Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
model penafsiran hukum. Diharapkan hal-hal yang tidak jelas diatur dalam berbagai regulasi kelistrikan, putusan hakim akan memberikan pemecahannya,
bahkan mungkin mengisi kekosongan hukum dan untuk memulainya bukan pekerjaan mudah, tetapi bila tidak dimulai diperkirakan tidak akan ada perbaikan
nasib konsumen. Alternatif mengajukan gugatan ”class action” yang sudah ada dasar
hukum positifnya yang ketentuan class action diatur dalam Pasal 46 Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen UUPK. Ayat 1
tersebut merumuskan: ”Gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh: ...b sekelompok
konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama”. Ayat 2 menentukan:
”Gugatan yang diajukan sekelompok konsumen, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat atau pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf
b,... diajukan kepada peradilan umum”.
Pada penjelasannya dinyatakan bahwa gugatan kelompok class action diakui undang-undang ini. Lebih lanjut dikemukakan dalam penjelasan itu bahwa
gugatan ini harus diajukan oleh konsumen yang benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara hukum, salah satu di antaranya adalah adanya bukti transaksi.
C. Upaya-Upaya Konsumen dan PT. PLN Persero dalam Mewujudkan Perlindungan Hukum Kelistrikan.
Hukum positif ius constitutum merupakan substansi hukum yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu. Waktu tertentu yang dimaksud di sini adalah
ketika suatu peristiwa hukum itu terjadi. Hukum positif dengan kata lain, hukum
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
yang sedang berlaku, bukan hukum di masa lampau atau hukum yang dicita- citakan ius constituendum.
Dalam visi Aliran Hukum Positif Positivisme Hukum, hukum yang berlaku hukum positif itu harus memenuhi unsur keberlakuan Geltung yuridis.
Hukum tersebut boleh saja mengabaikan unsur filosofis dan sosiologis, tetapi tidak dapat meninggalkan unsur yuridis. Suatu peraturan dikatakan memenuhi
unsur keberlakuan yuridis apabila peraturan itu dilahirkan oleh lembaga yang berwenang dan melalui proses yang benar. Dengan demikian hukum positif
semata-mata mementingkan formalitas, bukan isi materi dari peraturan itu. Disebut hukum positif semata-mata karena ia masih berlaku sampai saat ini.
20
Hukum positif merupakan substansi dari suatu sistem hukum. Menurut Lawrence M. Friedman, sistem hukum mempunyai tiga unsur, yaitu struktur,
substansi, dan budaya hukum.
21
20
Shidarta, Op. Cit., h. 10.
21
Lawrence M. Friedman, American Law New York: W.W. Norton Co.,1985, h. 5
Menurut norma hukum positif Indonesia, landasan yuridis tertinggi terdapat dalam Undang-Undang Dasar 1945, yakni Pasal 27 ayat 1. Dalam
ketentuan tersebut dinyatakan, bahwa segala warga negara Indonesia bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum
dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal tersebut pada dasarnya memberi landasan konstitusional bagi perlindungan konsumen di Indonesia
karena dalam ketentuan itu secara jelas dinyatakan bahwa kedudukan hukum konsumen tidak boleh lebih rendah daripada produsen atau pemasar produk si
produsen. Mereka memiliki hak-hak yang seimbang satu sama lainnya.
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
A. Z. Nasution mengatakan hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum konsumen yang memuat asas-asas atau kaedah-kaedah yang
bersifat mengatur juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen. Sejalan dengan batasan hukum konsumen, hukum perlindungan
konsumen adalah keseluruhan asas dan kaedah-kaedah hukum yang mengatur dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalahnya dengan para penyedia
barang dan atau jasa konsumen. Hukum Perlindungan Konsumen dibutuhkan apabila kondisi pihak-pihak
yang mengadakan hubungan hukum danatau bermasalah dalam masyarakat itu tidak seimbang, sedangkan hukum konsumen berperan pada hubungan dan
masalah yang para pihak berimbang dalam kedudukan sosial ekonomis, daya saing maupun tingkat pendidikan.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan yang mengatur dan memberikan arah bagi restrukturisasi sektor ketenagalistrikan
membawa perubahan yang besar dalam bisnis energi khususnya listrik ke depan, melalui restrukturisasi industri, implementasi mekanisme pasar, reformasi tarif
listrik, rasionalisasi partisipasi swasta, dan redefinisi peran pemerintah. Dengan dibukanya pasar sektor ketenagalistrikan maka PT PLN ke depan tidak akan lagi
memonopoli pemegang kuasa usaha di bidang ketenagalistrikan. UU No. 20 Tahun 2002 juga mengupayakan agar tenaga listrik dapat dinikmati oleh seluruh
lapisan masyarakat, menjaga keselamatan ketenagalistrikan dan kelestarian fungsi lingkungan, serta memanfaatkan sebesar-besarnya tenaga kerja, barang dan jasa
produksi dalam negeri.
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Jasa kelistrikan diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Jasa Ketenagalistrikan. Dari segi hubungan konsumen-produsen dalam
penyelenggaraan jasa ketenagalistrikan, apa yang diatur dalam undang-undang ini masih kurang bentuk perlindungan yang diberikan kepada konsumen.
Permasalahan yang sering ditimbulkan PT. PLN Persero adalah masalah pemadaman listrik yang terkadang tanpa pemberitahuan, masalah penghitungan
rekening listrik dan tidak stabilnya tegangan yang masuk ke pelanggan. Setelah laporan pengaduan diterima maka akan dikerahkan petugas ke
lapangan untuk mengecek apa yang sesungguhnya penyebab gangguan yang dialami oleh pelanggan. Baru setelah diketahui oleh petugas dilaporkan ke kantor
untuk dilakukan langkah-langkah perbaikan sesuai dengan bidangnya masing- masing.
Mengenai masalah pemadaman listrik, menurut hasil penelitian dilapangan ternyata penyebabnya ada beberapa hal, yaitu:
1. akibat kerusakan instalasi jaringan penyaluran listrik kepada pelanggan,
2. akibat defisit daya yang dikirimkan oleh pembangkit listrik kepada PLN untuk
didistribusikan, dan 3.
gangguan alam, seperti bencana alam. Masalah pemadaman listrik ini sebenarnya merupakan suatu permasalahan
yang sangat sulit ditanggulangi. Apabila dilihat dari susunan organisasi dari PT. PLN Persero ini ternyata terbagi kedalam 2 dua bagian yang terpisah. Bagian
yang pertama adalah PT. PLN Persero Pembangkit dan Penyalur Kitlur yang merupakan unit dari PT. PLN Persero yang mengurusi masalah penyediaan daya
listrik dan penyalurannya. Sedangkan yang kedua adalah PT. PLN Persero
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Wilayah yang mengurusi masalah pendistribusianpenyaluran listrik kepada pelanggan. Bagian inilah yang langsung berhubungan dengan pelanggan atau bisa
dikatakan dengan singkat bahwa PT. PLN Persero Pembangkit dan Penyalur Kitlur adalah bagian produksi supplier dan PT. PLN Persero Wilayah sebagai
Penyalur Distributor. Masalah pemadaman itu di benarkan dilakukan oleh PLN sesuai dengan
Pasal 3 ayat 2 Peraturan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 03.P451M.PE1991 dengan alasan-alasan sebagai berikut:
1. diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan pemeliharaan, perbaikan
gangguan, perluasan atau rehabilitasi instalasi PT. PLN Persero yang berkaitan dengan instalasi pelanggan,
2. terjadi sesuatu hal pada instalasi yang membahayakan kelangsungan
penyaluran tenaga listrik danatau keselamatan umum serta keamanan jiwa manusia,
3. dianggap membahayakan keselamatan umum serta keamanan daerah danatau
negara, 4.
atas perintah instansi yang berwajib danatau pengadilan, dan 5.
apabila terdapat perubahan standard dalam bidang kelistrikan. Banyaknya pelanggaran terhadap hak-hak konsumen yang dilakukan oleh
PLN, konsumen berhak menuntut kompensasi kepada PLN. Konsumen juga dapat mengajukan gugatan apabila benar-benar dirugikan dan dapat dibuktikan secara
hukum, salah satunya adalah adanya bukti transaksi. Kalau dilihat dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, maka dimungkinkan bagi konsumen
untuk menuntut PT. PLN Persero yang isi pasalnya adalah sebagai berikut:
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
1. ”Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui
lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan
umum.
2. Penyelesaian sengketa konsumen dapat ditempuh melalui pengadilan atau
di luar pengadilan berdasarkan pilihan sukarela para pihak yang bersengketa.
3. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat
2 tidak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-undang.
4. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh
para pihak yang bersengketa.”
Di dalam ketentuan Pasal 23 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, dikatakan bahwa dalam hal pelaku usaha pabrikan danatau pelaku usaha,
distributor menolak danatau tidak memberikan tanggapan danatau tidak memberikan ganti rugi atas tuntutan konsumen, maka diberikan hak untuk
menggugat pelaku usaha dengan menyelesaikan perselisihan yang timbul melalui BPSK atau dengan cara memajukan gugatan kepada badan peradilan di tempat
kedudukan konsumen. Penyelesaian sengketa konsumen dilakukan dengan 3 tiga cara, yaitu:
1. Konsiliasi
Konsiliasi menyatakan secara tidak langsung suatu kebersamaan para pihak di mana pada akhirnya kepentingan-kepentingan bergerak mendekat
moving closer dan selanjutnya dicapai suatu penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak a measure of goodwill. Rekonsiliasi menyatakan secara
tidak langsung kebersamaan pihak-pihak yang bersengketa yang dahulu berkongsi, kini mereka berselisih.
2. Mediasi
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Pada dasarnya mediasi adalah suatu proses di mana pihak ketiga a third party, suatu pihak luar yang netral a neutral outside terhadap sengketa,
mengajak pihak yang bersengketa pada suatu penyelesaian sengketa yang disepakati. Sesuai dengan batasan tersebut mediator berada di tengah-tengah dan
tidak memihak pada salah satu pihak. Sesuai dengan sifatnya, mediasi tidak dapat diwajibkan compulsory, tetapi hanya dapat terjadi jika kedua belah pihak
secara sukarela voluntary berpartisipasi. Pada akhirnya suatu kesepakatan akan tercipta tanpa cara-cara merugikan nonviolent means, setidaknya suatu
hubungan baik relationship tercipta tanpa konflik. 3.
Arbitrase Arbitrase
22
arbitrase dalam menyelesaikan sengketa usaha dan dagang yang terjadi daripada mnyelesaikannya melalui lembaga litigasi atau peradilan. Jika dibandingkan
merupakan suatu metode penyelesaian sengketa dalam masalah-masalah perdata civil matters yang dapat disetujui oleh kedua belah
pihak, yang dapat mengikat binding dan dapat dilaksanakanditegakkan. Para pihak diwajibkan untuk pergi ke arbitrase atas suatu masalah tertentu sebagai
bagian dari suatu perjanjian tentang prosedur penyelesaian sengketa dispute resolutions procedures yang telah disepakati para pihak terdahulu. Sebelum
para pihak terlibat dalam proses, hasil keputusan arbitrase the status of the outcome of arbitration harus disetujui para pihak tersebut.
Di kalangan dunia usaha, umumnya lebih mendayagunakan lembaga
22
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase.
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
lembaga pengadilan, maka lembaga arbitrase mempunyai beberapa kelebihan.
23
1. dijamin kerahasiaan sengketa para pihak,
Kelebihan tersebut antara lain:
2. dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena prosedural dan
administratif, 3.
para pihak dapat memilih arbiter yang menurut mereka diyakini mempunyai pengetahuan, pengalaman, serta latar belakang yang relevan dengan masalah
yang disengketakan, di samping jujur dan adil, 4.
para pihak dapat menentukan pilihan hukum untuk menyelesaikan masalahnya termasuk proses dan tempat penyelenggaraan arbitrase,
5. putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dengan
melalui tata cara prosedur yang sederhana dan langsung dapat dilaksanakan. Sifat rahasia arbitrase ini dapat melindungi para pihak dari hal-hal yang
tidak diinginkan atau yang merugikan disebabkan adanya penyingkapan informasi bisnis kepada umum. Selain itu, hal ini juga dapat melindungi mereka dari
publisitas yang merugikan dan akibat-akibatnya, seperti kehilangan reputasi, bisnis, pemicu bagi tuntutan-tuntutan lainnya, yang dalam proses pengadilan
dapat mengakibatkan pemeriksaan sengketa secara terbuka dan umum. Tidak banyak kasus yang sampai ke pengadilan antara PLN dengan
konsumen yang dirugikan atas pelanggaran hak-hak konsumen yang dilakukan
23
Rachmadi Usman, Hukum Arbitrase Nasional Jakarta: Gramedia, 2002, h. 4-5.
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
oleh PLN. Dua hal yang harus diperhatikan pekerja bantuan hukum litigasi maupun nonlitigasi. Pertama, menempatkan korban sebagai subjek utama, di
mana kepentingan para korban itulah yang harus menjadi agenda pokok dan penentu arah suatu kegiatan advokasi. Kepentingan dan ambisi-ambisi pribadi
para pekerja bantuan hukum tidak boleh turut bermain dalam proses gugatan tersebut. Kedua, hal-hal teknis persiapan gugatan perwakilankelompok class
action, seperti: 1.
pengumpulan fakta-fakta hukum investigasi, 2.
pembuatan opini hukum, 3.
pengorganisasian, termasuk pembentukan jaringan kerja, 4.
penyadaran konsientisasi masuarakat korban serta kampanye publik melalui pertemuan-pertemuan dengan masyarakat korban,
5. litigasi pembuatan surat gugatan,
6. penentuan wakil dalam melakukan gugatan kelompok.
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN