Konsep Kepercayaan terhadap Pengobatan Penyakit

dosis dalam jangka waktu 12-18 bulan dan jika penderita sudah minum obat sesuai anjuran, maka dinyatakan Relase From Treatment tanpa perlu pemeriksaan laboratorium Depkes RI, 2006. Kepatuhan yaitu tingkatderajat di mana penderita suatu penyakit dalam hal ini penyakit kusta mampu melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau tim kesehatan lainnya, dan merupakan tingkat di mana perilaku seseorang sesuai dengan saran praktisi kesehatan Smet, 1994. Menurut Taylor dalam Smet 1994, bahwa ketidakpatuhan merupakan salah satu masalah yang berat dalam dunia medis, dan oleh karena itu sejak tahun 1960-an sudah mulai diteliti di negara-negara industri. Secara umum, ketidakpatuhan meningkatkan risiko berkembangnya masalah kesehatan dan dapat berakibat memperpanjang atau memperburuk penyakit yang sedang diderita. Kepatuhan penderita kusta untuk mengonsumsi obat dapat dilihat dari dosis dan batas waktu sampai dinyatakan selesai berobat dan tergantung pada jenis kusta yang dideritanya. Dikatakan teratur, jika penderita kusta sudah minum obat sampai 6 bulan untuk tipe PB dan 18 bulan untuk tipe MB, dan dinyatakan tidak teratur, jika penderita kusta belum minum obat sampai 6 bulan untuk tipe PB dan 18 bulan untuk tipe MB Depkes RI, 2006.

2.7 Konsep Kepercayaan terhadap Pengobatan Penyakit

Kepercayaan individu terhadap upaya pengobatan dan pelayanan kesehatan dapat merujuk pada konsep yang dikemukakan oleh Rosenstock dalam Sarwono Universitas Sumatera Utara 2004, yaitu tentang model kepercayaan kesehatan Health Belief Model. Model kepercayaan kesehatan ini mencakup lima unsur utama, sebagai berikut: a. Persepsi individu tentang kemungkinannya terkena suatu penyakit perceived susceptibility. Mereka yang merasa dapat terkena penyakit tersebut akan lebih cepat merasa terancam. b. Pandangan individu tentang beratnya penyakit tersebut perceived seriousness, yaitu risiko dan kesulitan apa saja yang akan dialaminya dari penyakit itu. c. Makin berat risiko suatu penyakit dan makin besar kemungkinannya bahwa individu tersebut terserang penyakit tersebut, makin dirasakan besar ancamannya perceived threats. Ancaman ini mendorong individu untuk melakukan tindakan pencegahan atau penyembuhan penyakit. Namun ancaman yang terlalu besar malah menimbulkan rasa takut dalam diri individu yang justru malah menghambatnya untuk melakukan tindakan karena individu tersebut merasa tidak berdaya melawan ancaman tersebut. Guna mengurangi rasa terancam tersebut, ditawarkanlah suatu alternatif tindakan oleh petugas kesehatan. Apakah individu akan menyetujui alternatif yang diajukan petugas tergantung pada pandangannya tentang manfaat dan hambatan dari pelaksanaan alternatif tersebut. Individu akan mempertimbangkan apakah alternatif tersebut memang dapat mengurangi ancaman penyakit dan akibatnya yang merugikan. d. Namun sebaliknya, konsekuensi negatif dari tindakan yang dianjurkan tersebut biaya yang mahal, rasa malu, takut akan rasa sakit, dan sebagainya seringkali menimbulkan keinginan individu untuk justru menghindari alternatif yang dianjurkan petugas kesehatan. Ini merupakan perceived benefits and barriers dari Universitas Sumatera Utara tindakan yang dianjurkan. Untuk akhirnya memutuskan menerima atau menolak alternatif tindakan tersebut. e. Faktor pencetus cues to action bisa datang dari dalam diri individu munculnya gejala-gejala penyakit itu ataupun dari luar nasihat orang lain, kampanye kesehatan, seorang teman atau anggota keluarga terserang oleh penyakit yang sama, dan sebagainya. Bagi mereka yang memiliki motivasi yang rendah untuk bertindak misalnya yang tidak percaya bahwa dirinya akan terserang penyakit tersebut, yang menganggap remeh akibat penyakit tersebut atau yang takut menerima pengobatan diperlukan rangsangan yang lebih intensif untuk mencetuskan respons yang diinginkan, sebab bagi kelompok semacam ini penghayatan subjektif terhadap hambatanrisiko negatif dari pengobatan penyakitnya jauh lebih kuat daripada gejala objektif dari penyakit tersebut ataupun pandangansaran profesional petugas kesehatan. Tetapi bagi mereka yang sudah termotivasi untuk bertindak, maka rangsangan sedikit saja sudah cukup untuk menimbulkan respons tersebut Sarwono, 2004. Berdasarkan teori tersebut, maka kaitannya dengan penyakit kusta adalah masih adanya perbedaan persepsi masyarakat dan penderita kusta sendiri tentang penyakit yang dideritanya baik dilihat dari aspek penularan penyakit kusta, penularanya, pencegahan, perawatan dan pengobatan penderita kusta Universitas Sumatera Utara

2.8 Persepsi Sehat Dan Sakit