revolusi kebebasan seksual pada remaja yang dapat mengakibatkan dua masalah penting yaitu penyakit hubungan seks yang menjurus pada penyakit radang panggul
dan kehamilan yang tidak dikehendaki. Kejadian yang muncul kepermukaan sangat kecil dibandingkan yang sebenarnya dalam masyarakat laksana gunung es.
Pelaksanaan praktis upaya preventif tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan hubungan remaja dalam lingkungan keluarga, memberikan pendidikan
seksual yang sehat, mengikut sertakan dalam semua aktipitas yang produktif, menganjurkan untuk menggunakan metode keluarga berencana. Untuk mengatasi
kehamilan yang tidak dikehendaki perlu di ikuti dengan tepat pelaksanaan Undang- Undang Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 pasal 15 dalam melakukan tindakan
tertentu. Upaya preventif bertujuan untuk menyelamatkan alat reproduksi remaja, sehingga tidak terjadi akibat yang buruk dan dapat meneruskan serta menurunkan
generasi yang tangguh pada waktunya berkeluarga nanti.
2.4.6. Pendidikan Seks Berbasis Sekolah
Remaja adalah seorang anak manusia yang berusia 14-21 tahun. Di dalam keadaan ini mereka sangat rawan terhadap apapun, mereka selalu ingin mencoba
segala sesuatu yang ada di dunia ini tanpa memikirkan akibatnya di masa yang akan datang. Untuk itu para remaja perlu mendapatat pendidikan atau bimbingan agar
dapat menjadi manusia yang berguna bagi nusa, bangsa masyarakat serta agamanya. Hasil sebuah studi menyatakan bahwa lebih dari 500 juta usia 10-14 tahun
hidup di negara berkembang, dan rata-rata pernah melakukan hubungan suami-isteri intercourse pertama kali di bawah usia 15 tahun. Kurang lebih 60 kehamilan yang
Tinceuli Sinaga : Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Terhadap Aborsi Dari Kehamilan Tidak Dikehendaki..., 2007 USU Repository © 2009
terjadi pada remaja di negara berkembang adalah tidak dikehendaki unwanted pregnancy dan 15 juta remaja pernah melahirkan. Di Indonesia kasus-kasus tersebut
diperparah dengan kurang adanya komitmen dan dukungan pemerintah dalam bentuk kebijakan yang mengatur tentang pendidikan seksual dan reproduksi bagi remaja
terutama di tiap sekolah, lemahnya kerjasama lintas sektor depkes-depdiknas- depsos dan kecenderungan menganggap Lembaga Swadaya Masyarakat pesaing
sekaligus musuh pemerintah menjadi hambatan penyelenggaraan program tersebut. Kita akui memang norma adat dan nilai budaya leluhur yang masih dianut sebagian
besar masyarakat Indonesia juga menjadi tantangan terbesar dalam penyelenggaraan pendidikan seksual dan
reproduksi berbasis sekolah. Semisal masih banyaknya pendapat, permasalahan seks itu tabu untuk dibicarakan kepada mereka yang belum menikah, dengan pendidikan
seks justru akan meningkatkan kasus-kasus seperti kehamilan di luar nikah, aborsi, dan IMS termasuk HIVAIDS Suarta, 2007.
Defenisi yang diberikan WHO 1974 tentang remaja lebih bersifat konseptual, defenisi tersebut dikemukakan dalam tiga kriteria, pertama, kriteria
biologi dengan ciri individu berkembang mulai saat pertama kali menunjukkan tanda- tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual. Kedua
remaja sebagai individu mengalami perkembangan psikologi dan indentifikasi dari anak-anak menjadi dewasa. Ketiga sosial ekonomi terjadi peralihan dari
Tinceuli Sinaga : Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Terhadap Aborsi Dari Kehamilan Tidak Dikehendaki..., 2007 USU Repository © 2009
ketergantungan yang penuh menjadi keadaan yang relatif lebih mandiri lebih mandiri, Sarlito, 2003
SIECUS Sexuality Information and Education Council United States menulis tentang materi pokok yang harus terdapat dalam pendidikan seksual dan
reproduksi Suarta, 2007: 1. perkembangan manusia anatomi dan fisiologi system reproduksi
2. hubungan antar manusia baik dengan keluarga, teman sejawat, dan pacaran dengan pernikahan
3. kemampuan personal nilai, pengambilan keputusan, komunikasi, dan negosiasi
4. perilaku seksual kontrasepsi, IMS, dan pencegahan HIVAIDS serta aborsi maupun kejahatan atau pelecehan seksual
5. budaya dan social peran fender, agama, dan seksualitas. Adapun komponen-komponen yang turut menentukan kesuksesan program
pendidikan seksual dan reproduksi berbasis sekolah, Suarta,2007 yakni 1. ketepatan identifikasi dan memahami karakter setiap kelompok
2. melibatkan remaja dalam perencanaan program 3. bekerjasama dengan tokoh masyarakat, tokoh agama, dan orang tua
4. komunikasi interpersonal 5. jejaring
6. sumber daya baik sumber daya manusia dalam hal ini tenaga pengajar maupun sumber daya alamnya atau fasilitas yang tersedia
Tinceuli Sinaga : Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Terhadap Aborsi Dari Kehamilan Tidak Dikehendaki..., 2007 USU Repository © 2009
2.4.7. Hambatan Orang Tua Dalam Menyempaikan Masalah Kesehatan Reproduksi