Abdur Razzaq Pahlevi : Analisis Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsukagirei Dalam Masyarakat Jepang Dan Betawi, 2009.
USU Repository © 2009
hari, hattanjo ulang tahun pertama di sini diadakan pemilihan masa depan si anak, shichigosan acara 3 tahun, 5 tahun, 7 tahun yaitu acara mendatangi kuil
pada tanggal 15 November bagi anak umur 3, 5 dan 7 tahun, dan acara kedewasaan 20 tahun pada tanggal 15 januari bagi semua anak yang berusia 20
tahun pada tahun tersebut Situmorang, Hamzon, 2000 : 31. Setelah masa kekotoran tersebut berlalu seseorang tersebut memasuki
kehidupan perkawinan. Pada masa ini roh seseorang tersebut berada dalam keadaan stabil. Kemudian ada acara khusus setelah memasuki hidup dalam
pernikahan misalnya, Yakudoshi yaitu acara bagi orang yang menghadapi usia bahaya pada tahun tersebut, misalnya usia 42 bagi laki-laki dan usia 33 bagi
wanita. Toshi Iwai bagi orang yang berusia 66 Gareki, usia 70 Kouki, usia 88 Maiju, dan usia 99 Hakuju Suzuki dalam Situmorang, 2000 : 32
2.2.2. Kepercayaan Masyarakat Jepang
Menurut Masahiro Kusunoki 1994 : 23, kepercayaan masyarakat Jepang adalah Shomin Shinko. Shomin Shinko menyangkut kepercayaan dunia suci dan
dunia sekuler. Dan kelahiran bagi masyarakat Jepang dianggap kotor. Menurut Masahiro dalam Situmorang 2000 : 28 mengatakan bahwa kepercayaan orang
Jepang adalah Functional Good. Pada waktu lahir mereka melakukan acara selamatan menurut agama Shinto dan pada waktu kematian dilakukan pemakaman
dengan acara Budha, dan pada waktu hari natal mereka juga merayakannya. Menurut Situmorang, Hamzon 2000 : 28 masyarakat Jepang
berkepercayaan majemuk. Mereka menyembah banyak dewa atau tuhan. Sistem kepercayaan Jepang hanya bersifat dasar saja, yaitu hanya yang bersifat praktis
Abdur Razzaq Pahlevi : Analisis Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsukagirei Dalam Masyarakat Jepang Dan Betawi, 2009.
USU Repository © 2009
dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam kepercayaan Jepang Kami di bagi atas 3 macam. Yaitu Maki Ujigami Maki Ujigami adalah kami yang dipuja oleh
douzoku keluarga besar orang-orang yang menyembahnya disebut ujibito. Hubungan antara ujibito dengan ujigami diikat oleh hubungan darah. Ujigami ini
adalah nenek moyang dozoku, atau merupakan keluarga induk, Yashiki Ujigami Yashiki Ujigami adalah kami yang dipuja dirumah sendiri pribadi, yang
disembah di halaman rumah, atau pada waktu-waktu tertentu didirikan penyembahan, Mura Ujigami Mura Ujigami adalah kami yang dipuja oleh yang
tinggal disuatu daerah. Dalam kepercayaan tradisional, kami adalah yang tidak berbentuk dan tidak kelihatan oleh mata. Pemikiran seperti itu dianggap pemikiran
lama, tetapi karena pengaruh budha dibuatlah patung kami, oleh karena itu kami yang tidak berbentuk menjadi berbentuk Ikegami 1959 : 21. Penjelmaan kami
bukan hanya dalam bentuk patung, ada juga dalam bentuk benda-benda alam, dalam hal pemunculan dalam benda alam, muncul dalam berbagai jenis. Misalnya
muncul sebagai petir, angin, air, api, gunung, sungai, laut, hutan, batu, pohon besar dan bintang Ikegami 1959 : 22. Menurut Situmorang, Hamzon 2006 : 42-
43 dalam kepercayaan tradisional Jepang dibedakan antara roh alam dan roh manusia. Roh manusia dibedakan anatara roh orang hidup dan roh orang mati.
Roh manusia disebut juga dengan roh orang hidup, sedangkan roh alam disebut juga dengan animisme dimana semua roh-roh di atas dipercaya memiliki kekuatan
misterius. Dengan misterius tersebut membuat kesusahan atau memberi pertolongan kepada manusia.
Menurut Suzuki, Iwayumi dalam Situmorang 2000 : 29 mengatakan bahwa pandangan hidup dan mati orang Jepang berada dalam suatu circale
Abdur Razzaq Pahlevi : Analisis Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsukagirei Dalam Masyarakat Jepang Dan Betawi, 2009.
USU Repository © 2009
lingkaran. Manusia semenjak lahir hingga menikah berada dalam posisi tidak tenang, atau berada dalam posisi kekotoran. Oleh karena itu perlu diadakan
upacara selamatan ritus supaya mereka beroleh selamat. Upacara-upacara tersebut misalnya, upacara sushan, okuizome, hattanjo, shischigosan, dan
sebagainya. Dalam acara okuizome, atau makan pertama diadakan juga mono erabi, yaitu memilih benda-benda yang dibuat sebagai simbol masa depan. Jika si
anak memilih benda tersebut, diramalkan bahwa masa depan si anak sesuai dengan benda yang dipilih tersebut. Oleh karena itu kepercayaan masyarakat
Jepang masih sangat kental dengan unsure-unsur tahayul. Selain itu ada juga kepercayaan terhadap angka-angka, yaitu angka-angka ganjil. Menurut
masyarakat jepang angka ganjil lebih bagus daripada angka genap. Dalam pandangan Jepang, pada umumnya kekotoran dibagi atas 2 macam
yaitu akafufuju dan shirofuju. Akafufuju adalah darah dan kurufuju adalah kematian. Tetapi menurut Ikegami, di Okinawa dikenal 3 macam fuju yaitu shiro
fuju, akafuju, dan kuro fuju. Shiro fuju adalah kelahiran, akafuju adalah haid dating bulan dan kurofuju adalah kematian Ikegami 1959 : 75. Sesuatu benda
yang bersentuhan dengan yang kotor tercemar maka akan tercemar juga, oleh karena itu apabila ada benda-benda suci maka harus harus dijauhkan dari benda
tercemar. Menurut Sasaki dalam Situmorang 2006 : 45, dalam kepercayaan rakyat
Jepang , yang tercemar itu adalah mayat, kelahiran dan keluar darah. Oleh karena itu ibu yang sedang melahirkan juga karena mengeluarkan darah maka berada
dalam kondisi tercemar.
Abdur Razzaq Pahlevi : Analisis Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsukagirei Dalam Masyarakat Jepang Dan Betawi, 2009.
USU Repository © 2009
Menurut Hori, Ichiro dalam Situmorang 2006 : 40 mengatakan bahwa agama-agama rakyat Jepang sebagai Folk Belief adalah kepercayaan yang sudah
ada sebelum agama-agama melembaga masuk ke Jepang. Agama-Agama rakyat yang belum melembaga yang ada di Jepang primitive tersebut adalah agama Proto
Shinto. Shinto adalah suatu kepercayaan tradisional yang lahir di Jepang. Kalau kita melihat dari huruf kanjinya, dapat kita terjemahkan menjadi suatu cara
kehidupan bertuhan. Shin adalah Tuhan atau Dewa, kemudian To adalah jalan, atau dapat diterjemahkan sebagai konsep cara ber Tuhan. Oleh karena itu dalam
kepercayaan masyarakat Jepang jumlah Kami dewa sangat banyak, dikatakan 88.000 atau 880.000 kami-gami di Jepang. Alasan pemakaian angka delapan
adalah karena dalam bahasa Jepang delapan berarti banyak.
Abdur Razzaq Pahlevi : Analisis Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsukagirei Dalam Masyarakat Jepang Dan Betawi, 2009.
USU Repository © 2009
BAB III UPACARA DAUR HIDUP DALAM MASYARAKAT