Pengaruh Karakteristik Individu X

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Karakteristik Individu X

1 Karakteristik Organisasi X 2 dan Karakteristik Psikologis X 3 terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan Berdasarkan hasil uji statistik regresi berganda diketahui nilai F hitung = 678,923 lebih besar dari F tabel Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa peningkatan karakteristik individu dengan bertambahnya umur bidan desa, meningkatnya pengetahuan, peningkatan jenjang pendidikan kebidanan, peningkatan kemampuan melaksanakan imunisasi kepada bayi, tempat tinggal yang lebih dekat dengan tempat kerja serta bertambahnya masa kerja memberikan pengaruh yang baik bagi peningkatan kinerja dalam pelaksanaan program imunisasi. 2,74, artinya faktor karakteristik individu umur, pengetahuan, pendidikan, keterampilan, kemampuan, tempat tinggal, masa kerja, karakteristik organisasi sumber daya, kepemimpinan, imbalan, supervisi, sarana kerja dan karakteristik psikologis sikap, motivasi berpengaruh terhadap kinerja bidan di desa dalam pelaksanaan program imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan berpengaruh terhadap kinerja bidan desa dalam pelaksanaan program imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Demikian juga dengan peningkatan seiap indikator karakteristik organisasi dan psikologis meningkatkan kinerja bidan desa dalam pelaksanaan program imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Universitas Sumatera Utara 5.2 Pengaruh Karakteristik Individu terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan Berdasarkan hasil uji statistik regresi berganda, diketahui faktor karakteristik individu yang diukur menggunakan indikator: umur, pengetahuan, pendidikan, keterampilan, kemampuan, tempat tinggal, masa kerja berpengaruh terhadap kinerja bidan desa dalam pelaksanaan program imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa bertambahnya umur bidan desa, meningkatnya pengetahuan tentang program imunisasi, peningkatan jenjang pendidikan kebidanan, peningkatan keterampilan dalam pelaksanaan kegiatan imunisasi, peningkatan kemampuan melaksanakan imunisasi kepada bayi, tempat tinggal yang lebih dekat dengan tempat kerja serta, bertambahnya masa kerja memberikan pengaruh yang baik bagi peningkatan kinerja dalam pelaksanaan program imunisasi. Sumber daya manusia sangat penting untuk dikaji dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien. Perilaku apa yang dikerjakan seseorang dapat dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu variabel individu, variabel organisasi, dan variabel psikologis. Ketiga faktor tersebut akan mempengaruhi perilaku kerja yang berkaitan dengan tugas tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran suatu tugas atau jabatan Depkes RI, 2005. Hasil penelitian tentang umur bidan desa sebagai pelaksana program imunisasi, dengan proporsi terbesar berada di antara kisaran ≤ 25 tahun dan Universitas Sumatera Utara 25-35 tahun . Hasil ini menggambarkan responden masih produktif dan termasuk dalam kelompok angkatan kerja yang masih dapat mengembangkan potensi diri. Pendidikan responden sebagian besar pada tingkat Bidan D.III Akademi Kebidanan. H asil ini menunjukkan bahwa secara kompetensi keilmuan untuk menjadi petugas imunisasi, mayoritas responden telah memiliki latar belakang keilmuan yang sesuai dengan pekerjaan sebagai petugas imunisasi sehingga dapat mengurangi risiko kesalahan dalam melakukan tugas imunisasi. Tingkat pendidikan terkait dengan kemampuan seseorang dalam melaksanakan pekerjaan. Sesuai dengan pernyataan Muchlas 1999, kemampuan kerja artinya kapasitas individu dalam menyelesaikan berbagai tugas dalam sebuah pekerjaan. kemampuan menyeluruh karyawan meliputi kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Menurut Bambang 2003, tingkat pendidikan formal seringkali merupakan syarat paling pokok untuk memegang fungsi-fungsi tertentu. Untuk tercapainya kesuksesan didalam suatu pekerjaan dituntut pendidikan yang sesuai dengan jabatan yang dipegang seseorang. Definisi pendidikan berdasarkan undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pasal 1 ayat 1, yaitu pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses, pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak Universitas Sumatera Utara mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. sedangkan peserta didik ialah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan pasal 1 ayat 4, potensi otak manusia yang digunakan untuk berpikir baru 4. jadi masih 96 dari otak kiri belum digenakan untuk berpikir Usman, 2003. Tingkat pengetahuan responden tentang pelaksanaan program imunisasi secara umum sudah cukup baik, karena dari 15 pertanyaan yang diajukan, sebagian besar menjawab tahu. Sesuai pendapat Rachdyatmaka 2000 pengetahuan secara keseluruhan meliputi kemampuan dan ketrampilan yang diperoleh dari pendidikan, pelatihan maupun pengalaman tanpa mengabaikan kepatuhan pada prosedur dan pedoman yang ada dalam menjalankan dan menyelesaikan tugas suatu pekerjaan. Kombinasi kemampuan dan usaha untuk menghasilkan apa yang dikerjakan merupakan suatu kinerja sebagaimana diungkapkan Berry dan Houston. Namun, walaupun memiliki pengetahuan tinggi tetapi tidak seluruhnya menjamin peningkatan cakupan imunisasi Krisnugroho, 2005 . Karakteristik individu yang berupa kemampuan dan ketrampilan dalam melaksanakan suatu pekerjaan tertentu merupakan faktor yang sangat penting bagi perwujudan kinerja seseorang. kemampuan adalah suatu karakteristik individu yang menggambarkan pelaksanaan beberapa pekerjaan potensial. Dalam pengertian lain kemampuan adalah keseluruhan dari Universitas Sumatera Utara individu yang pada hakekatnya tersusun atas dua perangkat faktor yaitu kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan kegiatan mental misalnya pemahaman verbal, deduksi, persepsual, visualisasi ruang lingkup dan ingatan. sedangkan kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas tugas yang menuntut stamina, kekuatan dan ketrampilan. kadar kemampuan dan ketrampilan ini dapat diperoleh melalui pendidikan, pelatihan maupun pengalaman, tanpa mengabaikan kepatuhan terhadap prosedur dan pedoman yang ada dalam menjalankan dan menyelesaikan tugas suatu pekerjaan. Menurut Muchlas 1999 ketrampilan merupakan salah satu permasalahan tenaga kerja yang sangat penting. Sejumlah perusahaan membutuhkan karyawan yang memiliki ketrampilan cukup, seperti mampu membaca, dan mengerti petunjuk petunjuk operasional yang komplek, cetak biru, cara kerja komputer, membuat kontrol kualitas secara statistik, membuat penilaian terhadap klien dan semacamnya Gani, 2001. Setiap jenis pekerjaan memiliki tuntutan yang berbeda terhadap karyawan dan para karyawan memiliki kemampuan yang berbeda. prestasi kerja akan meningkat ketika ada kesesuaian antara kemampuan dan jenis pekerjaan. oleh karena itu kebutukan akan kemampuan khusus karyawan, intelektual maupun fisik akan terpenuhi apabila secara jelas juga dirincikan persyaratan kemampuan kerja yang di butuhkan. Ketrampilan seseorang dalam melakukan suatu Universitas Sumatera Utara pekerjaan tertentu juga dapat dicapai dengan pelatihan. Pelatihan adalah suatu perubahan pengertian dan pengetahuan atau keterampilan yang dapat diukur. Pelatihan dilakukan terutama untuk memperbaiki efektifitas pegawai dalam mencapai hasil kerja yang telah ditetapkan. Pelatihan diselenggarakan dengan maksud memperbaiki penguasaan keterampilan dan teknik-teknik pelaksanaan pekerjaan tertentu, terinci dan rutin Soeprihanto, 2000. Hasil penelitian menunjukkan masa kerja responden yang mayoritas 6- 10 tahun, hal ini menunjukkan pengalaman yang dimiliki oleh responden dalam menjalankan tugas sebagai petugas imunisasi sudah cukup banyak dan sudah cukup merasakan suka dan duka menjadi petugas imunisasi dan didukung dengan teori yang ada: lama kerja biasanya dikaitkan dengan waktu mulai bekerja dengan umur pada saat ini, masa kerja berkaitan erat dengan pengalaman-pengalaman yang didapat selama dalam menjalankan tugas, karyawan yang berpengalaman dipandang lebih mampu dalam melaksanakan tugas makin lama kerja seseorang kecakapan mereka akan lebih baik karena sudah dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan, pekerjaan Bernardin dan Russel, 1998. Sesuai dengan pendapat Gibson 1996, bahwa faktor karakteristik individu seperti umur merupakan faktor yang memengaruhi kinerja seseorang. Hal ini terbukti dalam penelitian ini bahwa usia bidan desa pada kelompok produktif mempunyai kinerja yang lebih baik dalam pelaksanaan program imunisasi. Universitas Sumatera Utara Hasil ini sejalan dengan penelitian Hadianti 2010 tentang analisis faktor yang berpengaruh terhadap kegiatan pencatatan dan pelaporan program imunisasi oleh bidan praktik swasta di Kota Bandung, menyimpulkan bahwa variabel pelatihan sebagai upaya meningkatkan pengetahuan berpengaruh terhadap kegiatan pencatatan dan pelaporan program imunisasi, sehingga disarankan untuk menyelenggarakan pelatihan mengenai pencatatan dan pelaporan serta bekerjasama dengan organisasi IBI dalam membuat kebijakan yang mengatur tentang kegiatan pencatatan dan pelaporan program imunisasi. Demikian juga Susilowati 2009 tentang faktor individu, organisasi, dan psikologis yang berhubungan dengan kinerja bidan desa di Kabupaten Demak Provinsi Jawa Tengah, menemukan bahwa 78,2 bidan desa tergolong usia muda ≤ 35 tahun, 92,0 berpendidikan Diploma III dan Diploma IVSarjana, 97,7 mempunyai kemampuan dan keterampilan serta 96,6 berpengalaman dalam pelayanan kebidanan. Kesimpulan penelitian Susilowati adalah faktor yang mempunyai pengaruh terhadap variabel kinerja bidan adalah variabel pengalaman, variabel kemampuan dan keterampilan dan variabel dukungan teman seprofesi. Penelitian Soetikno 2009 tentang kinerja bidan di desa dalam penerapan pedoman pelayanan pos kesehatan desa Poskesdes di Kabupaten Banyumas, menyimpulkan bahwa kinerja bidan di desa baik 49,5, pendidikan responden DIII Kebidanan 54,5, masa kerja responden 10 tahun 51,5, pengetahuan responden yang kurang 69,7. Universitas Sumatera Utara Pelaksana imunisasi puskesmas mempunyai peran yang sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan program baik bersifat teknis maupun administratif. Di samping itu petugas pelaksana imunisasi puskesmas juga dituntut untuk menguasai manajemen program secara lebih baik dan professional. Hal ini sejalan dengan strategi dan beberapa kesepakatan global di bidang imunisasi Depkes RI, 2005. 5.3 Pengaruh Karakteristik Organisasi terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan Berdasarkan hasil uji statistik regresi berganda, diketahui faktor karakteristik organisasi yang diukur menggunakan indikator: sumber daya, kepemimpinan, imbalan, supervisi dan sarana kerja, berpengaruh terhadap kinerja bidan desa dalam pelaksanaan program imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa meningkatnya sumber daya dan sarana kerja yang dibutuhkan dalam program imunisasi, peningkatan kepemimpinan dan supervisi yang dilakukan kepala puskesmas, serta penyesuaian imbalan bagi bidan desa memberikan pengaruh yang baik bagi peningkatan kinerja dalam pelaksanaan program imunisasi. Sesuai studi Susilowati 2009 yang menemukan 95,4 bidan didukung oleh atasan, 94,3 insentif kurang memadai, 71,3 desain dan struktur pekerjaan pada instansinya mendukung, 88,5 mendapat dukungan dari teman seprofesinya. Variabel karakteristik organisasi yang di ukur dari dukungan atasan langsung dan dukungan teman seprofesi berpengaruh terhadap variabel kinerja bidan. Universitas Sumatera Utara Demikian juga studi Muazaroh 2009 tentang analisis implementasi program imunisasi hepatitis B0 pada bayi umur 0-7 hari oleh bidan desa di Kabupaten Demak, menemukan bahwa bahwa 67,1 bidan melakukan komunikasi dengan baik, 64,4 mempunyai persepsi ketersediaan sumberdaya yang baik, 60,3 mempunyai persepsi disposisi baik, 54,8 mempunyai persepsi terhadap struktur birokrasi baik. Keberhasilan implementasi diukur dari cakupan imunisasi yang mencapai 52,1. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor komunikasi, sumberdaya, disposisi, struktur birokrasi dengan keberhasilan implementasi program imunisasi di Kabupaten Demak. Hasil analisis multivariat menunjukkan faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi program imunisasi adalah struktur organisasi. Penelitian yang menganalisis faktor karakteristik organisasi oleh Soetikno 2009 tentang kinerja bidan menemukan bahwa supervisi kurang 50,5 dan kompensasi kurang 54,4 dan hasil analisis menunjukkan adanya pengaruh supervisi serta sistem kompensasi terhadap kinerja bidan di desa sebagai pelaksana pedoman pelayanan Poskesdes. Penelitian Rahmawati 2007 tentang analisis faktor sumber daya manusia yang berhubungan dengan hasil kegiatan imunisasi dasar bayi oleh petugas imunisasi puskesmas di Kabupaten Blora tahun 2006, menyimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap hasil kegiatan imunisasi dasar bayi oleh petugas imunisasi di Kabupaten Blora adalah supervisi pimpinan puskesmas, ketersediaan sarana dan prasarana penunjang, persepsi terhadap kompensasi. Universitas Sumatera Utara Hasil temuan kualitatif berdasarkan alasan yang disampaikan dalam penelitian menyatakan supervisi yang dilakukan kepala puskesmas saat ini lebih banyak dilakukan oleh koordinator imunisasi yang ditunjuk oleh kepala puskesmas sehingga keluhan-keluhan dari petugas imunisasi di lapangan tidak dapat secara langsung disampaikan kepada kepala puskesmas. Sarana dan prasarana penunjang imunisasi masih kurang terutama berkaitan dengan masalah transportasi jumlah kendaraan tidak memadai. Insentif ke lapangan untuk kegiatan imunisasi per petugas sangat kecil serta belum sesuai dengan beban kerja yang dilakukan dan belum memperhitungkan jarak dan lokasi wilayah imunisasi yang harus dijangkau. Beban kerja ganda tambahan tugas selain petugas imunisasi dengan imbalan yang kurang sesuai. Sesuai pendapat Handoko 2003 bahwa tujuan pemberian kompensasi imbalan adalah menghargai perilaku yang diinginkan, untuk mencapai tujuan tersebut manajemen atau pengelola kompensasiimbalan lazimnya mengevaluasi setiap pekerjaan, pengupahan dan penggajian serta harga setiap pekerjaan, selain dalam pemberian kompensasiimbalan manajemen lazimnya memperhatikan prinsip keadilan atau konsistensi internal, artinya kompensasi harus dikaitkan dengan nilai relatif pekerjaan, dengan kata lain pekerjaan sejenis yang memperoleh bayaran yang sama. Pemberian imbalan berdasarkan prestasi dapat meningkatkan kinerja seseorang, yaitu dengan sistem pembayaran karyawan berdasarkan prestasi kerja Koontz, 1984 S esuai dengan teori tentang imbalan menurut Dessler, merupakan keuangan diterima secara rutin gaji, maupun tidak rutin insentif dan Universitas Sumatera Utara tunjangan-tunjangan lain dalam bentuk uang. Imbalan khususnya gaji merupakan determinan penting dari kepuasan kerja karena sebagai alat untuk memenuhi banyak kebutuhan. para pekerja menginginkan sistem upah dan kebijakan promosi yang mereka persepsikan sebagai adil dan sesuai dengan pengharapan mereka. Bila upah dilihat adil yang didasarkan pada tuntutan pekerjaan, tingkat ketrampilan individu dan standar pengupahan komunitas, kemungkinan besar akan dihasilkan kepuasan kunci yang menautkan upah dengan kepuasan, bukanlah jumlah mutlak yang dibayarkan tapi yang terpenting adalah persepsi keadilan Robbins,1996. Dari hasil penelitian ditemukan supervisi pimpinan puskesmas yang kurang baik dapat menjadi salah satu penghambat untuk meningkatkan hasil kegiatan imunisasi sehingga perlu adanya upaya perbaikan mekanisme supervisi yang dilakukan. Upaya-upaya tersebut antara lain melaksanakan supervisi secara berkala mingguanbulanan, menggunakan check list supervisi, pelaksanaan imunisasi dibuat jadwal secara terstruktur, pimpinan tidak mempunyai peran dan fungsi ganda. Dari hasil penelitian ada kecenderungan responden yang hasil kegiatan imunisasi dasar bayi tidak sesuai target mempunyai persepsi yang kurang baik terhadap supervisi kepala puskesmas. pola kecenderungan yang terlihat dalam tabel distribusi tentang supervisi serta didukung oleh hasil analisis hubungan menggunakan uji chi square dengan memperoleh p value sebesar 0,000 p 0,05 yang berarti ada hubungan yang bermakna antara Universitas Sumatera Utara karakteristik organisasi yang didadalnya terdapat faktor supervisi sebagai indikator. Kecenderungan ini didukung teori yang menyatakan supervisi menurut Handoko 2001 yang berarti atasan mengarahkan, memimpin dan mempengaruhi bawahan. Secara sederhana adalah untuk membuat atau mendapatkan para karyawan yang menjadi bawahannya melakukan apa yang diinginkan, dan harus mereka lakukan dengan menggunakan kemampuan motivasi, komunikasi dan kepemimpinan untuk mengarahkan karyawan mengerjakan sesuatu yang ditugaskan kepada bawahannya selain itu hasil penelitian ini juga didukung penelitian Loevinsohn et.al bahwa ada korelasi antara frekuensi supervisi dengan peningkatan kinerja, dan suatu bentuk supervisi yang sistematis akan dapat meningkatkan pelayanan secara bermakna Siagian, 1995. Pendapat responden mengenai pelaksanaan supervisi pimpinan puskesmas dalam kegiatan imunisasi pada dasarnya sejalan dengan hasil kegiatan imunisasi dasar yang mayoritas belum sesuai target serta sejalan dengan hasil analisis statistik. K emampuan kepemimpinan kepala puskesmas menunjukkan upaya untuk mengarahkan karyawan mengerjakan sesuatu yang ditugaskan kepada bawahannya. Kenyataan tersebut tidak sesuai dengan teori yang ada, disebabkan oleh tugas ganda, selain sebagai pimpinan juga dituntut sebagai dokter puskesmas dengan berbagai kesibukan kegiatan program kesehatan. sehingga pimpinan puskesmas tidak memiliki cukup waktu untuk menjelaskan petunjuk pelaksanaan kegiatan imunisasi, mendorong agar pekerjaan sesuai Universitas Sumatera Utara jadwal, maupun menerima tanggapan pelaksana imunisasi. oleh karena itu pimpinan puskesmas diharapkan dapat meluangkan waktu untuk memberi arahan, penjelasan, dorongan, maupun menerima tanggapan dalam rangka meningkatkan hasil kegiatan imunisasi dasar di wilayah kerjanya dan tidak mempunyai peran ganda di puskesmas. Ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan imunisasi merupakan suatu hal yang menjadi salah satu pendukung untuk pencapaian target imunisasi. sarana penunjang kegiatan imunisasi di antaranya kendaraan yang sudah terisi bahan bakar minyak dan siap pakai, serta jumlah kendaraan yang tersedia. sedangkan prasarana penunjang kegiatan imunisasi antara lain formulir pencatatan dan pelaporan, perlengkapan imunisasi termos, alat sterilisasi, lemari es, dan ADS. Hasil penelitian ini didukung pendapat Gibson 1990, As’ad 1987, dan Handoko 1995 yang menyatakan ketersediaan sarana dan prasarana berpengaruh terhadap kinerja individu. Beberapa aspek ketersediaan sarana dan prasarana yang menurut sebagian responden masih kurang baik antara lain tidak tersedia kendaraan yang siap pakai untuk kegiatan imunisasi di luar gedung, bahan bakar minyak belum tentu ada ketika kendaraan akan digunakan, dan jumlah kendaraan tidak memadai. adanya kendala dalam hal ketersediaan sarana transportasi untuk menjangkau wilayah kerja imunisasi akan mempengaruhi hasil kegiatan imunisasi. dengan hasil penelitian ini Universitas Sumatera Utara diharapkan Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan menambah kendaraan roda dua untuk kegiatan diluar gedung. Faktor organisasi yang dapat mendukung pelaksanaan program imunisasi adalah sistem imformasi, seperti penelitian Isriani 2005, tentang pengembangan sistem informasi imunisasi di puskesmas untuk mendukung pemantauan program imunisasi di Kota Salatiga. Penelitian tersebut dilatar belakangi masalah yang dihadapi Dinas Kesehatan Kota Salatiga dalam penentuan status imunisasi yaitu kurang akuratnya data sehubungan dengan pencatatan yang dilakukan dibeberapa tempat dan kemungkinan terjadi duplikasi. Selain itu dengan menggunakan beberapa jenis formulir terjadi redundansi pencatatan. Untuk memperoleh informasi tersebut maka perlu dikembangkan sistem informasi imunisasi berbasis komputer. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa hasil intervensi pada kelompok kasus menunjukkan t hitung lebih besar dari t-tabel, artinya ada perbedaan yang bermakna antara sistem sebelum dan sesudah dikembangkan. 5.4 Pengaruh Karakteristik Psikologis terhadap Kinerja dalam Pelaksanaan Program Imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan Berdasarkan hasil uji statistik regresi berganda, diketahui faktor karakteristik psikologis yang diukur menggunakan indikator: sikap dan motivasi berpengaruh terhadap kinerja bidan desa dalam pelaksanaan program imunisasi di Kabupaten Tapanuli Selatan. Universitas Sumatera Utara Mengacu kepada hasil uji tersebut dapat dijelaskan bahwa meningkatnya sikap dan motivasi bidan desa dalam pelaksanaan program imunisasi akan memberikan pengaruh yang baik bagi peningkatan kinerja dalam pelaksanaan program imunisasi. S ikap merupakan kesiapsiagaan mental yang dipelajari dan diorganisasi melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain, obyek dan situasi yang berhubungan dengannya. Batasan sikap tersebut memiliki empat implikasi pada manajer, yaitu: 1 sikap dipelajari. 2 sikap menentukan kecenderungan orang terhadap segi tertentu. 3 sikap memberi dasar emosional bagi hubungan antar pribadi dan pengenalannya terhadap orang lain. 4 sikap diorganisasi dan dekat dengan inti kepribadian. Selanjutnya sikap atas komponen afektif, kognitif dan perilaku. afeksi, kognitif dan perilaku, afeksi, komponen emosional atau perasaan dan sikap dipelajari, sedangkan komponen kognitif sikap terdiri atas prestasi, pendapat dan keyakinan seseorang. elemen kognitif yang penting adalah keyakinan evaluatif yang dimiliki seseorang. komponen perilaku dari suatu sikap berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap seseorang atau sesuatu dengan cara yang ramah, hangat, agresif, bermusuhan, apatis atau dengan cara lain. Sikap sering didifinisikan sebagai gabungan dari semua interaksi dari semua cara dimana individu bereaksi dan berinteraksi dengan orang lain atau Universitas Sumatera Utara kadang-kadang didefinisikan sebagai organisasi internal dari proses psikologis dan kecenderungan perilaku seseorang. Sesuai studi Susilowati 2009 yang menemukan 98,9 mempunyai sikap yang baik dan 88,5 mempunyai motivasi yang baik terhadap kegiatan imunisasi. Hasil analisis dengan uji statistik menunjukkan bahwa variabel yang berhubungan dengan kinerja bidan antara sikap p=0,028; dan motivasi p=0,023 Penelitian yang menganalisis faktor karakteristik psikologis oleh Soetikno 2009 tentang kinerja bidan menemukan bahwa motivasi responden yang kurang baik 60,6. Analisis multivariat menunjukkan adanya pengaruh motivasi terhadap kinerja bidan di desa sebagai pelaksana pedoman pelayanan Poskesdes. disarankan, pada kondisi kerja dalam meningkatkan kinerja bidan di desa hendaknya ada pelatihan ESQ untuk memacu motivasi, adanya reward dan punishment, supervisi dilakukan secara terarah dengan standar ceklist, serta perlunya perhatian khusus pada sistem kompensasi bagi bidan di desa. Penelitian Rahmawati 2007 tentang motivasi petugas imunisasi dan sikap petugas imunisasi, menemukan bahwa sebagai pelaksana imunisasi puskesmas, dalam melakukan kegiatan tentu mempunyai harapan dan keinginan-keinginan sosial serta status dalam masyarakat, hal ini merupakan salah satu kebanggaan yang dapat memberikan kepuasannya dalam bekerja. Motivasi seseorang untuk bekerja biasanya merupakan hal yang rumit karena motivasi melibatkan faktor individu seperti kebutuhan need, tujuan goal, sikap attitude. Universitas Sumatera Utara

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN