Daur Hidup Menurut Masyarakat Jepang

Abdur Razzaq Pahlevi : Analisis Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsukagirei Dalam Masyarakat Jepang Dan Betawi, 2009. USU Repository © 2009 pendatang yang menempati wilayah tempat tinggal mereka. Sikap dan pandangan orang Betawi di kampung Bojong terhadap kaum pendatang nampaknya juga tidak terlepas dari pengaruh agama Islam. Hal ini disebabkan karena agama Islam sudah demikian kuatnya tertanam dalam kehidupan mereka. Dalam pelaksanaan upacara-upacara tradisional daur hidup dalam maasyarakat Betawi, selalu dilandasi dengan agama Islam dan ajaran-ajaran agama Islam yang telah mendarah daging dalam tubuh orang Betawi.

2.2. Daur Hidup Dan Kepercayaan Masyarakat Jepang

Situmorang, Hamzon 2006 : 38, dalam kehidupan sehari-hari orang Jepang banyak berhubungan dengan agama. Misalnya dalam perayaan daur hidup, misalnya pada waktu bayi baru lahir dilakukan upacara Hatsumiya mairi yaitu pergi ke kuil ujigami kuil keluarga terdekat untuk memperkenalkan bayi. Acara ini berlatar belakang kepercayaan Shinto.kemudian ketika anak tersebut dewasa dan hendak menikah, mereka belum tahu menikah di kuil, akhir-akhir ini banyak pasangan Jepang yang memilih menikah di Gereja.

2.2.1. Daur Hidup Menurut Masyarakat Jepang

Daur hidup dalam masyarakat Jepang disebut dengan Tsuka Girei. Tsuka yang artinya tahapan atau bertahap sedangkan Girei artinya perayaan atau upacara-upacara, sehingga bisa disimpulkan pengertian dari Tsuka Girei adalah perayaan-perayaan yang dilakukan secara bertahap dari kelahiran hingga proses menjadi dewa. Daur hidup dalam masyarakat jepang berhubungan dengan pandangan akan roh orang Jepang , yaitu merupakan pandangan tradisional yang Abdur Razzaq Pahlevi : Analisis Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsukagirei Dalam Masyarakat Jepang Dan Betawi, 2009. USU Repository © 2009 dipengaruhi oleh Shinto dan Budha. Tsuboi, Yobumi dalam Situmorang 2000 : 30 mengatakan adalah suatu kepercayaan dalam kerangka agama Budha yang disesuaikan dengan kondisi alam Jepang. Tsuboi menjelaskan pemikiran pemikiran Yanagita Kunio 1875-1962 yang dikenal sebagai bapak Folklore Jepang, mengatakan bahwa manusia mempunyai roh. Roh tersebut masuk kedalam tubuh manusia pada waktu lahir dan meninggalkan tubuh manusia pada waktu meninggal. Roh tersebut mempunyai proses perjalanan seperti arah jarum jam terbalik. Dalam setiap kondisi roh tersebut mempunyai perubahan, perubahan tersebut adalah perubahan dari kekotoran menuju kesucian dengan bantuan acara- acara dan persembahan kuyo. Proses perjalanan roh manusia tersebut sesuai dengan perubahan dalam daur hidup. Dalam teorinya Van Gennep dalam Situmorang 2000 : 30 dikatakan “Li Rites de passadge” atau dalam bahasa Jepang disebut Tsuka Girei. Proses perjalanan roh tersebut dimulai pada masa kelahiran. Pada waktu seseorang lahir penuh dengan kekotoran , yaitu karena darah ibu yang melahirkan masih penuh berada di dalam badan seseorang tersebut. Oleh karena berada dalam kondisi kekotoran tersebut, maka rohnya berada dalam keadaan labil. Keadaan labil ini berlangsung hingga seseorang tersebut dewasa. Keadaan labil ini akan berlangsung selama seseorang tersebut masih dalam kondisi kekotoran. Kondisi kekotoran tersebut, akan semakin berkurang dengan adanya acara-acara daur hidup. Acara-acara menuju kedewasaan tersebut adalah shussan acara kelahiran, nazuke iwai pemberian nama setelah anak berusia 7 hari, omiyamairi mendatangi kuil atau disebut juga dengan ubuaki iwai setelah umur 31 atau 32 hari, okuizome pemberian makan pertama yaitu setelah anak berusia seratus Abdur Razzaq Pahlevi : Analisis Perbandingan Pandangan Daur Hidup Tsukagirei Dalam Masyarakat Jepang Dan Betawi, 2009. USU Repository © 2009 hari, hattanjo ulang tahun pertama di sini diadakan pemilihan masa depan si anak, shichigosan acara 3 tahun, 5 tahun, 7 tahun yaitu acara mendatangi kuil pada tanggal 15 November bagi anak umur 3, 5 dan 7 tahun, dan acara kedewasaan 20 tahun pada tanggal 15 januari bagi semua anak yang berusia 20 tahun pada tahun tersebut Situmorang, Hamzon, 2000 : 31. Setelah masa kekotoran tersebut berlalu seseorang tersebut memasuki kehidupan perkawinan. Pada masa ini roh seseorang tersebut berada dalam keadaan stabil. Kemudian ada acara khusus setelah memasuki hidup dalam pernikahan misalnya, Yakudoshi yaitu acara bagi orang yang menghadapi usia bahaya pada tahun tersebut, misalnya usia 42 bagi laki-laki dan usia 33 bagi wanita. Toshi Iwai bagi orang yang berusia 66 Gareki, usia 70 Kouki, usia 88 Maiju, dan usia 99 Hakuju Suzuki dalam Situmorang, 2000 : 32

2.2.2. Kepercayaan Masyarakat Jepang