Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
1929. Prinsip ini juga diberlakukan dalam hukum positif Indonesia, yakni dalam Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan.
Menurut R.C. Hoeber,
15
15
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia Jakarta: Grasindo, 2004, h. 64.
biasanya prinsip tanggung jawab mutlak ini diterapkan karena konsumen tidak dalam posisi menguntungkan untuk
membuktikan adanya kesalahan dalam suatu proses produksi dan distribusi yang kompleks, diasumsikan produsen lebih dapat mengantisipasi jika sewaktu-waktu
ada gugatan atas kesalahannya misalnya dengan asuransi atau menambah komponen biaya tertentu pada harga produknya, dan asas ini dapat memaksa
produsen lebih hati-hati. Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan limitation of liability
principle sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak
film, misalnya, ditentukan, bila film yang ingin dicucicetak itu hilang atau rusak termasuk akibat kesalahan petugas, maka si konsumen hanya dibatasi ganti
kerugiannya sebesar sepuluh kali lipat harga satu rol film baru. Prinsip tanggung jawab ini sangat merugikan konsumen bila diterapkan
sepihak oleh pelaku usaha. Dalam UUPK yang baru, seharusnya pelaku usaha tidak boleh secara sepihak menentukan klausula yang merugikan konsumen,
termasuk membatasi maksimal tanggung jawabnya. Jika ada pembatasan mutlak harus berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang jelas.
C. Hak-Hak Konsumen dalam Undang-Undang Kelistrikan
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Pada dasarnya jika berbicara soal hak dan kewajiban, maka kita harus kembali kepada undang-undang. Undang-undang ini, dalam hukum perdata, selain
dibentuk oleh pembuat undang-undang lembaga legeslatif, juga dapat dilahirkan dari perjanjian antara pihak-pihak yang berhubungan hukum satu dan yang
lainnya. Baik perjanjian yang dibuat dan disepakati oleh para pihak maupun undang-undang yang dibuat oleh pembuat undang-undang, keduanya itu
membentuk perikatan di antara para pihak yang membuatnya. perikatan tersebut yang menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan atau
yang tidak boleh dilaksanakan oleh salah satu pihak dalam perikatan. Berikut ini adalah hak konsumen yang diberikandibebankan oleh undang-
undang tentang Perlindungan Konsumen. menuruit ketentuan Pasal 4 Undang- Undang Perlindungan konsumen, Konsumen memiliki hak sebagai berikut:
1. hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang danatau jasa, 2.
hak untuk memilih barang danatau jasa serta mendapatkan barang danatau 3.
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan,
4. hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang danatau jasa, 5.
hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang danatau jasa yang digunakan,
6. hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut, 7.
hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen,
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
8. hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif, 9.
hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau pengantian, apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya, 10.
hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. Dari sembilan butir hak konsumen yang diberikan di atas, terlihat bahwa
masalah kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen merupakan hal yang paling pokok dan utama dalam perlindungan konsumen. Barang danatau jasa
yang pernggunaannya tidak memberikan kenyamanan, terlebih lagi yang tidak aman atau membahayakan keselamatan konsumen jelas tidak layak untuk
diedarkan dalam masyarakat. Selanjutnya, untuk menjamin bahwa suatu barang danatau jasa dalam penggunaannya akan nyaman, aman, maupun tidak
membahayakan konsumen dan penggunaannya, maka konsumen diberikan hak untuk memilih barang danatau jasa yang dikehendakinya berdasarkan atas
keterbukaan informasi yang benar, jelas, dan jujur. Jika terdapat penyimpangan yang merugikan, konsumen berhak untuk didengar, memperoleh advokasi,
pembinaan, perlakuan yang adil, kompensai sampai ganti rugi. Hak-hak konsumen juga terdapat dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan, yang isinya: 1.
mendapat pelayanan yang baik, 2.
mendapat tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik,
3. memperoleh tenaga listrik dengan harga yang wajar,
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
4. mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik, dan
5. mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan
danatau kelalaian pengoperasian oleh pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik sesuai syarat-syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli
tenaga listrik. Akhirnya, jika semua hak-hak yang disebutkan itu disususn kembali secara
sistematis mulai dari yang diasumsikan paling mendasar, akan diperoleh urutan sebagai berikut:
1. Hak konsumen mendapatkan keamanan Konsumen berhak mendapatkan keamanan dan barang atau jasa yang
ditawarkan kepadanya. Produk barang dan jasa itu tidak boleh membahayakan jika dikonsumsi sehingga konsumen tidak dirugikan baik secara jasmani atau
rohani. Hak untuk memperoleh keamanan ini penting ditempatkan pada kedudukan utama.
2. Hak untuk mendapatkan informasi yang benar Setiap produk yang dikenalkan kepada konsumen harus disertai informasi
yang benar. Informasi ini diperlukan agar konsumen tidak sampai mempunyai gambaran yang keliru atas produk barang dan jasa. Informasi ini dapat
disampaikan dengan berbagai cara, seperti secara lisan kepada konsumen, melalui iklan di berbagai media, atau mencantumkan dalam kemasan produk.
Dengan penggunaan teknologi tinggi dalam mekanisme produksi barang danatau jasa akan menyebabkan makin banyaknya informasi yang harus dikuasai
oleh masyarakat konsumen. Adalah mustahil mengharapkan sebagian besar konsumen memiliki kemampuan dan kesempatan akses informasi secara sama
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
besarnya. Apa yang dikenal dengan consumer ignorance, yaitu ketidakmampuan konsumen menerima informasi akibat kemajuan teknologi dan keragaman produk
yang dipasarkan dapat saja dimanfaatkan secara sewajarnya oleh pelaku usaha.itulah sebabnya, hukum perlindungan konsumen memberikan hak
konsumen atas informasi yang benar, yang di dalamnya tercakup juga hak atas informasi yang proposional dan diberikan secara tidak diskriminatif.
3. Hak untuk didengar Hak yang erat kaitannya dengan hak untuk mendapatkan informasi adalah
hak untuk didengar. Ini disebabkan informasi yang diberikan pihak yang berkepentingan atau berkompeten sering tidak cukup memuaskan konsumen.
Untuk itu, konsumen berhak mengajukan permintaan informasi lebih lanjut. 4. Hak untuk memilih
Dalam mengkonsumsi suatu produk, konsumen berhak menentuka pilihannya. Ia tidak boleh mendapat tekanan dari pihak luar sehingga ia tidak lagi
bebas untuk membeli atau tidak membeli. Seandainya ia jadi membeli, ia juga berhak menentukan produk mana yang akan dibeli.
5. Hak untuk mendapatkan produk barang danatau jasa sesuai dengan nilai tukar yang diberikan
Dengan hak ini berarti konsumen harus dilindungi dari permainan harga yang tidak wajar. Dengan kata lain, kuantitas dan kualitas barang danatau jasa
yang dikonsumsi harus sesuai dengan nilai uang yang dibayar sebagai penggantinya.
6. Hak untuk mendapatkan ganti kerugian
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Jika konsumen merasakan, kuantitas dan kualitas barang danatau jasa yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, ia berhak
mendapatka ganti kerugian yang pantas. Jenis dan jumlah ganti kerugian itu tentu saja harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau atas kesepakatan masing-
masing pihak. 7. Hak untuk mendapatkan penyelasaian hukum
Hak untuk mendapatkan ganti kerugian harus ditempatkan lebih tinggi daripada hak pelaku usaha produsenpenyalur produk untuk membuat klausula
eksonerasi secara sepihak. Jika permintaan yang diajukan konsumen dirasakan tidak mendapat tanggapan yang layak dari pihak-pihak terkait dalam hubungan
hukum dengannya, maka konsumen berhak mendapatkan penyelasaian hukum, termasuk advokasi. Dengan kata lain, konsumen berhak menuntut
pertanggungjawaban hukum dari pihak-pihak yang dipandang merugikan karena mengkonsumsi produk itu.
8. Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat Hak konsumen atas lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak yang
diterima sebagai salah satu hak dasar konsumen oleh berbagai organisasi konsumen di dunia.
16
16
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994, h. 119.
Lingkungan hidup yang baik dan sehat berarti sangat luas dan setiap makhluk hidup adalah konsumen atas lingkungan hidupnya.
Lingkungan hidup meliputi lingkungan hidup dalam arti fisik dan lingkungan nonfisik.
9. Hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Persaingan curang atau disebut dengan ”persaingan usaha tidak sehat” dapat terjadi jika seorang pengusaha berusaha menarik pelanggan atau klien
pengusaha lain untuk memajukan usahanya atau sarana yang bertentangan dengan iktikad baik dan kejujuran dalam pergaulan ekonominya.
10. Hak untuk mendapatkan pendidikan konsumen Masalah perlindungan konsumen di Indonesia termasuk masalah yang
baru. Oleh karena itu, wajar bila masih banyak konsumen yang belum menyadari hak-haknya. Kesadaran akan hak tidak dapat dipungkiri sejalan dengan kesadaran
hukum masyarakat, makin tinggi penghormatannya pada hak-hak dirinya dan orang lain. Upaya pendidikan konsumen tidak selalu harus melewati jenjang
pendidikan formal tetapi dapat melalui media massa dan kegiatan lembaga swadaya masyarakat.
Dalam banyak hal, pelaku usaha terikat untuk memperhatikan hak konsumen untuk mendapatkan ”pendidikan konsumen” ini. Pengertian
”pendidikan” tidak harus diartikan sebagai proses formal yang dilembagakan. Pada prinsipnya, makin kompleks teknologi yang diterapkan dalam menghasilkan
suatu produk menuntut pula makin banyak informasi yang harus disampaikan kepada konsumen. Bentuk informasi yang lebih komperhensif dengan tidak
semata-mata menonjolkan unsur komersialisasi, sebenarnya sudah merupakan bagian dari pendidikan konsumen.
D. Hubungan Antara Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan Undang-Undang Kelistrikan dalam Prespektif Hak.
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Efektif tidaknya perlindungan konsumen suatu negara tidak semata-mata bergantung pada lembaga konsumen, tetapi juga kepedulian pemerintah,
khususnya melalui institusi yang dibentuk untuk melindungi konsumen. Sekuat apapun lembaga konsumen suatu negara, tetapi jika tidak diimbangi oleh lembaga
sejenis dalam birokrasi pemerintah, tidak akan membuahkan hasil yang optimal. Pertanyaannya adalah apa kontribusi lembaga konsumen untuk
memperjuangkan konsumen dalam memperoleh keadilan? Jawabannya bergantung kepada kondisi perkembangan hukum masing-masing negara tetapi
paling tidak bisa dikategorikan dalam 2 dua kelompok, yaitu: 1.
Apabila secara mendasar hak-hak konsumen belum diakomodir dalam hukum positif, peran lembaga konsumen adalah mendorong legislasi Undang-Undang
Perlindungan Konsumen. 2.
Apabila suatu negara sudah memiliki Undang-Undang Perlindungan Konsumen, maka lembaga konsumen berkewajiban mengawasi implementasi
dan penerapan hukum dari undang-undang tersebut di lapangan. Dari segi substansi, ada 3 tiga pendekatan dalam upaya melindungi
konsumen di bawah undang-undang ini, yaitu: 1.
Pendekatan holistik. Pada pendekatan holistik ada undang-undang yang secara khusus
mengatur masalah perlindungan konsumen, sekaligus menjadi payung undang- undang sektoral yang berdimensi konsumen.
2. Pendekatan sektoral.
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
Pendekatan sektoral artinya hak-hak konsumen diakomodir dalam undang- undang sektoral. Misalnya, hak-hak konsumen pangan diatur dalam Undang-
Undang Pangan. 3.
Pendekatan gabungan. Penedekatan gabungan adalah selain ada Undang-Undang Perlindungan
Konsumen, masih harus dipertegas lagi dalam undang-undang sektoral. Problem lain yang dihadapi sebagian lembaga konsumen, khususnya di
negara berkembang adalah mekanisme konsumen menuntut ganti rugi kepada produsen redress mechanism. Hukum acara perdata konvensional, pada
umumnya kurang akomodatif dalam menampung kepentingan konsumen ini. Untuk itu mendesak adanya reformasi hukum acara perdata. Hal-hal baru
yang dapat diperkenalkan dalam rangka membedakan posisi konsumen adalah: 1.
Small Claim Court. Small Claim Court ini adalah sejenis peradilan kilat, dengan hakim
tunggal, tanpa ada keharusan menggunakan pengacara, biaya ringan dan tidak ada upaya banding. Sengketa konsumen, tidak jarang nilai nominalnya sangat kecil,
sehingga sangat tidak praktis bagi konsumen jika harus menuntut produsen ke peradilan umum, selain biayanya mahal, butuh waktu lama dan prosedurnya
rumit. Small Claim Court ini memberi akses kepada konsumen untuk menuntut produsen, walaupun nilai nominal kasus kecil.
2. Class Action
Class Action dalam sengketa konsumen, pada umumnya yang menjadi korban bersifat massal. Secara teknis, agak susah bagi konsumen yang dirugikan
apabila mengajukan gugatan perdata Pasal 123 HIR. Dalam hal ini harus
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
membuat surat kuasa khusus kepada pengacara, padahal kasusnya sama. Dengan gugatan class action terhadap kasus yang sama, cukup diwakili oleh beberapa
korban yang menuntut secara perdata ke pengadilan. Apabila dalam putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap berpihak kepada korban dimenangkan,
maka korban lain yang tidak mengajukan gugatan, juga dapat meminta ganti rugi tanpa harus mengajukan gugatan baru.
3. Beban Pembuktian Terbalik
Beban Pembuktian Terbalik dalam sengketa konsumen adalah apabila konsumen mengajukan gugatan, maka konsumen harus membuktikan bahwa
produsen melakukan kesalahan yang menimbulkan kerugian di pihak konsumen. Selama tahun 1997 hingga awal tahun 2008, peristiwa yang menempatkan
konsumen sebagai korban dari ketidakadilan pihak produsen atau pemerintah silih berganti. Dari kecelakaan jasa transpotasi kereta api, pesawat udara, kapal laut
dan bus, kasus keracunan makanan, likuidasi 16 bank bermasalah sampai pemadaman aliran listrik yang disuplai PT PLN.
Kesan yang dapat disimpulkan dari semua data di atas adalah bahwa posisi konsumen di Indonesia masih sangat lemah. Dari aspek hukum, lemahnya posisi
konsumen terjadi tidak hanya dari aspek materi hukum, tetapi juga dari sisi kelembagaan hukum dan budaya hukum.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih rinci tentang perlindungan konsumen, khususnya dari aspek hukum, akan dibahas satu kasus yang dimensi
perlindungan konsumennya sangat lemah, yaitu peristiwa pemadaman listrik yang sering terjadi dari awal tahun 2006 hingga awal tahun 2008.
Ada 3 tiga bagian dalam tulisan ini, yaitu:
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
1. menguraikan soal pemadaman berikut akibat yang timbul dan diderita oleh
konsumen jasa kelistrikan, juga alasan yang dikemukakan PT PLN selaku produsen yang menjelaskan mengapa terjadi pemadaman tersebut,
2. dasar hukum termasuk hukum positif yang mengatur hak-hak konsumen jasa
kelistrikan, dan 3.
agenda ke depan yang dapat dilakukan dalam rangka memperkuat posisi konsumen jasa kelistrikan.
Pada awal tahun 2006 terjadi pemadaman aliran listrik di seluruh wilayah kota Medan. Bagi kepentingan konsumen jasa kelistrikan, pemadaman tersebut
mempunyai dua arti istimewa, pertama, dari segi cakupan wilayah, pemadaman kali ini terbilang cukup luas dari berada dalam wilayah strategis pelayanan PT
PLN, yaitu kota Medan dan kedua, dari segi waktu, lamanya waktu pemadaman, rata-rata 12 jam sehari dengan waktu pemadaman pagi, sore dan malam yang
sekali pamadaman lamanya 4 jam. Kerugian yang di derita konsumen akibat pemadaman tersebut cukup
beragam. Konsumen yang secara langsung dirugikan tidak hanya konsumen pelanggan PLN yang tetapi masyarakat yang secara langsung tidak mempunyai
hubungan hukum dengan PT PLN pun juga dirugikan akibat tidak berfungsinya berbagai fasilitas umum yang powernya disuplai oleh PT PLN, seperti lampu
pengatur lalu lintas, Stasiun Pompa Bensin Umum SPBU, dan lain sebagainya. Nilai nominal yang diderita konsumen juga beragam, bergantung apakah
ia sebagai pelanggan rumah tangga atau pelanggan bisnis. Untuk pelanggan rumah tangga, bentuk kerugian mulai dari tidak bisa mandi karena pompa air tidak
berfungsi dan tidak bisa menonton televisi, sampai harus membeli lilin atau
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
emergency lamp sebagai ganti lampu penerangan dan kerusakan barang elektronik lainnya sebab tiba-tiba terjadi pemadaman listrik tanpa pemberitahuan
sebelumnya. Untuk membantu para konsumen ada dasar hukum untuk melakukan
perbuatan hukum yang dapat ditujukan kepada PT PLN adalah: 1.
Pasal 15 ayat 1 huruf b Undang-Undang No. 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan, disebutkan:
”Pemegang Kuasa usaha Ketenagalistrikan untuk Kepentingan Umum wajib memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat.”
2. Pasal 16 ayat 1, 2 dan 3 Peraturan Pemerintah PP Nomor 10 Tahun
1989 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Listrik disebutkan bahwa: a
Tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 wajib disediakan secara terus menerus;
b Penyediaan tenaga listrik hanya dapat dihentikan untuk sementara jika
memenuhi salah satu atau lebih dari ketentuan dibawah ini: a
Diperlukan untuk melaksanakan suatu pekerjaan pemeliharaan, perluasan atau rehabilitasi instalasi ketenagalistrikan;
b Terjadi gangguan pada instalasi ketenagalistrikan;
c Terjadi keadaan yang dianggap membahayakan keselamatan umum;
d Atas perintah yang berwajib dan atau pengadilan;
c Pelaksanaan ketentuan ayat 2 huruf a terlebih dahulu diberitahukan
kepada masyarakat selambat-lambatnya 24 dua puluh empat jam sebelum penghentian penyediaan tenaga listrik.
3. Pasal 26 ayat 2 huruf b Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 1989 tentang
Penyediaan dan Pemanfaatan listrik, disebutkan bahwa: ”Masyarakat yang telah mendapat tenaga listrik mempunyai hak
untuk mendapat tenaga listrik secara terus menerus dengan mutu dan keandalan yang baik.”
4. Pasal 3 ayat 1 huruf a dan b Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi
Nomor: 02P451M.PE1991 tentang hubungan pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan dan pemegang izin usaha ketenagalistrikan untuk
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
kepentingan umum dengan masyarakat, dinyatakan dalam menyediakan tenaga listrik pengusaha wajib melakukan hal-hal seperti:
a memberi pelayanan yang baik,
b menyediakan tenaga listrik secara berkesinambungan dengan mutu dan
keandalan yang baik sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri tentang Persyaratan Penyambungan Tenaga Listrik.
Lemahnya posisi konsumen jasa kelistrikan di Indonesia, adalah imbasan dari atmosfir perlindungan konsumen di Indonesia yang juga masih sangat lemah.
Dari perspektif perlindungan konsumen, agenda ke depan yang dapat dilakukan adalah:
1. Mengubah format politik ekonomi
Suatu realita adalah terhadap serangkaian kasus konsumen yang memakan korban massal pemerintah selalu memihak kepada produsen. Hal ini, tidak lain
cerminan dari format politik dan ekonomi yang belum menempatkan kepentingan masyarakat banyak konsumen sebagai basis kebijakan.
Perlindungan terhadap konsumen mensyaratkan adanya pemihakan kepada yang lemah konsumen dan setiap keputusan yang menyangkut kepentingan
hajat hidup orang banyak harus berorientasi kepada kepentingan publik. 2.
Adanya lembaga dalam struktur kekuasaan yang secara khusus menangani perlindungan konsumen
Idealnya adalah perlindungan konsumen dilakukan secara simultan dari dua arah yaitu dari arus bawah, ada lembaga konsumen yang kuat dan tumbuh
dari bawah dan tersosialisasi secara merata di masyarakat. Sedangkan dari atas ditopang oleh struktur kekuasaan, ada lembaga institusi yang secara khusus
Liza Fauzia : Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Listrik Pada PT. PLN Persero Wilayah Sumatera Utara Cabang Medan, 2008.
USU Repository © 2009
mengurus masalah perlindungan konsumen. Hal ini jelas semakin tinggi lembaga tersebut dalam struktur kekuasaan, semakin besar kekuatan yang
dimiliki. Kasus di Indonesia, jelas terlihat ditengah sengketa konsumen semakin banyak, beban lembaga konsumen semakin berat, karena belum
adanya instansi dalam struktur kekuasaan yang menyelesaikan masalah perlindungan konsumen.
3. Mendesak adanya Undang-Undang Perlindungan Konsumen
Salah satu kendala dalam memperjuangkan hak-hak konsumen adalah belum adanya peraturan perundang-undangan setingkat undang-undang yang
secara khusus mengatur masalah perlindungan konsumen.
BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK-HAK KONSUMEN LISTRIK DI