Abdur Razzaq Pahlevi : Analisis Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsukagirei Dalam Masyarakat Jepang Dan Betawi, 2009.
USU Repository © 2009
Suami dan istri yang hamil selama bayi di dalam kandungan diharapkan agar selalu berbuat kebajikan, dermawan, selalu beribadah dan mencari kegemaran
yang bermanfaat, seperti membersihkan rumah pekarangan, memperbaiki rumah, dan lain-lain.
3.1.2. Kehamilan Dalam Masyarakat Jepang
Menurut Situmorang, Hamzon 2000 : 30 kehamilan bagi orang jepang merupakan masuknya roh ke dalam tubuh manusia dan akan meninggalkan tubuh
manusia waktu meninggal nanti. Kehamilan dan kelahiran merupakan kekotoran yang harus dibersihkan dari tubuh sang ibu dan si anak, dengan melalui beberapa
upacara yang bertahap-tahap sesuai dengan kepercayaan orang Jepang. Pada akhir perang dunia ke II system Ie system keluarga tradisional Jepang secara hukum
sudah diakhiri. Tetapi dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, masalah pewarisan dan penyembahan leluhur masih mengikuti system Ie. Oleh karena itu
perempuan tidak akan mempunyai harga diri di masyarakat jikalau tidak dapat melahirkan, wanita yang tidak dapat melahirkan dijuluki dengan umezume.
Ketidakbiasaan melahirkan anak menjadi alasan perceraian bagi suami istri. Dalam kepercayaan Jepang masalah kehamilan dianggap sebagai yang
supra alami Choushizenteki, mereka memohonkan kehamilan ke kuil Shinto seperti ke kuil Shiogama, kuil Suitenggu, atau kuil Awashimasawa.
A. Doa Untuk Kehamilan Ninshin Igan
Menurut Situmorang, Hamzon 2006 : 55 perempuan yang sudah menikah, supaya cepat hamil maka didoakan pada shinbutsu para Dewa.
Abdur Razzaq Pahlevi : Analisis Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsukagirei Dalam Masyarakat Jepang Dan Betawi, 2009.
USU Repository © 2009
Masalah kehamilan menjadi masalah keluarga luas, karena anak yang akan lahir tersebut diharapkan akan menjadi pelanjut keturunan. Terutama dalam keluarga
tradisional Jepang, pelanjut keturunan untuk menyembah roh-roh anggota keluarga sangat dibutuhkan.
B. Tabu Saat Kehamilan
Menurut Kuraishi, Atsuko dalam Situmorang 2006 : 57-58 tabu untuk kehamilan berlaku sejak kehamilan berusia 5 bulan. Dimana pada saat kehamilan 5
bulan diadakan obiiwai acara makan stagen. Sementara tabu berakhir dianggap setelah anak dibawa ke dalam acara hatsumiyamairi yaitu sibayi pertama kali di
bawa ke kuil. Hatsumiya mairi ini dilakukan pada bayi laki-laki ketika berusia 32 hari dan bagi anak perempuan ketika anak tersebut berusia 33 hari. Kemudian pada
waktu sebelum melahirkan, ada tabu yang tidak boleh dimakan, misalnya cumi- cumi dan sotong yaitu dianggap berbahaya karena mempersulit kelahiran.
Kemudian tabu yang lain yaitu tidak boleh melihat kebakaran.
3.2. Kelahiran
Kelahiran merupakan peristiwa yang sangat ditunggu-tunggu oeh sang ibu dan suami serta seluruh keluarga. Namun dalam kelahiran jiwa sang ibu terancam.
Kelahiran dalam masyarakat Jepang merupakan hal yang sangat kotor. Namun bagi masyarakat Betawi kelahiran merupakan hal yang lumrah.
Abdur Razzaq Pahlevi : Analisis Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsukagirei Dalam Masyarakat Jepang Dan Betawi, 2009.
USU Repository © 2009
3.2.1. Kelahiran Dalam Masyarakat Betawi Menurut Soimon 1993 : 31-33 pada saat kelahirannya, bayi disambut
oleh keluarga dengan mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas keselamatan bayi dan ibunya yang telah melalui masa-masa krisis persalinan.
Event ini diisi dengan upacara-upacara sederhana, yakni pembacaan azan untuk bayi lelaki, dan azan keil untuk bayi perempuan. Persalinan di dalam masyarakat
Betawi dilakukan oleh dukun beranak. Tujuannya adalah untuk memperkenalkan nama Tuhan Allah Subahanahu Wataala yang pertama kali ke telinga si bayi.
Selain itu mereka percaya, bahwa upacara ini juga bertujuan memperkenalkan bayi kepada kehidupan di atas dunia yang berbeda dengan kehidupannya di dalam
rahim ibu. Biasanya tujuan terakhir ini diwujudkan dengan mempekenalkan bayi kepada berbagai peralatan hidup, seperti bahan-bahan pangan, pakaian dan
peralatan lain serta berbagai simbol petunjuk tentang kebenaran, pengorbanan dan pengabdian menurut bimbingan ajaran agama Islam.
Bagi masyarakat Betawi, masa kelahiran bayi ini di sambut dengan mengadakan upacara sederhana, karena menurut kepercayaan mereka, seorang
bayi yang baru lahir amat memerlukan perlindungan, jadi dengan memperkenalkannya kepada kekuatan sakral diharapkan dapat terhindar dari
gangguan roh halus. Menurut ajaran Islam, seorang ibu yang melahirkan bayinya harus diiringi
dengan pembacaan doa-doa. Maksudnya untuk menjauhkan si bayi dari marabahaya dan penyakit. Dengan kata lain, diharapkan agar jiwa si bayi terbina
menjadi kuat dan berkepribadian berdasarkan ajaran adat dan agama.
Abdur Razzaq Pahlevi : Analisis Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsukagirei Dalam Masyarakat Jepang Dan Betawi, 2009.
USU Repository © 2009
Kepercayaan ini berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan fisik dan batin ibu yang baru melahirkan serta bayinya sendiri, baik untuk saat sekarang
maupun untuk masa depannya. Oleh sebab itu, mereka menyambut kelahiran ini dengan mengadakan upacara-upacara pada setiap tahap dalam proses yang
dialaminya. Upacara ini oleh sebagian ahli dipandang sebagai salah satu cara masyararakat manusia menghadapi dan menanggulangi krisis yang terjadi. Setiap
manusia menapaki tahap-tahap perkembangan kepribadiannya yang sejalan dengan perkembangan usianya.
A. Tempat Melahirkan Soimon 1993 : 33 bagi masyarakat Betawi kelahiran dilakukan di rumah