Abdur Razzaq Pahlevi : Analisis Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsukagirei Dalam Masyarakat Jepang Dan Betawi, 2009.
USU Repository © 2009
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Menurut Soimon 1993: 5, Penyelengaraan upacara daur hidup ini penting bagi masyarakat untuk pembinaan sosial budaya masyarakat yang
bersangkutan, dalam setiap upacara – upacara tradisional merupakan salah satu wadah kegiatan mempertahankan dan melestarikan hidup dan kehidupan yang
diwujudkan dalam hubungan sesama manusia dengan lingkungannya. Salah satu dari negara yang masih mempertahankan nilai dari upacara daur hidup adalah
masyarakat Jepang. Sifat bangsa Jepang adalah menunjukkan naluri yang sangat kuat untuk menjamin kelangsungan hidupnya serta meneruskan nilai-nilai budaya
bangsa. Banyak sikap dan sifat orang Jepang yang berkaitan erat dengan nilai- nilai penting yang harus dipertahankan dalam kehidupan masyarakat Jepang.
Misalnya : nilai budaya melaksanakan upacara kedewasaan, nilai budaya melaksanakan upacara kematian Reischauer dalam Lisbet, 2009 : 1. Jepang
merupakan negara yang beragam budayanya, diantaranya keberagaman dalam bentuk tarian, cara makan, budaya malu, dan banyak hal yang bisa ditemukan dari
negara Sakura ini. Dalam hal ini, sifat masyarakat Jepang-lah yang sangat menonjol memegang peranan kelompok dalam kehidupan bermasyarakat yang
menjadi penyebab utama kelestarian budaya bangsa Jepang. Besarnya peranan kelompok dalam kehidupan masyarakat, sebenarnya tidak hanya terdapat pada
bangsa Jepang, karena pada umumnya terdapat juga pada umat manusia yang belum terkena individulisme Suryohadiprojo, 1982: 42. Misalnya : bangsa
Abdur Razzaq Pahlevi : Analisis Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsukagirei Dalam Masyarakat Jepang Dan Betawi, 2009.
USU Repository © 2009
Indonesia, khususnya masyarakat Betawi yang masih mempertahankan kelestarian budaya adat istiadat sampai saat ini. Sehingga masyarakat Jepang dan Betawi
masih tetap mempertahankan kelestarian budaya daur hidup. Tsuboi dalam Situmorang 2000 : 30 menyatakan bahwa daur hidup merupakan proses
masuknya roh ke dalam tubuh manusia pada waktu lahir dan meninggalkan tubuh manusia pada waktu meninggal, melalui proses perjalanan seperti arah jarum jam
terbalik dengan tujuan menghilangkan sifat kekotoran menuju sifat kesucian dengan bantuan acara-acara dan persembahan. Dalam masyarakat Jepang, daur
hidup Les Rites The Passage disebut dengan Tsuka Girei. Tsuka Girei dibagi dalam dua bagian besar yaitu :
1. Proses Pendewasaan 2. Proses Menjadi Dewa
Proses pendewasaan dan proses menjadi dewa melalui upacara-upacara tertentu, merupakan salah satu bagian dari perjalanan hidup bagi masyarakat
Jepang . Bagi masyarakat Jepang sendiri mulai dari kelahiran sampai kematian selalu diikuti dengan norma–norma atau adat–istiadat tradisional yang masih
dipertahankan. Upacara atau ritus-ritus daur hidup dalam masyarakat Jepang dimulai dari
kelahiran. Ada dua istilah yang digunakan oleh masyarakat Jepang ketika sang ibu melahirkan anaknya, menurut Situmorang, Hamzon 2006 : 54, Shussan adalah
sebuah kata yang dilihat dari kedudukan yang melahirkan, sedangkan Tanjou adalah kata yang digunakan dilihat dari kedududukan arti yang dilahirkan.
Menurut Situmorang, Hamzon 2006 : 55, apabila seorang wanita di Jepang tidak dapat memberikan keturunan dengan cepat setelah menikah, maka akan diadakan
Abdur Razzaq Pahlevi : Analisis Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsukagirei Dalam Masyarakat Jepang Dan Betawi, 2009.
USU Repository © 2009
upacara untuk kehamilan Nishin Iga. Dan masyarakat Jepang percaya dengan hal-hal yang bersifat tabu sebelum dan sesudah melahirkan Ubonoimi .
Bagi masyarakat Jepang prilaku kelahiran tersebut merupakan proses perjalanan roh manusia yang dimulai pada saat manusia lahir hingga manusia itu
menjadi dewasa dan sampai meninggal, kemudian proses tersebut berlanjut pada perjalanan di dunia mati. Perjalanan tersebut digambarkan sebagai sebuah
perjalanan jarum jam terbalik dalam sebuah lingkaran Yobumi, Tsuboi, 1972: 20.
Menurut Situmorang, Hamzon 2006 : 54-57, dalam masyarakat Jepang proses yang dilakukan dalam daur hidup Tsuka Girei melalui beberapa upacara
atau ritus yakni :
1.
Ninshin Kehamilan
2.
Shussan iwai Upacara Kelahiran
3.
Hatsumiya Mairi Perayaan Usia 32 hari
4.
O Kuizame Makan Pertama
5.
Hattanjo Iwai Selamatan Ulang Tahun Pertama
6.
Youzi Masa Anak-Anak
7.
Chugakkou, Koukoujidai Masa Remaja
8.
Kekkon Perkawinan
9.
Shibo Kematian Dengan dilakukan dan diperingati upacara-upacara daur hidup tersebut,
memberikan sebuah fenomena bahwa daur hidup dianggap sebagai suatu ciri khas dalam sebuah negara yang memiliki adat – istiadat. Untuk ini sebagai
perbandingan penulis menulusuri dengan budaya Betawi, dikarenakan masyarakat
Abdur Razzaq Pahlevi : Analisis Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsukagirei Dalam Masyarakat Jepang Dan Betawi, 2009.
USU Repository © 2009
Betawi sampai saat ini masih melestarikan budaya daur hidup dalam bermasyarakat. Menurut kepercayaan masyarakat Betawi di kampung Bojong
selama istri sedang hamil berlaku larangan – larangan yang menurut istilah mereka disebut pamali. Dan ini merupakan salah satu dari bagian kehidupan di
masyarakat ini. Menurut Soimon 1993 : 2, bahwa pada dasarnya ada dua bentuk upacara
tradisional , yakni upacara yang berkaitan dengan peristiwa – peristiwa alam dan kepercayaan, dan upacara tradisional daur hidup. Upacara daur hidup dalam suatu
masyarakat dibagi dalam beberapa tingkat yang disebut stage along the life cycle, yaitu adanya masa bayi, masa penyapihan, masa kanak-kanak, masa remaja, masa
puberteit, dan sebagainya. Sedangkan daur hidup dalam masyarakat Betawi Soimon, 1993 : 21-53
melalui beberapa upacara atau ritus yakni :
1.
Kehamilan
2.
Upacara kekeba Nujuh Bulanan
3.
Kelahiran
4.
Menanam Ari – ari Placenta
5.
Upacara Puput Puser
6.
Cukur Rambut
7.
Sampai Pada Perkawinan Bagi masyarakat Betawi, bahwa pelaksanaan upacara daur hidup adalah
sebagai salah satu media memperkenalkan kegiatan dalam beradat – istiadat. Salah satunya diawali dengan kehamilan. Ada kepercayaan yang berkenaan
dengan daur hidup yang disebut dalam bahasa betawinya “nujuh bulanan”.
Abdur Razzaq Pahlevi : Analisis Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsukagirei Dalam Masyarakat Jepang Dan Betawi, 2009.
USU Repository © 2009
Upacara nujuh bulanan dilakukan demi keselamatan sang ibu dan anak yang dikandungnya, selain itu mereka juga percaya bahwa upacara nujuh bulanan
merupakan penangkal agar anak yang dilahirkan kelak patuh kepada orang tuanya dan tidak nakal Soimon, 1993: 21.
Menurut Soimon 1993 : 31, dalam penyambutan kelahiran pun di isi dengan upacara tradisional, seperti upacara adzan. Tujuannya adalah untuk
memperkenalkan nama Tuhan Allah Subhanahu Wataala yang pertama kali ke telinga si bayi. Selain itu mereka percaya, bahwa upacara ini juga bertujuan
memperkenalkan bayi kepada kehidupan di atas dunia yang berbeda dengan kehidupannya di dalam rahim ibu.. Setelah itu dilakukan beberapa acara ritual
seperti menamam palsenta ari – ari, upacara puput puser, cukur rambut, khitanan, perkawinan.
Kedua suku ini sangat berbeda, dilihat dari mulai segi penjalanan kedua adat istiadat ini, dan dilaksanakan dengan landasan kepercayaan dan agama yang
berbeda pula. Dimana Jepang dihadapkan dengan kepercayaan secara Shinto dan agama Budha, sedangkan untuk masyarakat Betawi dilandasi dengan agama
Islam, yang masih sangat dominan dijadikan sebagai norma pada saat menjalankan ritual ini.
Oleh karena itu penulis ingin meninjau lebih dalam tentang daur hidup
dalam masyarakat Betawi dan Jepang, melalui skripsi yang berjudul, “Analisa Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsuka Girei dalam Masyarakat
Jepang dan Betawi”.
Abdur Razzaq Pahlevi : Analisis Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsukagirei Dalam Masyarakat Jepang Dan Betawi, 2009.
USU Repository © 2009
1.2. Perumusan Masalah