Informan I Hasil Penelitian

55 mencoba menguraikan petikan wawancara dengan informan serta narasi penulis tentang data-data tersebut.

5.1.1 Informan I

Informan pertama dalam pernelitian ini adalah: Nama : Senteria Tampubolon Umur : 65 thn TempatTanggal Lahir : Pahae, 20 Desember 1950 Alamat : Jln. Marhusa Panggabean, Lumban Siagian Jae. Jenis Kelamin : Perempuan Agama : Protestan Status Pernikahan : Menikah Jumlah Anak : 6 Anak yang masih tanggungan : - Informan pertama dalam penelitian ini merupakan seorang nenek yang bernama Senteria Tampubolon berusia 65 tahun. Beliau memiliki 6 anak dan 9 cucu. Ibu Tampubolon adalah salah satu warga desa Lumban Siagian Jae yang dulunya berasal dari Pahae Julu, sebuah kecamatan di sebelah selatan Tarutung. 56 Ibu Tampubolon hanya menamatkan pendidikannya di bangku sekolah dasar. Beliau beragama Kristen Protestan dan berasal dari suku Batak Toba. Peneliti datang pada pagi hari ke rumah Ibu Tampubolon sesuai janji yang telah kami tetapkan sebelumnya sekitar pukul 10.00 WIB, beliau bertempat tinggal di Jalan Marhusa Panggabean atau oleh penduduk desa setempat dinamakan Topi Dalan Jae. Saat peneliti datang ke rumah bu Tampubolon, beliau sedang melakukan aktivitasnya sehari-hari yaitu bertenun, sementara suami beliau yang berprofesi sebagai supir juga tengah berada di rumah. Rumah bu Tampubolon tergolong semi permanen dengan lantai semen dan ventilasi udara yang layak. Ibu Tampubolon menikah dengan bapak S. Panggabean yang merupakan penduduk asli desa ini. Kemudian mereka pun memutuskan untuk menetap di desa Lumban Siagian Jae. Saat ini, ibu Tampubolon tinggal bersama suaminya dan ketiga cucunya yang masih duduk di bangku SMP dan SD, sementara yang paling kecil belum sekolah. Dalam kesehariannya, beliau berprofesi sebagai penenun ulos dengan menggunakan alat tradisional yang sudah menjadi tradisi turun-menutun di desa tersebut. Selain itu, beliau juga berprofesi sebagai petani dengan menanam padi di sawah sedangkan suaminya berprofesi sebagai seorang supir angkutan 01 jurusan Pansur na pitu – Tarutung kota. Bu Tampubolon memiliki 6 orang anak, 4 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Semua anak dari Bu Tampubolon sudah tidak menjadi tanggungan karena sudah berkeluarga dan bekerja, hanya anak paling 57 bungsu yang belum menikah tetapi telah bekerja di PT. SOL di Sarulla dan tinggal di sana. Ibu Tampubolon mengenal tenun setelah menetap di desa Lumban Siagian Jae. Awalnya, beliau tidak bertenun ulos melainkan hanya berprofesi sebagai petani. Hal ini dikarenakan beliau lahir dan dibesarkan di daerah Pahae yang mata pencaharian utamanya adalah bertani atau berkebun selain itu disana tidak terdapat penenun ulos seperti Tarutung. Alasan beliau bertenun ulos adalah karena profesi bertenun ulos merupakan pekerjaan wanita pada umumnya di desa ini dan ditambah kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Ibu Tampubolon mulai belajar bertenun ulos dari namborunya yang juga bertempat tinggal di desa Lumban Siagian Jae, beliau belajar selama kurang lebih 6 bulan sampai bisa benar-benar mahir dan menjadikan itu sebagai profesinya dan kini bu Tampubolon sudah menjadi penenun ulos selama sekitar 20 sampai 25 tahun. “ya cemmanalah, karna itu nya kerjaan wanita di kampung kita ini. Kalo belajarnya dari namboru aku, lamanya udah lupalah kayaknya 6 bulan dulu. Aku bertenun udah adalah 20 tahun manang 25 tahun lah kira-kira.” Dalam melakukan pekerjaannya, bu Tampubolon juga mengaku ada beberapa hambatan yang membuat beliau merasa kesulitan dalam menjalankan pekerjaannya, hambatan itu seperti masalah modal dan kegiatan yang padat. Modal yang dibutuhkan beliau untuk membuat sebuah tenun berkisar antara 150.000 sampai dengan 200.000 rupiah. Masalah lain adalah seperti harus menghadiri pesta adat yang mungkin hampir 3 kali dalam seminggu. Hal ini memang wajar, karena tenun ulos masih dikerjakan dengan tradisional, sedangkan 58 waktu beliau sering tersita karena banyak hal yang tidak bisa ditolak. Dalam satu bulan beliau menuturkan hanya dapat menghasilkan satu paket ulos tenunan saja. “hambatannya kayak maradat-maradat ma ate, waktu juga banyak tersita ke pesta adat ini, baru masalah modallah. kalo modal untuk satu paket kain tenun adalah sekitar hampir dua ratusan. Molo au sada do tonun tu sabulan” Bu Tampubolon dan suaminya memiliki penghasilan lebih kurang sebesar Rp 1.200.000 per bulannya. Suami beliau menuturkan bahwa ia mendapat penghasilan sekitar Rp 600.000 hasil dari menarik angkot setiap bulannya. Sementara bu Tampubolon mengaku berpenghasilan Rp 600.000 dari hasil bertenun ulos. Bu Tampubolon juga mengatakan memiliki hasil dari sawah garapannya tapi itu tidak dihitung, karena hasil sawah tersebut tidak dijual melainkan hanya dikonsumsi sendiri. “Mar 600 ma, ipe sian angkot ni suamiku do i. Kalo dari tenun, hanya 600 ma. molo sian hauma holan alangon do i” Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, bu Tampubolon mengatakan bahwa penghasilannya sekarang tidak begitu bisa mencukupi kebutuhan keluarga mereka. Meskipun semua anak beliau sudah tidak lagi menjadi tanggungan, tetapi beliau memiliki 3 orang cucu yang menjadi tanggungan mereka, mulai dari makanan sampai biaya sekolah mereka. Hal itu yang membuat kebutuhan mereka menjadi meningkat, sehingga mereka tidak memiliki penghasilan lebih untuk ditabung. 59 “ya pas-pasan lah. Makana dang hea mar sepatu tingka hita, hehehe…. Ya kalo tabungan tidak punya lah oppung. Mengenai masalah kesehatan, keluarga bu Tampubolon tidak memiliki penyakit yang membahayakan atau yang mengharuskannya memakai alat bantu. Beliau dan keluarga akan pergi ke bidan desa di puskesmas kecamatan bila dalam keadaan sakit. Puskesmas tersebut berjarak sekitar 1 km dari rumah beliau dan ditempuh hanya dalam 3 menit bila menaiki angkot. Bu Tampubolon juga menuturkan bahwa dalam setahun, biasanya beliau dan anak-anaknya beserta cucunya pergi berekreasi terutama bila hari libur sekolah atau libur hari raya. Karena hanya pada saat itu lah keluarga mereka bisa berkumpul bersama. “kalo kondisi kesehatan biasa ma, sehatnya. kalo ada yang sakit di bawa ke bides di puskes. Kalo rekreasi ada lah satu kali setahunlah.” Untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan sandang, ibu Tampubolon dan keluarga makan 3 kali sehari akan tetapi hanya mengkonsumsi makanan 4 sehat 5 sempurna pada saat hari pekan besar di Tarutung yaitu hari sabtu. Beliau juga mengatakan membeli baju hanya saat hari Natal saja. “kalo 4 sehat 5 sempurna sekali seminggu do i, tapi kalo makan ya 3 kali sehari lah. Molo manuhor baju bahen ma sekali setahun i pe pas hari natal do i”. 60

5.1.2 Informan II