IMPLEMENTASI THE SEVEN HABITS PADA ORGANISASI REMAJA

98

BAB IV IMPLEMENTASI THE SEVEN HABITS PADA ORGANISASI REMAJA

MASJID RISKA DALAM UPAYA MENGEMBANGKAN ORGANISASI C. Implementasi The Seven Habits Pada Organisasi Remaja Masjid Dalam bab ini penerapan the seven habits secara umum pada dasarnya sudah diterapkan dalam upaya mengembangkan organisasi walaupun masih terdapat berbagai macam kekurangan yang terdapat dalam penerapan the seven habits tersebut. Hal ini terlihat dari hasil survey yang penulis lakukan terhadap organisasi RISKA beberapa waktu lalu. Bentuk penerapan The Seven Habits tersebut dilakukan dalam menjalankan roda organisasi, mulai dari kegiatan harian maupun dalam melaksanakan progam-program yang mereka telah rencankan dalam rapat kerja Raker. Seperti penerapan sikap-sikap yang tercantum dalam buku The Seven Habits Pertama, Pro aktif , hal ini diterpkan oleh pengurus RISKA dalam menjalankan organisasi, mereka dituntut untuk dapat menjadi orang yang akif ketika berorganisasi, dapat membuat inovasi-inovasi yang signifikan sehingga dapat mengembangkan organisasi, selain itu mereka juga harus dapat berfikir kreatif dalam melaksanakan setiap program kerja agar program tersebut tidak berjalan secara monoton akan tetapi dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Bertindak pro aktif berarti selalu dapat mencari hal-hal yang belum pernah terfikir oleh organisasi yang lain, yang dapat membedakan mereka dari yang lainnya, terutama mengenai program kerja yang mereka telah rencanakan. Kedua, Merujuk pada tujuan akhir, semua pengurus RISKA harus dapat mengembalikan seluruh kegiatan yang mereka lakuakan kepada visi dan misi organisasi, terlebih lagi harus diniatkan apa yang dilakukan hanya untuk Allah semata. Hal ini begitu penting mengingat dalam organisasi ini tidak berorietasi pada profit oriented, sehingga harus timbul kesadaran sendiri dalam upaya mengembangkan organisasi sesuai dengan visi dan misi yang telah dicanagkan oleh para pengurus RISKA. Orang-orang yang sukses adalah mereka yang menetapkan tujuan yang akan diraihnya. Bagi mereka hidup adalah pilihan untuk menentukan arah kiblat yang benar yang memberikan arah ke mana dia harus bergerak. Tujuannya adalah untuk membentuk sikap dan prilaku seseorang. Mengetahui arah kiblat, menyebabkan seluruh umat islam menjadi tertib dalam urusan shalatnya. Begitu juga menetapkan tujuan, akan menumbuhkan disiplin dan gairah kehidupan karena tindakan dan perbuatan kita dikerahkan menuju arah tersebut. Sikap dan prilaku seseorang ditentukan oleh tujuannya. Ketiga, Dahulukan yang utama, dalam hal ini seluruh pengurus harus dapat memprioritaskan hal-hal yang paling penting yang dapat mengembangkan organisasi, kepentingan pribadi tidak boleh didahulukan, mengingat RISKA adalah organisisi, walau bagaimanapun juga kepentingan oganisasi adalah diatas segalanya. Ketika membuat sebuah program harus dikaji terlebih dahulu mana yang menjadi hal-hal prioritas yang harus didahulukan, kalau perlu kita membuat analisis SWOT Streenght, weakness, opportunity, treatment atau kelebihan, kekurangan, peluang dan ancaman dari suatu program. Keempat, Berpikir menangmenang, keoptimisan dalam menjalankan organisasi sangat dibutuhkan, selalu berfikir menang dengan cara yang baik dan bijaksana, ketika menjalankan suatu program haruslah yakin bahwasannya program tersebut akan berjalan lancar sesuai yang telah direncanakan. Akan tetapi selain dengan keyakinan, haruslah diimplementasikan dengan perbuatan, bukan hanya keyakinan dan niat semata. Napoleon Hill berpendapat bahwa yang disebut berpikir menang atau berpikir positif adalah dengan sikap mental positif yang mencakup segala hal yang plus yang dinyatakan lewat kata-kata, seperti keyakinan, integritas, harapan, optiomisme, keberanian, inisiatif, kedermawanan, toleransi, kebaikan dan berpikir sehat. Kelima, Berusah mengerti baru dimengerti, ketika melihat suatu permasalahan dalam organisasi, sebelumnya kita harus mengerti terlebih dahulu apa sebenarnya yang terjadi, mempelajari kronologi awal mulanya terjadinya masalah, sehingga tidak langsung menyimpulkan pada suatu masalah tertentu. Memahami suatu masalah terlebih dahulu adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanaklan oleh semua pengurus, agar tidak terjadi kesalahpahaman, hal ini sangat dibutuhkan mengingat dalam berorganisasi banyak sekali masalah yang dihadapi. Dalam memahami sesuatu kita harus dapat menjadi pendengar yang baik, mendengar dengan penuh empati yaitu mendengar untuk memahami apa yang disampaikan orang lain, mendenger dengan memasuki kerangka acuan orang lain frame of references, mengerti dan memahami perasaan orang lain, serta melihat dunia pengalaman orang lain field experience, Keenam, wujudkan sinergi, bersinergi dengan orang lain adalah salah satu kunci sukses dalam suatu organisasi, hal ini sangat penting karena organisasi adalah kumpulan orang yang mempunyai tujuan yang sama yang diatur dalam undang-undang organisasi, sehingga sangat diwajarkan ketika dalam berorganisasi terjadi kesalahpahaman mengingat ini adalah kumpulan orang banyak yang mempunyai karakter berbeda-beda. Inilah pentingnya sinergi dengan orang lain, dimana perasaan ego kita kita harus dikesampingkan terlebih dahulu guna mencapai tujuan organisasi, karena kita tidak dapat bekerja sendiri tanpa bersinergi dengan yang lain. Para pelaku organisasi harus memilki lebih dari sekedar kemampuan teknis, akan tetapi lebih dari itu, mereka harus dapat berinteraksi dengan orang- orang yang juga bekerja di organisasi itu. Terutama bagi pemimpin organisasi harus lebih dapat bersinergi dengan bawahannya dan juga harus lebuh bijak dalam memberikan keputusan agar dapat diterima oleh semua pihak. Ketujuh, Asahlah gergaji, inilah hal terpenting yang harus dimilki oleh setiap pengurus dalam organisasi, ini bermakna , kita harus tetap menjaga nilai- nilai spiritual, emosional dan intelektual yang telah diberikan Allah kepada kita. Sesungguhnya Allah telah memberikan kita berbagai macam kelebihan yang harus kita syukuri, salah satunya adalah dengan cara mengasah terus segala kemampuan yang kita miliki, baik dengan cara selalu mendekatkan diri dengan Allah agar spiritual kita tetap tertanam, dengan menjaga perasaan kita untuk terus berfikir positif agar emosional kita tetap terjaga, ataupun dengan memperbanyak membaca buku-buku ilmiah guna menigkatkan nilai-nilai intelektual yang kita miliki. Untuk lebih jelas memahami implementasi The Seven Habits dalam organisasi RISKA, beberapa waktu lalu penulis membuat quesioner yang kemudian disebarkan kepada pengurus RISKA untuk diisi sesuai dengan kondisi yang ada. Adapun quesioner ini berjumlah 30 yang akan diberikan kepada 30 responden dengan kriteria 18 orang laki-laki dan 12 orang perempuan, usia mereka sebagian besar berkisar antara 20-30 tahun dan latar belakang pendidikan mereka sebagian besar SI walaupun ada beberapa orang yang S2. Mengenai hal-hal yang berkaitan dengan quesioner ini, penulis menulisnya di lampiran skripsi ini, sedangkan dalam bab ini penulis mencantumkan perbandingan respon RISKA antara ideal dan realita yang terjadi di lapangan dalam mengimplementasikan The Seven Habits dalam upaya mengembangkan organisasi, kemudian penulis akan mengambil poin yang terbesar dan yang terkecil kemudian menjelaskannya. Selain itu penulis juga akan mencantumkan mengenai rekapitulasi skor rata-rata variable respon riska terhadap implementasi The Seven Habits dalam mengembangkan organisasi dan juga akan mengambil poin terbesar dan terkecil yang kemudian menjelaskannya.

D. Karakteristik responden terhadap pengimplementasian The seven