Pengaruh Penambahan Tepung Daun Ubi Terhadap Daya Terima Kue Klepon

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG DAUN UBI

TERHADAP DAYA TERIMA KUE KLEPON

SKRIPSI

Oleh :

NIM. 061000026 DEWINTA PUSPITA SARI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG DAUN UBI

TERHADAP DAYA TERIMA KUE KLEPON

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

NIM. 061000026 DEWINTA PUSPITA SARI

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi Dengan Judul :

PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG DAUN UBI TERHADAP DAYA TERIMA KUE KLEPON

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh

NIM. 061000026 DEWINTA PUSPITA SARI

Telah Diuji dan Dipertahankan di Hadapan Tim Penguji Skripsi Pada Tanggal 28 Desember 2010 dan

Dinyatakan Telah Memenuhi Syarat Untuk Diterima Tim Penguji

Ketua Penguji Penguji I

(Dr.Ir.Zulhaida Lubis, MKes )

NIP.196205291989032001 NIP.196905241993031001

(Ferry, S.H, S.Si, AMG, DC Nutri, MKes)

Penguji II Penguji III

(Dr.Ir.Evawany Y. Aritonang, MSi)

NIP.196202061992031002 NIP. 197911072005012003 (Ernawati Nasution, SKM, MKes)

Medan, 22 Desember 2010 Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara Dekan

NIP.196108311989031001 (Dr.Drs. Surya Utama, M.S.)


(4)

ABSTRAK

Untuk mendukung program diversifikasi pangan, perlu diperkenalkan produk-produk olahan daun ubi untuk mendapatkan alternatif makanan baru. Salah satu bentuk olahan yang dapat dibuat dengan berbahan dasar tepung daun ubi yaitu kue klepon. Kue klepon yang dibuat dengan penambahan tepung daun ubi kemungkinan dapat menambah keanekaragaman kue klepon yang telah ada di pasaran. Selain itu juga dapat meningkatkan nilai guna daun ubi yang selama ini hanya digunakan sebagai sayuran dan bahkan dijadikan limbah.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pembuatan kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi dengan konsentrasi yang berbeda (3%, 6%, 9%). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui uji daya terima berdasarkan sifat organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur yang diuji melalui uji hedonik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya ketiga kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi dengan konsentrasi yang berbeda disukai oleh panelis. Berdasarkan uji organoleptik warna dan tekstur kue klepon yang paling disukai panelis adalah kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi 6%, sedangkan aroma dan rasa kue klepon yang paling disukai panelis adalah kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi 3%. Berdasarkan analisa sidik ragam, penambahan tepung daun ubi dengan konsentrasi yang berbeda pada pembuatan kue klepon memberi pengaruh yang berbeda terhadap warna dan rasa, akan tetapi enambahan konsentrasi tepung daun ubi yang berbeda, tidak memberi pengaruh yang berbeda terhadap aroma dan tekstur kue klepon.

Saran bagi peneliti lain yaitu Perlu dilakukan penelitian yang serupa dalam rangka penganekaragaman kue-kue basah lainnya dengan penambahan tepung daun ubi.


(5)

ABSTRACT

To support food diversification program, need to be introduced products processed cassava leaf to get a new food alternatives. One of the processed form that can be made with flour-based cassava leaf that is a Klepon cake. Klepon cake made with the addition of cassava leaf flour likely to increase the diversity Klepon cake that has been on the market. It can also increase the value to cassava leaves that had been used only as a vegetable and even used as a waste.

This research is a cake-making Klepon experiment with the addition of cassava leaf flour with different concentrations (3%, 6%, 9%). The purpose of this study was to determine the acceptability test based on organoleptic characteristics, including color, flavor, taste, and texture which is tested through a hedonic test.

The results showed that in general the three cakes Klepon with the addition of cassava leaf flour with different concentrations preferred by the panelists. Based on organoleptic test of color and texture the most preferred is Klepon cake with the addition of cassava leaf flour 6%, while the flavor and taste the most preferred is Klepon cake with the addition of cassava leaf flour 3%. Based on the analysis of variance, the addition of cassava leaf flour with different concentration on cake making Klepon give a different effect on the color and flavor. The different addition of cassava leaf flour concentration does not give a different effect on the flavor and texture of the Klepon cake.

Suggestions for other researchers that have conducted similar research in order to diversify other wet pastry with the addition of cassava leaf flour.

Keywords: Klepon cake, cassava leaf flour, acceptability test


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dewinta Puspita Sari

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/11 Februari 1989

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Jumlah Bersaudara : 3 (tiga) Bersaudara

Alamat : Jl. Pancing Komplek IAIN No. 25 B Medan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1994 – 2000 : SD Negeri 101776 Sampali Tahun 2000 – 2003 : MTs Negeri 2 Medan Tahun 2003 – 2006 : SMA Negeri 3 Medan


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Pengaruh Penambahan Tepung Daun Ubi Terhadap Daya Terima Kue Klepon ”. Skripsi ini adalah salah satu syarat yang ditetapkan untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Zulhaida Lubis, MKes selaku dosen pembimbing I dan Bapak Ferry, S.H., S.Si., AMG, DC Nutri, MKes selaku dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Selanjutnya penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Jumirah, Apt, MKes selaku ketua Departemen Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Asfriyati, SKM, MKes selaku dosen Penasehat Akademik.

4. Seluruh dosen dan staff serta seluruh civitas akademika FKM USU yang telah membimbing dan membantu selama perkuliahan.

5. Ibu Dra. Lelly Fridiarty, M.Pd selaku Ketua Jurusan PKK Universitas Negeri Medan dan Ibu Dra. Ana Rahmi, M.Pd selaku Kepala Laboratorium PKK Universitas Negeri Medan.


(8)

6. Kedua orang tua penulis Ayahanda Munardi dan Ibunda Suriyani yang telah banyak berkorban materi dan moril dalam membesarkan, mendidik, memotivasi, dan selalu mendoakan penulis, ucapan syukur tak terhingga memiliki orang tua juara satu seluruh dunia.

7. Adik-adikku tersayang Denny Muhammad Noviandry dan Dinda Try Shafira terima kasih atas doa dan dukungan semangatnya untuk penulis.

8. Orang yang teristimewa Roni Akbar yang telah memberikan dukungan, semangat, bantuan moril dan materi, serta kasih sayang yang tulus dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi.

9. Sahabat-sahabat terbaikku, Wiwien, Media, Shinta, Yenni, Ismil, Julianti, Beta, Dedek, Eka, Elvi, Kak Ria, Kak Ayu, Kak Hanum, dan seluruh anak-anak dari jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat yang telah banyak memberikan dukungan dan bantuan serta kritikan yang menambah semangat penulis dan teman-teman yang namanya tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis mengucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juni 2010 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP PENULIS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... . vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 4

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.3.1. Tujuan Umum ... 5

1.3.2. Tujuan Khusus ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Daun Ubi Kayu … ... .. 6

2.1.1. Kandungan Kimia Daun Ubi Kayu… ... 7

2.1.2. Khasiat dan Manfaat Daun Ubi Kayu. ... 11

2.1.3. Tepung Daun Ubi Kayu... 12

2.1.4. Pembuatan Tepung Daun Ubi Kayu... 13

2.1.5. Racun Pada Daun Ubi Kayu ... 14

2.2. Kue Basah ... . 15

2.2.1. Proses Pengolahan Kue Basah ... 17

2.2.2. Nilai Gizi Kue Basah ... 17

2.2.3. Daya Simpan, Kerusakan dan Keamanan Kue Basah ... 18

2.2.4. Pengembangan Kue Basah ... 19

2.2.5. Bahan Pembuatan Kue Klepon ... 20

2.2.6. Resep Dasar dan Cara Pembuatan Kue Klepon ... 25

2.3. Daya Terima Makanan ... 25

2.4. Uji Organoleptik ... 28

2.5. Panelis .. ... 30

2.6. Kerangka Konsep ... 32

2.7. Hipotesis Penelitian ... 33

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 34

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 35

3.2.1. Tempat Penelitian ... 35

3.2.2. Waktu Penelitian... 35

3.3. Objek Penelitian ... 35

3.4. Definisi Operasional ... 35


(10)

3.5.1. Alat ... 36

3.5.2. Bahan ... 36

3.6. Tahapan Penelitian... 37

3.6.1. Proses Pembuatan Tepung Daun Ubi ... 38

3.6.2. Proses Pembuatan Kue Klepon ... 39

3.6.3. Tahapan Uji Daya Terima Kue Klepon ... 40

3.6.4. Uji Daya Terima ... 40

3.6.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Kue Klepon Dengan Penambahan Tepung Daun Ubi . 46 4.2. Deskriptif Panelis ... 46

4.3. Analisa Organoleptik Warna Kue Klepon Dengan Penambahan Tepung Daun Ubi Dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Daun Ubi ... 46

4.4. Analisa Organoleptik Aroma Kue Klepon Dengan Penambahan Tepung Daun Ubi Dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Daun Ubi ... 48

4.5. Analisa Organoleptik Rasa Kue Klepon Dengan Penambahan Tepung Daun Ubi Dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Daun Ubi ... 49

4.6. Analisa Organoleptik Tekstur Kue Klepon Dengan Penambahan Tepung Daun Ubi Dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Daun Ubi ... 51

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Kue Klepon Dengan Penambahan Tepung Daun Ubi ... 53

5.2. Daya Terima Panelis Terhadap Warna Kue Klepon Dengan Penambahan Tepung Daun Ubi Dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Daun Ubi ... 53

5.3. Daya Terima Panelis Terhadap Aroma Kue Klepon Dengan Penambahan Tepung Daun Ubi Dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Daun Ubi ... 56

5.4. Daya Terima Panelis Terhadap Rasa Kue Klepon Dengan Penambahan Tepung Daun Ubi Dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Daun Ubi ... 57

5.5. Daya Terima Panelis Terhadap Tekstur Kue Klepon Dengan Penambahan Tepung Daun Ubi Dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Daun Ubi ... 59

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan... 61


(11)

6.2. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA ... 63 LAMPIRAN


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Kandungan Zat Gizi Daun Ubi Per 100 Gram Bagian yang Dapat

Dimakan ... 9

Tabel 2.2. Kandungan Gizi Beberapa Jenis Kue Basah ... 18

Tabel 3.1. Rincian Perlakuan ... . 34

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Kue Klepon Hasil Modifikasi Resep Dasar ... ... ... 37

Tabel 3.3. Tingkat Penerimaan Konsumen ... 41

Tabel 3.4. Daftar Analisa Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap ... 43

Tabel 4.1. Karakteristik Kue Klepon yang Dihasilkan ... 46

Tabel 4.2. Hasil Analisa Organoleptik Warna Kue Klepon dengan Penambahan Tepung Daun Ubi ... 47

Tabel 4.3. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Warna ... 47

Tabel 4.4. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Warna ... ... 48

Tabel 4.5. Hasil Analisa Organoleptik Aroma Kue Klepon dengan Penambahan Tepung Daun Ubi ... ... ... 48

Tabel 4.6. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Aroma ... ... ... 49

Tabel 4.7. Hasil Analisa Organoleptik Rasa Kue Klepon dengan Penambahan Tepung Daun Ubi ... ... ... 50

Tabel 4.8. Hasil Analisa Sidik Ragam Terhadap Rasa ... ... ... 50

Tabel 4.9. Hasil Uji Ganda Duncan Terhadap Rasa ... ... ... 51

Tabel 4.10. Hasil Analisa Organoleptik Tekstur Kue Klepon dengan Penambahan Tepung Daun Ubi ... 51


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Ubi Kayu ... 14

Gambar 2.2. Kerangka Konsep penelitian ... 32

Gambar 3.1. Diagran Alir Proses Pembuatan Tepung Daun Ubi ... 38

Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Pembuatan Kue Klepon ... 39

Gambar 3.3. Diagram Alir Uji Daya Terima Kue Klepon ... 40

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang


(14)

ABSTRAK

Untuk mendukung program diversifikasi pangan, perlu diperkenalkan produk-produk olahan daun ubi untuk mendapatkan alternatif makanan baru. Salah satu bentuk olahan yang dapat dibuat dengan berbahan dasar tepung daun ubi yaitu kue klepon. Kue klepon yang dibuat dengan penambahan tepung daun ubi kemungkinan dapat menambah keanekaragaman kue klepon yang telah ada di pasaran. Selain itu juga dapat meningkatkan nilai guna daun ubi yang selama ini hanya digunakan sebagai sayuran dan bahkan dijadikan limbah.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen pembuatan kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi dengan konsentrasi yang berbeda (3%, 6%, 9%). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui uji daya terima berdasarkan sifat organoleptik yang meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur yang diuji melalui uji hedonik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada umumnya ketiga kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi dengan konsentrasi yang berbeda disukai oleh panelis. Berdasarkan uji organoleptik warna dan tekstur kue klepon yang paling disukai panelis adalah kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi 6%, sedangkan aroma dan rasa kue klepon yang paling disukai panelis adalah kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi 3%. Berdasarkan analisa sidik ragam, penambahan tepung daun ubi dengan konsentrasi yang berbeda pada pembuatan kue klepon memberi pengaruh yang berbeda terhadap warna dan rasa, akan tetapi enambahan konsentrasi tepung daun ubi yang berbeda, tidak memberi pengaruh yang berbeda terhadap aroma dan tekstur kue klepon.

Saran bagi peneliti lain yaitu Perlu dilakukan penelitian yang serupa dalam rangka penganekaragaman kue-kue basah lainnya dengan penambahan tepung daun ubi.


(15)

ABSTRACT

To support food diversification program, need to be introduced products processed cassava leaf to get a new food alternatives. One of the processed form that can be made with flour-based cassava leaf that is a Klepon cake. Klepon cake made with the addition of cassava leaf flour likely to increase the diversity Klepon cake that has been on the market. It can also increase the value to cassava leaves that had been used only as a vegetable and even used as a waste.

This research is a cake-making Klepon experiment with the addition of cassava leaf flour with different concentrations (3%, 6%, 9%). The purpose of this study was to determine the acceptability test based on organoleptic characteristics, including color, flavor, taste, and texture which is tested through a hedonic test.

The results showed that in general the three cakes Klepon with the addition of cassava leaf flour with different concentrations preferred by the panelists. Based on organoleptic test of color and texture the most preferred is Klepon cake with the addition of cassava leaf flour 6%, while the flavor and taste the most preferred is Klepon cake with the addition of cassava leaf flour 3%. Based on the analysis of variance, the addition of cassava leaf flour with different concentration on cake making Klepon give a different effect on the color and flavor. The different addition of cassava leaf flour concentration does not give a different effect on the flavor and texture of the Klepon cake.

Suggestions for other researchers that have conducted similar research in order to diversify other wet pastry with the addition of cassava leaf flour.

Keywords: Klepon cake, cassava leaf flour, acceptability test


(16)

Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk sehingga menuntut dipenuhinya kebutuhan pokok rakyat, terutama pangan. Untuk memenuhi kebutuhan ini berbagai terobosan telah dilakukan untuk mendapatkan alternatif makanan baru. Namun diversifikasi pangan belum sepenuhnya menjawab atau mengimbangi pertumbuhan penduduk. Hal ini sesuai dengan pendapat Thomas Robert Malthus dalam bukunya “An Essay on the Principle of Population”, yang mengatakan bahwa pertumbuhan penduduk seperti deret ukur, sedangkan pertambahan pangan bagaikan deret hitung.

Salah satu pangan yang dapat didiversifikasikan adalah makanan jajanan. Dalam Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (1993) dijelaskan bahwa makanan jajanan sangat penting sebagai sumber zat gizi untuk sebagian besar masyarakat Indonesia. Sangatlah tepat kiranya jika memberi perhatian yang lebih pada mutu gizi makanan jajanan dan potensinya sebagai salah satu program penganekaragaman pangan dan perbaikan gizi. Makanan jajanan yang umum dijumpai adalah makanan jajanan dengan menggunakan bahan dasar yang mengandung protein rendah, maka usaha untuk memperkaya zat gizi bahan dasar tersebut merupakan suatu yang dianggap penting (Kusharto, 1984).

Makanan jajanan banyak dijumpai dimana-mana baik di pasar, terminal bis, stasiun kereta, di warung-warung sekitar rumah penduduk, pedagang keliling, di depan sekolah, dan sebagainya. Makanan ini disukai oleh hampir setiap orang, baik anak-anak, remaja, dewasa, maupun orang tua. Kebanyakan makanan jajanan yang berharga murah dan disukai terbuat dari bahan dasar serelia dan umbi-umbian seperti kue, roti, kerupuk, gorengan, dan lain-lain. Umumnya makanan jajanan seperti kue


(17)

basah menggunakan bahan dasar tepung, misalnya tepung tapioka, tepung ketan dan beras, maka penambahan ke dalam berbagai jenis tepung ini penting sekali dilakukan guna menghasilkan makanan jajanan yang bergizi tinggi. Berdasarkan pengamatan yang saya lakukan, ada beberapa macam makanan jajanan yang cukup populer, salah satunya adalah kue klepon. Menurut Wikipedia Indonesia, klepon atau kelepon adalah sejenis makanan tradisional Indonesia yang termasuk ke dalam kelompok jajan pasar yang terbuat dari tepung beras ketan yang dibentuk seperti bola-bola kecil dengan isi gula kelapa (gula Jawa) kemudian direbus dalam air mendidih lalu disajikan dengan parutan kelapa. Kue klepon ini banyak dijual di warung-warung yang menjual aneka macam kue basah tradisional. Selain disukai oleh banyak orang dan harganya cukup ekonomis, cara membuat kue klepon juga praktis dan bahan-bahan untuk membuatnya cukup sederhana.

Pada umumnya kue klepon terbuat dari tepung ketan. Tepung ketan merupakan bahan pokok pembuatan kue-kue Indonesia yang banyak digunakan sama halnya dengan tepung beras. Tepung ketan saat ini sangat mudah untuk mendapatkannnya karena banyak dijual di pasaran dalam bentuk tepung yang halus dan kering. Tepung ketan memiliki amilopektin yang lebih besar dibandingkan dengan tepung-tepung lainnya. Amilopektin inilah yang menyebabkan tepung ketan (beras ketan) lebih pulen dibandingkan dengan tepung lainnya (Anonim, 2009). Akan tetapi, kalau dipandang dari segi gizi, kue klepon yang terbuat dari tepung ketan hanya mengandung energi dan kurang mengandung zat gizi lainnya, terutama protein dan karoten (Streetfood, 1989). Salah satu upaya untuk mempertinggi mutu gizinya, yaitu dengan penambahan tepung daun ubi.


(18)

Mengingat cukup tingginya nilai gizi dari daun ubi serta melimpahnya hasil produksi, hal ini merupakan suatu peluang bagi masyarakat Indonesia untuk memanfaatkan daun ubi yang selama ini hanya dimanfaatkan sebagai sayuran dan banyak juga yang dibuang begitu saja menjadi limbah sebagai bahan pangan sehingga dapat meningkatkan nilai guna dari daun ubi sebagai bahan tambahan pangan dalam pembuatan makanan dan diharapkan dapat membantu meningkatkan mutu gizi dalam penyediaan makanan jajanan yang disukai. Selain sayuran ini mudah tumbuh dan dapat dibeli dengan harga yang relatif terjangkau oleh masyarakat, sayuran ini juga mengandung protein dan karoten yang tinggi dan bermutu baik. Menurut Direktorat Gizi Depkes RI (1992), daun ubi mengandung energi sebesar 73 kalori, protein 6,8 gram, lemak 1,2 gram, karbohidrat 13 gram dan karoten 11000 SI. Selain itu, daun ubi merupakan salah satu sayuran hijau yang banyak terdapat di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Hawai, daun singkong bubuk mengandung karoten sebesar 70,4 mg per kg berat bahan (Budihardi, 1972). Dan berdasarkan hasil penelitian Soetanto (1981), daun singkong bubuk mengandung protein sebesar 27,51 gram, lemak 12,98 gram, serat kasar 15,12 gram, pati 12,75 gram, abu 7,60 gram dan karoten 101,15 ppm (berdasarkan bobot kering per 100 gram daun ubi).

Dengan dibuatnya tepung daun ubi, maka diversifikasi makanan olahan dari bahan tepung daun ubi semakin beragam. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dilakukan pembuatan kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi sebesar 3%, 6%, dan 9% dari berat bahan dasar (tepung ketan) yang diulang sebanyak 2 kali pada proses pembuatan kue klepon dengan maksud untuk memperkecil error atau


(19)

kesalahan yang mungkin terjadi pada saat penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan kue klepon. Jenis daun ubi yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis daun ubi semaian (semen) yang bertangkai merah muda keputihan dengan warna daun hijau muda dengan alasan daun ubi semaian lebih gurih dan lebih enak dibandingkan daun ubi biasa. Daun ubi muda dipetik sebanyak tujuh tangkai dari bagian pucuk batang. Penetapan konsentrasi tepung daun ubi sebesar 3%, 6%, dan 9% dilakukan karena peneliti telah melakukan penelitian pendahuluan sebelum melakukan penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, apabila persentase tepung daun ubi terlalu besar akan menghasilkan rasa, warna, aroma, dan tekstur kue klepon yang tidak bagus, yaitu rasanya agak pahit, warnanya terlalu mencolok /pekat, aromanya semakin langu, dan teksturnya tidak kenyal dan mudah hancur. Pengenalan penggunaan tepung daun ubi kepada masyarakat akan lebih efektif bila diterapkan sebagai bahan baku atau tambahan dalam pembuatan makanan yang sudah akrab dan digemari oleh masyarakat, salah satunya adalah kue klepon. Hal ini menarik untuk diteliti dalam sebuah penelitian yang berjudul “Pengaruh Penambahan Tepung Daun Ubi Terhadap Daya Terima Kue Klepon”.


(20)

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada pengaruh penambahan tepung daun ubi terhadap daya terima kue klepon”.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui daya terima masyarakat terhadap kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui daya terima masyarakat terhadap kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi 3%, 6%, dan 9% dilihat dari indikator warna.

2. Mengetahui daya terima masyarakat terhadap kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi 3%, 6%, dan 9% dilihat dari indikator rasa.

3. Mengetahui daya terima masyarakat terhadap kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi 3%, 6%, dan 9% dilihat dari indikator aroma.

4. Mengetahui daya terima masyarakat terhadap kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi 3%, 6%, dan 9% dilihat dari indikator tekstur.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai daya terima kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi.


(21)

2. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman suatu produk dari daun ubi yang selama ini hanya dikonsumsi sebagai sayuran dan limbah.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Daun Ubi Kayu

Singkong atau ubi kayu (Manihot esculenta Cranz atau Manihot utilissima Pohl) termasuk ke dalam famili Euphorbiaceae, mempunyai daun berbentuk tangan, batang beruas-ruas dan bercabang, tumbuh tegak, serta ketinggiannya dapat mencapai tiga meter (Badeges, 1989). Daunnya menjari dengan variasi panjang, elip dan melebar, dengan warna hijau kuning dan hijau ungu serta warna tangkai hijau, merah, kuning atau kombinasi dari ketiga warna tersebut (Mahmud, dkk, 1990).

Daun ubi kayu atau cassava leaves adalah jenis sayur yang berasal dari tanaman singkong atau ketela pohon. Tanaman ini memiliki nama latin Manihot utilissima atau Manihot esculenta. Ada dua jenis daun ubi kayu yang berfungsi sebagai sayuran, yaitu daun ubi kayu biasa dan daun ubi kayu semaian. Daun singkong biasa yang bertangkai merah tua dengan daun berwarna hijau tua sedangkan daun singkong semaian atau semen (sebutan di daerah Jawa) yang bertangkai merah muda keputihan dengan warna daun hijau muda. Kedua jenis daun tersebut pada dasarnya berasal dari jenis atau varietas tanaman singkong yang sama. Daun singkong biasa berasal dari tanaman singkong yang ditanam untuk diambil umbinya, sedangkan daun singkong semen merupakan hasil dari tanaman singkong yang sudah dipanen. Batang-batang singkong yang sudah tidak terpakai tersebut tidak ditanam ulang, tetapi hanya disandarkan dan ditegakkan di atas tanah. Batang-batang tersebut tidak ditanam, tetapi cukup disiram setiap hari. Daun-daun yang bersemi pada batang itulah yang dikenal sebagai daun singkong semen (berasal dari kata semaian). Rasa


(23)

daun ubi kayu semaian lebih enak dan gurih dibandingkan dengan daun ubi kayu biasa (Novary, 1997).

Daun ubi mempunyai susunan berurat menjari dengan canggap 5-9 helai (Rukman, 1997). Daun ubi kayu juga memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Tangkai daun tersebut berwarna kuning, hijau atau merah (Anonim, 2009).

Daun-daun ubi yang dimakan sebagai sayuran atau sebagai ramuan, merupakan sumber protein yang baik. Daun-daun itu pada gilirannya juga menyediakan vitamin dan mineral per 100 gram (Amerika Serikat dan FAO,1972), yaitu: kalsium 144,0 mg , zat besi 2,8 mg , thiamin 0,16 mg, riboflavin 0,32 mg, beta-carotin 0,08 mg, niasin 1,8 mg, dan asam askorbin 82,0 mg (Scott R. Pearson ,dkk, 1986).

Daun ubi kayu sangat cocok sebagai tanaman pagar. Daunnya merupakan sayuran dan daun hijau yang paling murah dan umum di Indonesia. Satu helai daun mengandung cukup karotein untuk keperluan sehari. Bila dihaluskan dan direbus tidak akan tersisa lebih dari satu sendok penuh. Daun ubi kayu merupakan sumber protein yang baik. Daunnya mengandung asam hidrosianat yang beracun. Tetapi racun itu akan hilang sesudah direbus selama 5 menit. Daunnya sebagai lalap jangan dimakan mentah. Air perebusannya harus dibuang (Soedarmo, dkk, 1984).

2.1.1. Kandungan Kimia Daun Ubi Kayu

Adapun kandungan kimia dalam daun ubi kayu, antara lain :

1. Memiliki kadar protein cukup tinggi, sumber energi yang setara dengan karbohidrat, 4 kalori setiap gram protein.


(24)

2. Sumber Vitamin A, setiap 100 gram, mempunyai kandungan vitamin A mencapai 3.300 RE sehingga kesehatan mata akan lebih baik.

3. Kandungan serat yang tinggi, dapat membantu buang air besar menjadi lebih teratur dan lancar dan mencegah kanker usus dan penyakit jantung.

4. Kandungan vit C per 100 gram daun ubi kayu mencapai 275 mg, anda bisa terbebas dari sariawan dan kekebalan tubuh bisa lebih terjaga dengan asupan vitamin C (Anonim, 2009).

Daun ubi mengandung sekitar 17 % protein karena merupakan suatu tanaman sumber protein yang baik bagi kepentingan diet (Kartasapoetra, 1988). Daun mengandung vitamin A, B1 dan C, kalsium, kalori, forfor, protein, lemak, hidrat arang, dan zat besi. Pada penelitian daun ubi kayu mengandung cuprofilin yang mampu menurunkan kolesterol, trigliserida, lipida serum darah secara nyata. Cuprofilin pada daun ubi kayu terdapat pada klorofilnya (Anonim, 2007).

Menurut Oey (1992) disebutkan bahwa dalam 100 gram daun ubi kayu mengandung 90 kalori, 77 gram air, 6,8 gram protein, 1,2 gram lemak, 13 gram karbohidrat, 165 mg kalsium, 54 mg fosfor, 2 gram besi, 3300 mcg retinol, 0,12 mcg thiamin, dan 275 mg asam askorbat (Lakitan, 1995).

Daun ubi kayu mengandung vitamin A dan C serta kalsium yang dosisnya rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran daun lain. Daun ubi kayu mengandung vitamin, mineral, serat, klorofil dan kalori. Vitamin yang terkandung di dalamnya adalah A, B1, B2, C dan niasin. Mineral terdiri dari besi, kalsium dan fosfor. Dalam setiap 100 gram daun ubi kayu terkandung 73 kalori (Sintia, 2004).


(25)

Daun ubi kayu mengandung vitamin A, B1, dan C. Nilai vitamin A yang terkandung dalam 100 gram daun ubi kayu mencapai 3.300 RE (Oei, 2008).

Tabel 2.1. Kandungan Zat Gizi Daun Ubi Per 100 Gram Bagian yang Dapat Dimakan

Zat Gizi Jumlah

Energi (kal) 73,00

Protein (g) 6,80

Lemak (g) 1,20

Karbohidrat (g) 13,00

Kalsium (mg) 165,00

Fosfor (mg) 54,00

Zat Besi(mg) 2,00

Vit A (SI) 11000,00

Vit B1(mg) 0,12

Vit C (mg) 275,00

Air (g) 77,20

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1992)

Kandungan protein daun ubi kayu enam kali lebih banyak daripada umbinya yaitu 6,2 persen. Demikian pula karoten hanya terdapat pada daunnya dan sama sekali tidak terdapat pada umbinya. Kandungan karoten pada daun ubi kayu yaitu 7052 µg/100 g. Sedangkan kandungan serat kasar dan abu dari daun ubi kayu per 100 g yaitu 2,4 g dan 1,2 g. Selain itu, daun ubi kayu juga mengandung air sebesar 84,4 g dan bagian yang dapat dimakan sebesar 67 g (Mahmud, 1990).

Kandungan protein tertinggi pada daun ubi kayu dijumpai pada daun yang masih muda, umur enam bulan. Makin tua daun, makin berkurang kandungan proteinnya. Konsumsi daun ubi kayu mempunyai kandungan protein 7%, rata-rata sebanyak 150 gram per orang per hari dapat mencukupi kebutuhan protein sebanyak 10 gram. Selain itu daun ubi kayu juga mengandung karoten yang berguna bagi


(26)

kesehatan mata, terutama beta-karoten. Untuk memenuhi kebutuhan 750 µg retinol tiap orang diperlukan 7-10 gram daun ubi kayu setiap hari (Mahmud, 1990).

Kandungan protein daun ubi kayu ternyata sangat tinggi. Secara umum, dalam berat yang sama dengan berat telur, berat protein (nabati) yang dikandung daun ubi kayu lebih kurang sama dengan yang dikandung telur. Hasil penelitian terhadap 150 jenis ketela pohon yang diteliti, jenis-jenis ketela yang kandungan protein dalam daunnya tergolong paling rendah, pun masih mengandung lebih dari 60% macam asam amino esensial (Anonim, 2007).

Di antara berbagai sayuran, kandungan gizi daun ubi kayu termasuk baik, terutama kandungan protein dan beta karotennya yaitu sebesar 6,8 gram dan 3.300 mcg bila dibandingkan dengan kandungan protein dan beta karoten pada sawi yang hanya 2,3 gram dan 1.940 mcg dalam 100 gram bahan (Lakitan, 1995). Di Indonesia yang jumlah penduduk miskin pada tahun 2008 mencapai 34,96 juta jiwa, daun ubi kayu merupakan solusi alternatif untuk mengatasi kekurangan gizi. Namun, bila daun ubi kayu dikombinasi dengan bahan pangan lain seperti telur, tempe, ataupun ikan, tentunya akan lebih baik. Menurut hasil penelitian Zulhaida dan Jumirah (2005), kadar tiosianat dalam daun ubi kayu mentah yaitu sebesar 0,010 ppm. Sedangkan pada daun ubi kayu rebus sebesar 0,007 ppm.

Dari berbagai analisis disebutkan, di dalam daun ubi kayu ada berbagai kandungan asam amino yang diperlukan tubuh. Dalam kaitan mencerdaskan otak, ada beberapa asam amino yang terkandung dalam daun ubi kayu diantaranya asam glutamik, phenilalanin, tirosin, dan triptophan. Kandungan vitamin pada daun ubi kayu seperti vitamin A dan C juga patut diperhitungkan. Dalam setiap 100 g daun ubi


(27)

kayu mengandung 3.300 RE vitamin A yang baik untuk kesehatan mata dan vitamin C sebanyak 275 mg yang baik untuk mencegah sariawan, meningkatkan kekebalan tubuh, membantu menangkal radikal bebas, dan melindungi sel dari kerusakan oksidasi. Selain itu, kandungan serat pada daun ubi kayu cukup tinggi (Anonim, 2010).

2.1.2. Khasiat dan Manfaat Daun Ubi Kayu

Melihat begitu banyak manfaat dari daun ubi kayu, apalagi daun ini harganya cukup ekonomis. Daun ubi kayu manfaatnya sebagai obat antara lain untuk anti kanker, mencegah konstipasi dan anemia, serta meningkatkan daya tahan tubuh. Kandungan vitamin dan mineralnya rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan sayuran daun lain. Vitamin A dan C pada daun ubi kayu berperan sebagai antioksidan yang mencegah proses penuaan dan meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan penyakit. Kandungan Kalsium yang tinggi sangat baik untuk mencegah penyakit tulang seperti Rematik dan Asam urat (Adi, 2006).

Menurut Sintia (2004) daun ubi kayu berkhasiat untuk mengatasi rematik dan mencegah proses penuaan. Sedangkan menurut pakar tanaman obat Prof. Hembing Wijakusumaya, Penyakit aterosklerosis atau timbunan lemak di dinding pembuluh darah dapat dicegah dengan hanya makan daun ubi kayu. Akibat tersumbatnya aorta (saluran darah besar), darah tidak bisa disalurkan ke jantung dan penderita menjadi anfal. Pada penelitian daun ubi kayu mengandung cuprofilin yang mampu menurunkan kolesterol, trigliserida, lipida serum darah secara nyata. Cuprofilin pada daun ubi kayu terdapat pada klorofilnya. Klorofil dan beberapa turunannya memiliki daya antioksidan dan antikanker (Anonim, 2007).


(28)

Dari berbagai analisis disebutkan, daun ubi kayu dapat membantu mengubah karbohidrat menjadi energi, membantu pemulihan kulit dan tulang, meningkatkan daya ingat, mood, kinerja otak, dan metabolisme asam amino lain. Dalam setiap 100 gram daun ubi kayu mengandung 3.300 RE vitamin A yang baik untuk kesehatan mata dan vitamin C sebanyak 275 mg yang baik untuk mencegah sariawan, meningkatkan kekebalan tubuh, membantu menangkal radikal bebas, dan melindungi sel dari kerusakan oksidasi.Yang tidak kalah penting, kandungan serat pada daun ubi kayu cukup tinggi sehingga dapat membantu melancarkan buang air besar (Anonim, 2010).

Khasiat lain dari daun ubi kayu, antara lain untuk demam, sakit kepala, diare, dan mata sering kabur. Selain itu, daun ubi kayu juga dapat menambah nafsu makan (Anonim, 2009). Daun ubi kayu yang dikonsumsi secara rutin juga dapat mencegah aterosklerosis (penimbunan lemak di dinding pembuluh darah) yang bisa berdampak pada serangan jantung (Anonim, 2010).

Daun ubi kayu yang telah dimasak digunakan sebagai makanan di rumah-rumah sakit untuk penderita pellagra, beri-beri dan tropical ulcers . Selain itu daun ubi kayu sering ditambahkan ke dalam sayur atau dimakan dengan makanan lain (Mahmud, dkk, 1990).

2.1.3. Tepung Daun Ubi Kayu

Tepung daun ubi kayu yang dikeringkan dengan sinar matahari mengandung protein 27,56 gram, lemak 10,25 gram, serat kasar 15,55 gram, pati 12,91 gram, abu 8,28 gram dan karoten 71,64 ppm (berdasarkan bobot kering). Sedangkan tepung daun ubi kayu yang dikeringkan di dalam oven pada suhu 45oC mengandung protein


(29)

27,51 gram, lemak 12,98 gram, serat kasar 15,12 gram, pati 12,75 gram, abu 7,60 gram dan karoten 101,15 ppm (berdasarkan bobot kering) (Soetanto, 1981).

Menurut hasil penelitian Almasyhuri, dkk (1996), daun ubi kayu segar sebanyak 100 gram dapat menghasilkan daun kering sekitar 27,4 - 28,3 gram atau sekitar seperempat dari bahan segar. Daun singkong yang telah dijadikan tepung masih mengandung β-karoten cukup tinggi. Tepung daun singkong tua kering mengandung β-karoten sebesar 13.834 µg per 100 gr dengan kadar air sebesar 6,1%, sedangkan tepung daun singkong muda kering mengandung β-karoten sebesar 13.442 µg per 100 gr dengan kadar air sebesar 5,8%. Bila masing-masing dihitung dalam 100 gram bahan, maka tepung daun ubi mengandung β-karoten sekitar 3 kali lebih besar dibandingkan dengan kandungan β-karoten dalam daun singkong segar. Bertambah tingginya kandungan β-karoten dalam tepung daun singkong disebabkan terjadinya penguapan air. Bila dihitung dalam berat kering, ternyata proses pembuatan tepung daun singkong mengakibatkan penurunan jumlah β-karoten sekitar 20%.

2.1.4. Pembuatan Tepung Daun Ubi Kayu

Pembuatan tepung daun ubi kayu dilakukan dengan memberikan perlakuan pendahuluan yaitu perendaman dalam air selama 6 (enam) jam, dengan maksud untuk menghilangkan atau mengurangi senyawa sianida dan meningkatkan aktivitas enzim. Kemudian diblansir uap selama 3 (tiga) menit, pengeringan pada suhu 45oC, penggilingan dan pengayakan (Soetanto, 1981).

Proses pembuatan tepung daun ubi kayu meliputi beberapa tahap seperti terlihat pada Gambar 2.1. di bawah ini :


(30)

Gambar 2.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Daun Ubi Kayu

2.1.5. Racun Pada Daun Ubi Kayu

Daun ubi kayu biasanya mengandung racun asam sianida atau asam biru terutama daun yang masih muda (pucuk) (Rukman, 1997). Daun ubi kayu mengandung racun sianida yang dalam jumlah besar cukup berbahaya. Oleh karena itu, perebusan perlu dilakukan dalam panci terbuka agar HCN keluar bersama uap air. Bila akan disajikan sebagai sayuran sebaiknya air yang terkandung pada daun singkong dibuang dengan cara ditekan-tekan dengan sendok (Novary, 1997).

Racun ini apabila dikonsumsi pada jumlah besar akan mengakibatkan kepala pening-pening, mual, perut terasa perih, badan gemetar, bahkan pingsan. Namun

Daun ubi direndam di dalam air selama 6 jam

Dikeringkan di dalam oven pada suhu 45oC

Digiling dengan alat penggiling tepung pin mill

Diayak


(31)

keberadaan zat kimia ini pada jumlah yang membahayakan hanya terdapat pada ketela-ketela yang memang termasuk ketela berracun saja (Anonim, 2007).

Menurut Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM, meskipun sejumlah kecil sianida masih dapat ditoleransi oleh tubuh, jumlah sianida yang masuk ke tubuh tidak boleh melebihi 1 mg per kilogram berat badan per hari. Gejala keracunan sianida antara lain meliputi penyempitan saluran nafas, mual, muntah, sakit kepala, bahkan pada kasus berat dapat menimbulkan kematian.

2.2. Kue Basah

Kue basah merupakan bagian dari kekayaan makanan tradisional kita yang jenis dan ragamnya berlimpah. Tiap daerah atau propinsi di negara kita mempunyai makanan tradisional mereka sendiri-sendiri, termasuk jenis dan ragam kue basah yang ada. Meskipun disebut kue basah, tetapi dilihat dari penampilan fisik dan kandungan airnya sebenarnya kue basah tidak berarti basah berair, seperti kolak atau bubur. Kandungan airnya sekitar 15 – 40%, sehingga hanya setengah basah.

Sifat khas dari makanan semi basah antara lain dibuat menggunakan bahan baku yang ada dan banyak terdapat di daerah. Sifat kedua adalah bahan utamanya berupa sumber zat hidrat arang seperti beras, ketan, jagung, sagu dan singkong. Hal lain yang biasa diamati dari kue basah ini adalah banyak menggunakan gula atau kelapa sebagai salah satu bahannya.

Jenis-jenis kue basah yang dikenal dan biasa dibuat untuk keperluan sendiri ataupun untuk dijual di pasaran antara lain nagasari, kue lapis, bolu kukus, serabi, kue putu, risoles, kelepon, kue talam, kue pukis, kue mendut, kue mangkok, getuk singkong, getuk lindri, kue cucur, dadar gulung, lambang sari, kue apem,


(32)

lemet/ketimun, lupis, simpok pisang, kue bikang, kue ku, serabi dan masih banyak lagi. Disamping dibuat sendiri di rumah, kue basah juga banyak dijual di pasaran, dari pasar tradisional sampai supermarket. Pada umumnya jenis kue basah yang dijual di pasar termasuk dalam golongan kue jajanan pasar. Tetapi ada juga kue basah yang dibuat dan dijual secara langsung oleh pedagangnya, seperti serabi dan kue putu. Rasanya yang enak, manis atau gurih, serta penampilannya yang menarik menjadikan kue-kue ini banyak disukai.

Sebagai bahan utama pembuatan kue basah umumnya adalah sumber zat hidrat arang, antara lain terigu, beras ketan, tepung beras ketan, jagung, sagu, singkong, tapioka dan pisang. Bahan-bahan tersebut digunakan dalam bentuk tepung atau patinya, yaitu berupa tepung beras, tepung ketan, tapioka dan pati jagung. Sebagai bahan tambahan digunakan gula merah, gula pasir, kelapa, kacang-kacangan, pisang dan lain-lain. Selain sebagai pemanis, gula merah berperan juga memberi warna merah atau kecoklatan. Pewarna lain yang digunakan adalah daun suji, yang menghasilkan warna hijau dan coklat bubuk untuk warna coklat. Pada kue basah umumnya tidak ditambah rasa atau aroma, jadi rasanya adalah rasa bahan utama dan manis, tetapi dapat pula ditambah rasa berupa vanili, pandan, atau coklat.

Yang tergolong sebagai bahan pembantu dalam pembuatan kue basah antara lain bahan pemanis, pewarna, bahan pemberi aroma dan bahan pengemas. Bahan pemanis yang digunakan untuk membuat kue basah adalah gula merah dan gula pasir. Bahan pembantu lain yang digunakan dalam pembuatan beberapa jenis kue basah adalah telur, terutama untuk kue basah yang dibuat untuk keperluan sendiri.


(33)

Kue basah dalam bentuk satuannya ada yang dibungkus atau dikemas ada pula yang tidak. Yang tidak dikemas misalnya kue cucur, serabi, getuk, kue putu, puteri ayu, risoles dan sebagainya. Bahan yang dipakai untuk mengemas kue basah beraneka ragam, tergantung jenis kuenya. Ada yang sudah merupakan pengemas khas, misalnya daun pisang atau nagasari dan papais. Pada saat ini banyak kue basah yang dikemas dalam bahan plastik untuk menjaga kebersihannya, misalnya kue lapis dan bahkan kue-kue lain yang pada mulanya tidak dikemas.

2.2.1. Proses Pengolahan Kue Basah

Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan kue basah adalah tepung, berupa tepung terigu, tepung beras, tepung jagung, tepung tapioka, maupun sagu tergantung dari jenis kue basah yang dibuat. Bahan lain yang tidak kalah pentingnya adalah gula, karena pada umumnya kue basah mempunyai rasa yang manis, hanya beberapa kue basah yang tidak manis, misalnya kroket dan risoles.

Pembuatan kue basah umumnya dilakukan menggunakan teknologi sederhana. Pada umumnya prosesnya terdiri atas pencampuran bahan, pembuatan adonan dan pemanasan baik dikukus, direbus maupun digoreng. Misalnya bolu kukus yang terbuat dari tepung gandum dan diolah dengan cara dikukus, nagasari yang dibuat dari tepung beras dan diolah dengan cara dikukus, risoles yang tebuat dari tepung gandum, diberi isi dan diolah dengan cara digoreng, serta kue cucur yang dibuat dari tepung beras dan diolah dengan cara digoreng.

2.2.2. Nilai Gizi Kue Basah

Berdasarkan komposisi bahannya, sebagian besar kue basah merupakan sumber hidrat arang, disamping mengandung zat-zat gizi lain seperti protein, lemak


(34)

(terutama jika digoreng dengan minyak goreng), sedangkan mineral yang kandungannya dapat diperhitungkan adalah kalsium dan zat besi. Makanan yang tergolong dalam kue basah mempunyai kandungan air antara 15 sampai 40 persen. Kandungan gizi beberapa kue basah dapat dilihat pada Tabel 2.3 di bawah ini :

Tabel 2.2. Kandungan Gizi Beberapa Jenis Kue Basah

Kue Basah Jumlah/berat Komposisi Gizi

Getuk lindri 1 ptg/35 g Kalori 60 kal, protein 0,6 g, lemak 1,4 g, hidrat arang 11,2 g, air 21,4 g

Bika ambon 1 ptg/70 g Kalori 158 kal, protein 2,1 g, lemak 0,2 g, hidrat arang 37,0 g, air 30,0 g

Kue mangkok 1 buah/50 g Kalori 91 kal, protein 1,5 g, lemak 0,5 g, hidrat arang 20,2 g, air 27,6 g

Klepon 4 buah/50 g Kalori 50 kal, protein 0,6 g, lemak 2,7 g, hidrat arang 20,1 g, air 26,0 g

Kue apem 1 ptg/45 g Kalori 84 kal, protein 1,5 g, lemak 0,7 g, hidrat arang 17,8 g, air 25,0 g

Lopis 1 buah/60 g Kalori 98 kal, protein 1,7 g, lemak 1,3 g, hidrat arang 19,8 g, air 36,7 g

Putu mayang 4 buah/50 g Kalori 100 kal, protein 0,5 g, lemak 1,2 g, hidrat arang 21,9 g, air 26,2 g

Papais 1 buah/80 g Kalori 107 kal, protein 2,4

g, lemak 1,3 g, hidrat arang 21,6 g, air 14,1 g

Risoles 1 buah/40 g Kalori 135 kal, protein 2,1

g, lemak 1,4 g, hidrat arang 28,2 g, air 22,6 g

2.2.3. Daya Simpan, Kerusakan dan Keamanan Kue Basah

Kue basah pada umunya mempunyai daya awet yang sedang. Jika disimpan di suhu ruangan akan mempunyai keawetan sekitar 1 – 2 hari bagi kue yang sedikit


(35)

menggunakan gula, misalnya serabi, putu, getuk lindri dan lain-lain. Sedangkan yang penggunaan gulanya banyak, daya awetnya lebih lama yaitu dapat 2 – 4 hari, seperti kue cucur dan bika ambon. Kerusakan yang timbul pada kue basah antara lain perubahan rasa dan aroma. Untuk kue yang diolah dengan dikukus atau dipanggang, biasanya kerusakan ditandai dengan timbulnya rasa asam dan basi pada kue tersebut. Sedangkan pada kue yang digoreng dapat timbul bau tengik.

Pada prinsipnya kue basah bersifat sangat aman jika bahan-bahan yang digunakan semuanya bahan alami. Artinya tidak ada bahan-bahan sintetik yang ditambahkan seperti pemanis buatan dan pewarna yang bukan untuk pangan. Adanya pemanis buatan ditandai dengan timbulnya rasa susulan berupa pahit sesudah rasa manis yang ditimbulkannya. Sedangkan pewarna sintetik non pangan pada umumnya menghasilkan warna kue yang mengkilat atau mencorong tajam, dan warnanya sangat pekat. Jika kue basah rusak karena mikroba, biasanya sudah tidak enak sehingga otomatis tidak disukai atau dimakan.

2.2.4. Pengembangan Kue Basah

Kue basah yang ada di pasaran maupun dibuat secara tradisional umumnya terbuat dari tepung terigu, beras, beras ketan, tapioka dan gula. Sebagian besar kandungannya adalah hidrat arang. Sebagai makanan selingan sebenarnya cukup memberikan sumbangan gizi, terutama sebagai sumber tenaga. Meskipun demikian, kandungan vitamin A dan C-nya relatif rendah. Dengan mengkonsumsi kue basah, kita akan mendapatkan tambahan energi, sedangkan tambahan zat pembangun dan pengatur relatif sedikit.


(36)

Kue basah sesungguhnya dapat dijadikan media atau sarana bagi peningkatan konsumsi protein dan vitamin A, jika dalam resepnya dilakukan sedikit modifikasi. Misalnya, jika diinginkan kue basah yang kandungan proteinnya tinggi, maka sebagian tepung beras atau tapioka yang digunakan dapat digantikan dengan tepung kacang-kacangan, misalnya tepung kedele yang kandungan proteinnya lebih tinggi. Dapat juga digunakan tepung ubi jalar merah, yang kandungan β-karotennya tinggi, sehingga kue yang dihasilkan mengandung provitamin A yang tinggi. Jumlah tepung kedelai atau tepung ubi jalar yang dapat digunakan untuk menggantikan bahan utama kue basah tersebut dapat divariasikan tergantung kebutuhan, mulai dari 10 sampai 90 persen. Bahan-bahan berprotein lain dapat pula digunakan, seperti susu (untuk menggantikan air atau santan) dan telur. Kue basah dapat juga dijadikan media atau sarana penganekaragaman pangan, pengembangan makanan non beras atau sebagai makanan yang diberikan pada anak

2.2.5. Bahan Pembuatan Kue Klepon

Beberapa bahan yang digunakan dalam pembuatan kue klepon adalah tepung ketan, tepung kanji, vanili, gula merah, garam, dan kelapa parut.

a. Tepung ketan

Tepung ketan merupakan bahan pokok pembuatan kue-kue Indonesia yang banyak digunakan sebagaimana juga hal dengan tepung beras.Tepung ketan saat ini sangat mudah untuk mendapatkannnya karena banyak dijual dipasaran dalam bentuk tepung yang halus dan kering.

Tepung ketan memiliki amilopektin yang lebih besar dibandingkan dengan tepung-tepung lainnya. Amilopektin inilah yang menyebabkan tepung


(37)

ketan (beras ketan) lebih pulen dibandingkan dengan tepung lainnya. Makin tinggi kandungan amilopektin pada pati maka makin pulen pati tersebut

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengolahan tepung ketan adalah:

- Pilih tepung ketan yang murni tidak berasal dari beras ketan yang tercampur dengan beras, halus dan sebaiknya baru ditumbuk untuk kue-kue tertentu. Tepung ketan yang tidak murni akan menghasilkan kue yang keras atau kaku dan kurang mengembang bila digoreng. - Pembuatan adonan dari tepung ketan sebaiknya menggunakan air yang

suam-suam kuku agar adonan mudah dibentuk tetapi tidak melengket pada jari-jari, misalnya pada waktu membentuk kue klepon.

- Kue yang terbuat dari tepung ketan tidak boleh dimasak terlalu lama untuk menghindari agar kue tidak sampai pecah dan bentuknya tidak berubah karena sifat ketan cepat masak seperti pada pembuatan klepon (Anonim, 2009).

b. Tepung Kanji

Tepung tapioka (di pasaran sering dikenal dengan nama tepung kanji) adalah tepung yang terbuat dari ubi kayu /singkong. Pembuatan dilakukan dengan cara diparut, diperas, dicuci, diendapkan, diambil sari patinya, lalu dijemur /keringkan. Sifat tepung kanji, apabila dicampur dengan air panas akan menjadi liat /seperti lem. Tepung tapioka disebut juga tepung kanji atau tepung sagu (sagu singkong).


(38)

c. Vanili

Menurut Wikipedia Indonesia, Vanili (Vanilla planifolia) adalah tanaman penghasil bubuk vanili yang biasa dijadikan pengharum makanan. Bubuk ini dihasilkan dari buahnya yang berbentuk polong. Tanaman vanili dikenal pertama kali oleh orang-orang Indian di Meksiko. Nama daerah dari vanili adalah panili atau perneli.

d. Gula Merah

Menurut Wikipedia Indonesia, Gula merah adalah nama umum untuk gula yang dibuat dari nira aren, nira kelapa, nira siwalan /lontar atau nira nipah. Proses pembuatannya meliputi penyadapan nira, penyaringan, penguapan air sampai kental, dan pencetakan. Di pasaran dikenal gula merah cetak dan gula merah bubuk atau gula semut. Disamping berfungsi sebagai pemanis, gula merah berperan juga sebagai pemberi warna merah atau kecoklatan pada kue basah.

Gula merupakan sejenis pemanis yang telah digunakan oleh manusia sejak 2000 tahun dahulu untuk mengubah rasa dan sifat makanan dan minuman. Gula adalah tipe makanan yang diasosiasikan dengan salah satu rasa dasar yaitu manis. Istilah gula merah biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula yang dibuat dari nira yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan.

Gula merah menurut para peneliti cukup baik dibanding gula yang dibuat dari bahan yang lain. Gula merah cukup mengandung kalori yang tinggi dan efek sampingnya tidak begitu besar pada tubuh. Gula merah


(39)

dipakai sebagai bahan pembantu untuk menimbulkan warna, memperkuat ketahanan warna dari pewarna alami. Selain itu gula merah dicampur dengan air dan kapur dipergunakan untuk nyareni.

Gula merah juga dipakai untuk memberi warna coklat makanan. Pertama, selain glukosa, gula aren mengandung protein kasar, mineral, dan vitamin. Kedua, warna cokelatnya ternyata adalah kandungan serat makanan yang bermanfaat untuk kesehatan pencernaan. Dan ketiga, terdapat senyawa - senyawa yang berfungsi menghambat penyerapan kolesterol di saluran pencernaan (Anonim, 2007).

e. Garam

Garam dapur (NaCl) merupakan bahan tambahan yang hampir selalu digunakan untuk membuat suatu masakan. Rasa asin yang ditimbulkan oleh garam dapur berfungsi sebagai penegar rasa yang lainnya. Garam dapat berfungsi sebagai pengawet karena berbagai mikroba pembusuk, khususnya yang bersifat proteolitik sangat peka terhadap kadar garam.

f. Kelapa Parut

Menurut Wikipedia Indonesia, Kelapa parut merupakan isi daripada buah kelapa yang telah diparut, dikikis halus. Kelapa parut merupakan satu bahan penyediaan untuk menghasilkan santan kelapa.

Menurut Esti (2000), Kelapa parut kering adalah suatu produk awet kelapa yang merupakan bahan dasar pembuatan santan dan untuk campuran pembuatan roti, kue-kue, dan makanan lain. Kelapa parut ini dapat diperoleh santannya hanya dengan merendam beberapa menit dalam air, lalu diperas.


(40)

Menurut Pengembangan Inovasi Pertanian, Daging buah kelapa mengandung 10 jenis asam amino esensial sehingga dapat dikategorikan sebagai bahan makanan dengan protein bermutu tinggi. Protein bermutu tinggi adalah protein yang dapat menyediakan asam amino esensial dalam perbandingan yang menyamai kebutuhan manusia. Dengan mengomsumsi kelapa parut kering tanpa disadari telah memanfaatkan asam lemak rantai sedang yang cukup tinggi yang sangat bermanfaat untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap infeksi virus, bakteri dan protozoa, serta sejumlah asam amino esensial yang sangat dibutuhkan tubuh.

Menurut penelitian dari Balittro (Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik) diketahui kandungan nutrisi dari kelapa yang banyak mengandung gizi esensial. Daging buah kelapa muda misalnya, kaya akan kalori terutama dari karbohidrat. Protein kelapa, dibandingkan dengan kacang-kacangan, lebih baik dalam hal asam amino isoleusin, leusin, lisin, threonin dan valin. Adapun analisa nilai nutrisi daging buah kelapa umur 8 bulan adalah kadar air 90,59%, kalori 437 kkal/100 g, minyak 26,67%, protein 10,67%, serat kasar 3,98%, total karbohidrat 38,45%, pati 13,53%, gula sebagai glukosa 24,92%. Sementara komposisi asam amino daging buah kelapa adalah isoleusin 2,5 g/16 g N, leusin 4,9 g/16 g N, lisin 2,7 g/16 g N, metionin 1,5 g/16 g N, threosin 2,3 g/16 g N, tripthopan 0,6 g/16 g N dan valin 3,8 g/16 g. Mineral utama yang terdapat pada daging buah kelapa adalah Fe (17 ppm), S (4,4 ppm), Cu (3,2), P (2.4 ppm). Kandungan vitamin pada buah meliputi vitamin C (10 ppm), vitamin B (15 IU), dan vitamin E (2 ppm).


(41)

2.2.6. Resep Dasar dan Cara Pembuatan Kue Klepon Resep dasar dalam membuat kue klepon antara lain :

1. Tepung ketan 500 gram 2. Tepung kanji 60 gram

3. Garam 15 gram

4. Vanili 3 gram

5. Santan encer 450 gram 6. Air daun suji 20 gram 7. Gula merah 150 gram 8. Kelapa parut 360 gram

Cara membuat kue klepon meliputi beberapa proses, yaitu :

1. Tepung ketan, tepung kanji, santan encer, air daun suji, garam dan vanili dicampur dan diuleni sampai bisa dibentuk,

2. Adonan dibentuk bulat-bulat sebesar bola pimpong, 3. Lalu isi bagian dalamnya dengan gula merah,

4. Didihka n air, rebus bola-bola tersebut dalam air mendidih selama ± 5 menit

5. Jika sudah mengapung, diangkat dan ditiriskan. Kemudian diguling-gulingkan ke dalam kelapa parut (Alamsyah, 2006).

2.3. Daya Terima Makanan

Menurut Suhardjo (1989) yang dikutip oleh Latifah (2010), Daya terima atau preferensi makanan dapat didefinisikan sebagai tingkat kesukaan atau ketidaksukaan


(42)

individu terhadap suatu jenis makanan. Diduga tingkat kesukaan ini sangat beragam pada setiap individu. sehingga akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan.

Segi sosial budaya pangan berhubungan dengan konsumsi pangan dalam menerima atau menolak bentuk atau jenis pangan tertentu, perilaku ini berakar dari kebiasaan kelompok penduduk, selanjutnya dijelaskan pula bahwa pada umumnya kebiasaan pangan seseorang tidak didasarkan atas keperluan fisik akan zat-zat gizi yang terkandung dalam pangan. Kebiasaan makan berasal dari pola pangan yang diterima budaya kelompok dan diajarkan kepada seluruh anggota keluarga. Menurut Wirakusumah (1990) yang dikutip oleh Latifah (2010), Kesukaan terhadap makanan didasari oleh sensorik, sosial, psikologi, agama, emosi, budaya, kesehatan, ekonomi, cara persiapan dan pemasakan makanan, serta faktor-faktor terkait lainnya. Penilaian seseorang terhadap kualitas makanan berbeda-beda tergantung selera dan kesenangannya. Perbedaan suku, pengalaman, umur dan tingkat ekonomi seseorang mempunyai penilaian tertentu terhadap jenis makanan, sehingga standar kualitas makanan sulit untuk ditetapkan. Walaupun demikian ada beberapa aspek yang dapat dinilai yaitu persepsi terhadap cita rasa makanan, nilai gizi dan higiene atau kebersihan makanan tersebut.

1. Penampilan dan cita rasa makanan

Menurut Moehyi (1992) yang dikutip oleh Latifah (2010), Cita rasa makanan mencakup 2 aspek utama yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan pada saat dimakan. Kedua aspek tersebut sama pentingnya untuk diperhatikan agar benar-benar dapat menghasilkan makanan yang memuaskan. Daya penerimaan terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang ditimbulkan


(43)

oleh makanan melalui indera penglihat, penciuman serta perasa atau pencecap bahkan mungkin pendengar. Walaupun demikian faktor utama yang akhirnya mempengaruhi daya penerimaan terhadap makanan yaitu rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu. Oleh karena itu, penting sekali dilakukan penilaian cita rasa untuk mengetahui daya penerimaan konsumen.

Menurut Winarno (1997) rasa suatu makanan merupakan faktor yang turut menentukan daya terima konsumen. Rasa dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan komponen rasa yang lain.

Warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan karena merupakan rangsangan pertama pada indera mata. Warna makanan yang menarik dan tampak alamiah dapat meningkatkan cita rasa. Oleh sebab itu dalam penyeleggaraan makanan harus mengetahui prinsip-prinsip dasar untuk mempertahankan warna makanan yang alami, baik dalam bentuk tehnik memasak maupun dalam penanganan makanan yang dapat mempengaruhi makan.

2. Konsistensi atau tekstur makanan

Konsistensi atau tekstur makanan juga merupakan komponen yang turut menentukan cita rasa makanan karena sensitifitas indera cita rasa dipengaruhi oleh konsistensi makanan. Makanan yang berkonsistensi padat atau kental akan memberikan rangsangan lebih lambat terhadap indera kita.

Penyajian makanan merupakan faktor tertentu dalam penampilan hidangan yang disajikan. Jika penyajian makanan tidak dilakukan dengan baik, seluruh upaya yang telah dilakukan guna menampilkan makanan dengan cita rasa tinggi akan tidak


(44)

berarti. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera terutama penglihatan yang berkaitan dengan cita rasa makanan itu.

Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan itu sendiri. Apabila penampilan makanan yang disajikan merangsang saraf melalui indera penglihatan sehingga mampu membangkitkan selera untuk mencicipi makanan itu, maka pada tahap selanjutnya rasa makanan itu akan ditentukan oleh rangsangan terhadap indera penciuman dan indera perasa.

Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa yang mudah menguap sebagai akibat atau reaksi karena pekerjaan enzim atau dapat juga terbentuk tanpa bantuan reaksi enzim.

2.4. Uji Organoleptik

Menurut Soekarto (2002) yang dikutip oleh Latifah (2010), Penilaian organoleptik yang disebut juga penilaian indera atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah sangat lama dikenal dan masih sangat umum digunakan. Metode penilaian ini banyak digunakan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan alat ukur yang paling sensitif. Penerapan penilaian organoleptik pada prakteknya disebut uji organoleptik yang dilakukan dengan prosedur tertentu. Uji ini akan menghasilkan data yang penganalisisan selanjutnya menggunakan metode statistika.


(45)

Menurut Rahayu (1998), Sistem penilaian organoleptik telah dibakukan dan dijadikan alat penilaian di dalam Laboratorium. Penilaian organoleptik juga telah digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan produk. Dalam hal ini prosedur penilaian memerlukan pembakuan yang baik dalam cara penginderaan maupun dalam melakukan analisa data.

Indera yang berperan dalam uji organoleptik adalah indera penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba dan pendengaran. Panel diperlukan untuk melaksanakan penilaian organoleptik dalam penilaian mutu atau sifat-sifat sensorik suatu komoditi, panel bertindak sebagi instrumen atau alat. Panel ini terdiri atas orang atau kelompok yang bertugas menilai sifat dari suatu komoditi. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis.

Uji hedonik atau uji kesukaan merupakan salah satu jenis uji penerimaan. Dalam uji ini panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan, disamping itu mereka juga mengemukakan tingkat kesukaan/ketidaksukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut orang skala hedonik, misalnya amat sangat suka, sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka, sangat tidak suka dan amat sangat tidak suka.

Pada uji hedonik panelis diminta untuk menggungkapkan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau ketidaksukaan terhadap suatu produk. Skala hedonik dapat direntangkan atau diciutkan sesuai yang diinginkan peneliti.


(46)

2.5. Panelis

Dalam penilaian organoleptik dikenal tujuh macam panel, yaitu panel perseorangan, panel terbatas, panel terlatih, panel agak terlatih, panel tidak terlatih, panel konsumen dan panel anak-anak. Perbedaan ketujuh panel tersebut didasarkan pada keahlian dalam melakukan penilaian organoleptik.

1. Panel Perseorangan

Penel perseorangan adalah orang yang sangat ahli dengan kepekaan spesifik yang sangat tinggi yang diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif. Panel perseorangan sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan bahan yang akan dinilai dan menguasai metode-metode analisa organoleptik dengan sangat baik. Keuntungan menggunakan panelis ini adalah kepekaan tinggi, bias dapat dihindari, penilaian efisien. Panel perseorangan biasanya digunakan untuk mendeteksi penyimpangan yang tidak terlalu banyak dan mengenali penyebabnya. 2. Panel Terbatas

Panel terbatas terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi sehingga bias lebih dapat dihindari. Panelis ini mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir.

3. Panel Terlatih

Panel terlatih terdiri dari 15-25 orang yang mempunyai kepekaan cukup baik. Untuk menjadi panelis terlatih perlu didahului dengan seleksi dan latihan-latihan. Panelis ini dapat menilai beberapa rangsangan sehingga tidak terlampau spesifik.


(47)

4. Panel Agak Terlatih

Panel agak terlatih terdiri dari 15-25 orang yang sebelumya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu. Panel agak terlatih dapat dipilih dari kalangan terbatas dengan menguji datanya terlebih dahulu. Sedangkan data yang sangat menyimpang boleh tidak digunakan dalam keputusannya.

5. Panel Tidak Terlatih

Panel tidak terlatih terdiri dari 25 orang awam yang dapat dipilih berdasarkan jenis suku-suku bangsa, tingkat sosial dan pendidikan. Panel tidak terlatih hanya diperbolehkan menilai sifat-sifat organoleptik yang sederhana seperti sifat kesukaan, tetapi tidak boleh digunakan dalam uji pembedaan. Panel tidak terlatih biasanya terdiri dari orang dewasa dengan komposisi panelis pria sama dengan panelis wanita.

6. Panel Konsumen

Panel konsumen terdiri dari 30 hingga 100 orang yang tergantung pada target pemasaran komoditi. Panel ini mempunyai sifat yang sangat umum dan dapat ditentukan berdasarkan perorangan atau kelompok tertentu.

7. Panel Anak-anak

Panel yang khas adalah panel yang menggunakan anak-anak berusia 3-10 tahun. Biasanya anak-anak digunakan sebagai panelis dalam penilaian produk-produk pangan yang disukai anak-anak seperti permen, es krim dan sebagainya. Cara penggunaan panelis anak-anak harus bertahap, yaitu dengan pemberitahuan atau dengan bermain bersama, kemudian dipanggil untuk diminta responnya terhadap


(48)

produk yang dinilai dengan alat bantu gambar seperti boneka snoopy yang sedang sedih, biasa atau tertawa.

2.6. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Keterangan :

1. Pembuatan kue klepon dengan variasi penambahan tepung daun ubi (3%, 6%, dan 9%).

2. Dilihat daya terima masyarakat terhadap aroma, warna, rasa dan tekstur kue klepon.

Tepung Ketan

Kue Klepon

Daya Terima Masyarakat (Aroma, Warna, Rasa, dan Tekstur)

Perlakuan :

A0 : Penambahan tepung daun ubi 3% A1 : Penambahan tepung daun ubi 6% A2 : Penambahan tepung daun ubi 9%


(49)

2.7. Hipotesis Penelitian

Ho : Tidak ada pengaruh penambahan tepung daun ubi 3%, 6%, dan 9% terhadap daya terima kue klepon.

Ha : Ada pengaruh penambahan tepung daun ubi 3%, 6%, dan 9% terhadap daya terima kue klepon.


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian bersifat Eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap yang hanya terdiri dari satu faktor yaitu tepung daun ubi dengan 3 perlakuan penambahan tepung daun ubi yaitu 3%, 6%, dan 9% (r = 3) dengan simbol A0, A1, dan A2 yang semuanya diulang sebanyak 2 kali (i = 1, 2) pada saat proses pembuatan kue klepon dengan maksud untuk memperkecil error atau kesalahan yang mungkin terjadi pada saat penimbangan bahan yang digunakan dalam pembuatan kue klepon.

Tabel 3.1 Rincian Perlakuan

Perlakuan Ulangan (U) Jumlah (TA) Rerata (yA)

1 2

A0 Y10 Y20 TA0 yA0

A1 Y11 Y21 TA1 yA1

A2 Y12 Y22 TA2 y A2

Jumlah (TU) Ti1 Ti2 Tij yij

Keterangan :

Y10 : Perlakuan A0 pada ulangan ke-1 Tij : Total nilai seluruh perlakuan Y20 : Perlakuan A0 pada ulangan ke-2 yA0 : Nilai rata-rata perlakuan A0 Y11 : Perlakuan A1 pada ulangan ke-1 yA1 : Nilai rata-rata perlakuan A1 Y21 : Perlakuan A1 pada ulangan ke-2 yA2 : Nilai rata-rata perlakuan A2 Y12 : Perlakuan A2 pada ulangan ke-1 TU : Jumlah nilai ulangan

Y22 : Perlakuan A2 pada ulangan ke-2 yij : Total nilai rata-rata seluruh TA : Jumlah nilai perlakuan perlakuan

TA0 : Jumlah nilai perlakuan A0 Ti1 : Jumlah nilai ulangan ke-1 TA1 : Jumlah nilai perlakuan A1 Ti2 : Jumlah nilai ulangan ke-2 TA2 : Jumlah nilai perlakuan A2


(51)

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Penelitian pembuatan tepung daun ubi dilakukan di Laboratorium PKK Tataboga Fakultas Teknik Universitas Negeri Medan. Sedangkan pelaksanaan uji daya terima kue klepon dilakukan di Laboratorium Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara (FKM-USU) Medan.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember 2010. 3.3. Objek Penelitian

Objek penelitian ini adalah kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi 3%, 6%, dan 9%.

3.4. Definisi Operasional

1. Tepung ketan adalah jenis tepung yang terbuat dari beras ketan yang berwarna putih ultra dan sedikit manis.

2. Tepung daun ubi 3% adalah pemakaian tepung daun ubi dalam pembuatan kue klepon dengan perbandingan 3% tepung daun ubi dan 97% tepung ketan.

3. Tepung daun ubi 6% adalah pemakaian tepung daun ubi dalam pembuatan kue klepon dengan perbandingan 6% tepung daun ubi dan 94% tepung ketan.

4. Tepung daun ubi 9% adalah pemakaian tepung daun ubi dalam pembuatan kue klepon dengan perbandingan 9% tepung daun ubi dan 91% tepung ketan.


(52)

5. Kue klepon adalah salah satu jenis kue basah tradisional yang terbuat dari tepung ketan yang di dalamnya terdapat gula merah dan ditaburi kelapa parut di bagian luarnya.

6. Uji daya terima atau uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik tiga titik sebagai acuan.

3.5. Alat dan Bahan 3.5.1 Alat

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Timbangan 5. Blender

2. Baskom adonan 6. Panci 3. Saringan plastik 7. Rak kawat

4. Ember 8. Oven pengering

3.5.2. Bahan

Bahan yang digunakan untuk membuat tepung daun ubi terdiri dari:

- Daun ubi muda jenis semaian (semen) yang bertangkai merah muda keputihan dengan warna daun hijau muda. Daun ubi semaian merupakan daun dari tanaman ubi yang hanya diambil daunnya untuk dijadikan sayuran yang biasa dikonsumsi masyarakat. Daun ubi muda dipetik sebanyak tujuh tangkai dari bagian pucuk batang. - Air

Sedangkan bahan yang digunakan untuk membuat kue klepon terdiri dari dua jenis yaitu: - Bahan utama, terdiri dari tepung ketan dan tepung daun ubi.


(53)

- Bahan tambahan, terdiri dari tepung kanji, santan encer, vanili, gula merah, garam, dan kelapa yang diparut.

Bahan yang digunakan untuk membuat kue klepon dalam penelitian ini berbeda dengan bahan yang terdapat dalam resep dasar.

Tabel 3.2. Jenis dan Ukuran Bahan Pembuatan Kue Klepon Hasil Modifikasi Resep Dasar

Bahan Perbandingan

3% : 97% 6% : 94% 9% : 91%

Tepung ketan 126 gram 122 gram 118 gram

Tepung kanji 20 gram 20 gram 20 gram

Tepung daun ubi 4 gram 8 gram 12 gram

Santan encer 100 gram 100 gram 100 gram

Garam 5 gram 5 gram 5 gram

Vanili 1 gram 1 gram 1 gram

Gula merah 75 gram 75 gram 75 gram

Kelapa parut 180 gram 180 gram 180 gram

Keterangan :

Berat total dari bahan utama = 130 gram

Tepung daun ubi 3% = 3% x 130 gram (berat total dari bahan utama) = 4 gram

Tepung ketan 97% = 130 gram – 4 gram = 126 gram

Tepung daun ubi 6% = 6% x 130 gram (berat total dari bahan utama) = 8 gram

Tepung ketan 94% = 130 gram – 8 gram = 122 gram

Tepung daun ubi 9% = 9% x 130 gram (berat total dari bahan utama) = 12 gram

Tepung ketan 91% = 130 gram – 12 gram = 118 gram

Modifikasi resep dasar pada Tabel 3.2 diatas untuk membuat 30 buah kue klepon.

3.6. Tahapan Penelitian

3.6.1. Proses Pembuatan Tepung Daun Ubi

Tahapan pembuatan tepung daun ubi dapat dilihat pada Gambar 3.1 di bawah ini :


(54)

Gambar 3.1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tepung Daun Ubi

Pembuatan tepung daun ubi kayu dilakukan dengan memberikan perlakuan pendahuluan yaitu perendaman dalam air selama 6 (enam) jam dengan maksud untuk menghilangkan atau mengurangi senyawa sianida dan meningkatkan aktivitas enzim. Kemudian direbus selama 3 (tiga) menit agar senyawa sianida keluar bersama dengan uap air. Setelah itu dilakukan pengeringan pada suhu 45oC selama 8 jam, penghalusan dan pengayakan. 100 gram daun ubi segar dapat menghasilkan tepung daun ubi sebanyak 27-28 gram atau sekitar 1/4 dari daun ubi segar.

3.6.2. Proses Pembuatan Kue Klepon dengan Penambahan Tepung Daun Ubi Tahapan pembuatan kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi dapat dilihat pada Gambar 3.2 di bawah ini :

Diayak menjadi Tepung Daun Ubi Daun ubi direndam dalam air selama 6 jam

Direbus selama 3 menit

Dikeringkan dengan oven pengering selama 8 jam

Dihaluskan dengan blender Daun ubi dibersihkan dan dicuci


(55)

Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Pembuatan Kue Klepon 3.6.3. Tahapan Uji Daya Terima Kue Klepon

Tahapan uji daya terima kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi meliputi beberapa proses seperti terlihat pada Gambar 3.3 dibawah ini :

Diuleni sampai bisa dibentuk

Adonan dibentuk bulat-bulat sebesar bola pimpong

Didalamnya diisi gula merah

Masak bola-bola dalam air mendidih

• Tepung Daun Ubi 8 gram

• Tepung ketan 122 gram

• Tepung kanji 20 gram

• Santan 100 gram

• Vanili 1 gram

• Garam 5 gram

• Gula merah 75 gram

• Kelapa parut 180 gram

• Tepung Daun Ubi 12 gram

• Tepung ketan 118 gram

• Tepung kanji 20 gram

• Santan 100 gram

• Vanili 1 gram

• Garam 5 gram

• Gula merah 75 gram

• Kelapa parut 180 gram

Angkat dan tiriskan bola-bola yang sudah mengapung

Diguling-gulingkan ke dalam kelapa parut

• Tepung Daun Ubi 4 gram

• Tepung ketan 126 gram

• Tepung kanji 20 gram

• Santan 100 gram

• Vanili 1 gram

• Garam 5 gram

• Gula merah 75 gram


(56)

Gambar 3.3. Diagram Alir Proses Uji Daya Terima Kue Klepon

3.6.4. Uji Daya Terima

Untuk mengetahui hasil percobaan perlu dilaksanakan penilaian kepada masyarakat melalui uji organoleptik. Uji organoleptik adalah penilaian yang menggunakan indera. Jenis uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan/hedonik menyatakan suka/tidaknya terhadap suatu produk.

Uji hedonik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui tingkat daya terima konsumen dengan mempergunakan skala hedonik sembilan titik sebagai

• Tepung Daun Ubi 8 gram

• Tepung ketan 122 gram

• Tepung kanji 20 gram

• Santan 100 gram

• Vanili 1 gram

• Garam 5 gram

• Gula merah 75 gram

• Kelapa parut 180 gram

• Tepung Daun Ubi 12 gram

• Tepung ketan 118 gram

• Tepung kanji 20 gram

• Santan 100 gram

• Vanili 1 gram

• Garam 5 gram

• Gula merah 75 gram

• Kelapa parut 180 gram

Kue Klepon

Uji Daya Terima Oleh Panelis

• Tepung Daun Ubi 4 gram

• Tepung ketan 126 gram

• Tepung kanji 20 gram

• Santan 100 gram

• Vanili 1 gram

• Garam 5 gram

• Gula merah 75 gram

• Kelapa parut 180 gram


(57)

acuan, namun untuk mempermudah panelis dan peneliti skala ini diciutkan menjadi menjadi 3 tingkatan dengan skor yang paling rendah adalah 1 dan skor yang paling tinggi adalah 3. Berdasarkan tingkatannya, tingkat penerimaan konsumen dapat diketahui sesuai dengan Tabel 3.3 berikut:

Tabel 3.3 Tingkat Penerimaan Konsumen

Organoleptik Skala Hedonik Skala Numerik

Warna Menarik

Kurang menarik Tidak menarik

3 2 1

Aroma Suka

Kurang suka Tidak suka

3 2 1

Rasa Suka

Kurang suka Tidak suka

3 2 1

Tekstur Suka

Kurang suka Tidak suka

3 2 1

Untuk penilaian kesukaan/analisa sifat sensoris suatu komoditi diperlukan alat instrumen, alat yang digunakan terdiri dari orang/kelompok orang yang disebut panel, orang yang bertugas sebagai panel disebut panelis.

Menurut Rahayu (1998), Jenis panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih dengan jumlah minimal 25 orang dewasa.Panelis dalam penelitian ini adalah panelis tidak terlatih yang diambil dari mahasiswa/i Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara sebanyak 30 orang.


(58)

1. Pelaksanaan penilaian a. Waktu dan tempat

Penilaian uji daya terima terhadap kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi hasil percobaan dilaksanakan di Laboratorium Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, Nopember 2010.

b. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalahkue klepon dari penambahan tepung daun ubi dengan variasi perbandingan 3%, 6% dan 9% dari jumlah tepung ketan yang digunakan. Sedangkan alat yang digunakan adalah formulir penilaian, alat tulis dan air minum dalam kemasan.

2. Langkah-langkah pada uji daya terima

a. Mempersilahkan Panelis untuk duduk di ruangan yang telah disediakan.

b. Membagikan sampel dengan kode sesuai variasi, air minum dalam kemasan, formulir penilaian dan alat tulis.

c. Memberikan penjelasan singkat kepada panelis tentang cara memulai dan cara pengisian formulir.

d. Memberikan kesempatan kepada panelis untuk memulai dan menuliskan penilaian pada lembar fomulir penilaian.

e. Mengumpulkan formulir yang telah diisi oleh panelis.

f. Setelah formulir penilaian dikumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan analisa sidik ragam.


(59)

3.6.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang dikumpulkan, diolah secara manual dan dihitung dengan menggunakan kalkulator kemudian dianalisis dengan menggunakan analisa sidik ragam sebagai berikut :

1. Uji Analisis Varians (Anova), dengan Analisa Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap (Rahayu, 1998).

Tabel 3.4 Daftar Analisa Sidik Ragam Rancangan Acak Lengkap Sumber

Keragaman db JK KT F. Hitung

F. Tabel 5% 1% Perlakuan

Galat

r-1 = V1

(rt-1)-(r-1) = V2

JKP JKG JKP (r-1) JKG (rt-1)-(r-1) KTP KTG

F (V1, V2)

Total rt-1 JKT

Keterangan :

db : Derajat bebas JK : Jumlah kuadrat KT : Kuadrat total F : Uji-F

r : Jumlah perlakuan t : Jumlah panelis G : Galat

Rumus :

1. Derajat bebas (db) a. db perlakuan = r - 1

b. db galat = (rt –1) – (r-1) c. db total = (rt) – 1


(60)

2. Faktor koreksi (FK)

(ΣYij)2 Faktor koreksi =

r x t

3. Jumah kuadrat (JK)

a. Jumlah kuadrat total =Σ Yij2 – FK Σ (Yi)2 b. Jumlah kuadrat perlakuan = - - FK

t

a. Jumlah kuadrat galat = jumlah kuadrat total - jumlah kuadrat perlakuan 4. Kuadrat total (KT)

JK perlakuan a. KT perlakuan =

db perlakuan

JK galat b. KT galat =

db galat 5. F-Hitung

KT perlakuan F-hitung =

KT galat

Bandingkan F-hitung dengan F-tabel Lihat tabel Anova, dimana :

Pembilang = db perlakuan Penyebut = db galat

Bila F-hit > F-tabel = Ho ditolak, Ha diterima Bila F-hit < F-tabel = Ho diterima , Ha ditolak


(61)

Dengan menggunakan derajat bebas α 5 %

Bila F-hitung > F-tabel berarti ada pembedaan antara perlakuan-perlakuan tersebut. Untuk mengetahui pengaruh perbedaan tiap-tiap perlakuan maka akan dilanjutkan dengan Uji Ganda Duncan (Duncan’s Multiple Range Test). Dengan Uji Ganda Duncan maka dapat diketahui perlakuan mana yang paling berbeda dengan perlakuan lainnya dan perlakuan mana yang hanya sedikit berbeda dengan perlakuan lainnya.

KT Galat Sy =

Jumlah Kelompok

Kemudian dilanjutkan dengan menghitung range tingkat nyata 5% dengan melihat derajat bebas galat dimana akan diperoleh :


(1)

5.5. Daya Terima Panelis Terhadap Tekstur Kue Klepon dengan Penambahan Tepung Daun Ubi dengan Berbagai Variasi Penambahan Tepung Daun Ubi

Pengujian organoleptik terhadap tekstur oleh para panelis menunjukan bahwa panelis menyukai ketiga tekstur kue klepon dengan penambahan tepung daun ubi, akan tetapi kue klepon yang dibuat dengan penambahan tepung daun ubi 6% mendapatkan skor tertinggi dari panelis karena memiliki tekstur yang lembut. Sedangkan kue klepon yang dibuat dengan penambahan tepung daun ubi 3% teksturnya agak keras dan kue klepon yang dibuat dengan penambahan tepung daun ubi 9% mandapatkan skot terendah dari panelis karena teksturnya yang terlalu lembut (lembek) sehingga bentuknya kurang menarik. Hal ini disebabkan karena tepung daun ubi tidak memiliki Amilopektin seperti halnya pada tepung ketan, sehingga semakin besar konsentrasi tepung daun ubi yang ditambahkan, maka kemampuan mengikat tepung ketan akan semakin berkurang, akibatnya kue klepon yang dihasilkan tidak kenyal, terlalu lembut dan mudah hancur.

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam terhadap tekstur dari ketiga perlakuan pada kue klepon yang dihasilkan ((Fhitung (3,09) < Ftabel (3,15)) menunjukkan bahwa penambahan tepung daun ubi dengan berbagai variasi tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap tekstur kue klepon yang dihasilkan.

Menurut Winarno (1997), tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan bahan tersebut karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan kelenjar air liur. Semakin kental suatu bahan , penerimaan terhadap intensitas rasa, bau, dan cita rasa semakin berkurang.


(2)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna kue klepon dengan tepung daun ubi 3% sama dengan warna kue klepon dengan tepung daun ubi 9%, namun warna kue klepon dengan tepung daun ubi 6% berbeda dengan kedua kue klepon yang lain. Hal itu berarti bahwa warna kue klepon dengan tepung daun ubi 6% lebih disukai dibandingkan dengan warna kue klepon dengan tepung daun ubi 3% dan 9%.

2. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa kue klepon dengan tepung daun ubi 3% sama dengan rasa kue klepon dengan tepung daun ubi 6%, namun rasa kue klepon dengan tepung daun ubi 9% berbeda dengan kedua kue klepon yang lain. Hal itu berarti bahwa rasa kue klepon dengan tepung daun ubi 9% kurang disukai dibandingkan dengan rasa kue klepon dengan tepung daun ubi 3% dan 6%.

3. Penambahan tepung daun ubi dengan berbagai variasi tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma kue klepon.

4. Penambahan tepung daun ubi dengan berbagai variasi tidak memberi pengaruh yang berbeda nyata terhadap tekstur kue klepon.


(3)

5. Warna dan tekstur kue klepon yang paling disukai menurut panelis adalah kue klepon yang dibuat dengan penambahan tepung daun ubi sebanyak 6%.

6. Rasa dan aroma kue klepon yang paling disukai menurut panelis adalah kue klepon yang dibuat dengan penambahan tepung daun ubi sebanyak 3%.

6.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian yang serupa dalam rangka penganekaragaman kue-kue basah lainnya dengan penambahan tepung daun ubi.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Ir.Lukas T. 2006. Tanaman Obat dan Jus Untuk Asam Urat dan Rematik. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.

Alamsyah, Yuyun dan Rudy Sujanto. 2006. Kue Basah & Jajan Pasar. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anonim. 2007. Hilangkan Racun Pada Daun Ketela Pohon. http://groups.yahoo.com

Anonim. 2007. Pencernaan Sehat Berkat Gula Aren. http://www.lautanindonesia.com. Diakses Tanggal 14 Juli 2010.

. Diakses Tanggal 24 Juni 2010.

Anonim. 2007. Ubi-Singkong Sehatkan Jantung dan Darah. http://id.shvoong.com. Diakses Tanggal 29 Mei 2010.

Anonim. 2008. Kelapa Parut. Tanggal 09 Agustus 2010.

Anonim. 2009. Daun Ubi Kayu. http://proxy.caw2.com/index. Diakses Tanggal 28 Juni 2010.

Anonim. 2009. Fungsi dan Kandungan Gizi Daun Ketela Pohon. http://www.karonia.co.cc.

Anonim. 2009. Manfaat Dan Kandungan Buah Kelapa. http://www.kudusterkini.com. Diakses Tanggal 09 Agustus 2010.

Diakses Tanggal 24 Juni 2010.

Anonim. 2009. Tepung Ketan. http://mengerjakantugas.blogspot.com. Diakses Tanggal 14 Juli 2010.

Anonim. 2009. Gula. 2010.

Anonim. 2010. Daun Singkong. http://forumkristen.com. Diakses Tanggal 21 Juni 2010.

Anonim. 2010. Vanili 2010.

Anonim. 2010. Warna Pada Makanan. 23 Nopember 2010.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI. 1996. Penelitian Gizi dan Makanan. Jilid 19. Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. Bogor. Colby. Komponen-Komponen yang Memengaruhi Cita Rasa Bahan Pangan

(Jurnal Elektronik). Diakses 23 Nopember 2010; http://www.idazweek.co.cc Esti dan Agus Sediadi. Kelapa Parut Kering (Buku Elektronik), (Jakarta): Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI, 2000. Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Diakses 9 Agustus 2010;

Hanafiah, Kemas Ali. 2005. Rancangan Percobaan : Teori dan Aplikasi. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.


(5)

Oei, G.D. 2008. Terapi Mata Dengan Pijat dan Ramuan. Penebar Swadaya. Jakarta.

Kartasapoetra, Ir. A.G. 1988. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan di Daerah Tropik. Penerbit Bina Aksara. Jakarta.

Koswara, Ir. Sutrisno. Lebih Akrab Dengan Kue Basah (Jurnal Elektronik). Diakses 14 Juli 2010;

Kusharto, Clara. 1984. Pembuatan Kerupuk 20% Tepung Kedelei. Dalam : Makanan Jadi Indonesia : Peranan Pedagang Kecil Dalam Mensuplai Makanan Masyarakat Kota. Equity Policy Center. Bogor.

Lakitan, Benyamin. 1995. HORTIKULTURA: Teori, Budidaya, dan Pasca Panen. Cetakan I. Penerbit PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Latifah, Nur Lubis. 2010. Pembuatan Abon Ikan Gulama Dan Daya Terimanya (johnuis, spp). Skripsi Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera utara. Medan.

LIPI. 1993. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta.

Mahmud, Mien K. dkk. 1990. Komposisi Zat Gizi Pangan Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Meyria. 2002. Perbedaan Kualitas Cookies Yang Terbuat dari Tepung Pisang

Ambon Dan Tepung pisang Raja Sere. Skripsi Sarjana Fakultas Teknik UNIMED. Medan.

Novary, Ety Widayati. 1997. Penanganan dan Pengolahan Sayuran Segar. Cetakan I. Penerbit PT Penebar Swadaya. Jakarta.

Rahayu, W.P. 1998. Diktat Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rukman, Ir.H. Rahmat. 1997. Ubi Kayu Budi Daya dan Pasca Panen. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sentra Informasi Keracunan Nasional BPOM. Racun Alami Pada Tanaman Pangan (Jurnal Elektronik). Diakses 28 Juni 2010; http://www.pom.go.id. Sintia, M, SP. dan Ir. Murhananto, MM. 2004. Memanfaatkan Tanaman Sayur

Untuk Mengatasi Aneka Penyakit. PT Agromedia Pustaka. Jakarta.

Scott, R. Pearson . dkk. 1986. Ekonomi Ubi Kayu di Jawa. Sinar Harapan. Jakarta. Soedarmo, P. dkk. 1984. Aneka Sayuran Hijau di Indonesia. PT Gramedia. Jakarta. Soetanto, Vera H. 1981. Mempelajari Pembuatan dan Daya Tahan Simpan

Tepung Daun Ubi Kayu, Tepung Ubi Kayu dan Tepung Kedele Serta Penerimaan Panelis Terhadap Hasil Olah Campurannya. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sreetfood, Project. 1989. Street Foods In Bogor Area. Bogor Agricultural University-IPB, TNO Division of Nutrition and Food Research, Zeist Free University Amsterdam. Bogor.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Zulhaida Lubis dan Jumirah. Jurnal Penelitian Info Kesehatan Masyarakat 2005, Vol.


(6)

Daun Singkong (Jurnal Elektronik). Diakses 6 Agustus 2010;


Dokumen yang terkait

Uji Daya Terima Mi Kering Kombinasi Tepung Ubi Jalar Putih (Lpomea Batatas) Dan Daunnya Dengan Kacang Kedelai (Glycine Soja) Sebagai Pangan Tambahan Bagi Ibu Hamil

4 82 94

Pengaruh Penambahan Tepung Kulit Pisang Raja (Musa paradisiaca) Terhadap Daya Terima Kue Donat

29 178 110

Uji Daya Terima Nasi Dengan Penambahan Tepung Ubi Jalar Ungu (Nabilar)

8 95 65

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG BIJI RAMBUTAN TERHADAP WARNA DAN DAYA TERIMA BISKUIT UBI GARUT Pengaruh Substitusi Tepung Biji Rambutan Terhadap Warna dan Daya Terima Biskuit Ubi Garut.

0 5 12

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG BIJI RAMBUTAN TERHADAP WARNA DAN DAYA TERIMA Pengaruh Substitusi Tepung Biji Rambutan Terhadap Warna dan Daya Terima Biskuit Ubi Garut.

0 4 18

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG JAMUR TIRAM TERHADAP TINGKAT KEKERASAN DAN DAYA TERIMA Pengaruh Substitusi Tepung Jamur Tiram Terhadap Tingkat Kekerasan dan Daya Terima Tepung Biskuit Ubi Jalar Ungu.

0 2 9

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG TEMPE TERHADAP KEKERASAN, WARNA, DAN DAYA TERIMA Pengaruh Substitusi Tepung Tempe Terhadap Warna, Kekerasan, Dan Daya Terima Cookies Ubi Jalar Kuning.

0 2 18

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG UBI UNGU DAN TEPUNG KEDELAI TERHADAP TINGKAT KEKERASAN DAN DAYA TERIMA BROWNIES Pengaruh Perbandingan Tepung Ubi Jalar Ungu Dan Tepung Kedelai Terhadap Tingkat Kekerasan Dan Daya Terima Brownies Kukus.

0 9 11

PENAMBAHAN BAHAN BAKU UBI MERAH KEPADA KUE TRADISIONAL KUE LUMPUR TERHADAP DAYA TERIMA KONSUMEN. - repository UPI S MIK 1200585 Title

0 0 3

PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG SORGUM DAN PENAMBAHAN TEPUNG WORTEL TERHADAP DAYA TERIMA MI BASAH

1 3 5