77 Penghasilan beliau bila dirata-ratakan perbulannya hanya sekitar 400.000 rupiah.
Tentunya dengan adanya tenun penghasilan keluarga mereka jadi bertambah. “martonun ba asa adong do tamba ni pancarian, molo sian cabe i do ba
hurang do i. ai cabe sahali sataon do menghasilkan bulan dua bolas do. molo penghasilan paling opat ratus per bulan”.
Bapak T. Panggabean mengaku bahwa penghasilannya tersebut tergolong pas-pasan untuk untuk membiayai kebutuhan keluarga mereka sehari-hari. Untuk
kebutuhan pangan dan sandang tentunya telah dapat dicukupi meski dalam porsiyang kecil. Beliau juga menuturkan bahwa beliau akan meluangkan
waktunya untuk bersosialisasi dengan tetangga, baik di rumah maupun di kebun. “ai anggo hami pas-pasan do, alai molo taringot tu mangan do dohot baju
ba lancar dope da nata pe dang aha hian”.
5.1.7 Informan Tambahan III
Nama : Saut Panggabean
TempatTanggal Lahir : Tarutung , 15 Mei 1948
Alamat : Jln. Marhusa Panggabean, Lumban
Siagian Jae. Agama
: Kristen Protestan Pendidikan
: SLTP Status
: Suami dari Informan II
78 Informan tambahan ketiga dalam penelitian ini adalah suami dari informan
pertama yaitu bapak S.Panggabean. Beliau adalah seorang kakek yang lahir dan dibesarkan didesa ini. Peneliti melakukan wawancara di kediaman beliau setelah
menyelesaikan wawancara dengan informan pertama. Beliau mengatakan profesi penenun ulos telah menjadi tradisi bagi para
wanita di desa ini. Selain itu, beliau juga mengatakan bahwa alasan istrinya bertenun adalah untuk menambah perhasilan keluarganya. Terlebih lagi di desa ini
mata pencaharian utama warganya adalah bertani. “kalo tenun memang membantulah untuk penghasilan keluarga kami,
karna bertaninya rata-rata orang disini.” Menurut beliau alasan utama istrinya menjadi penenun ulos adalah karena
alasan ekonomi. Bapak S. Panggabean berprofesi sebagai supir angkot 01 jurusan Pansur na Pitu – Tarutung kota. Tarif ongkos yang beliau terima untuk satu
penumpang adalah kisaran Rp 3.000 sampai dengan Rp 4.000, tergantung jauhnya jarak tempuh. Penghasilan beliau adalah sekitar 600.000 rupiah per bulannya.
Tentunya dengan perhasilan tersebut beliau sangat sulit untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, ditambah lagi angkot di Tarutung sudah sangat banyak
dan membuat persaingan semakin sulit. “kalo alasan ya karena faktor keuangan ini lah, kerjaku supir angkot 01
nya, penghasilan paling enam ratusnya perbulan, kalo tak ada tenun beratlah, minyak pun mahal sekarang.
Beliau juga mengakui bahwa penghasilan keluarganya saat ini masih belum bisa untuk mencukupi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Akan tetapi
79 beliau mengatakan kalau untuk kebutuhan pokok seperti pangan dan sandang,
beliau masih bisa mencukupinya, hanya saja tidak begitu sempurna. Hal-hal tersebut seperti tidak dapat makan 4 sehat 5 sempurna setiap hari, dan tidak dapat
membeli pakaian setiap bulan atau bahkan hingga beberapa bulan. “molo penghasilan diama cukup,pahoppu dope. Cuman molo na penting
hian boi dope hu pala-pala i”. Beliau juga mengatakan bahwa beliau masih memiliki waktu untuk
bersosialisasi dengan tetangga disela-sela aktivitas pekerjaannya sebagai seorang supir. Beliau akan menyempatkan untuk duduk di kedai kopi untuk sekedar
berbincang dengan warga desa lainnya atau juga menghadiri pesta adat di desa tersebut.
“Molo i attong selalu do i ni pasanga, tu kode molo so i tu pesta.”
5.2 Analisis Data