BAB II KAJIAN TEORI
A. DESKRIPSI TRAINING EMOTIONAL SPIRITUAL QUOTIENT
1. Pengertian IQ, EQ, dan SQ.
Manusia adalah mahluk paling mulia dan paling sempurna, itulah yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an Nul Karim. Keistimewaan manusia adalah akal
yang dianugerahkan kepadanya, sehingga ia mampu berfikir, mengamati, menganalisis banyak hal dan kejadian, kemudian menyimpulkan seluruh
permasalahan dan mencari solusi terbaiknya. Kesemuannya itu tentu mengunakan akal dan melalui proses berfikir. Dengan akal pula, maka manusia menjadi khalifah
di muka bumi ini, dan wajib untuk menjalankan amanat tersebut dengan sebaik- baiknya. Semua informasi dan ilmu yang didapat manusia sejak ia masih kecil,
merupakan landasan awal untuk membangun proses berfikirnya dikemudian hari, melalui tahap-tahapan yang harus dilalui hingga ia dewasa.
12
Informasi inilah yang mengembalikan semua ingatannya hingga kemudian ia dapat menimbang, dan
membandingkan satu dan lainnya, lalu diorganisasikan dan menyatukannya dalam sebuah metode yang akan ia gunakan untuk mencapai ilmu dan informasi yang
lebih akurat.
Mufsir Bin Said Az-Zahrani, Konseling terapi Jakarta:PT.Gema Insani, 2005, hal 274
17
Berbicara mengenai proses berfikir manusia, para ahli psikologi telah menemukan bahwa terdapat lapisan luar otak manusia dinamakan neo cortex, dan
lapisan ini hanya dimiliki oleh manusia. Neo cortex menjadikan manusia mampu berhitung, belajar al-jabar, mengoperasikan computer, memahami rumus-rumus
fisika, mempelajari bahasa-bahasa, bahkan dengan menggunakan neo cortexlah manusia mampu membuat pesawat luar angkasa, tentu hal yang sangat luar biasa.
Penggunaan lapisan neo cortex inilah, yang kemudian melahirkan IQ intelligence Quotient
atau kecerdasan fikiran. Kecerdasan intelektual ditemukan pada tahun 1905 oleh Alfred Binet, dan dipergunakan pertama kali pada perang dunia pertama.
Dalam kamus John M. Echols quotient diartikan sebagai hasil bagi.
13
Namun dalam ilmu psikologi khusunya yang membahas mengenai IQ, EQ,dan SQ, quotient
diartikan sebagai kecerdasan.
14
Kecerdasan fikiran atau Intelligence Quotient IQ, merupakan kemampuan fungsi fikir, dimana ia dapat menggunakan secara cepat dan tepat dalam mengatasi
suatu situasi atau memecahkan suatu masalah. Kecerdasan berfikir dapat dilihat dari kesanggupan bersikap dan berbuat cepat dengan situasi yang sedang berubah,
baik kondisi diluar dirinya yang biasa maupun yang baru. Menurut Alfred Binet, inteligence
memiliki tiga aspek kemampuan, pertama Direction, yaitu kemampuan
13
John M. Echols, Kamus: Indonesia-Inggris Jakarta: Gramedia, 2000, hal 462. Usman Effendi dan Juhaya S.Praja, Pengantar Psikologi Bandung: Angkasa, 1993, Hal 86.
untuk memusatkan kepada suatu masalah yang harus dipecahkan, kemudian adaptation,
yaitu kemampuan untuk mengadakan adaptasi terhadap masalah yang dihadapinya atau fleksibel didalam menghadapi masalah. Sedangkan aspek yang
ketiga adalah critism, yaitu kemampuan untuk mengadakan kritik, baik terhadap masalah yang dihadapi maupun terhadap dirinya sendiri.
15
Sebagai mahluk sosial, manusia tentu saja tidak dapat hidup sendiri, dan membutuhkan manusia lainnya dalam melakukan aktifitas dan proses interaksi
dengan lingkungannya. Dalam proses interkasi dan relasi tersebut, pasti terdapat beberapa pengalaman dan kondisi yang menimbulkan aneka macam emosi, baik
yang berakibat positif maupun yang negatif. Hal tersebut kemudian diekspresikan dengan cara yang berbeda-beda dari tiap individu, bisa diekspresikan dengan
marah, jengkel, diam dan lainnya, terhadap perlakuan individu yang dinilai tidak adil, tidak pantas, atau tidak pada tempatnya. Namun, pada saat yang lain manusia
bisa merasakan hal yang sebaliknya, seperti bahagia, tentram, dan damai terhadap lingkungannya, dan kesemuannya itu adalah wujud dari emosi.
Emosi diartikan oleh para ahli psikologi sebagai suatu gejala psikologi, yang menimbulkan suatu persepsi, sikap, dan tingkah laku serta diwujudkan dalam
ekspresi tertentu dari masing-masing individu. Emosi dirasakan secara psiko-fisik, karena terkait langsung dengan jiwa dan fisik, dimana ketika emosi bahagia
Usman Effendi dan Juhaya S.Praja, Pengantar Psikologi, hal 88-89.
meledak-ledak ia secara psikis akan memberi kepuasan, tetapi secara fisiologis membuat jantung berdebar-debar atau langkah kaki terasa ringan. Menurut Harvey
Carr dalam teori organic readjustment atau penyesuaian organis, emosi adalah penyesuaian organis yang timbul secara otomatis pada manusia dalam menghadapi
situasi-situasi tertentu, misalnya emosi takut karena situasi yang dihadapi bersifat berbahaya, emosi terkejut karena situasi datang dengan tiba-tiba.
16
Dalam Al-Qur’an sendiri tidak dijumpai kosa kata yang secara spesifik mengartikan kata emosi, namun ditemukan banyak ayat yang berbicara mengenai
perilaku emosi, yang menampilkan manusia dalam berbagai peristiwa kehidupan. Al-Qur’an kemudian mengungkapkan emosi manusia yang digambarkan langsung
bersama dengan peristiwa yang sering terjadi pada masyarakat pada umumnya. Pada ayat-ayat yang termaktub dalam Al-Qur’an terlihat sangat jelas bahwa Allah
SWT sangat membedakan mana emosi yang positif dan negatif. Ini semua merupakan petunjuk dari Allah agar manusia termotivasi untuk mengedepankan
emosi positif dalam kehidupan individu maupun kehidupan bersosial, yang akhirnya dapat mengantarkan manusia kepada kebahagian dunia dan akhirat.
Kemudian timbul pertanyaan, mengapa emosi sangatlah penting untuk kita kaji, dan apa mamfaat dari pengetahuan mengenai emosi tersebut. Pertanyaan-
pertanyaan yang bergulir dalam masyarakat, menyebabkan para ahli psikologi
Usman Effendi dan Juhaya S.Praja, Pengantar Psikologi, hal 83-85.
mengadakan penelitian dan riset mengenai emosi, hingga pada akhirnya muncullah teori yang dinamakan Emotional Quotient EQ. Menurut teori ini, keberhasilan
seseorang dalam hidupnya bukanlah ditentukan oleh intelligence IQ, melainkan Emotional Quotient
yang tinggi. Kecerdasan ini telah dianalisa dengan baik oleh Daniel Goleman seorang ahli psikologi, menurutnya dalam lapisan otak lebih
dalam dari neo cortex terdapat lapisan tengah yaitu limbic system, yang berfungsi sebagai pengendali emosi dan perasaan manusia.
17
Kecerdasan Emotional dapat diartikan dengan kemampuan untuk mengontrol atau menjinakkan emosi kemudian mengarahkannya kepada hal-hal
yang bersifat lebih positif. Seseorang yang mampu mensinergikan potensi intelektual dan potensi emotionalnya, berpeluang menjadi manusia-manusia utama
dilihat dari berbagai segi. Otak dan emosi memiliki kaitan yang sangat erat jika dilihat secara fungsionalnya, antara satu dan lainnya saling membutuhkan. Lebih
jauh Daniel Goleman menggambarkan, bahwa otak berfikir dapat tumbuh diwilayah otak emotional.
Dalam Al-Qur’an Nul Karim sering sekali disinggung mengenai kecerdasan Emotional EQ dan ini selalu dikaitkan dengan qolbu atau hati, ini termaktub pada
surat Al-Hajj ayat 46 yang berbunyi:
Ary Ginanjar Agustian, Rahasia Membangun ESQ Power Sebuah Inner Joerney Melalui Al- Ihsan
Jakarta: Arga, 2003, h 61.
+ +
+ +,
, ,
, -
- -
- .
. .
. 0
2 2
2 2
, ,
, ,
4 4
4 4
5 5
5 5
7 7
7 78
8 8
8 0
2 2
2 2
09 9
9 9:
: :
: ;
; ;
; =
= =
= 7
7 7
78 8
8 8,
, ,
,
? ?
? ?
A A
A A B
B B
B C
C C
C ?
? ?
? D D
D D5
5 5
5 7
7 7
78 8
8 8,
, ,
, E
E E
E F
F F
F+ +
+ +G
G G
GD D
D D
H H
H H
I I
I IJ
J J
JD D
D D
L
L L
LM M
M MA
A A
AD D
D D
N
N N
NO O
O O
Artinya: Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau
mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati
yang di dalam dada.
Pada penjelasan yang lainnya kecerdasan emotional atau EQ, dapat menciptakan dan membantu seseorang untuk mengenali tindakannya, yang bisa
memberikan pengaruh positif pada pihak lain. Kecerdasan Emotional EQ mampu menjadikan seseorang dapat berhati-hati dalam berbicara, berprilaku, bertutur kata,
dan tindakannya yang santun akan membuat orang lain merasa dihargai dan dihormati.
18
Kecerdasan emotional dapat kita lihat dari empat aspek, pertama yaitu cara seseorang memahami dan mengenali suasana hati sendiri, dia akan sadar
sepenuhnya bila hatinya sedang bahagia ataupun sebaliknya. Individu akan mampu mengontrol diri dan bertindak sewajarnya dengan kondisi yang ia hadapi. Kedua,
kecerdasan emotional dapat dilihat dari kemampuanya dalam mengendalikan hawa nafsu, karena nafsu pada dasarnya suatu daya penggerak dari suatu tindakan. Aspek
M.Darwis Hude, Emosi Penjelajahan Religio-Psikologis Tentang Emosi Manusia Di Dalam Al- Qur’an
Jakarta:PT.Erlangga,2006, hal ix
yang ketiga, yaitu dimana individu mampu mengatasi perasaan khawatir, karena pengelolaan rasa khawatir dengan baik, akan menjadikan sesorang dapat berfikir
dan bertindak lebih baik dan jernih. Aspek keempat yaitu, individu yang memiliki optimisme yang tinggi, karena optimisme merupakan suatu harapan yang kuat,
bahwa kehidupannya yang sudah dirancang dengan matang dapat berjalan dengan lancar dan sukses.
19
Upaya mendapatkan keceradasan emotional dalam Islam sangat terkait dengan upaya memperoleh keceradasan spiritual. Keduanya memiliki beberapa
persamaan baik dari metode maupun mekanisme yaitu, keduanya menuntut latihan yang sungguh-sungguh dengan melibatkan kekuatan dalam inner power.
Perbedaannya terletak pada sarana dan proses perolehan. Aktivitas kecerdasan emotional berada pada lingkup diri manusia Sub conciousnes, sedangkan
keceradasan
spiritual sudah melibatkan unsur asing dari diri manusia
Supra Conciousnes
. Ilmu pengetahuan selalu berkembang, para ahli seolah tiada henti untuk
mencari dan terus mencari ilmu-ilmu baru dalam kehidupan manusia. Seiring dengan berkembangnya kedua kecerdasan tersebut EQ dan IQ, para ahli psikologi
menemukan kecerdasan ketiga, yaitu kecerdasan spiritual Spiritual Quotient. Kecerdasan spiritual atau Spiritual Quotient pertama kali ditemukan oleh
Prof.VS.Ramachandran, Direktur Centerfror Brain California dan San Diego. Teori
Hadi Suyono, Social Intelligence Yogyakarta:Ar-Ruzz Media, 2007, hal 124-126.
yang ia kemukakan adalah God Spot tititk Tuhan atau God Module modul Tuhan.
20
Dalam kamus ilmiah karya Budi Kurniawan dijelaskan bahwa, spiritual adalah kerohanian atau segala hal-hal yang terkait erat dengan sisi rohani dalam diri
manusia.
21
Spiritual adalah dasar bagi tumbuhnya harga diri, nilai-nilai, moral, dan rasa memiliki spiritual memberi arah dan arti pada kehidupan. Spiritual lebih
diarahkan kepada kepercayaan adanya kekuatan non fisik yang lebih besar dari kekuatan manusia, sesuatu kesadaran yang menghubungkan kita langsung dengan
Tuhan, atau apapun yang kita namakan sebagai sumber keberadaan kita sebagai manusia. Spiritual mengandung kesadaran adanya hubungan suci dengan seluruh
ciptaan, dan pilihan tersebut dilakukan dengan cinta dan ketaatan. Danah Zohar dan Ian Marshal seorang ahli psikologi mendefinisikan
kecerdasan spiritualSQ sebagai kecerdasan untuk menghadapi makna atau value, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks
yang lebih luas dan lebih bermakna. Dari penelitian para ahli psikologi, ternyata spiritual quotient
berpotensi memberikan pengaruh paling besar dibandingkan dua kecerdasan sebelumnya, untuk membangun serta menjadikan manusia memperoleh
keberhasilan dalam kehidupan. Keberhasilan dan kebahagiaan tersebut tentu saja
M. Muhyidin, Manajemen ESQ Power Jogjakarta:Diva Press,2007 h,74.
21
Budi Kurniawan, Kamus Ilmiah Populer New Edition, CV.Citra Belajar.
tidak berbentuk materi semata, tetapi juga merupakan kebahagian yang bersifat inmateri yang lebih terkait dengan sisi rohani manusia.
Kecerdasan spiritual adalah suatu kemampuan untuk memberi makna ibadah terhadap setiap perilaku dan kegiatan, kegiatan ini melalui pola fikir yang bersifat
fitrah menuju manusia yang hanif dan terbangun karena pemikiran tauhid, yang pada prinsipnya segala sesuatu yang dilakukan hanya mengharap posisi terbaik
dimata Tuhan.
22
Manusia sebagai mahluk spiritual ditandai dengan berbagai pertanyaan yang diajukan kepada dirinya dalam menjalani kehidupan yang fana ini,
mengapa saya dilahirkan, makna hidup saya, untuk apa saya hidup, bagaimana hidup saya bisa bermamfaat, dan pertanyaan yang paling penting adalah siapa yang
telah memberikan kehidupan untuk saya, pertanyaan ini diajukan kepada diri agar dapat menghasilkan jawaban nilai dan makna yang bersifat reflektif.
Disamping itu, kecerdasan spiritual SQ juga akan menumbuhkan seseorang berfikir kreatif, berwawasan jauh, membuat jalan hidup sesuai dengan
aturan, sadar akan makna, nilai, dan konteks sebagai dasar untuk memahami pengetahuan, serta hadir dalam diri suatu semangat, visi, karya, dan kesadaran akan
nilai-nilai kemanusiaan. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan jiwa, dimana ia akan membantu kita
menyembuhkan dan membangun diri kita secara utuh. Banyak diantara manusia
Danah Zohar dan Ian Marshal , SQ:Memanfaatkan Kecerdasan Spiritual Dalam Berfikir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Hidup
Bandung: PT.Mizan Media Utama,2000, hal 8-12.
yang sering kali menjali hidup penuh dengan luka, suasana buruk dan berantakan, hal ini terjadi tak lain karena belum terpenuhinya kebutuhan jiwa sebagai manusia
yaitu sisi spiritualitas. Sebagai manusia kita pasti merindukan apa yang disebut penyatuan lebih
jauh, keharmonisan yang lebih mendalam, yang denganya kita tidak hanya menemukan nilai-nilai yang ada, tetapi juga nilai-nilai baru yang perlahan dapat
menuntun kita kepada orientasi hidup yang lebih baik dan pasti. Jika kita amati, saat ini banyak sekali penulis yang semangat untuk menulis buku yang membahas
mengenai pencariaan kebahagiaan spiritual, mereka merasakan bahwa kebutuhan akan makna yang lebih besar merupakan krisis yang paling penting di zaman saat
ini, dimana banyak orang telah mencapai tingkat kemapanan materi, segala bentuk kebahagiaan duniawi telah dicapai, tapi pembicaraan diantara mereka tetap saja
akan adanya suatu kehampaan dari kesuksesan duniawi yang mereka dapatkan.
2. Pengertian Training Emotional Spiritual Quotient ESQ.