MEMPENSIUNKAN DIRI DARI KANTOR AKUNTAN PUBLIK (l993)

17. MEMPENSIUNKAN DIRI DARI KANTOR AKUNTAN PUBLIK (l993)

Pensiun adalah satu kata-kata sederhana bagi orang biasa atau bagi orang yang bukan menjadi pegawai. Tidak demikian bagi seorang pegawai atau pejabat, apalagi bagi pejabat yang menduduki posisi basah dan memanfaatkan posisinya itu, dalam arti yang negatif, maka kata pensiun adalah menjadi momok yang di benci dan di takuti. Banyak orang yang setelah pensiun menjadi stress, bahkan tidak sedikit yang menderita stroke, karena tidak bisa menyesuaikan diri dengan situasi keliling, dan tidak mengambil hikmah dari masa pensiun.

Pada masa kecil, saya sering berangan-angan dengan membagi umur hidup menjadi tiga bagian. Bagian pertama adalah masa kanak-kanak yaitu sejak lahir sampai berumur 20 tahun. Bagian kedua antara umur 20 tahun sampai umur 60 tahun adalah umur produktif dan berkarya. Sedangkan bagian ketiga adalah antara 60 tahun keatas, sebagai masa istirahat dan persiapan dengan intensif yang tinggi.

Alhamdulillahi Rabbil Aalamiin, ternyata apa yang telah diberikan oleh Allah kepada saya, jauh lebih baik dari apa yang saya angan-angankan di waktu kecil tersebut dalam segala hal. Sebagian kecil diantara kelebihan tersebut telah saya ungkapkan dalam Kata Pengantar awal tulisan ini. Sering saya merenung dan berbicara dari hati ke hati dengan isteri, menghitung Nikmat Allah secara kasat mata, tidak terasa, air mata keluar. Luar biasa besarnya, Maha Benar Allah dalam firmannya, Q.S 14.34

“ Dan dia telah memberikan kepadamu (keperluan) dari segala apa yang kamu mohonkan kepada Nya, dan jika kamu menghitung ni`mat Allah , tidak dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni,mat Allah)”.

Semangkin sering saya mengingatnya semangkin takut saya kepada larangan-larangan Allah. semangkin rajin saya berusaha melakasanakan perintah-perintah Allah. Takut akan murkanya. Kebetulan sewaktu saya sedang menulis alinia ini, kejadian dahsyat di Aceh dalam bentuk musibah Tsunami baru 40 hari berlalu.. Nyata sekali manusia ini tidak ada kekuatan sedikit pun menangkis keputusan Allah. Sedikit saja diberi cobaan oleh Allah Swt, ratusan ribu jiwa melayang.

Bangunan-bangunan yang tinggi-tinggi dan apa saja yang ada di atas tanah di satu ibu kota Propinsi, dan beberapa kota Kabupaten rata disapu bersih oleh air dalam satu terjangan saja. Air yang selama ini kita minum dan kita berlayar diatasnya, sepintas lalu tidak mempunyai kekuatan. Semoga kejadian ini memberi pelajaran sangat berharga bagi kita, untuk mengingat–ngingat ke Maha Perkasaan Allah Sang Pencipta dan Sang Pemilik dunia dan akhirat dengan segala isinya.

Menurut saya, Allah Swt menurunkan petunjuk Nya kepada saya melalui dua kejadian, yang sangat berpengaruh dalam hidup saya. Pertama, adalah pada kesempatan saya menunggu ibunda sakit, melepas beliau menghadap sang pencipta, memandikan, mensalatkan sampai menungu jenazah beliau di lobang lahat. Kedua, adalah musibah melanda Aceh, yang selalu di tayangkan di media elektronik dengan segala ke dahsyatannya yang mengerikan, bagaimana nanti di kehidupan lain, diluar dunia yang sekarang.

Saat kami bermukim di Medinah dan Mekah selama 101 hari bersama isteri dan kakanda Nurbeiti tahun 1993, Alhamdulillah saya khatam Al Qur`an sebanyak 21 kali. Suatu prestasi Saat kami bermukim di Medinah dan Mekah selama 101 hari bersama isteri dan kakanda Nurbeiti tahun 1993, Alhamdulillah saya khatam Al Qur`an sebanyak 21 kali. Suatu prestasi

Saya ingat akan ceramah banyak ulama di mesjid-mesjid yang mengatakan bahwa dunia ini ibarat orang meminum air laut. Semangkin diminum semangkin haus. Bila dia telah mendapat emas sebesar gunung, maka dia akan mencari segunung yang lain, tidak ada habis- habisnya. Demikian seterusnya. Batasnya adalah seperti apa yang dimaksud Allah dalam Q.S.At Takaatsur (bermegah-megahan) ayat 1 sampai dengan 8. Nauzubillahi min Zaalik. Kita harus berani menentukan kapan kita mesti berhenti mengumpulkan harta dunia ini.

Alhamdulillah, Allah Swt rupanya sudah mentakdirkan bahwa bermukim di Medinah dan di Mekah selama 101 hari itu merupakan akhir dari masa produktif dan berkarya saya. Berarti terlambat selama 5 tahun dari angan-angan saya semasa kecil, yang mentargetkan masa produktif dan berkarya saya, hanya sampai umur 60 tahun. Sedangkan pada tahun 1993 saya bertekad untuk mundur dari kegiatan dunia yang bersifat komersil, umur saya sudah mencapai 65 tahun.

Belajar Bahasa Arab Privat, Sambil Membimbing Generasi Penerus di Kantor Akuntan Publik dan Konsultan.

Pada saat melaksanakan ibadah puasa di Medinah dan Mekah, ada dua waktu yang berkesan dalam hati saya. Yang pertama adalah saat akan berbuka puasa. Setelah selesai salat Asar berjamah, sambil kita berzikir dan berdoa, sudah ada orang yang mengembangkan kain putih selebar 1 meter, panjang rata-rata 15 meter dihadapan kita. Kain putih terebut, adalah tempat meletakkan minuman dan makanan untuk buka puasa yang disedekahkan oleh orang-orang kaya di sana. Mesjid itu seakan-akan sudah mereka kaveling, sehingga tidak ada orang yang tidak kebagian minuman dan makanan saat buka puasa tersebut. Bahkan berlebih-lebihan dan bisa dibawa pulang. Selesai buka puasa, orang yang mengembangkan kain putih tadi mengambil kembali bekas makanan dan melipat kain putih tersebut. Selesai itu semua, baru salat Magrib dilaksanakan.

Yang kedua ialah saya ikut salat tarawih di kedua mesjid tersebut. Pada rakaat terakhir salat witir, imam mesjid selalu membaca doa kunut yang panjang dengan suara yang merdu. Pada waktu itu banyak jamaah yang menangis tersedu-sedu. Mereka menikmati benar arti dan maksud doa yang dimohonkan oleh imam dan menyentuh sanubari mereka yang sangat dalam. Saya hanya terdiam seribu bahasa tanpa mengerti sedikitpun permohonan apa yang dipanjatkan oleh imam waktu itu kepada Allah Swt, Maha Pencipta. Dalam situasi demikian, saya selalu menyesali diri saya, kenapa selama ini, tidak pernah terpikirkan untuk belajar bahasa Arab secara intensif sebagai bahasa agama sendiri. Bila itu saya lakukan mungkin tidak perlu saya menyesali diri dan dapat menikmati doa kunut tersebut seperti jamaah yang lain. Sekembali dari umrah dan haji itulah saya intensifkan belajar bahasa Arab.

Sekembali dari umrah dan haji itu saya banyak berdiam diri. Satu dua hari kami tinggal di Jakarta, karena batuk saya belum sembuh betul maka saya pilih istirahat sambil berobat di Bandung. Ada dua minggu saya di Bandung, tanpa ada kegiatan rutin sehari-hari, kecuali mendengar perkembangan pekerjaan yang sedang di kerjakan. Waktu itu keuangan kantor masih dibawah kuasa dan kendali saya. Perhatian saya tertuju pada laporan pertanggung jawaban keuangan selama hampir empat bulan, kantor saya tinggal pergi.

Karena saldo kas sudah menipis, maka saya putuskan untuk segera aktif kembali dengan membatasi kegiatan. Disamping itu memberi porsi kegiatan kepada Hermen dan Elviana lebih besar, baik untuk melaksanakan pekerjaan maupun mengambil keputusan-keputusan rutin. Bila masih ada yang diragukan dan beresiko tinggi boleh berkomunikasi dengan saya. Kepada seluruh client swasta, maupun kepada pemimpin-pemimpin proyek di Pemerintahan sudah saya perkenalkan termasuk kepada bendaharawan masing-masing proyek tersebut. Waktu itu penanda tanganan Surat Perintah Kerja (SPK) masih oleh saya, karena izin membuka kantor Akuntan atas nama Hermen maupun atas nama Elviana belum keluar.

Saya katakan kepada mereka berdua, supaya mengusahakan izin membuka kantor Akuntan atas nama mereka di susul dan diurus, supaya cepat keluar. Saya katakan kepada mereka, inilah saatnya yang tepat untuk saya meninggalkan kegiatan di kantor ini, supaya saya mempunyai cukup waktu untuk menata dan mempersiapkan cita-cita saya yang bersifat ukhrawi. Mula-mula mereka tercengang dengan keputusan saya itu, akhirnya saya beri pengertian kepada mereka. Bila saya masih aktif penuh maka gerak dinamika mereka akan terhalang oleh pandangan saya yang konservatif, maka kantor ini tidak akan berkembang, sesuai dengan zamannya.

Waktu itu PT Cipta Daya Guna Mandiri yang bergerak dalam bidang konsultan teknik sudah didirikan sejak 10 tahu lalu, tapi belum ada proyek yang dikerjakan dalam nilai yang berarti. Kebetulan ada teman di Departemen Dalam Negeri menawarkan pekerjaan konsultan yang bergerak dalam bidang apraisal atau penilai. Kalau PT Cipta Daya Guna Mandiri ingin mendapatkan proyek tersebut, saya diminta segera mengurus izin Apraisal dari Departemen Perdagangan. Untuk mempermudah pengurusan di Departemen Perdagangan saya diperkenalkan dengan temannya di sana.

Alhamdulillah, setelah semua syarat-syarat administratif yang diperlukan sudah terpenuhi, tidak lama setelah itu izin apraisal diterima dari Departemen Perdagangan. Saya lapor lagi kepada teman yang di Departemen Dalam Negeri itu bahwa izin apraisal sudah keluar. Dengan izin apraisal tersebut, saya diminta mendaftar pada Pemerintah Daerah, Daerah Khusus Ibukota (DKI) supaya PT Cipta Daya Guna Mandiri tercatat sebagai salah satu rekanan dalam pekerjaan apraisal. Kepada pejabat di DKI juga saya diperkenalkan dengan temannya. Alhamdulillah di situpun tidak banyak menemui kesulitan. Mungkin bidang jasa Apraisal yang cocok untuk PT Cipta Daya Guna Mandiri.

Setelah lengkap semua syarat-syarat formil PT Cipta Daya Guna Mandiri sebagai rekanan di Pemda DKI, Tidak lama setelah itu diadakan tender pekerjaan untuk menilai asset Pacuan Kuda Pulau Mas di Jakarta. Alhamdulillah, tender tersebut di menangkan oleh PT Cipta Daya Guna Mandiri dengan nilai yang nomor dua termurah diantara peserta tender.

Nilai proyek tersebut menurut saya cukup besar, dan belum pernah PT Cipta Daya Guna Mandiri mendapat pekerjaan dengan proyek sebesar itu.

Karena intern kita tidak mempunyai tenaga ahli untuk pekerjaan tersebut, terpaksa kita sub-kan kepada seorang yang di kenal sudah biasa dengan pekerjaan apraisal, namanya Tuhu Cahyono dan kawan-kawan. Nilai sub kontrak tersebut, sebagaimana jasa yang memerlukan skill, maka nilai sub-kontrak untuk tenaga ahli saja hanya berkisar 15 sampai 17,5 % dari nilai kontrak keseluruhan. Hasilnya cukup memuaskan Pemda DKI, baik dilihat dari segi waktu penyelesaian maupun dari kwalitas kerja.

Laba bersih dari proyek apraisal tersebut cukup lumayan. Dapat digunakan untuk menambah-nambah kekurangan dana Down Payment untuk mengambil ruko di Sentra Kramat. Sumber dana utamanya adalah berasal dari menjual asset yang ada di Pondok Gede dan di Serpong. Cicilan selanjutnya sampai lunas asset di Sentra Kramat tersebut berasal dari generasi penerus sebagai sewa dan royalty kepada pendiri. Setelah lunas diberi bonus dengan bebas sewa selama dua tahun. Setelah itu saya tagih sewa, sekalian untuk belanja saya dan keperluan sosial, zakat dan lain yang patut menurut saya. Saya mencoba berhitung dengan semua anak-anak, untuk menjaga jangan sampai ada kecemburuan antara mereka di belakang hari.

Begitu izin membuka Kantor Akuntan atas nama Hermen dan Elviana keluar, sejak itu pengelolaan keuangan kantor termasuk menanda tangani buku cheque dan giro, saya serahkan kepada mereka Demikian juga dengan kepengurusan sehari-hari sudah saya serahkan, tanpa kecuali. Saya hanya sekali-sekali saja bertanya kepada mereka. Setelah waktu berjalan satu tahun, sejak itu tidak ada lagi saya bertanya-tanya, kecuali jika mereka bertanya atau berberita kepada saya. Saya mencoba menempatkan diri sebagai orang tua yang tidak cerewet, dan menempatkan mereka penuh mandiri.

Bersamaan dengan penyerahan kepemimpinan kepada generasi penerus, kebetulan waktu itu saya dapat berkenalan dengan salah seorang mahasiswa yang baru selesai kuliah S. 2 dari Al Azhar Mesir. Pada kesempatan perkenalan tersebut, saya tanyakan bila ada waktu, saya minta bantuannya untuk mengajar saya bahasa Arab secara privat. Pada prinsipnya dia senang sekali atas pemintaan dan semangat saya mencari ilmu, sebagai salah satu kewajiban bagi umat dengan moto, carilah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina.

Dia mengatakan bahwa dia sudah melapor ke Departemen Agama, sebagai instansi yang memberi beasiswa kuliah ke Mesir. Belum tentu bila diterima kapan dan dimana ditempatkan. Sambil menunggu dia bersedia dan akan datang tiga kali seminggu dengan waktu belajar satu atau satu setengah jam setiap kunjungan. Tentang honorarium atau biaya transpor dia tidak mau membicarakannya dan menyerahkan kepada saya, karena kalau dia berhitung dan tawar menawar akan hilang nilai ibadahnya. Akan lebih baik bila kita masing- masing saling bersedekah saja katanya. Saya bersedekah ilmu kepada bapak dan bapak bersedekah uang kepada saya. Dengan demikian kita masing-masing mendapat nilai pahala.

Kami sepakat untuk memulai besok tiap hari Senin, Rabu dan Sabtu antara jam 4,30 sore sampai selesai menjelang Magrib. Sebagai buku pegangan dia menganjurkan menggunakan Kami sepakat untuk memulai besok tiap hari Senin, Rabu dan Sabtu antara jam 4,30 sore sampai selesai menjelang Magrib. Sebagai buku pegangan dia menganjurkan menggunakan

Saya berdoa, mudah-mudahan belajar bahasa Arab sekarang ini hendaknya sampai pada tujuan utama saya, yaitu bisa mengerti apa artinya jika seseorang membaca Al Qur`an tanpa melihat terjemahannya. Dengan menggunakan buku pegangan ini rasanya lama sekali tujuan itu baru tercapai, karena kita diarahkan untuk belajar bahasa Arab murni, bukan bahasa arab Al Qur`an, karena bahasa Arab Al Qur`an adalah khusus.

Sejak kecil, sudah beberapa gelombang saya belajar Bahasa Arab. Pertama kali di kampung dulu, menggunakan sistem madrasah yang mulai dengan nahu dan saraf setelah itu yang lain-lain. Kedua di Bandung dengan Almarhum pak Endang Saifudin putra pak Isa Ansari. Dengan pak Endang beliau menggunakan buku Arabic Langguage, karangan orang Yahudi bernama Johan Kapliwaski, dengan menggunakan bahasa Inggeris sebagai bahasa pengantar. Ini hanya berlangsung beberapa bulan sampai tamat buku satu dari empat buku dalam satu paket.

Waktu itu berhenti tahun 1975 karena peserta kursus bubar, tinggal dua atau tiga oang saja lagi. Saat itu belum juga tercapai tujuan utama saya untuk dapat mengerti arti Al Quran, tanpa melihat tafsir. Sejak itu terhenti. Tahun 1994 baru mulai lagi yang di bimbing oleh seorang S 2 dari Al Azhar. Inipun tidak berlangsung lama, hanya satu bulan karena dia sudah mendapat panggilan dari Departemen Agama untuk bertugas sesuai dengan Ikatan Dinasnya. Dengan demikian pelajaran terhenti lagi.

Beberapa hari setelah berhenti belajar, kebetulan saya pulang ke Padang untuk sesuatu urusan kantor cabang Padang. Di kampung, saya bertemu dengan ustaz Masri yang tinggal di Musalla Baitul Rahim. Saya ceritakan bahwa saya ingin belajar bahasa Arab, tetapi sudah berhenti kerena tidak ada guru privat yang sabar mengajar orang tua. Bila ada temannya di Jakarta saya minta dia memberi alamatnya supaya saya coba menghubungi.

Dia bilang, ada bekas muridnya di Madrasah Aliah Negeri Koto Baru, sekarang kuliah di Lembaga Bahasa Arab Indonesia di Matraman Raya Jakarta. Namanya Afwan orang dari Payakumbuh, sekarang ini sudah memasuki tahun ketiga. Mudah-mudahan dia dapat membantu katanya. Bila ditanyakan di Lembaga pendidikan tersebut Jalan Matraman Raya tentu akan bertemu katanya. Sebagai dukungannya atas cita-cita saya belajar bahasa Arab tersebut, saya diberi buku pelajaran bahasa Arab untuk orang asing yang asli sebanyak empat jilid berikut dengan jawabannya. Buku yang sama jilid satu pernah saya foto copy waktu belajar dengan tamatan Al Azhar baru-baru ini.

Kembali ke Jakarta saya langsung mendatangi lembaga Bahasa Arab Indonesia di Matraman Raya. Setelah saya tanya di sekretariat, tidak lama menunggu di ruangan tamu, saya sudah dipertemukan dengan Afwan. Dengan Afwan saya lama belajar privat bahasa Arab, sampai tamat jilid dua, tetapi masih belum sampai ke tujuan utama saya untuk bisa mengerti arti Al Qur`an. Tidak gampang untuk mencapai cita-cita yang luhur, memerlukan kesabaran dan ketekunan. Akhirnya cita-cita saya tersebut saya peroleh tahun 2002 di Bandung dengan pak DR. Aminuddin Saleh dengan mengikuti kursus Bahasa Arab Al

Qur`an. Itupun tidak sampai tamat hanya kelas satu. Waktu ujian naik ke kelas dua saya kebetulan dapat rangking 4 dari 19 orang murid beliau. Adinda Satriadi juga ikut kursus waktu dan berada dibawah rangking saya.

Dipercaya oleh para Perantau Empat Angkat Candung di Jakarta dan Bandung Selaku Ketua Pendiri Bank Perkreditan Rakyat Syariah Ampek Angkek Candung (1996)

Salah satu kesenangan almarhumah ibunda adalah bekerja untuk kepentingan masyarakat. Tentu saja tingkat beliau adalah masyarakat di kampung, sesuai dengan zaman dan pendidikan beliau yang buta huruf. Kabarnya semasa gadis beliau di zaman penjajahan Belanda, pernah menjadi anggota Perhimpoenan Moeslimin Indonesia PERMI. Kabar ini tidak sempat saya konfirmasi kebenarannya. Setahu saya beliau adalah anggota pengurus Muhamadiah di kampung kami.

Mungkin darah ini yang turun kepada saya agak sedikit, yang mula-mula tingkat kamung selama masih tinggal di di kampung. Terakhir sejak 1976 sampai dengan tahun 1988, saya ditunjuk selaku ketua perkumpulan para perantau tingkat kecamatan di Bandung selama tiga periode. Nama perkumpulan kami adalah Ikatan Keluarga Ampek Angkek Candung Bandung (IKAT). Kegiatan utamanya adalah silaturahmi antar warga secara berkala, dan sekali setahun mengadakan halal bil halal pada tiap hari raya idulfitri.

IKAT ini lahir pertama kali di Jogyakarta, didirikan aleh teman-teman mahasiswa berasal dari Ampek Angkek Candung yang kuliah di Jogyakarta pada tahaun 1951. Diantara pendirinya adalah mamanda Azhari, sdr Amir Thaib SH, dan lain-lain, atas anjuran kakanda Dalalul Khairat dari Tanjung Alam yang pada waktu itu sebagai top figur di Ampek Angkek Candung. Sejak itu boleh dikatakan di semua ibu kota Propinsi ada perwakilan IKAT, hanya saja kadang-kadang ada yang aktif dan kadang-kadang pasif.

Dalam tahun 1990 sewaktu saya sedang berada di kantor Jakarta, saya kedatangan beberapa orang tamu dari pengurus IKAT Jakarta. Maksud kedatangan mereka adalah membicarakan ide untuk mendirikan Bank Perkreditan Rakyat di kampung kita. Waktu itu sedang menjamur orang mendirikan Bank Perkreditan Rakyat terutama di pulau Jawa Paket Oktober tahun 1988 memberi kesempatan kepada masyarakat mendirikan Bank dalam skala kecil yang akan beroperasi terbatas di lingkungan kecamatan. Untuk mengkonkritkan rencana tersebut, akan diadakan rapat IKAT Jakarta, dan saya diharapkan hadir selaku perwakilan dari IKAT Bandung.

Setelah mereka pergi dalam hati saya bertanya-tanya. Selama ini tidak pernah saya mendapat undangan bila IKAT Jakarta akan mengadakan rapat atau mengadakan halal bil halal. Saya yakin bahwa saya tidak begitu dikenal bagi para perantau Ampek Angkek Candung Jakarta, karena saya selama ini hanya bergerak di Bandung saja. Saya pribadi sangat mendukung ide tersebut, karena dengan adanya bank yang berskala kecil demikian, diharapkan paktek-praktek renternir dapat dibatasi ruang geraknya.

Pandangan ini saya sampaikan dalam rapat tersebut, dan banyak lagi pandangan positif lainnya dari para peserta rapat. Karena seluruh peserta rapat telah sepakat untuk mendirikan

Bank Perkreditan Rakyat, akhirnya dibentuk panitia lengkap dengan sekretaris dan bendahara. Panitia di ketuai oleh kakanda Sutan Tumanggung dari Pasir, seorang pedagang sukses di Tanah Abang dan yang mendirikan Kopas Tanah Abang.

Menurut ketentuan Bank Indonesia Modal disetor yang diwajibkan waktu itu hanya Rp,

50 juta. Untuk memudahkan kerja panitia, maka diminta kesediaan peserta mencantumkan jumlah saham yang akan mereka ambil masing-masing. Kesediaan ini di catat dan telah tercatat sekian nama dengan jumlah modal sebesar Rp. 50 juta. Uang tersebut akan di tagih bila diperlukan, yaitu pada saat akan membuat akte pendirian.

Setelah rapat tersebut, kabarnya panitia bekerja keras, pulang pergi Jakarta Bukittingi menjajaki dan sosialisasi kepada masyarakat di kampung. Setelah sekian lama panitia bekerja tidak pernah ada berita kepada anggota, khusus kepada yang telah mendaftarkan namanya sebagai pemegang saham. Setelah sekian tahun panitia terbentuk tetap tidak ada berita secara tertulis. Dari lisan ke lisan terdengar kabar bahwa panita gagal dalam tugasnya mendirikan Bank Perkreditan Rakyat, karena tidak dapat menemukan figur yang akan di angkat menjadi Direktur sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.

Awal tahun 1996 saya teringat lagi rencana mulia yang pernah digagas oleh masyarakat Ampek Angkek Candung sekian tahun lalu, menghilang tidak tentu rimbanya. Waktu itu saya sering kedatangan tamu para pedagang di Bandung diajak oleh almarhum H. Bachtiar Tamin. Pada kesempatan tersebut, saya ingatkan kembali ide mulia yang sudah lama terpendam itu. Respons dari almarhum H. Bachtiar Tamin sangat positif. Dia mengatakan bahwa pada saat dia menjenguk Sutan Tumanggung sedang sakit, dia mendapat wasiat dari Sutan Tumanggung supaya meneruskan niat mendirikan Bank Perkreditan Rakyat yang direncanakan dulu. Sejak itu kami berjanji aktif mengkampanyekan kembali pendirian Bank Perkreditan Rakyat ini.

Hasil sosilisasi kami sangat mengembirakan, dalam waktu tidak begitu lama isue ingin mendirikan Bank Perkreditan Rakyat menghangat kembali. Puncaknya adalah pada satu sore saya dan Satria Djambek pergi menemui pak Taufik mantan Inspektorat Departemen Keuangan dirumahnya di Jalan Pejompongan Raya. Kami sampaikan niat kami untuk mengaktifkan kembali rencana untuk mendirikan Bank Perkreditan Rakyat yang sudah lama terpendam. Beliau menjawab sangat positif niat tersebut, tetapi kita tidak mempunyai orang yang mau berbakti kepada masyarakat, tanpa pamrih.

Kalau sudah ada orang yang mempunyai niat demikian saya akan dukung kata beliau. Spontan Satria Djambek menjawab, sekarang sudah ada orang untuk itu, yaitu mak Tamam ini katanya. Setelah mendapat dukungan kuat secara informil itu harus di ujudkan dalam bentuk formil. Kami terus bekerja dengan menghubungi salah seorang pejabat Bank Muamalat Indonesia mengumpulkan informasi dan bahan-bahan serta data-data yang diperlukan untuk itu.

Sampailah kami pada satu keputusan untuk mengadakan rapat terlebih dahulu, tanpa menggunakan nama IKAT. Sekarang atas nama pengambil inisiatif terdiri dari Taufik, saya dan Satria Djambek. Rapat dihadiri oleh sebagian besar pemuka-pemuka warga Ampek

Angkek Candung Jakarta dan Bandung. Dari 42 orang yang diundang hadir 36 orang. Ada tiga keputusan rapat yang sangat penting yaitu, 1. Bank Perkreditan Rakyat yang akan didirikan adalah berdasarkan prinsip Syariah. 2. Nama adalah membawa nama kecamatan kita yaitu “Ampek Angkek Candung”. 3. Membentuk panitia yang tediri dari seorang ketua saja. Ketualah nanti melengkapi dirinya dengan perangkat yang di perlukannya dan menunjuk orangnya sekalian. Secara aklamasi saya di tunjuk sebagai Ketua Pendiri Bank Perkreditan Rakyat Syariah Ampek Angkek Candung.

Memperoleh Izin Operasi Bank Perkreditan Rakyat Syariah Ampek Angkek Candung dari Bank Indonesia (Mei l999)

Dengan membaca Bismillaahirrahmaanirrahim tugas berat tersebut saya terima. Saya merasakan diri saya belum dikenal oleh masyarakat perantau yang ada di Jakarta, apakah mereka akan percaya kepada saya. Apalagi, tugas ini menyangkut dengan keuangan yang jumlahnya mungkin agak besar. Saya mohon petunjuk kepada Allah Swt, mudah-mudahan saya berhasil dalam melaksanakan misi yang sesuai dengan hati nurani saya. Saya prihatin melihat kehidupan masyarakat kita di kampung yang belum tersentuh oleh derap pembangunan. Saya bercita-cita kalau mungkin saya ikut agak sedikit membantu meringankan beban dan mengembangkan ekonomi umat tingkat bawah.

Dalam menjalankan tugas saya ini tidak banyak orang yang dapat saya ajak berkomunkasi dan berkonsultasi, menurut saya beliau-beliau itu memiliki pandangan yang banyak bersamaan dengan saya. Orang-orang tersebut adalah, pak Taufik, pak Amir Thaib,Satria Djambek, Rifai Adnan dan lain-lain sesuai dengan keperluan saya. Langkah pertama yang saya lakukan adalah melengkapi pengurus formil sebagai panitia, yaitu, ketua, sekretaris dan bendahara.

Kepengurusan inti ini saya pilih orang-orang yang sudah dikenal di Jakarta, dan mempunyai reputasi baik, seperti sekretaris saya cantumkan nama Almarhum Nazir Jalal berprofesi wartawan muda dan aktivis, masih menjabat Sekretaris IKAT Jakarta, Bendahara pak Djamin Sutan Mudo, pengusaha sukses di Tanah Abang dan dikukuhkan sebagai sesepuh Tanah Abang oleh Gubernur DKI. Setelah saya rancang susunan kepengurusan tersebut, baru saya konsultasikan dengan Amir Thaib, Satria Djambek dan Taufik. Setelah mereka memberikan komentarnya atau saran, baru saya hubungi yang bersangkutan. Untuk menghubungi pak Djamin Sutan Mudo saya ajak Amir Taib, karena dia ada hubungan famili dengan pak Djamin Sutan Mudo, sedangkan saya hanya kenal sepintas lalu saja. Untuk menghubungi Almarhum Nazir Jalal, saya cukup per telepon karena dia jauh lebih muda dari pada saya.

Saya bermaksud akan memberitahukan kepada seluruh perantau yang berasal dari kecamatan Ampek Angkek Candung yang ada di Jakarta dan Bandung, bahwa ada niat dari perantau untuk mendirikan BPRS AAC. Untuk itu telah terbentuk panitia dengan susunan seperti diatas. Saya minta kepada Almarhum Nazir Jalal untuk mengirimkan daftar nama anggota IKAT DKI. atau kalau juga alamat orang kita dimana saja mereka berada. Alamat- alamat tersebut akan menjadi dokumen penting bagi saya dalam berkomunikasi per pos di belakang hari.

Saya katakan kepada Almarhum Nazir Jalal, bahwa dalam melaksanakan tugas amal ini kita harus saling percaya, dan berbaik sangka. Kita atur sisem kerja yang praktis, supaya Saya katakan kepada Almarhum Nazir Jalal, bahwa dalam melaksanakan tugas amal ini kita harus saling percaya, dan berbaik sangka. Kita atur sisem kerja yang praktis, supaya

Dalam melaksanakan tugas panitia, kami mendapat bantuan teknis dari konsultan manajemen yang sudah biasa mempersiapkan segala persyaratan yang ditetapkan oleh Departemen Keuangan maupun Bank Indonesia. Persyaratan tersebut seperti survey daerah operasi, survey potensi masyarakat dan mempersiapkannya dalam bentuk feasibiliy study sampai izin Prinsip dan izin Operasi keluar. Disamping itu konsultan juga bertugas mempersiapkan bentuk-bentuk formulir yang akan dipakai dalam operasional nanti, memberikan pelatihan awal kepada pelaksana di belakang hari setelah izin operasi keluar.

Rata-rata sekali dalam dua bulan saya membuat laporan progres kepada seluruh alamat perantau Ampek Angkek Candung yang pernah saya peroleh. Dalam laporan tersebut mencakup laporan keuangan yang diterima dan dikeluarkan. Khusus untuk biaya yang saya bebankan menjadi beban panitia hanya beli prangko, beli emplop dan biaya foto copy. Sedangkan biaya overhead panitia lainnya seperti biaya telepon, listrik, alat tulis kantor, pengetikan dan honor asisten yang membantu saya, saya bebankan menjadi beban kantor Akuntan Publik. Mudah-mudahan menjadi amal saleh buat Kantor Akuntan yang bersangkutan, Amin !.

Alhamdduillah, berkat kerja keras dan doa bersama, pada tanggal 3 Oktober l997, keluar Izin Prinsip dari Departemen Keuangan Republik Indonesia. Lega sekali rasanya perasaan panitia, dengan doa agar kegagalan panitia pertama tidak terulang lagi. Biasanya paling lambat satu tahun setelah Izin Prinsip keluar, disusul dengan Izin Operasi, bila segala syarat- syarat yang ditentukan telah dipenuhi. Tidak demikian dengan kasus kita. Rasanya segala syarat sudah terpenuhi dengan sempurna, tetapi setelah setahun menunggu Izin Operasi tetap tidak keluar, sekalipun kami sudah bolak balik ke Departemen Keuangan dan ke Bank Indonesia, menanyakan hal tersebut.

Alasan yang diberikan oleh kedua instansi tersebut adalah, sekarang Undang–Undang perbankan yang baru sedang di godok di Dewan Perwakilan Rakyat. Oleh karena itu belum ada petunjuk dan pedoman apakah izin operasi masih akan dikeluarkan oleh Departemen Keuangan atau oleh Bank Indonesia. Kami diminta bersabar, mudah-mudahan dalam waktu dekat sudah ada pedoman untuk itu, katanya.

Semua perkembangan tentang izin operasi ini selalu disampaikana kepada masyarakat, Alhamdulillah, masyarakat dapat mengerti. Cuma saya selaku ketua panitia merasa cemas, bahkan sudah mengambil ancang-ancang bila terjadi yang terburuk. Dengan sponsor inti yaitu Satria Djambek, almarhum Bachtiar Tamin dan saya, kami berikrar “Bila sampai akhir tahun 1999 Izin Operasi tidak juga keluar, maka saya rasa pendirian BPRS AAC ini kita batalkan saja, berarti tidak ada izin dari Allah Swt, uang masyarakat yang telah kita terima kita kembalikan secara utuh. Kerugian akibat biaya-biaya yang sudah dikeluarkan selama ini kita pikul bersama seimbang antara kita bertiga”.

Alhamdulillah, Allahu Akbar, berkat doa para perantau dan masyarakat di Kampung, berkat sabar menunggu Izin Operasi keluar pada tanggal 14 Mei 1999, yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia Pusat. Pengoperasian BPRS AAC ini diresmikan pada tanggal 12 Juli 1999. Berakhir pulalah tugas yang dibebankan masyarakat perantau kepada saya selaku Ketua Pendiri Bank Perkreditan Rakyat Syariah Ampek Angkek Candung. Semoga panjang umurnya dan bermanfaat meningkatkan taraf hidup masyarakat kita di Kampung, Amin!.

*****