64
5.1.3 Informan III
Informan ketiga dalam pernelitian ini adalah: Nama
: Jerni Wati Manalu Umur
: 33 thn TempatTanggal Lahir
: Dolok Nauli, 4 September 1981 Alamat
: Pancur Simin, Lumban Siagian Jae.
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Protestan
Status Pernikahan : Menikah
Jumlah Anak : 4
Anak yang masih tanggungan : 4
Informan ketiga dalam penelitian ini adalah ibu J. Manalu, beliau bertempat tinggal di sebuah perkampungan atau “huta” di sebelah timur desa ini
yang bernama Dusun Pancur Simin. Peneliti datang ke rumah bu Malau pada sore hari sekitar pukul 5.00 sore. Beliau dirumah sedang bertenun dan ditemani
anaknya di rumah, sementara suami dari bu Manalu, yaitu bapak R. Panggabean tengah bekerja. Tampak rumah bu Manalu memiliki luas sekitar 9 x 5 meter,
65 terbuat dari bahan semi permanen dengan model rumah panggung dan jendela
besar dan ventilasi yang layak. Bu Manalu dulunya dibesarkan di Dolok Nauli, Parmonangan sebuah
kecamatan di sebelah Barat Laut Tarutung. Saat masih tinggal di sana, beliau awalnya tidak tahu bagaimana cara bertenun ulos. Tetapi setelah menikah dengan
bapak R. Panggabean, beliau mulai mempelajari tenun dari mertuanya dan membutuhkan waktu hampir satu tahun sampai bisa mahir seperti sekarang.
Hingga kini Bu Manalu telah bertenun ulos lebih dari 6 tahun. ”sian inang do au marsiajar, hampir ma sataon. Anggo au namartonun on
nga adong 6 taon lobi.” Alasan ibu Manalu menjadi penenun ulos adalah karena ingin melestarikan
tradisi setempat, dan ingin mengikuti penenun yang lain. Ibu Malau juga memiliki mata pencaharian lain sebagai petani dan suaminya sebagai pegawai honorer di
kantor PLN Tarutung. Jarak rumah beliau ke kantor PLN yang menjadi tempat suaminya bekerja adalah sekitar 7 km. Dalam melakukan kegiatannya, ibu Manalu
tidak mendapatkan hambatan yang berarti sebagai seorang penenun ulos. “ba ala ido na masa dison, ido tradisi, ba ima ni ihuthon. Mata
pencaharian lain adong, mangula. molo hambatan ba dang pola adong bah.”
Keluarga bu Manalu memiliki total penghasilan sebesar 1.500.000 rupiah perbulannya, dan 500.000 rupiah dari penghasilan tersebut adalah hasil dari
penjualan tenun. Sedangkan hasil dari sawah yang dikerjakan beliau hanya untuk dikonsumsi sediri. Bu Manalu mengatakan penghasilannya tersebut masih cukup
66 untuk membiayai kebutuhan hidup mereka sehari-hari, akan tetapi mereka tidak
memiliki sisa penghasilan untuk di tabung. “molo penghasilan hami tiap bulan bahen ma hira-hira sajuta, kalo ikut
tenun bahen ma sada satonga juta. Lima ratus ma attong sian tonun. Kalo penghasilan ya lumayanlah cukup, molo tabungan daong.”
Beliau mengatakan bahwa modal yang dibutuhkan untuk mengerjakan satu ulos tenunan adalah sekitar 150.000 rupiah, dan beliau mengaku hanya dapat
menyelesaikan satu paket tenun dalam satu bulan. Harga tenun yang biasanya dijual bu Manalu adalah seharga 500.000 rupiah, akan tetapi untuk ulos yang
memiliki tingkat kesulitan yang lebih bisa mencapai satu juta. Bu Manalu juga menuturkan bahwa beliau selalu menjual ulos hasil tenunannya ke pasar Tarutung.
“molo modal mar saratus limpul ma, paling selesai satulah tenun sabulan. Harganya paling lima ratusan ma di onan”
Ibu Manalu merupakan lulusan dari SMA Huta Tinggi Parsaoran, sedangkan suami beliau adalah lulusan STM Pansur na Pitu jurusan listrik. Anak
pertama beliau bersekolah di SMP N 1 Siatas Barita di sebelah utara desa ini atau sekitar 400 meter dari rumah. Anak kedua beliau sekolah di SD Swasta Luther
yang berjarak hanya 200 meter dari kediaman mereka. Kedua anak beliau pergi ke sekolah dengan berjalan kaki karena jarak rumah mereka dengan sekolah sangat
dekat. Sementara itu, anak beliau yang lainnya masih belum sekolah. “aku sekolah di SMA huta tinggi parsaoran, kalo si apa di SMP ini sama
SD Luther”
67 Untuk masalah kesehatan, keluarga bu Manalu tergolong normal, tanpa
penyakit kambuhan atau kebutuhan khusus. Bila ada anggota keluarga yang sakit, biasanya bu Manalu akan membawanya ke klinik terdekat, atau bila hanya
penyakit biasa hanya membawanya ke puskesmas atau bidan desa. Keluarga bu Manalu juga melakukan kegiatan rekreasi, biasanya sekali dalam dua setahun.
“sehat-sehatnya kalo keluarga, kalo ada sakit ya dibawa berobat ke klinik terdekat atau puskemas. Rekreasi pernah, tapi paling sekali dua tahun ma
bikin.” Untuk kebutuhan pangan, keluarga ibu Manalu tidak mengkonsumsi
makanan 4 sehat 5 sempurna setiap harinya. Ibu Manalu menuturkan, mereka makan 3 kali dalam sehari dengan pola makanan yang berbeda di setiap harinya.
Khusus hari Sabtu, keluarga bu Manalu akan memakan makanan 4 sehat 5 sempurna, hal ini dikarenakan hari Sabtu merupakan hari pekan besar di
Tarutung. Bu Manalu selalu pergi berbelanja pada hari Sabtu untuk kebutuhan selama seminggu, dan kadang pada hari Rabu bila ada sesuatu yang ingin dibeli.
“Tiga kali sehari kalo makan. Tapi kalo empat sehat lima sempurna paling hari sabtu ma mulak sian pajak, hehehe….”
Untuk kebutuhan sandang, keluarga bu Manalu biasanya membeli baju 3 kali dalam setahun, hal ini tergantung pada momennya. Biasanya pada hari Natal
dan Tahun Baru, bu Manalu akan membeli pakaian untuk suami dan anak- anaknya. Hal ini telah menjadi tradisi di Tarutung untuk membeli baju baru di
setiap perayaan hari Natal. Selain itu, beliau dan keluarganya akan membeli baju bila ada anggota keluarga yang berulang tahun.
68 “Kalo beli baju tidak menentunya, biasa na tiga kali ma dalam sataon.
Waktunya pun tak tentu, paling kalo natal tahun baru, ulang tahun anak- anak.”
Keluarga bu Manalu juga memiliki beberapa kendaraan, berupa angkot trayek 01 jurusan Pansur na Pitu-Tatutung Kota yang mereka sewakan kepada
orang lain. Bu Manalu menuturkan bahwa beliau mendapatkan penghasilan sebesar Rp 300.000 dari sewa angkotnya. Selain itu, keluarga beliau memiliki
sebuah sepeda motor sebagai kendaraan suaminya untuk pergi bekerja ke kantor. Kalo kendaraan mobil angkot itu lah, hahaha…, baru kereta lah. Kalo
angkot itu kami sewakan ke orang kalo bapaknya ga sempatlah, hasil dari situ hira-hira tiga ratusan lah”
5.1.4 Informan IV