68 “Kalo beli baju tidak menentunya, biasa na tiga kali ma dalam sataon.
Waktunya pun tak tentu, paling kalo natal tahun baru, ulang tahun anak- anak.”
Keluarga bu Manalu juga memiliki beberapa kendaraan, berupa angkot trayek 01 jurusan Pansur na Pitu-Tatutung Kota yang mereka sewakan kepada
orang lain. Bu Manalu menuturkan bahwa beliau mendapatkan penghasilan sebesar Rp 300.000 dari sewa angkotnya. Selain itu, keluarga beliau memiliki
sebuah sepeda motor sebagai kendaraan suaminya untuk pergi bekerja ke kantor. Kalo kendaraan mobil angkot itu lah, hahaha…, baru kereta lah. Kalo
angkot itu kami sewakan ke orang kalo bapaknya ga sempatlah, hasil dari situ hira-hira tiga ratusan lah”
5.1.4 Informan IV
Informan keempat dalam penelitian ini adalah: Nama
: Sanny Pasaribu Umur
: 42 TempatTanggal Lahir
: Pancur na Pitu, 17 Januari 1973 Alamat
: Jln. Marhusa Panggabean, Lumban Siagian Jae.
Jenis Kelamin : Perempuan
69 Agama
: Protestan Status Pernikahan
: Menikah Jumlah Anak
: 4 Anak yang masih tanggungan
: 4
Informan keempat adalah ibu S. Pasaribu yang bertempat tinggal di pinggir jalan lintas tengah Sumatera. Peneliti datang ke rumah bu Pasaribu pada
pukul 5.00 sore, terlihat beliau sedang duduk bersantai dengan suaminya dan anak-anaknya. Rumah beliau terbuat dari bahan permanen dengan luas sekitar 5
x 8 meter, dan berlantai semen. Dulunya bu Pasaribu merupakan warga desa Pancur na Pitu, sebuah desa
yang letaknya paling selatan di kecamatan Siatas Barita. Kemudian beliau menikah dengan bapak F. Panggabean dan menetap di desa Lumban Siagian Jae.
Bu Pasaribu kini berusia 42 tahun, beliau mengaku telah 20 tahun lebih menekuni pekerjaan sebagai penenun ulos. Beliau telah bertenun bahkan sebelum beliau
menikah dan belum tinggal di desa ini. Alasan beliau menekuni pekerjaan ini adalah karena beliau tidak mengerti cara bertani yang menjadi mata pencaharian
mayoritas penduduk di desa ini. Beliau awalnya belajar bertenun dari ibunya dulu selama hampir setahun. Tenun yang dihasilkannya biasanya satu paket tenun ulos
dalam sebulan dan biasanya beliau menerima pesanan dari luar daerah. “au nga adong mardua puluh taon martonun, oma do mangajari au
najolo. Molo belajar hampir sataon ma asa boi mahir. Ba modal memang
70 hampir mar dua ratusan ma, molo dijual mar 800 ma. Biasana manjalo
pesanan do au.” Beliau mengatakan masalah utama yang dihadapinya saat bertenun adalah
masalah waktu. Tenun membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya, sedangkan beliau memiliki tugas sebagai ibu rumah tangga yang tentu menyita
waktunya. Hal lain yang mungkin menyita waktu beliau adalah saat ada undangan pesta adat batak yang harus dihadiri, biasanya akan menyita waktu selama lebih
kurang 3 sampai 4 jam. “ba martonun au ala so hu boto do mar tani, molo leleng na ba nga adong
20 taon lobi ate, kalo hambatan ada ya masalah waktu inilah.” Bu Pasaribu memiliki total penghasilan sebanyak 1.000.000 rupiah setiap
bulannya. Dan sekitar Rp 800.000 dari penghasilan tersebut adalah hasil dari tenun. Penghasilan bu Pasaribu tidak cukup untuk mencukupi kebutuhan keluarga
mereka, mengingat bu Pasaribu memiliki 4 anak yang seluruhnya masih menjadi tanggungan. Oleh karena itu beliau mengatakan selama ini tidak memiliki
penghasilan lebih untuk ditabung. “ba berapalah ya bingung au, bahen ma sajuta ai nasa nasa i do i, molo
sian tonun 800.000 do. Tidak cukup lah, ba marhua cukup penghasilan nasa i. kalo tabungan tidak punya”
Suami dari bu Pasaribu bekerja mengkipas padi dengan penghasilan hanya sekitar 200.000 rupiah perbulannya. Beliau biasanya mengkipas padi di sekitar
desa Lumban Siagian Jae dan Lumban Siagian Julu. Dalam melakukan pekerjaannya beliau dibantu oleh anak pertamanya yang duduk dibangku kelas 1
71 Sekolah Tehnik Menengah. Selain itu mereka juga mereka menggarap sedikit
tanah yang ditanami padi dan hasilnya untuk dikonsumsi sendiri. “molo suami ba mangkipas eme do, ba saotik do sian i, paling ma dua
ratus ribu. Mangkipas au dohot kedan ki ma, biasana di lumban siagian on do hami. Molo hauma i holan allangon do i.”
Bu Pasaribu hanya menamatkan pendidikannya pada bangku sekolah menegah pertama yaitu di SMP 1 Siatas Barita yang dulunya masih bernama SMP
N 3 Tarutung. Sedangkan anak pertama beliau kini duduk di kelas satu sekolah SMK Negeri 2 Siatas Barita, dia pergi ke sekolah dengan menaiki angkot 01
jurusan Pancur na Pitu dengan tarif ongkos 4000 rupiah. Anak kedua dan ketiga beliau kini sekolah di SMP N 1 Siatas Barita yang berjarak hanya 200 meter dari
kediaman mereka. Kemudian anak beliau yang lainnya masih duduk di bangku sekolah dasar. Mereka bersekolah di SD Negeri Sitompul yang berjarak sekitar 1
km dari rumah mereka. Cara mereka menuju sekolah adalah dengan berjalan kaki atau diantar oleh ayahnya.
“di SMP ini nya aku dulu, molo si aha di STM pancur, baru adek nai di SMP on ma ibana”.
Dari segi kesehatan, kondisi kesehatan keluarga bu Pasaribu sejauh ini tidak memiliki gangguan. Hanya saja bu Pasaribu tidak bisa bekerja terlalu berat,
karena beliau baru saja menjalani operasi usus buntu. Bu Pasaribu menjalani operasi kecil di Rumah Sakit Swadaya Tarutung enam bulan yang lalu. Beliau
mengatakan kalau anggota keluarga dalam keadaan sakit akan di bawa ke
72 Puskesmas kecamatan Siatas Barita atau ke bidan desa. Sedangkan untuk kegiatan
rekreasi, keluarga bu Pasaribu tidak pernah melakukannya. “sehat do nian, alai au dang boi palojahu Alana baru operasi i. Molo
marsahit tu puskes, molo so i tu bides ma hehehe…, rekreasi pun tidak pernah”
Untuk kondisi kebutuhan pangan, Bu Pasaribu mengatakan keluarga mereka makan dengan normal sebanyak 3 kali sehari. Keluarga beliau hanya
mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna hanya setiap hari Sabtu. Seperti warga Tarutung lainnya, beliau hanya pergi berbelanja ke pasar hanya pada hari
Rabu dan Sabtu saja. Untuk kebutuhan sandang, Bu Pasaribu dan keluarga akan membeli baju sekali setahun pada saat perayaan Tahun Baru sesuai dengan tradisi
di daerah tersebut. Keluarga bu Pasaribu memiliki kendaraan berupa sepeda motor.
“ba empat sehat lima sempurna mada, jadi maksudmu. Alai holan ari sabtu mulak sian onan. hehehe…, molo makan tolu hali sadari, kalo beli
baju satu kali setahun lah itu pun pas tahun baru, kendaraan ya itu lah kereta na burrek i, hehehe…”.
5.1.5 Informan Tambahan I