang akan bekerja tersebut, sambil memilih lokasi yang akan diprioritaskan lebih dahulu. Proyek ini adalah proyek Amir Syafni dan Busmar, sedangkan saya hanya sebagai supporter aktif, dengan menyumbangkan fasilitas kendaraan yang ada pada saya.

Amir Syafni dan Busmar yakin betul, bahwa proyeknya ini akan berhasil dan dengan hasilnya nanti bisa mendirikan bank dengan modal sendiri. Kalkulasinya sederhana dan masuk akal, seperti “masak satu meter persegi tanah tidak bisa menghasilkan laba bersih sebesar Rp. 100.-dalam enam bulan?. Jadi untuk tanah seluas 35,5 hektar berarti 3.550.000 meter persegi kali Rp. 100.- sama dengan Rp. 355.000.000.-“ Perbandingan dengan nilai Amir Syafni dan Busmar yakin betul, bahwa proyeknya ini akan berhasil dan dengan hasilnya nanti bisa mendirikan bank dengan modal sendiri. Kalkulasinya sederhana dan masuk akal, seperti “masak satu meter persegi tanah tidak bisa menghasilkan laba bersih sebesar Rp. 100.-dalam enam bulan?. Jadi untuk tanah seluas 35,5 hektar berarti 3.550.000 meter persegi kali Rp. 100.- sama dengan Rp. 355.000.000.-“ Perbandingan dengan nilai

Minggu depan kami siap lagi untuk pergi ke desa Cisandaan dengan membawa peralatan pertanian yang kira-kira diperlukan, seperti cangkul, parang, sabit dan lain-lain. Bersama kami akan ikut juga kesana Bushar Muhamad SH dosen senior IKIP Bandung. Bushar Muhamad adalah teman dekat Amir Syafni tertarik dengan proyek yang memberikan harapan ini, dan kebetulan juga mempunyai jeep inpentaris dari IKIP. Akhirnya Bushar Muhamad juga menjadi supporter aktif seperti saya dalam proyek ini, dan sekalian sabagai cadangan bila saya berhalangan berangkat ke sana bila diperlukan di masa depan. Hanya saja Bushar Muhamad tidak bisa menyetir sendiri, jadi kalau pakai jeep dia selalu harus pakai sopir.

Menjajaki Untuk Berimigrasi ke Malaysia

Setelah proyek berjalan beberapa bulan, sistuasi politik banyak perubahan. Sejak Presiden Sukarno lengser, maka kepemimpinan nasional di pegang oleh Suharto. Hubungan diplomatik dengan negara tetangga Malaysia, sebelumnya dalam posisi konfrontasi, oleh pemerintahan Suharto sudah dicapai perdamaian, dan hubungan diplomatik sudah dibuka kembali. Bagi saya, dengan dibukanya kembali hubungan diplomatik dengan Malaysia merupakan berita gembira, karena bagi saya Malaysia merupakan negeri saya yang kedua, yang banyak menyimpan kenang-kenangan dan tidak bisa saya lupakan.

Sejak saya meninggalkan Malaysia tahun 1941, belum pernah ke sana lagi. Pernah merencanakan untuk kembali ke sana dalam tahun 1950, tetapi gagal, karena disana sedang tidak aman, sejak itu saya robah haluan ke Jakarta, dan terakhir menetap di Bandung sampai sekarang.

Dengan adanya berita gembira itu, semangat saya akan kembali ke sana timbul lagi. Kebetulan di PT Teknik Umum ada peraturan cuti besar bagi pegawai-pegawai yang sudah

10 tahun bekerja terus menerus diberi hak cuti besar selama 3 bulan. Waktu itu tahun l968, dimana saya sudah 12 tahun bekerja di PT Teknik Umum, berarti saya sudah mempunyai hak untuk mendapatkan cuti besar tersebut. Kesempatan itu mulai saya jajaki melalui pak Handiamiharja. Dari beliau ada green light, hanya saja waktunya supaya di pilih di waktu- waktu yang tidak begitu sibuk, yaitu pada awal-awal tahun anggaran. Tahun anggaran waktu itu adalah dari Januari ke Desember. Bila waktu yang disarankan oleh pak Handiamiharja saya sesuaikan dengan masa cuti besar saya berarti jatuhnya Januari s/d Maret 1969. Karena cuti besar ini harus seizin direksi, maka saya segera membuat surat permohonan cuti besar kepada direksi di Jakarta, beberapa bulan sebelumnya.

Alhamdulillah, permohonan tersebut disetujui direksi, dan saya mulai membuat rencana di sana dan persediaan dana untuk hidup tiga bulan dinegeri orang. Karena dana kontan tidak tersedia, terpaksa saya berusaha menjual sawah yang ada di desa Cimareme, sebelum Padalarang seluas satu setengah hektar. Sawah ini tadinya adalah sawah tadah hujan dengan hasil panen padi lebih kurang satu setengah ton setiap panen. Sejak beberapa tahun lalu dirobah menjadi kebun jeruk Tetapi tanaman jeruk ini gagal, karena tumbuhnya tidak sesuai dengan harapan semula. Terpaksa dikembalikan fungsinya menjadi sawah kembali.

Bila hasil penjualan sawah tersebut masih dianggap belum cukup, ada sebuah rumah kecil lagi dekat pasar Gempol ditawar-tawarkan untuk dijual. Alhamdulillah, kedua-duanya dapat dijual sebelum berangkat, walaupun dengan harga yang agak murah, tetapi masih ada untung jika dibanding dengan harga belinya dulu. Sudah menjadi kebiasaan saya untuk melakukan investasi bidang apa saja, bila satu ketika ada dana agak berlebih dari kebutuhan. Kebijakan ini saya ambil, setelah memperhatikan bahwa investasi dalam harta tetap tidak pernah rugi, karena harga harta tetap selalu naik dari tahun ke tahun. Atas petunjuk Allah Swt, prinsip ini pulalah yang mengantarkan saya, sempat mempunyai asset di Bukittinggi, Jakarta dan Bandung. Alhamdulillah semua asset itu termasuk asset yang produktif, bahkan sebagai pendukung utama dana kuliah beberapa anak-anak ke luar negeri mengambil S 2.

Ada beberapa pertimbangan saya yang mendorong saya mengambil cuti besar ke Malaysia. Pertama, adalah rindu kepada negeri dimana saya menghabiskan sebagian besar masa kanak-kanak saya, dengan segala suka dukanya. Rindu melihat kembali rumah sekolah dimana saya menimba ilmu dulu. Rindu tapak tilas jalan-jalan yang saya lalui dulu sambil belari-lari kecil pulang sekolah ingin cepat-cepat sampai di rumah dua puluh tujuh tahun lalu. Rindu melihat kembali jembatan di Batu Empat, Kota Tinggi tempat kami melompat-lompat ke sungai, mandi dengan teman-teman dulu. Banyak lagi rindu-rindu lainnya yang terlalu banyak untuk disebut satu persatu.

Kedua, adalah ingin menyelesaikan amanat almarhum ayahanda dalam bentuk warisan. Waktu almarhum ayahanda pulang ke kampung dulu tahun l941, beliau mempunyai dua petak kebun getah masing-masing terletak di Batu Empat, Kota Tinggi dan kedua adalah di daerah Budau, berjarak lebih kurang 15 kilometer dari Kota Tinggi arah ke Mersing. Luasnya masing-masing 3,5 acre atau sama dengan kurang dari 2 hektar. Waktu akan pulang kampung dulu, kabarnya beliau kuasakan kepada Arifin bin Saleh teman beliau berasal dari Pariaman Sumatera Barat untuk mengurus dan membayar cukai-cukai tanah tersebut. Kuasa tersebut tanpa tertulis, tidak jelas hak dan kewajiban pemberi kuasa dan penerima kuasa. Namun demikian menurut pendapat saya adalah dosa, bila peninggalan almarhum tersebut tidak diselesaikan dalam bentuk masing-masing tidak dirugikan. lepas dari berapapun nilai ekonomisnya.

Ketiga, adalah ingin menjajaki dan menjalin silaturahmi kembali dengan beberapa sepupu-sepupu dari pihak ayahanda saya, beberapa orang diantara mereka bermukim di Malaysia, seperti kakanda Ismail Hasan, kakanda Kimin dan lain-lain. Tujuan jangka panjang adalah, jangan sampai terputus hubungan silaturahmi dengan saudara-saudara yang mempunyai hubungan darah baik dari pihak ayah mauapun dari pihak ibu. Saya menganggap alangkah senangnya nanti bila anak-anak atau cucu-cucu dapat bebas memilih hidup di salah satu di antara dua negara tetangga yang seiman, sebudaya dan mempunyai hubungan darah, jauh maupun dekat, satu sama lain

Keempat, adalah saya ingin mendapatkan pekerjaan dan tinggal di Malaysia. Sebetulnya karir saya di PT Teknik Umum selama ini boleh dikatakan baik. Banyak kemajuan yang saya peroleh selama lebih kurang dua belas tahun bekerja di PT Teknik Umum. Diantara hasil- hasil yang saya peroleh adalah, lulus ujian tata-buku Bond B.tahun l958 lulus Akademi Perniagaan Indonesia tahun 1961, lulus ujian sarjana Jurusan Administrasi Niaga dari UNPAD tahun 1966. Jabatan terakhir adalah Direktur Muda Cabang Bandung. Saya Keempat, adalah saya ingin mendapatkan pekerjaan dan tinggal di Malaysia. Sebetulnya karir saya di PT Teknik Umum selama ini boleh dikatakan baik. Banyak kemajuan yang saya peroleh selama lebih kurang dua belas tahun bekerja di PT Teknik Umum. Diantara hasil- hasil yang saya peroleh adalah, lulus ujian tata-buku Bond B.tahun l958 lulus Akademi Perniagaan Indonesia tahun 1961, lulus ujian sarjana Jurusan Administrasi Niaga dari UNPAD tahun 1966. Jabatan terakhir adalah Direktur Muda Cabang Bandung. Saya

Alhamdulillah pada waktunya, saya berangkat ke Malaysia melalui Singapore. Sebelum saya berangkat, saya sudah siapakan ijazah-ijazah saya yang tidak seberapa itu, dengan harapan di sana dapat dimanfaatkan. Disamping itu saya membawa surat perkenalan dari Krisna Dahlan, (adik satu bapak dengan kakanda Nurbeiti) yang ditujukan untuk saudaranya di Kuala Lumpur bernama H. Hamdan bin Syekh Taher. H. Hamdan bin Syekh Taher adalah salah seorang anak dari Syekh Taher. Syekh Taher adalah orang Kota Gadang yang kawin dengan wanita dari Koto Tuo. Beliau adalah ulama besar bermukim di Mekah dan menjadi imam Mesjidil Haram pertama yang bukan berasal dari orang Arab. Waktu itu H. Hamdan bin Syekh Taher adalah Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Malaysia.

Sebelum saya berangkat, saya menulis surat kepada kakanda Ismail Hasan yang waktu masih aktif dalam Angkatan Laut dan ditugaskan di Singapore. Dalam surat tersebut saya katakan bahwa saya akan datang ke Malaysia untuk melihat-lihat peluang yang mungkin dapat saya lakukan untuk masa depan kami sekeluarga. Saya berangkat dari Jakarta dengan pesawat sore. Sampai di air port Singapore sudah Magrib. Dari air port Singapore saya telepon kakanda Ismail Hassan, dan beliau jemput saya ke air port.

Malam itu kami mengobrol sampai jauh malam, karena sudah lama tidak bertemu. Saya katakan, besok akan ke Johore Bahru, dan terus ke Kota Tinggi menemui Arifin, menanyakan kebon getah almarhum bapak yang ditinggalkan dulu. Saya katakan juga bahwa selesai dari Kota Tingggi terus ke Kuala Lumpur, untuk melihat-lihat peluang kerja yang mungkin ada. Mendengar saya akan ke Kuala Lumpur, beliau memberi alamat Siti Har yaitu kakak dari kakanda Siti Zen (isteri Ismail Hasan) yang tinggal di Kajang dengan sedikit surat pengantar, sebagai tepatan sementara.

Besok pagi, saya ikut mobil kakanda Ismail Hasan sambil beliau pergi ke kantor, saya diturunkan di terminal bus yang akan ke Johore Bahru. Dari Johore Baharu saya pindah ke bus yang akan ke Kota Tinggi, dan dari Kota Tinggi saya menunggu bus yang liwat Batu Empat. Saya sampai di Batu Empat sebelum Lohor, dan terus mencari rumah Arifin bin Saleh yang kebetulan menempati ruko di simpang tiga ke kampung Lukut. Dia kaget dan senang melihat saya datang. Dia adalah angkatan kakanda A.Tajuddin, dia lama memperhatikan saya, karena kami berpisah sejak tahun 1941 atau 28 tahun lalu. Saya perhatikan selama itu situasi Batu Empat seakan-akan tidak ada yang berobah. Tanpa saya sadari saya menangis sampai tersedu-sedu, ingat masa kecil saya, yang seakan-akan baru seperti kemarin dulu saja. Ingat almarhum ayahanda, ibunda Raiyah, kakanda A.Tajuddin dan kawan-kawan sepermainan dulu.

Sorenya kami berjalan-jalan ke perkampungan tempat kami tinggal dulu. Banyak bertemu dengan teman-taman lama yang kami masih kenal roman tetapi sudah lupa nama masing-masing. Kami sempat meliwati kebun almarhum ayahanda di Batu Empat, yang sedang di re-planting waktu itu. Saya bermalam di sana, dan malamnya beliau menceritakan kebun yang dititipkan almarhum ayahanda kepada beliau dulu. Beliau banyak menceritakan pengeluaran-pengeluaran yang telah beliau keluarkan selama sekian tahun untuk cukai tanah Sorenya kami berjalan-jalan ke perkampungan tempat kami tinggal dulu. Banyak bertemu dengan teman-taman lama yang kami masih kenal roman tetapi sudah lupa nama masing-masing. Kami sempat meliwati kebun almarhum ayahanda di Batu Empat, yang sedang di re-planting waktu itu. Saya bermalam di sana, dan malamnya beliau menceritakan kebun yang dititipkan almarhum ayahanda kepada beliau dulu. Beliau banyak menceritakan pengeluaran-pengeluaran yang telah beliau keluarkan selama sekian tahun untuk cukai tanah

Saya katakan bahwa kedatangan saya bukanlah untuk mengusut dan mengambil kebon warisan almarhum itu, tetapi yang utama adalah untuk mendudukkan status kebon itu. Bila masih ada bernilai dan ada hak beliau, mumpung ibunda Raiyah dan kakanda A.Tajuddin masih ada, mungkin bisa beliau nikmati pencarian beliau dulu. Untuk tahap pertama, kita balik nama saja dulu garantnya dari nama almarhum Pakih Sinaro ke nama kita berdua. Setelah itu baru kita selesaikan nanti apakah bagian kami dibeli oleh Arifin bin Saleh, atau kita jual bersama uangnya kita bagi dua. Sebab kalau mau dihitung betul berapa banyak uang yang sudah di keluarkan dan berapa uang penghasilan getah selama ini, mungkin tidak akan selesai, karena masing-masing tidak mempunyai catatan. Oleh karena itu, kita saling menyerahkan saja kepada Allah, Swt. Lebih kurangnya kita saling merelakan saja. Arifin bin Saleh setuju dengan usul penyelesaian saya itu. Besoknya kami bersama-sama pergi ke pejabat tanah di Kota Tinggi, menanyakan bagaimana prosedur balik namanya untuk kami persiapkan.

Pejabat tanah di Kota Tinggi memeriksa garant dua keping kebon getah itu langsung memberitahukan syarat-syaratnya antara lain. Surat pernyataan dari notaris di Indonesia mengatakan bahwa nama yang tercantum dalam garant itu betul-betul sudah meninggal dunia dan mempunyai anak laki-laki dan perempuan. Anak-anak yang lain setuju menguasakan pengurusan tanah tersebut kepada saya selaku waris yang syah. Setelah itu ada, baru bisa di proses dan penyelesainnya melalui kantor pengadilan di Johore Baharu. Selesai mendapat informasi dari pejabat tanah di Kota Tinggi, saya foto copy masing-masing garant itu untuk dibwa ke Bandung dan mempersiapkan Surat Pernyataan dari Notaris sesuai dengan isi yang dimaksud oleh pejabat tanah tadi.

Hanya semalam saya di Batu Empat, setelah itu saya terus ke stasiun kereta api di Johore Baharu untuk pergi ke Kuala Lumpur besok pagi. Perjalanan kereta api dari Johore Baharu ke Kuala Lumpur memakan waktu lebih kurang 5 jam. Saya akan turun di stasiun Kajang yang merupakan stasiun terakhir sebelum sampai di Kuala Lumpur. Saya sampai di Kajang kira-kira jam 2.00 siang. Keluar dari stasiun, tidak jauh dari situ sudah nampak orang berjualan sate, seperti pujasera di kita. Saya duduk di salah satu kursi dan meja yang kosong. Lebih baik saya makan dulu, baru mencari alamat kakanda Siti Har yang ditunjukkan oleh kakanda Ismail Hasan. Selesai makan sate sambil membayar, saya tanyakan kepada penjual sate, alamat yang saya cari. Dia bilang, naik saja bus yang ke Kuala Lumpur nanti turun di Batu 6, disana tanyakan alamat itu, katanya.

Tidak susah mencari alamat itu, karena terletak di pinggir jalan raya antara Kajang ke Kuala Lumpur. Rumah itu rumah panggung dan besar di tengah-tengah kebun yang luas. Jarak antara satu rumah dengan rumah tetangga lainnya tidak kurang dari 100 meter. Di rumah yang besar itu hanya dihuni oleh seorang ibu-ibu yaitu kakak Siti Har yang waktu itu berumur kira-kira 45 tahun bersama seorang anak laki-laki tunggal beliau masih bujang bernama Zainudin, yang sudah bekerja. Melihat kondisi demikian, saya pikir kasihan, kalau saya sampai berlama-lama disitu, tentu akan merepotkan beliau.

Malam itu saya siapkan surat surat yang akan saya bawa ke Kuala Lumpur, antara lain surat perkenalan dari Krisna Dahlan yang ditujukan kepada pak H. Hamdan bin Syekh Taher. Saya bermaksud akan membawa ijazah-ijazah saya sekalian, siapa tahu kalau-kalau pembicaraan nanti mengarah ke pekerjaan yang mungkin ada buat saya. Alangkah kagetnya saya, setelah saya cari-cari ijazah tersebut di dalam tas saya tidak ada lagi. Waktu berangkat, saya yakin betul bahwa ijazah-ijazah itu saya masukan sendiri ke dalam tas, sekarang sudah tidak ada. Lama saya berpikir, hilang dimana ijazah-ijazah tersebut?

Hari itu saya berangkat ke Kuala Lumpur mencari-cari tempat penginapan, sedangkan surat untuk pak H. Hamdan bin Syekh Taher akan saya serahkan nanti setelah saya mendapat penginapan, dan kondisi saya sudah tenang, akibat ijazah saya tidak diketemukan itu. Kebetulan bus yang saya tompangi itu, melalui Jalan Tengku Abdul Rahman yang penuh dengan toko-toko bertingkat empat sampai lima lantai, terletak di Pusat Kota. Disalah satu perhentian bus saya turun tanpa ada tujuan. Tidak jauh dari situ saya lihat ada kedai kopi Cina dan di situ ada etalase tinggi, penuh dengan bermacam-macam masakan Padang. Waktu itu sudah jam 10.00 pagi, perut pun sudah mulai lapar. Saya mampir di kedai kopi itu untuk makan.

Selesai makan, saya bicara-bicara dengan pemilik rumah makan itu. Rupanya dia berasal dari desa Koto Marapak satu kecamatan dengan kita. Namanya Munaf lebih muda dari saya kira-kira 5 tahun. Setelah saya katakan bahwa saya dari desa Parit Putus, maka antara kami cepat intim. Dia mengatakan lantai dua sampai lantai empat dari rumah makan ini adalah hotel dengan tarif sewa yang sesuai dengan kondisi saya. Dia mengajak saya melihat kondisi hotel tersebut ke atas dan memperkenalkan saya kepada pengurusnya. Setelah saya perhatikan kondisi sekelilingnya, kelihatan bersih dan sebandinglah dengan tarifnya. Akhirnya saya putuskan untuk tinggal di hotel itu saja, dan dekat dengan tempat makan.

Setelah saya pilih kamar yang saya senangi, saya kembali lagi ke Kajang untuk mengambil tas dan memberitahukan kepada kakak Siti Har, bahwa saya akan tinggal di Kuala Lumpur. Alasannya, adalah dekat dengan kantor-kantor yang akan dihubungi, sekalian pamit dan berterima kasih, karena sudah merepotkan beliau. Sebelum Magrib saya sudah datang lagi ke hotel yang akan saya tempati.

Beberapa hari setelah itu praktis saya tidak ada kegiatan apa-apa, karena pikiran saya tertuju pada ijazah saya yang tidak ketemu. Bahkan surat untuk pak H. Hamdan bin Syekh Taher pun belum saya berikan. Saya bermaksud setelah pikiran agak tenang, baru saya akan pergi menemui pak H. Hamdan bin Syekh Taher di Kementerian Pendidikan Malaysia membawa surat perkenalan dari Krisna Dahlan.

Beberapa hari setelah itu, saya pergi ke Kementerian Pendidikan. Saya pikir untuk menemui pejabat tinggi di Malaysia, seperti di Indonesia, yaitu harus mendaftar dulu dan setelah itu baru ditentukan hari dan tanggal berapa baru bisa diterima. Berbeda sekali dari apa yang saya duga. Begitu saya sampai di kantor Kementerian Pendidikan dan melapor ke piket yang sedang jaga. Saya katakan bahwa saya dari Indonesia, membawa surat untuk Pak

H. Hamdan bin Syekh Taher, apakah kantor beliau disini?, sambil menyerahkan surat dari Krisna Dahlan. Sambil menjawab Ya, piket tersebut mengambil dan melihat surat yang saya H. Hamdan bin Syekh Taher, apakah kantor beliau disini?, sambil menyerahkan surat dari Krisna Dahlan. Sambil menjawab Ya, piket tersebut mengambil dan melihat surat yang saya

Tidak sampai sepuluh menit saya menunggu, keluar sekretaris pak H.Hamdan bin Syekh Taher, mempersilakan saya masuk ke ruangan yang cukup luas dan beliau ada di salah satu sisi di belakang meja tulis besar. Melihat saya masuk, beliau berdiri sambil senyum,dan menyapa “Bila datang” kata beliau. Saya bilang dari Indonesia sudah beberapa hari tapi saya singgah dulu di Kota Tinggi. Pak H. Hamdan orangnya rendah hati, ada kira-kira setengah jam kami berbincang-bincang, dan saya ceritakan bahwa saya sekolah di English College School dulu semasa penjajahan Inggeris sampai standar enam, sudah itu pergi ke Indonesia sampai sekarang. Beliau menanyakan saya menginap, karena nanti hari Sabtu pulang kantor akan menjemput saya dan mengundang makan di rumah beliau. Saya disuruh menunggu beliau didepan hotel itu hari Sabtu jam 12.30 siang, untuk bersama-sama ke rumah beliau.

Saya merasa risih atas kebaikan beliau, selaku seorang pejabat tinggi yang memberikan perhatian kepada saya, yang susah untuk ditemukan di Indonesia seperti itu. Pada hari dan jam di sepakati, sopir beliau berhenti di hadapan hotel, dan saya sudah menunggu di hadapan hotel. Begitu mobil berhenti, saya melihat ada beliau duduk di belakang, saya berjalan menuju mobil tersebut, dan beliau menyuruh saya duduk disamping beliau di belakang.

Sampai di rumah beliau, ternyata hanya di sebuah rumah sederhana, rumah panggung yang sebagian masih dari papan. Isteri beliau adalah seorang guru di salah satu sekolah pemerintah di Kuala Lumpur. Waktu kami sampai dirumah itu, isteri beliau belum sampai di rumah, sepuluh menit kemudian baru datang. Setelah isteri beliau datang saya di perkenalkan dan diajak makan bersama-sama dengan istri beliau. Di rumah beliau saya banyak bercerita masa kecil, masa revolusi, dan perkenalan saya dengan pak Abdul Gani atau dikenal dengan Aga Kartanagara. Saya kemukakan kepada beliau kerinduan saya untuk menetap kembali di Malaysia. Untuk mendukung keinginan saya itu, beliau menjanjikan membuat surat rekomendasi, yang dalam surat itu, mengatakan bahwa beliau sewaktu kunjungan ke Indonesia berkenalan dengan saya, mempunjai pendidikan degree dan kwalifikasi baik. Nanti surat itu dapat dipergunakan, bila diperlukukan oleh instansi yang akan menerima bekerja kata beliau. Surat itu disuruh ambil di kantor beliau hari Selasa pagi. Lebih dari satu jam saya di rumah beliau dan setelah itu saya pamit dan beterima kasih kepada beliau dan isteri beliau.

Besoknya saya ingat bahwa saya berjanji dengan Ade Sule teman dari Bandung, yang sama-sama mau berangkat ke Malaysia. Dia akan menemui saudaranya, yang memegang perwakilan Garuda Indonesian Airlines di Kuala Lumpur. Tetapi dia berangkat belakangan, karena waktu itu surat-menyuratnya belum selesai. Dia juga alumni UNPAD jurusan Ekonomi Perusahaan, lulus dua tahun setelah saya. Setelah beberapa hari saya tinggal di hotel, saya pergi ke kantor perwakilan Garuda Indonesian Airlines, untuk menanyakan apakah Ade Sule sudah datang atau belum. Waktu itu GIA berkantor di gedung MARA tidak jauh dari hotel tempat saya tinggal. Menurut saudaranya yang di GIA Ade Sule baru akan datang dua hari lagi.

Sebelum pergi, saya di persilahkan duduk dan diajak bicara-bicara sambil berkenalan. Saya katakan, bahwa saya dulu di zaman penjajahan Inggeris saya bersekolah di Johore Baharu sampai standar enam. Waktu Jepang masuk kami sekeluarga pulang ke Bukittinggi, Sebelum pergi, saya di persilahkan duduk dan diajak bicara-bicara sambil berkenalan. Saya katakan, bahwa saya dulu di zaman penjajahan Inggeris saya bersekolah di Johore Baharu sampai standar enam. Waktu Jepang masuk kami sekeluarga pulang ke Bukittinggi,

Besok sore saya beranikan diri pergi ke rumah pak Des Alwi sekalipun belum kenal. Beliau berasal dari Banda Neire dan menjadi salah seorang murid pak Hatta semasa dibuang ke sana. Kebetulan beliau ada dirumah, dan menerima saya dengan baik, mungkin karena saya berasal dari Bukittinggi dimana beliau merasa berutang budi kepada pak Hatta, adalah guru beliau yang beliau sebut dengan nama oom kaca mata.

Saya katakan bahwa saya ingin menetap lagi di Malaysia dan mencari kerja di sini. Dalam pembicaraan yang hampir satu setengah jam, kelihatan beliau ingin membantu saya. Sampai pembicaraan pada pendidikan, saya katakan bahwa saya tamatan UNPAD jurusan Administrasi Niaga, dan mempunyai ijazah tata-buku A dan B dari Bond. Beliau tidak menjanjikan sesuatu, tetapi akan mencoba dulu ke beberapa teman beliau, mudah-mudahan berhasil. Beliau menyuruh saya membawa ijazah-ijazah itu besok untuk dibawa dan diperlihatkan kepada teman-teman beliau. Mendengar permitaan ini hati saya tersayat-sayat lagi, karena ijazah itu memang ada, tetapi tidak tahu dimana tinggalnya. Saya terpaksa menjelaskan apa adanya. Mungkin beliau mendengar itu, menilai saya berbohong, tetapi apa boleh buat, memang begitu kejadiannya.

Pak Des Alwi orangnya bijaksana, melihat raut muka saya penuh penyesalan, beliau menyarankan, kita coba urus izin tinggal saja dulu. Bila nanti izin tinggal sudah dapat baru dipikirkan pekerjaan, mudah-mudahan ijazahnya sudah ada, kata beliau. Untuk itu beliau minta saya membuat surat permohonan yang di alamatkan ke kementerian dalam negeri di Malaysia dengan mencantumkan riwayat hidup, dan alasan untuk tinggal di Malaysia. Kalau surat itu sudah ada, serahkan kepada beliau, biar beliau nanti membawa surat itu ke Kementerian Dalam Negeri Malaysia. Tapi balasannya tidak bisa diharapkan cepat-cepat, bisa berbulan-bulan kata beliau.

Besoknya saya pinjam mesin tik hotel, dan membuat surat yang dimaksud. Dalam surat tersebut, saya katakan bahwa saya lahir di Batu Empat, Kota Tinggi, sekolah di Ngeheng Primary school sampai di English College School standard six. Waktu penjajahan Jepang pergi ke Bukittinggi. Setelah Indonesia merdeka, pergi ke Bandung dan terakhir belajar di Universitas Padjadjaran tamat 1965, Master Degree mayor in Business Administration. Mengajukan pemohonan menetap di Melaysia, karena rindu sebagai warga negara Malaysia. Sambil mengurus dua petak kebon pusaka orang tua masing-masing terletak di Batu Empat Kota Tinggi dan di Budau. Tiga hari setelah kedatangan saya pertama kali dulu, surat tersebut sudah selesai dan saya antarkan ke rumah pak Des Alwi, tanpa di lem, dengan maksud, supaya beliau baca terlebih dahulu. Setelah beliau baca, beliau mengatakan, ini sudah cukup, tinggalkan saja, nanti bila ada kesempatan saya langsung serahkan ke tangan Datok Husein Onn. Balasannya lama, bisa enam bulan atau lebih. Kalau mau pulang ke Indonesia pulang saja dulu, nanti kembali ke sini jangan lupa membawa ijazah sarjana dan Besoknya saya pinjam mesin tik hotel, dan membuat surat yang dimaksud. Dalam surat tersebut, saya katakan bahwa saya lahir di Batu Empat, Kota Tinggi, sekolah di Ngeheng Primary school sampai di English College School standard six. Waktu penjajahan Jepang pergi ke Bukittinggi. Setelah Indonesia merdeka, pergi ke Bandung dan terakhir belajar di Universitas Padjadjaran tamat 1965, Master Degree mayor in Business Administration. Mengajukan pemohonan menetap di Melaysia, karena rindu sebagai warga negara Malaysia. Sambil mengurus dua petak kebon pusaka orang tua masing-masing terletak di Batu Empat Kota Tinggi dan di Budau. Tiga hari setelah kedatangan saya pertama kali dulu, surat tersebut sudah selesai dan saya antarkan ke rumah pak Des Alwi, tanpa di lem, dengan maksud, supaya beliau baca terlebih dahulu. Setelah beliau baca, beliau mengatakan, ini sudah cukup, tinggalkan saja, nanti bila ada kesempatan saya langsung serahkan ke tangan Datok Husein Onn. Balasannya lama, bisa enam bulan atau lebih. Kalau mau pulang ke Indonesia pulang saja dulu, nanti kembali ke sini jangan lupa membawa ijazah sarjana dan

Di atas bus sambil pulang, saya berpikir apakah pak Des Alwi tadi menyindir saya tentang ijazah, supaya tidak lupa lagi membawa nanti bila kembali ke Malaysia. Tapi biarlah saya berbaik sangka, mungkin beliau benar, menyuruh saya lebih berhati-hati di masa depan.

Besok pagi sambil minum teh dan makan roti bakar di kedai kopi Cina di bawah hotel tempat saya menginap, saya baca di koran ada iklan bahwa Perguruan MARA mencari beberapa dosen bidang ekonomi dan lain-lain. Saya coba membuat surat lamaran, dengan mengatakan pak H. Hamdan bin Syekh Taher sebagai sponsor. Tidak sampai seminggu, datang surat penggilan untk intervew. Saya di intervew oleh beberapa orang, ada orang India dan Melayu, yang umumnya lebih tua dari saya. Mengajar adalah salah satu pekerjaan yang belum pernah saya lakukan, kecuali mengajar mengaji Alquran di kampung dulu sebentar. Intervew belum sampai disuruh berdiri di muka kelas, baru beberapa pertanyaan saja, para penguji sudah mengatakan bahwa saya tidak punya bakat untuk menjadi pengajar, katanya.

Tanpa disadari, saya sudah lebih dua bulan meninggalkan Bandung. Berarti masa cuti saya tinggal sebentar lagi. Usaha terakhir saya adalah melihat-lihat dalam buku telepon di Yellow Page alamat Chartered Accountant. Barangkali saja ijazah tata-buku Bond saya dapat dimanfaatkan sebagai batu loncatan mencari pekerjaan. Umumnya nama-nama Cina saja, ada satu nama Hamzah & Hamzah Associate. Saya siapkan juga lamaran ke sana, dan saya antarkan langsung ke kantornya, tidak melalui pos. Saya disuruh langsung menemui personalianya, dan langsung di intervew, mungkin mereka sedang perlu waktu itu barangkali. Ada setengah jam saya ditanya tentang jurnal, dan membaca Neraca & Rugi Laba, akhirnya dikatakan saya bisa diterima bekerja di sana, tetapi saya harus mengurus izin tinggal di Malaysia. Kalau izin tinggal sudah dapat bisa datang lagi dan diterima bekerja di situ. Handicapnya adalah, untuk mengurus izin tinggal itu yang memerlukan waktu lebih enam bulan seperti yang dikatakan oleh pak Des Alwi, sedangkan masa cuti saya di Bandung tinggal beberapa hari saja lagi.

Munaf pemilik restoran itu sudah kasihan melihat saya. Sudah hampir dua bulan menginap di hotel itu belum juga dapat kerja. Pada salah satu hari minggu saya diajak pergi ke Kajang, ke kampung yang banyak orang Ampek Angkek katanya. Pagi-pagi kami pergi dengan mobilnya. Sampai di situ dia berhenti di salah satu warung kopi. Orang disitu umumnya sudah kenal dengan Munaf. Dia mengajak saya masuk, dan mengatakan kepada beberapa orang yang ada di dalam warung itu, “ ini ada orang kita baru datang dari kampung, dulu semasa Inggeris dia sekolah di Johore Baharu, sekarang mau mencari kerja di sini katanya “. Mendengar itu ada salah seorang bertanya, kampung di mana ?. Saya katakan saya dari Parit Putus. Mendengar itu, orang itu langsung berdiri dan mengajak saya pergi ke rumahnya jarak kira-kira 50 meter dari situ. Ternyata orang itu adalah Abdul Aziz bin H Yusuf.

6. Foto dengan A. Aziz tahun 1969

Sampai di rumah, saya dikenalkan dengan ayah dan ibundanya. Ayahnya bertanya apakah saya kenal dengan kak Pelam katanya. Saya katakan enek Pelam itu adalah nenek istri saya. Mendengar itu kami langsung intim, apalagi beliau tahu bahwa saya adalah anak dari adik teman beliau Kari Ayat, ayahnya kakanda Ismail Hassan. Sejak itu saya tidak boleh lagi tinggal di hotel, dan diajak tinggal di rumah Aziz di Datok Kramat, Kuala Lumpur.

Waktu itu Aziz baru dapat pembagian pakaian beberapa stel dari kantor. Saya di kasi satu stel, dengan pakaian yang diberikan itu kami berfoto bersama untuk kenang-kenangan, mendapat rachmat dari pertemuan yang tidak disengaja itu Setiap ada waktu senggang saya selalu dibawa ke rumah saudara-saudaranya, karena merasa satu nenek dengan isteri saya dari suku Guci. Kecuali ke rumah saudara-saudaranya, juga di bawa kepada orang-orang yang ada hubungana darah dengan Parit Putusnya, seperti pakcik Syamsuddin bin Khalik, ke rumah saudara-saudara isteri kakanda Ismail Hasan dan kerumah saudara Hasbiah (istri Aziz ) sendiri dan lain-lain.

Yang agak berkesan adalah pertemuan saya dengan pakcik Syamsuddin bin Khalik. Ibu pakcik Syamsuddin berasal dari Boyan salah satu kota kecil di kepulauan Madura. Ayah Yang agak berkesan adalah pertemuan saya dengan pakcik Syamsuddin bin Khalik. Ibu pakcik Syamsuddin berasal dari Boyan salah satu kota kecil di kepulauan Madura. Ayah

Waktu itu sisa cuti saya masih ada seminggu lagi. Mengingat desakan beliau yang tulus, dan ingin menjalin hubungan silaturahmi di masa datang maka saya bersedia untuk menemani beliau pulang ke kampung dan setelah itu terus ke Bandung. Di kampung cukup enam hari dan setelah itu langsung ke Bandung. Tepat di hari cuti saya habis saya sudah bisa masuk kerja lagi, tepat waktu. Ajakan pakcik Syamsuddin ini saya bicarakan dengan Aziz, dan saya rasa lebih baik saya pulang sekarang saja, disamping masa tinggal saya di Malaysia sudah tidak bisa diperpanjang lagi, karena sudah tiga bulan tinggal di sana. Hari itu kami beli ticket ke Pekanbaru, dari Pekanbaru kami jalan darat ke Bukittinggi. Waktu itu belum ada pesawat langsung dari Kuala Lumpur ke Padang.

Kami berangkat ke Pekanbaru dengan pesawat pagi. Lamanya perjalanan kira-kira dua jam. Dari Pekanbaru kami pakai taxi ke Bukittinggi, yang juga memerlukan waktu lebih kurang 6 jam. Kami sampai di Parit Putus sudah dekat Magrib, dan menginap di rumah ibunda, yang waktu itu masih rumah kayu. Waktu itu belum ada kamar mandi dan W.C di rumah. Jadi kalau mau mandi, mandi di kolam umum, atau bila mau ke W.C harus antre di W.C mesjid berdekatan dengan rumah ibunda. Keadaan demikian, hampir sama dengan di Malaysia waktu itu, hanya bedanya kamar mandi sudah ada di rumah masing-masing. Sedangkan W.C memang harus berjalan kaki ke luar rumah beberapa meter sambil membawa air dengan ember.

Malam itu kami tidak ke mana-mana, karena orang di kampung, bila mendengar ada orang dari Malaysia datang, cepat sekali berita itu menyebar ke seluruh kampung. Bagi orang-orang yang merasa ada keluarga di sana mereka datang mencari informasi keadaan keluarga mereka disana. Salah seorang yang datang adalah keturunan dekat dari almarhum pak Khalik ayahanda pakcik Syamsuddin, namanya Samsir Sutan Bagindo. Almarhum Khalik adalah kakeknya Samsir Sutan Bagindo. Mengetahui bahwa pakcik Syamsuddin adalah anak dari kakeknya, dia mengundang makan malam besok ke rumahnya.

Isteri pakcik Syamsuddin dulu waktu kecil, sebelum berangkat ke Malaysia pernah tinggal di Padang Panjang. Seharian besok adalah acara isteri pakcik Syamsuddin, menemui keluarga beliau yang ada di Padang Panjang. Untuk menghemat waktu, beliau minta dicarikan taksi yang bisa dibayar harian. Sudah selesai minum pagi di rumah, saya suruh beliau menunggu di rumah dan saya sendirian pergi ke pasar Bukittinggi mencari taksi harian di Aur Tajungkang, dan dibawa pulang menjemput beliau berdua ke Parit Putus. Kami berangkat ke Padang Panjang kira-kira jam 9.00 pagi, mengarah ke Padang dekat bioskop. Di sebelah kanan ada rumah petak bercat biru muda. Sampai di petak paling ujung, isteri pakcik Syamsuddin menyuruh taksi berhenti, beliau turun dan saya menemani, mengetok pintu rumah itu. Beliau menanyakan seseorang yang tinggal di situ sekian tahun yang lalu, apakah masih di situ atau sudah pindah ?. Yang punya rumah mengatakan sudah kira-kira 10 Isteri pakcik Syamsuddin dulu waktu kecil, sebelum berangkat ke Malaysia pernah tinggal di Padang Panjang. Seharian besok adalah acara isteri pakcik Syamsuddin, menemui keluarga beliau yang ada di Padang Panjang. Untuk menghemat waktu, beliau minta dicarikan taksi yang bisa dibayar harian. Sudah selesai minum pagi di rumah, saya suruh beliau menunggu di rumah dan saya sendirian pergi ke pasar Bukittinggi mencari taksi harian di Aur Tajungkang, dan dibawa pulang menjemput beliau berdua ke Parit Putus. Kami berangkat ke Padang Panjang kira-kira jam 9.00 pagi, mengarah ke Padang dekat bioskop. Di sebelah kanan ada rumah petak bercat biru muda. Sampai di petak paling ujung, isteri pakcik Syamsuddin menyuruh taksi berhenti, beliau turun dan saya menemani, mengetok pintu rumah itu. Beliau menanyakan seseorang yang tinggal di situ sekian tahun yang lalu, apakah masih di situ atau sudah pindah ?. Yang punya rumah mengatakan sudah kira-kira 10

Kami naik taksi kembali dan langsung ke Danau Singkarak, sambil memberitahu sopir taksi, nanti kalau sudah dekat mesjid pelan-pelan, kita akan berhenti disana. Lebih kurang setengah jam kami sudah sampai disana. Isteri pakcik Syamsuddin selalu memperhatikan rumah sebelum mesjid di sebelah kanan jalan. Kebetulan ada rumah panggung tua, dua rumah sebelum sampai ke mesjid. Kami turun disitu, dan menanyakan seseorang. Orang itu menjawab benar disini, tetapi sudah meninggal dua tahun lalu. Isteri pakcik Syamsuddin mengatakan bahwa beliau dari Malaysia adalah bersaudara dengan nama yang ditanyakan tadi. Orang tersebut tanpa ragu-ragu lagi mempersilahkan kami naik ke rumah, dan mengatakan bahwa ibunya masih ada.

Begitu kami naik ke rumah, kami melihat dua orang ibu-ibu yang sudah berumur kangen- kangenan. Saya dan pakcik Syamsuddin hanya melihat saja kejadian itu. Untuk memberi kesempatan beliau berdua bernostalgia, saya ajak pakcik Syamsuddin turun rumah melihat- lihat indahnya Danau Singkarak yang tidak begitu jauh dari rumah itu. Kira-kira satu jam kami jalan-jalan di pinggir danau yang landai. Sebelum kami kembali ke rumah, kami salat Lohor dulu di mesjid tadi. Sampai di rumah, rupanya sudah tersedia makanan untuk makan siang, sedangkan isteri pakcik Syamsuddin masih asyik berbicara dengan keluarga beliau yang sudah puluhan tahun berpisah.

Selesai beliau kangen-kangenan, lantas kami semua dipersilakan makan, karena selesai makan, isteri pakcik Syamsuddin bersama famili beliau akan pergi ke Padang Panjang untuk menemui beberapa orang famili, yang tinggal di Padang Panjang. Kira-kira jam 3.00 sore kami baru turun dari rumah di Danau Singkarak, menuju Padang Panjang. Ada dua atau tiga buah rumah yang beliau kunjungi di Padang Panjang, masing-masing selama setengah jam, hanya minum teh tanpa makan. Selesai bertemu dengan famili-famili beliau di Padang Panjang kami antarkan kembali ke rumah di Danau Singkarak. Setelah itu, kami langsung pulang ke Bukittinggi, dan sampai di Parit Putus sudah dekat Magrib.

Selesai salat Magrib, Samsir Sutan Bagindo sudah datang menjemput untuk makan kerumah ibunya. Nama ibunya Railah adalah keponakan dari almarhum Khalik, yang ayahandanya pakcik Syamsuddin. Kebetulan antara beliau berdua hampir seumur. Railah pernah bertemu dengan almarhum Khalik sewaktu beliau pulang kampung semasa Railah masih berumur sekitar 10 tahun dulu. Almarhum sempat membeli sebidang tanah dekat simpang Parit Putus, dengan niat untuk membuat rumah bila ada diantara anak-anak beliau pulang kampung nanti. Setelah itu beliau tidak pernah pulang kampung lagi. Setelah selesai makan malam, dan bicara-bicara sebentar, saya lihat pakcik Syamsuddin mengeluarkan uang dan memberikannya kepada Railah, sambil bersalaman pamit pulang.

Malam itu kami membuat rencana untuk besoknya. Pakcik Syamsuddin, merasa sudah mengetahui kampung halaman ayahanda beliau dan puas sudah bertemu dengan famili pihak bapak beliau, walaupun hanya sebentar. Beliau mengatakan besok, kita jalan-jalan di kota Bukittinggi saja, beli sedikit oleh-oleh untuk dibawa ke Kuala Lumpur. Lusa kita ke Padang, untuk melihat kampung isteri beliau, dan menemui famili yang masih ada di Tabing. Bila Malam itu kami membuat rencana untuk besoknya. Pakcik Syamsuddin, merasa sudah mengetahui kampung halaman ayahanda beliau dan puas sudah bertemu dengan famili pihak bapak beliau, walaupun hanya sebentar. Beliau mengatakan besok, kita jalan-jalan di kota Bukittinggi saja, beli sedikit oleh-oleh untuk dibawa ke Kuala Lumpur. Lusa kita ke Padang, untuk melihat kampung isteri beliau, dan menemui famili yang masih ada di Tabing. Bila

Sesuai dengan rencana, selesai salat Subuh, taksi yang dipesan sudah sampai di kampung. Kami pun selesai minum pagi. Saya pamit kepada ibunda, dan berangkat menuju Tabing, mudah-mudahan selesai sebelum jam 2.00 siang. Kalau tidak, berarti kami harus menginap di Padang semalam, besoknya baru berangkat ke Jakarta. Kami sampai di Tabing kira-kira jam 8.30 pagi, langsung ke kampung isteri pakcik Syamsuddin. Rupanya beliau masih ingat bekas rumah ibunda beliau dulu. Tanpa ragu-ragu beliau menuju rumah panggung tua, dengan semua jendela dan pintu tertutup rapi, yang sedang ditinggalkan penghuni itu. Satu-satunya orang yang ingin beliau temui adalah salah seorang sepupu beliau paling kecil yang meghuni rumah itu, tetapi kebetulan sedang dibawa oleh anaknya pergi ke Medan beberapa hari yang lalu. Yang tinggal di kampung itu kebanyakan orang-orang pendatang, sedangkan penduduk asli sudah pindah umumnya ke kota Padang, atau sebagian merantau ke Jakarta.

Tidak sampai sejam kami keliling-keliling di kampung itu, akhirnya pakcik Syamsuddin memutuskan untuk membeli ticket pesawat, kembali ke Jakarta. Kami beli ticket yang berangkat terakhir dari Tabing Padang ke Jakarta. Karena taksi kami sewa untuk satu hari, maka sisa waktu kami gunakan melihat-lihat pantai Padang dan keliling kota mencari oleh- oleh sebagai tanda mata. Setengah jam sebelum berangkat, baru kami tiba di Airport Tabing. Ternyata pesawat terlambat datang dari Jakarta kira-kira setengah jam, dengan sendirinya juga telat berangkat dari Tabing setengah jam. Sudah Magrib kami sampai di air port Kemayoran Jakarta. Malam itu terpaksa kami menginap di hotel. Besok pagi baru kami meneruskan perjalan ke Bandung menggunakan kereta api. Sampai di Bandung sudah siang.

Malamnya saya katakan kepada pakcik Syamsuddin, bahwa besok saya mulai masuk kerja setelah mengambil cuti panjang selama tiga bulan. Insya Allah petangnya kita boleh pergi jalan jalan melihat indahnya kota Bandung. Saya katakan indahnya kota Bandung, memang di waktu itu kota-kota di Indonesia memang lebih indah dari kota-kota di Malaysia, belum ketinggalan seperti sekarang. Bahkan banyak mahasiswa Malaysia menimba ilmu di perguruan tinggi di Indonesia waktu itu seperti di Bandung, Jogyakarta, Jakarta dan lain-lain. Tidak saja itu, dosen-dosen dan guru-guru dalam bidang ilmu tertentu banyak yang di kontrak oleh Pemerintah Malaysia mengajar di sana. Tidak sedikit guru-guru dan dosen- dosen tersebut beralih kewarganegaraan dari Indonesia menjadi warga negara Malaysia, karena penggajian yang lebih besar di sana, dan kehidupan yang lebih teratur.

Besok pagi saya naik beca ke kantor, karena jarak dari Gempol Wetan No. 28 ke Jalan Dr. Otten No 7. tidak begitu jauh. Sampai di kantor saya berbasa basi sebentar dengan atasan saya pak Handiamiharja. Dari pembicaraan yang sebentar itu saya merasakan ada sedikit perobahan sikap pak Handiamiharja kepada saya dibanding dengan sebelum cuti dulu. Rupanya beliau sudah terpengaruh dari orang yang tidak begitu senang dengan karir saya yang cepat naik dibanding dengan yang lain-lain. Selesai berbasa basi saya pergi ke ruangan kerja saya, dan saya dapati Pieters sudah lebih dulu datang dari saya. Dari Pieters satu- satunya anak buah saya di bagian perdagangan, banyak bercerita kepada saya tentang situasi Besok pagi saya naik beca ke kantor, karena jarak dari Gempol Wetan No. 28 ke Jalan Dr. Otten No 7. tidak begitu jauh. Sampai di kantor saya berbasa basi sebentar dengan atasan saya pak Handiamiharja. Dari pembicaraan yang sebentar itu saya merasakan ada sedikit perobahan sikap pak Handiamiharja kepada saya dibanding dengan sebelum cuti dulu. Rupanya beliau sudah terpengaruh dari orang yang tidak begitu senang dengan karir saya yang cepat naik dibanding dengan yang lain-lain. Selesai berbasa basi saya pergi ke ruangan kerja saya, dan saya dapati Pieters sudah lebih dulu datang dari saya. Dari Pieters satu- satunya anak buah saya di bagian perdagangan, banyak bercerita kepada saya tentang situasi

Pulang kantor, saya menerima kunci mobil jeep yang saya pakai dulu, diserahkan oleh Koko sopir saya sebelumnya. Rupanya fasilitas mobil yang diserahkan kepada saya belum dicabut oleh pimpinan perusahaan. Dengan diserahkannya kembali mobil jeep itu kepada saya, terobat juga hati saya sedikit, karena dapat membawa pakcik Syamsuddin dan isteri beliau yang menjadi tamu saya, berjalan-jalan di kota Bandung dan sekitarnya. Yang menjadi kebanggaan kota Bandung waktu itu adalah gedung sate, kampus Institut Teknologi Bandung, kebun binatang, puncak Dago dan lain-lain

Hari minggu kami pergi berjalan-jalan ke gunung Tangkuban Parahu. Sebagaimana biasa, setiap kali kami pergi berjalan-jalan selalu membawa bekal nasi dengan berbagai lauk pauknya. Ikan asin dan telur bulat goreng balado tidak pernah ketinggalan, berikut selembar tikar untuk duduk nanti ditempat tujuan. Pakcik Syamsuddin sangat mengagumi pemandangan di puncak gunung Tangkuban Parahu yang indah. Apa lagi melihat kawah gunung yang selalu mengeluarkan air mendidih terus menerus. sambil mengeluarkan bau belerang. Tidak ada pemandangan seindah itu di Malaysia. Ada kira-kira satu jam kami disana, setelah itu kami turun menuju Ciater yang mempunyai khas air panasnya. Sewaktu pakcik Syamsuddin menikamti pemandangan yang indah di Ciater itu, saya mulai mencari tempat yang teduh untuk mengembangkan tikar, karena jam watu itu sudah memperlihatkan angka sebelas lebih, dan perut pun sudah terasa lapar. Selesai makan, anak-anak pun mandi di air panas bergembira ria. Jam empat sore kami pulang.

Malamnya pakcik Syamsuddin mengatakan, bahwa beliau sudah seminggu meninggalkan Kuala Lumpur dan bermaksud akan pulang. Beliau minta saya menanyakan jadwal pesawat pada kesempatan pertama ke Kuala Lumpur dan memesan ticketnya sekalian. untuk dua orang. Untuk keperluan pembelian ticket tersebut, beliau menyerahkan paspor beliau berdua. Waktu itu hubungan diplomatik antara Malaysia dan Republik Indonesia baru saja pulih. Jadi tidak tiap hari ada pesawat berangkat Jakarta - Kuala Lumpur.

Besok pagi saya masuk kantor seperti biasa. Yang pertama kali saya lakukan adalah menelpon agen Garuda Indonesian Airways (Garuda) di Bandung menanyakan, jadwal keberangkatan Garuda ke Kuala Lumpur. Dari agen Garuda saya mendapat informasi bahwa kesempatan pertama adalah hari Kamis ini. Saya lihat kalender, kebetulan hari Rabo adalah hari libur nasional, sedangkan untuk hari Kamis saya minta izin satu hari tidak masuk kantor.

Saya langsung berangkat menuju agen Garuda yang waktu itu berkantor di Jalan Asia Afrika, didepan hotel Homan dengan membawa paspor pakcik Syamsuddin dan isteri untuk memesan dua buah ticket ke Kuala Lumpur. Pulang dari membeli ticket saya mampir ke rumah, memberitahukan bahwa ticket sudah ada untuk hari Kamis. Saya katakan kepada pakcik Syamsuddin, kalau pakcik akan melihat-lihat kota Jakarta lebih dahulu selama sehari, kita berangkat saja ke Jakarta, besok sore. Hari Rabu kita bisa keliling kota Jakarta, dan Saya langsung berangkat menuju agen Garuda yang waktu itu berkantor di Jalan Asia Afrika, didepan hotel Homan dengan membawa paspor pakcik Syamsuddin dan isteri untuk memesan dua buah ticket ke Kuala Lumpur. Pulang dari membeli ticket saya mampir ke rumah, memberitahukan bahwa ticket sudah ada untuk hari Kamis. Saya katakan kepada pakcik Syamsuddin, kalau pakcik akan melihat-lihat kota Jakarta lebih dahulu selama sehari, kita berangkat saja ke Jakarta, besok sore. Hari Rabu kita bisa keliling kota Jakarta, dan

Kembali Kuliah di Unversitas Pajajaran Jurusan Akuntansi (1969 – 1971)

Bekerja di kantor PT Teknik Umum sudah tidak bergairah dan nyaman lagi. Sekalipun posisi saya sudah ditempatkan pada posisi Direksi, namun suasana kerja antara satu - dua orang teman sekerja yang sama-sama pada posisi Direksi, selalu mencari-cari kesalahan saya dan mengeluarkan isu-isu yang tidak menyenangkan. Kondisi ini sudah mulai tercium oleh Direktur Utama pak Herlan Bekti, yang saya anggap selalu bersikap dan bertindak adil dan bijaksana.

Pada satu ketika saya di panggil ke ruangan kerja beliau. Beliau tidak meyinggung atau menanyakan tentang isue-isue negatif diri saya yang sedang bekembang di kantor waktu itu, tetapi beliau bercerita tentang program kerja satu atau dua tahun kedepan. Antara lain akan membuka kantor Cabang PT Teknik Umum di Medan. Saya salah seorang calon kepala cabang nanti, bila rencana tersebut akan direalisir. Beliau minta saya mempersiapkan diri untuk itu. Lebih kurang setengah jam beliau mengajak saya bicara-bicara di ruangan kerja beliau, yang saya anggap dan rasakan sebagai obat yang mendinginkan ketidak nyamanan saya beberapa bulan terakhir. Tidak semua petinggi di PT Teknik Umum termakan oleh isue- isue negatif tentang diri saya yang dihembuskan oleh orang yang tidak senang kepada saya.

Sejak itu semangat kerja saya mulai timbul kembali, karena pimpinan tertinggi di PT Teknik Umum masih menilai saya potensial untuk diberi kesempatan dan tanggung jawab yang lebih besar di masa depan. Saya berusaha untuk melupakan dan menjauhkan perasaan negatif yang selalu menggangu pikiran positif saya selama beberapa bulan terakhir, dengan menyibukkan diri kepada hal-hal yang bermanfaat. Alhamdulillah waktu itu saya mendapat informasi bahwa Universitas Padjadjaran membuka jurusan Akuntansi Extension. Informasi ini saya sampaikan kepada Suyono, dan dia pun menyambut gembira, sehingga kami mendaftar bersama. Suyono adalah orang yang menggantikan posisi saya sebagai Kepala bagian Pembukuan beberapa tahun lalu, dan masih sebagai kepala bagian Pembukuan sampai terakhir.

Pak Soemita Adikoesoemah, juga mengajar di jurusan akuntansi. Di situ ada dua orang dosen senior yang terkenal killer, yaitu pak Soemantri dan pak Tjoe Kim Giok. Pak Soemantri bermukim di Jakarta dan datang ke Bandung hanya pada jadwal-jadwal memberi kuliah saja, sedangkan pak Tjoe Kim Giok bermukim di Bandung. Beliau berdua adalah akuntan tamatan semasa Pemerintahan Belanda. Tidak heran kalau sistem mengajar dan materi pelajaran mirip dengan sistem Belanda atau NIVA. NIVA adalah persekutuan akuntan-akuntan Belanda sama dengan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) untuk di Indonesia.

Setelah perkuliahan berjalan beberapa bulan, kepada kami diserahkan dua set soal. Set pertama terdiri dari soal-soal mengenai sistem akuntansi dari berbagai jenis bidang usaha Setelah perkuliahan berjalan beberapa bulan, kepada kami diserahkan dua set soal. Set pertama terdiri dari soal-soal mengenai sistem akuntansi dari berbagai jenis bidang usaha

Dengan sistem pelajaran seperti itu, maka mahasiwa dituntut aktif mencari literatur menyangkut dengan standar oraganisasi setiap jenis usaha. Juga dituntut untuk mengetahui seluk beluk operasionil jenis usaha tersebut, serta flow of goods untuk menentukan flow of document nya. Sistem akuntansi waktu itu seluruhnya dikerjakan secara manual. Maka pengetahuan hal-hal tersebut di atas diperlukan untuk`menentukan jenis-jenis buku yang diperlukan, bentuk-bentuk formulir yang diperlukan serta jenis dan bentuk-bentuk kartu- kartu yang perlu dipersiapkan. Alhamdulillah sekarang semua pekerjaan tersebut di atas telah dipermudah dengan teknologi komputer yang tinggal mengoperasikannya saja lagi. Segala sesuatu sudah terprogram dengan rapi dan hasilnya juga lebih akurat dibanding dengan manual.

Dari pengalaman menyelesaikan kuliah di jurusan Administrasi Niaga beberapa tahun lalu, belajar dalam satu grup cukup efektif dibanding dengan belajar sendiri-sendiri. Oleh karena itu sekarang juga kami membuat grup belajar yang terdiri dari 6 orang yaitu Suyono (teman di PT Teknik Umum), Hidayat Pegawai Pos Giro yang pernah menjadi menteri Pariwisata semasa Abdul Rahman Wahid menjadi Presiden RI.. Dadang Pegawai Pemda Jabar terakhir sebagai Inspektorat Daerah Tingkat I Jabar, Martha Hadimargono pegawai Kimia Pharma, Iriani mahasiswa tamatan Gajah mada yang megambil jurusan akuntansi di Unpad, dan saya sendiri.

Jadwal perkuliahan kami berjalan lancar, dan rumah kita di Jalan Wastukancana dijadikan tempat teman-teman kumpul untuk belajar bersama. Tiap-tiap soal wajib yang telah diserahkan kepada kami, sebelum kami membuat jawabannya, kami diskusikan dulu sampai matang dan setelah itu baru kami buat jawabannya dengan bahasa kami masing- masing. Kebetulan kami berenam dapat menyelesaikan tugas dan lulus semua mata pelajaran hampir bersaman dalam masa dua tahun. Pada saat menyelesaikan skripsi, saya tertinggal lebih satu tahun dibanding dengan lima orang teman lainnya.

Hampir saja saya tidak jadi menyelesaikan skripsi saya karena pertimbangan takut terlibat main kongkalingkong dengan petugas pajak atau dengan pihak lainnya dengan cara merekayasa angka-angka yang disajikan. Seperti diketahui bahwa profesi akuntan sangat mungkin bekerja sama dengan petugas pajak untuk menghindari atau manipulasi pajak yang merugikan negara. Takut akan tergoda mendapatkan rezki yang tidak halal, juga takut setiap pekerjaan yang melanggar hukum negara pasti satu ketika akan ketahuan dan akan berurusan dengan penegak hukum. Jika itu terjadi, berarti saya mewariskan sesuatu yang memalukan kepada anak cucu saya. Nauzubillahi min zaalik.

Dalam situasi keragu-raguan itu, pada satu senja pertengahan tahun 1972 Martha bersama dengan Iriani datang ke rumah menanyakan skripsi saya sampai dimana. Karena mereka ini adalah sama-sama satu grup belajar, saya kemukakan keragu-raguan saya untuk menyelesaikan skripsi saya tersebut karena takut tergoda untuk berbuat curang dibelakang hari dengan profesi akuntan ini. Mereka mengatakan itu adalah cara berpikir yang salah dan takut yang berlebih-lebihan. Kalau kita mau berbuat curang dimanapun bisa berbuat curang, tidak saja di profesi akuntan. Itu kan tergantung kita sendiri, yang penting usaha yang sudah dirintis dengan susah payah itu sayang jika tidak diselesaikan. Setelah diselesaikan, itu terserah natinya, apakah akan diteruskan profesi ini atau tidak, tetapi yang jelas kita sudah punya tambahan spesialisasi dalam bidang yang diperlukan oleh masyarakat usaha.

7. Wisuda Sarjana tahun 1976

Lama-lama saya pikir nasihat teman-teman berdua ini ada benarnya. Mereka berbicara secara tulus dan ikhlas selaku teman yang sama-sama susah meneyelesaikan semua mata pelajaran dan sudah sampai di finish kenapa berhenti dan tidak diselesaikan. Bukankah ini suatu kesia-siaan dan mubazir. Akhirnya saya bertekad untuk secepatnya menyelesaikan skripsi.

Dalam memilih objek skripsi, saya memilih objek yang akan mempunyai nilai manfaat bagi orang yang membacanya, khusus bagi orang–orang yang terkait dengan objek yang diteliti tersebut. Karena PT Teknik Umum, lama menjadi suplier barang-barang teknik dari Perum Telkom, di mana saya sebagai salah seorang yang sering berhubungan dengan Direktorat Perlengkapan di Perum Telkom. Saya mencoba mengadakan evaluasi dengan Dalam memilih objek skripsi, saya memilih objek yang akan mempunyai nilai manfaat bagi orang yang membacanya, khusus bagi orang–orang yang terkait dengan objek yang diteliti tersebut. Karena PT Teknik Umum, lama menjadi suplier barang-barang teknik dari Perum Telkom, di mana saya sebagai salah seorang yang sering berhubungan dengan Direktorat Perlengkapan di Perum Telkom. Saya mencoba mengadakan evaluasi dengan

Pindah Rumah Dari Gempol Wetan ke Jl. Wastukancana Bandung (1968)

Kira-kira setahun lalu kakanda A.Tadjuddin baru pensiun dari PT Caltex Dumai dan ingin bermukim di Bandung. Pertimbangan ini beliau ambil demi pendidikan anak-anak dan cucu- cucu beliau di belakang hari. Kebetulan waktu itu pak Syafni sedang ada proyek pemecahan batu di Lembang sebagai objek sampingan. Beliau sebetulnya adalah pimpinan PT Baru Ajak (perusahaan susu murni) yang juga berlokasi di Lembang berdampingan dengan proyek pemecahan batu. Di proyek pemecahan batu ini tidak ada orang yang dapat beliau percayai. Mendengar kakanda A Tadjuddin pensiun dari PT Caltex dan akan menetap di Bandung, pak Syafni menawarkan kepada kakanda A Tadjuddin untuk menjadi pengawas lapangan. Untuk tempat tinggal, beliau menawarkan untuk menempati bangunan yang sudah dikerangka di belakang rumah beliau, yaitu rumah yang kita tempati sekarang, asal saja diteruskan pembangunannya sehingga layak ditempati.

Setelah setahun kerja sama itu berjalan, saya sudah mulai mendengar bahwa antara beliau berdua, tidak ada kejelasan tentang penghasilan. Salah satu sebabnya ialah produksi tidak sesuai dengan harapan semula. Akhirnya kakanda A Tadjuddin mengundurkan diri dari proyek pemecahan batu pak Syafni, sejak itu beliau tidak nyaman lagi tinggal di belakang rumah pak Syafni dengan fasilitas air dan listrik gratis. Ketidak nyamanan ini terungkap oleh beliau dengan sindirian, bahwa beliau minta tolong mencarikan rumah kontrakan, biarlah di dalam gang sekalipun. Ketidak nyamanan beliau ini merupakan ketidak nyamanan saya dan sekaligus juga ketidak nyamanan pak Syafni.

Dalam kondisi demikian ada saja pertolongan Allah datang. Pada satu kesempatan saya bertemu dengan pak Sabar Sudirman, kepala bagian kesejahteraan Perum Telkom. Beliau menanyakan apakah saya mengetahui orang yang akan mengontrakkan rumah di sekitar gedung sate minimal untuk tiga tahun. Beliau mengatakan ada pegawai Perum Telkom dari daerah akan pindah kantor Pusat. Mendengar itu saya langsung menawarkan rumah yang sedang saya tempati, Jalan Gempol Wetan No. 28. Mendapat informasi itu langsung beliau mengajak saya melihat rumah itu. Sampai di rumah beliau melihat pekarangan yang cukup luas, ada garasi, fasilitas listrik yang cukup , air minum dari Perusahana Air Minum dan pompa sumur sebagai cadangan. Sambil melihat-lihat sekeliling, beliau membuat sketsnya berikut ukuran denah dan ruangan-ruangan dalam rumah tersebut. Setelah puas melihat-lihat, beliau menanyakan harga kontraknya untuk tiga tahun sekaligus. Setelah saya beritahukan harganya, beliau minta waktu seminggu untuk konsultasi dengan pemakai dan akan dibawa ke dalam rapat team kecil intern untuk mendapat persetujuan dan keputusan.

Dalam masa itu saya konsultasi dengan isteri di rumah, dan menginformasikan kepada kakanda A Tadjuddin agar beliau bersabar untuk tidak mencari rumah kontrakan dulu. Jika Allah mengizinkan kita cari saja rumah yang sesuai dengan dana yang tersedia dan cukup menampung satu keluarga besar dengan 7 orang anak yang masih kecil-kecil. Baru dua orang puteri beliau yang sudah berkeluarga waktu itu. Sejak saya informasikan itu beliau kelihatan Dalam masa itu saya konsultasi dengan isteri di rumah, dan menginformasikan kepada kakanda A Tadjuddin agar beliau bersabar untuk tidak mencari rumah kontrakan dulu. Jika Allah mengizinkan kita cari saja rumah yang sesuai dengan dana yang tersedia dan cukup menampung satu keluarga besar dengan 7 orang anak yang masih kecil-kecil. Baru dua orang puteri beliau yang sudah berkeluarga waktu itu. Sejak saya informasikan itu beliau kelihatan

Tepat seminggu setelah pak Sabar Sudirman melihat rumah di Jalan Gempol itu beliau menelepon saya memberitahukan bahwa team kecil telah setuju mengontrak rumah tersebut dan menanyakan kapan bisa dikosongkan. Surat perjanjian sewa menyewa sudah bisa disiapkan minggu depan dan uang sewanya bisa diterima setelah perjanjian ditanda tangani. Beliau minta pengosongan tidak meliwati 15 hari setelah menerima uang kontrak. Untuk menjawab pertanyaan itu secara konkrit, saya minta waktu seminggu untuk persiapan segala sesuatunya.

Saya menghubungai kakanda A Tadjuddin, menyampaikan berita tersebut, dan kebetulan beliau sudah menemukan rumah yang akan dibeli, bahkan rumah tersebut sudah beliau lihat dan sudah dikosongkan pemiliknya, karena pindah ke kota lain. Harganya juga sesuai dengan dana yang tersedia. Rupanya Allah telah menentukan demikian. Tidak lama setelah itu kepindahan kakanda A Tadjuddin ke Tamansari dan kepindahan saya ke Wastukancana berjalan mulus. Rumah kami ditempati oleh pegawai Perum Telkom untuk tiga tahun, dan kebetulan tiap-tiap tiga tahun mereka perpanjang sampai beberapa kali. Kepindahan Insya Allah membawa Rahmat dan Berkah. Amin.

8. Foto Bersama tahun 1980

Berhenti dari PT Teknik Umum (Akhir l970)

Suasana kerja kantor tidak berubah, bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Pada pertengahan tahun 1970 saya dipanggil Direktur Utama pak Herlan Bekti ke Jakarta. Beliau kembali mengulangi tawaran beliau beberapa tahun lalu untuk mengangkat saya menjadi kepala Suasana kerja kantor tidak berubah, bahkan lebih buruk dari sebelumnya. Pada pertengahan tahun 1970 saya dipanggil Direktur Utama pak Herlan Bekti ke Jakarta. Beliau kembali mengulangi tawaran beliau beberapa tahun lalu untuk mengangkat saya menjadi kepala

Mendapat Tawaran dari Kodam VI Untuk Kembali Aktif di Angkatan Darat Sebagai Tenaga Akuntan

Semangat dan tekad saya untuk menyelesaikan studi jurusan akuntansi ini sudah pulih kembali. Sejak itu saya aktif menemui dosen pembimbing untuk konsultasi tentang judul dan outline skripsi. Setelah judul dan outline disetujui, saya giat mengumpulkan bahan dan data- data yang diperlukan termasuk mempelajari peraturan-peraturan intern yang masih berlaku di direktorat perlengkapan. Setelah bahan-bahan dan data-data terkumpul, saya mulai menyusun skripsi. Supaya saya dapat bekerja dengan konsentrasi penuh, maka saya terpaksa menyewa satu kamar di Hotel Suti yang terletak di Jalan Riau tidak berjauhan dengan rumah tempat tinggal. Waktu makan siang dan makan malam saya tetap pulang ke rumah, hanya dengan jalan kaki, karena tidak begitu jauh. Alhamdulillah berkat bimbingan Nya lebih kurang sebulan saya tinggal di hotel Suti konsep skripsi itu sudah selesai, dan akhir tahun 1972 skripsi tersebut sudah boleh dinet untuk ditanda tangani oleh pembimbing, ketua jurusan, dan dekan Fakultas Ekonomi Unpad.

Pada saat menyerahkan skripsi ke sekretariat Fakultas Ekonomi untuk dijadwalkan pada kesempatan sidang yang akan datang. Sekretariat setelah memperhatikan jadwal sidang maka diputuskan bahwa saya mendapat giliran sidang pada tanggal 9 Maret l973. Alhamdulillah saya dinyatakan lulus. Begitu saya mengetahui bahwa saya sudah lulus sebagai akuntan, saya minta surat keterangan lulus dari Falkultas untuk mendapatkan nomor registrasi di Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pengawsan Keuangan Negara (DJPKN). Hari itu juga saya sudah diberitahu bahwa nomor registrasi saya adalah D 738, sedangkan surat resminya menyusul.

Setelah saya diberitahu nomor register, kepada saya juga diserahkan formulir isian untuk mengikuti wajib kerja sarjana sabagai pengabdian kepada Negara, sesuai dengan ketentuan Pemerintah untuk para mahasiswa profesi termasuk sebagai akuntan. Kepada pejabat yang meladeni saya, saya katakan bahwa saya senang sekali menjalankan tugas wajib kerja sarjana selama tiga tahun. Saya mohon kepada DJPKN agar dapat menempatkan saya di perusahaan negara yang memberikan penghasilan cukup untuk saya sekeluarga dengan delapan orang anak. Sebab jika tidak maka salah satu akan menjadi korban. Yaitu keluarga saya hidup berkekurangan atau profesi saya bisa menjadi korban, disebabkan kebutuhan hidup yang tidak dapat dihindarkan.

Mendengar komentar saya tersebut, pejabat yang bersangkutan terhening sejenak, setelah itu dia permisi untuk menyampaikan permohonan saya tersebut kepada atasannya yaitu pak Yusuf Sujud. Tidak lama kemudian dia keluar dari ruangan pak Yusuf Sujud, dan mempersilakan saya masuk supaya saya bicara langsung dengan pak Yusuf Sujud sebagai Mendengar komentar saya tersebut, pejabat yang bersangkutan terhening sejenak, setelah itu dia permisi untuk menyampaikan permohonan saya tersebut kepada atasannya yaitu pak Yusuf Sujud. Tidak lama kemudian dia keluar dari ruangan pak Yusuf Sujud, dan mempersilakan saya masuk supaya saya bicara langsung dengan pak Yusuf Sujud sebagai

Karena bapak sudah pernah berbakti kepada negara, maka kepada bapak dapat pengecualian untuk tidak perlu mengikuti wajib kerja sarjana. Untuk itu saya minta bapak membuat surat permohonan dispensasi untuk dibebaskan dari wajib kerja sarjana dengan melampirkan riwayat hidup berikut foto copy surat pemberhentian dari Angkatan Darat. Permintaan tersebut saya sanggupi dan akan menyerahkannya minggu depan. Minggu depan sesuai dengan janji saya, saya menyerahkan kepada pak Yusuf Sujud surat yang diminta dan setelah dilihat-lihat sebentar, waktu itu secara lisan beliau mengatakan bahwa saya sudah mendapat kepastian bebas dari wajib kerja sarjana, tinggal menunggu surat resminya. Nanti kalau surat bebas wajib kerja sarjana sudah diterima, bapak dapat mengajukan surat permohonan izin membuka kantor akuntan publik, kalau bermaksud untuk membuka praktek sendiri.

Beberapa bulan setelah itu ada pemberitahuan dari fakultas tanggal dan hari wisuda para sarjana baru. Untuk keperluan itu diminta agar yang bersangkutan datang mengambil pakaian wisuda dan undangan untuk keluarga yang akan mengadiri wisuda tersebut. Sekembali dari mengambil pakaian toga dan undangan saya serahkan undangan kepada pak Syafni sebagai keluarga. Beliau senang menerima undangan tersebut dan menawarkan pergi bersama-sama dengan mobil beliau menggunakan Cheverolet hitam buatan tahun l948 yang antik. Alhamdulillah, tawaran itu saya syukuri, karena saya sendiri tidak punya mobil waktu itu.

Kira-kira seminggu setelah hari wisuda, saya menerima surat dari Kodam VI Siliwangi. Setelah dibuka dan dibaca, ternyata isinya minta kesediaan saya untuk bergabung di Angkatan Darat, khususnya dalam lingkungan Kodam VI Siliwangi yang akan ditempatkan di bagian pemeriksaan. Isi surat tersebut saya rundingkan dengan isteri, dan isteri bercerita kepada anak-anak. Anak-anak setelah membaca surat tersebut menyambut dengan gembira dan minta supaya saya menerima tawaran tersebut. Dalam pikiran mereka, kalau tawaran tersebut saya terima tentu saya akan mendapat mobil Toyota hard-top dengan nomor plat Angkatan Darat yang sangat bergengsi waktu itu.

Ada beberapa hari saya pikirkan tawaran tersebut dari segi untung dan ruginya. Saya minta pendapat pak Syafni sebagai orang yang sudah saya anggap sebagai kakak dan banyak memberikan pandangan-pandangan dan nasehat-nasehat yang positif kepada kami sekeluarga selama ini. Beliau menyarankan agar saya mendatangi Kodam VI Siliwangi membicarakan isi surat tersebut lebih mendalam, termasuk pangkat dan penghasilan yang akan diterima. Pertimbangan beliau adalah kalau saya tidak berhenti dulu dari tentara tahun 1951 mungkin Ada beberapa hari saya pikirkan tawaran tersebut dari segi untung dan ruginya. Saya minta pendapat pak Syafni sebagai orang yang sudah saya anggap sebagai kakak dan banyak memberikan pandangan-pandangan dan nasehat-nasehat yang positif kepada kami sekeluarga selama ini. Beliau menyarankan agar saya mendatangi Kodam VI Siliwangi membicarakan isi surat tersebut lebih mendalam, termasuk pangkat dan penghasilan yang akan diterima. Pertimbangan beliau adalah kalau saya tidak berhenti dulu dari tentara tahun 1951 mungkin

Saya bertanya-tanya dalam hati, apakah semua orang yang diwisuda dikirimi surat yang sama kepada saya. Saya coba menelepon Suyono dan beberapa teman lainnya, ternyata tidak ada yang menerima surat seperti kepada saya itu. Saya tambah penasaran, dan sesuai dengan saran pak Syafni, besoknya saya pergi menemui markas Kodam VI Siliwangi ingin membicarakan isi surat tersebut. Ternyata saya diterima oleh seorang yang masih muda berpangkat Kapten, yang mukanya saya ingat adalah senior saya di jurusan akuntansi, kalau tidak salah dua tahun diatas saya. Dari Kapten itu saya mendapat penjelasan bahwa nama dan alamat saya didapat dari dua sumber. Pertama dari daftar nama sarjana veteran, dimana nama bapak tercantum di situ dan kedua dari daftar wisuda Unpad jurusan akuntansi yang sengaja diminta. Hal itu dilakukan oleh Kodam VI Siliwangi karena Kodam akan merekrut tiga orang tenaga akuntan. Prioritas pertama diberikan kepada anggota veteran dan setelah itu baru kepada umum. Bersamaan dengan bapak ada lima orang lainya yang kami undang untuk bergabung, katanya.

Tanpa saya tanyakan, sang kapten terus memberikan informasi yang saya perlukan. Bagi para sarjana yang diundang bila telah memenuhi syarat dan telah diterima, statusnya adalah wajib militer untuk masa tiga tahun dengan pangkat kapten. Setelah tiga tahun bila yang bersangkutan ingin meneruskan karirnya di Angkatan Darat, maka dia akan ditetapkan sebagai tentara reguler yang diperlakukan sama seperti sarjana-sarjana lainnya di Angkatan Darat. Bila yang bersangkutan tidak akan melanjutkan karirnya di Angkatan Darat, maka dia dapat mengundurkan diri dengan suatu surat ucapan terima kasih atas jasa-jasanya dari Panglima Kodam VI Siliwangi. Khusus bagi peserta wajib militer yang sudah pernah berbakti kepada negara, seperti veteran dan sejenisnya, maka pangkat pertama adalah mayor. Mengenai penggajian tunduk pada peraturan penggajian tentara sesuai dengan pangkat dan tanggungan keluarga. Demikian juga mengenai uang lauk pauk dan lain-lain.

Setelah semua informasi yang saya perlukan sudah saya ketahui, saya sampai pada kesimpulan, tidak tertarik untuk bergabung dalam wajib mliter yang ditawarkan, sekalipun kepada saya diberikan pangkat mayor. Saya tahu bahwa keputusan saya ini akan mengecewakan anak-anak, tetapi pertimbangan ini adalah untuk masa depan mereka juga. Kepada kapten yang meladeni saya sejak tadi, saya katakan, terima kasih saya atas surat yang saya terima ini, juga merupakan penghormatan kepada saya, Tetapi kondisi dan tanggung jawab saya dalam keluarga tidak memungkinkan saya ikut serta dalam wajib militer ini. Saya juga berterima kasih kepada kapten yang telah memberikan penjelasan yang lengkap dan jelas, setelah itu sayapun pamit, sambil mengembalikan surat panggilan yang saya terima beberapa hari yang lalu.