Citra Julyana Sinaga : Pengaruh Dividend Payout Ratio Dan Informasi Arus Kas Terhadap Volume Perdagangan Saham Pada Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek IndonesiaBEI, 2009.
Apabila pada suatu saat kondisi perusahaan mengalami kerugian, pembayaran dividen akan diambilkan dari cadangan stabilisasi dividen.
2 Fluctuating Dividend Policy. Pada kebijaksanaan ini besarnya dividen yang
dibayarkan mendasarkan pada tingkat keuntungan pada setiap akhir periode. Apabila tingkat keuntungan tinggi maka besarnya dividen yang akan
dibayarkan relatif tinggi, dan sebaliknya bila tingkat keuntungan rendah maka besarnya dividen yang dibayarkan juga rendah, atau bisa dikatakan selalu
proporsional dengan tingkat keuntungannya.
3 Kombinasi Stable Dividend Policy dan Fluctuating Dividend Policy. Pada
kebijaksanaan ini besarnya dividen yang dibayarkan sebagian ada yang bersifat stabil atau tetap, tetapi sebagian yang lain bersifat proporsional
dengan tingkat keuntungan yang dicapai. Apabila perusahaan tidak mendapatkan laba para pemegang saham masih mendapatkan dividen tetap
dan apabila didapatkan keuntungan dari hasil operasinya didapatkan bagian dari keuntungan. Bagian dividen yang bersifat proporsional besarnya tidak
sama dengan dividen yang menggunakan kebijakan fluktuatif.
c. Keputusan Dividen Dalam Praktek
Pada prakteknya, ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan bagi perusahaan dalam menentukan kebijakan dividen. Menurut Keown,dkk 2000:
621 antara lain faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan adalah pembatasan hukum, posisi likuiditas, tak ada atau kurangnya sumber
pendanaan lain, kemungkinan pendapatan diramalkan, kontrol kepemilikan, inflasi.
1 Pembatasan hukum
Pembatasan hukum tertentu bisa membatasi jumlah dividen yang bisa dibayarkan perusahaan. Batasan hukum ini ada dua kategori. Pertama,
pembatasan menurut undang-undang. Kedua, unik bagi tiap eprusahaan dan hasil dari batasan dalam kontrak utang dan saham preferen. Untuk
meminimumkan resiko, investor sering kali menerapkan aturan pembatasan atas manajemen sebagai syarat investasi mereka dalam perusahaan. Batasan
ini meliputi aturan bahwa dividen takkan diumumkan sebelum utang dibayar kembali. Perusahaan juga mungkin disyaratkan mempertahankan jumlah
modal tertentu. Pemegang saham preferen bisa menuntut agar dividen biasa takkan dibayar jika saham preferen tidak dibayarkan.
2 Posisi likuiditas
Terbalik dengan pendapat umum, fakta bahwa perusahaan menunjukkan jumlah laba ditahan yang besar dalam neraca tak berarti kas tersedia untuk
Citra Julyana Sinaga : Pengaruh Dividend Payout Ratio Dan Informasi Arus Kas Terhadap Volume Perdagangan Saham Pada Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek IndonesiaBEI, 2009.
pembayaran dividen. Posisi perusahaan saat ini dalam aset lancar, termasuk kas, pada dasarnya independen atas pos laba ditahan. Secara historis,
perusahaan dengan laba ditahan yang besar sukses dalam mengumpulkan kas dari operasi. Tapi dana ini biasanya kalau tidak diinvestasikan kembali dalam
perusahaan untuk periode pendek atau digunakan untuk membayar utang yang jatuh tempo. Maka perusahaan dapat sangat untung dan tetap tak memiliki
kas. Dividen tunai dibayarkan dengan kas, dan tidak dengan laba ditahan, perusahaan harus memiliki kas tersedia untuk pembayaran dividen. Maka,
posisi likuiditas perusahaan sangat berpengaruh pada kemampuannya membayar dividen.
3 Tak ada atau kurangnya sumber pendanaan lain.
Perusahaan bisa menahan laba untuk tujuan investasi atau membayar dividen dan menerbitkan utang baru atau sekuritas modal untuk mendanai investasi.
Untuk sebagian besar perusahaan kecil atau baru, pilihan kedua ini realistis. Perusahaan ini tak memiliki akses ke pasar modal, jadi mereka harus sangat
bergantung pada dana internal. Sebagai akibatnya, rasio pembayaran dividen biasanya jauh lebih rendah untuk perusahaankecil atau baru daripada
perusahaan besar dan milik publik.
4 Kemungkinan pendapatan diramalkan.
Rasio pembayaran dividen perusahaan hingga suatu titik tergantung pada kemungkinan diramalkannya laba perusahaan sepanjang waktu. Jika
pendapatan berfluktuasi jelas, manajemen tak dapat bergantung pada dana internal untuk memenuhi kebutuhan di masa depan. Jika laba tak dihasilkan,
perusahaan bisa menahan jumlah yang lebih besar untuk memastikan bahwa uang tersedia saat dibutuhkan. Sebaliknya, perusahaan dengan tren
pendapatan yang stabil biasanya akan membayar bagian yang besar dari pendapatannya dalam bentuk dividen. Perusahaan ini tak terlalu memerlukan
ketersediaan laba untuk memenuhi kebutuhan modal di masa depan.
5 Kontrol kepemilikan
Untuk banyak perusahaan besar, kontrol melalui pemilikan saham biasa bukan masalah. Tapi, bagi banyak perusahaan kecil dan menengah,
mempertahankan kontrol suara merupakan prioritas utama. Jika pemegang saham sekarang tak bisa berpartisipasi dalam penawaran baru, menerbitkan
saham baru tak menarik, dalam arti bahwa kontrol pemegang saham yang sekarang tak berarti. Pemilik mungkin lebih suka manajemen mendanai
investasi baru dengan utang dan melalui laba daripada melalui penerbitan saham biasa baru. Pertumbuhan perusahaan ini karenanya dibatasi dengan
jumlah modal utang yang tersedia dan oleh kemampuan perusahaan menghasilkan laba.
6 Inflasi.
Dalam periode inflasi, idealnya setelah aset tetap rusak dan usang, dana yang dihasilkan dari depresi digunakan untuk mendanai penggantian. Karena harga
peralatan pengganti terus naik, dana depresiasi tak cukup. Ini membutuhkan retensi laba yang lebih besar, yang berarti bahwa dividen harus terpengaruh
secara tak menguntungkan.
Citra Julyana Sinaga : Pengaruh Dividend Payout Ratio Dan Informasi Arus Kas Terhadap Volume Perdagangan Saham Pada Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek IndonesiaBEI, 2009.
d. Indikator Kebijakan Dividen