6 Dengan berakhirnya perjanjian bagi hasil, baik karena berakhirnya jangka waktu maupun karena salah satu sebab pada Pasal 6, penggarap wajib menyerahkan
kembali tanah yang bersangkutan kepada pemilik dalam keadaan baik.
b. Hak dan Kewajiban Penggarap
Penggarap selama perjanjian bagi hasil berlangsung berhak untuk mengusahakan tanah yang bersangkutan dan menerima bagian dari hasil tanah itu
sesuai dengan imbangan pembagian yang ditetapkan bagi daerah tersebut. Kemudian yang menjadi kewajiban penggarap, sebagaimana diuraikan di atas,
juga merupakan kewajiban bersama antara pemilik dan penggarap, untuk itu penggarap berkewajiban pula untuk :
1 Mengusahakan tanah tersebut dengan baik. 2 Menyerahkan bagian hasil yang menjadi hak dari pemilik
3 Memenuhi beban-beban yang menjadi tanggungan selaku penggarap 4 Meminta izin kepada pemilik apabila penggarap ingin menyerahkan
pengusahaan tanah yang bersangkutan kepada pihak ketiga.
5. Imbangan Pembagian Hasil Tanah
Besarnya jumlah bagian hasil tanah secara umum diatur oleh Pasal 7 UU No. 2 tahun 1960, yang menyatakan besarnya bagian hasil tanah yang menjadi hak
penggarap dan pemilik untuk tiap-tiap Daerah Tingkat II yang bersangkutan, dengan memperhatikan jenis tanaman, keadaan tanah, kepadatan penduduk, zakat yang
Malem Ginting : Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian..., 2006 USU e-Repository © 2008
disisihkan sebelum dibagi dan faktor-faktor ekonomis serta ketentuan-ketentuan adat setempat.
Bupati Kepala Daerah Tingkat II sekarang Pemerintah Daerah memberikan keputusannya mengenai penetapan imbangan pembagian hasil tanah kepada Badan
Pemerintah Harian dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan. Berhubung oleh karena keadaan tanah khususnya kesuburan tanah kepadatan
penduduk dan faktor-faktor ekonomis lainnya yang dalam kenyataannya menentukan besar kecilnya bagian pemilik dan penggarap tidak sama di semua daerah, maka
tidak akan mungkin di tetapkan secara umum tentang besar angka pembagian yang cocok bagi seluruh Indonesia dan hal itu dirasakan adil pula oleh pihak-pihak.
Dengan dasar pertimbangan ini, maka dipandang lebih baik jika penetapan bagian pemilik dan penggarap dilakukan secara perdaerah oleh instansi yang berwenang
yaitu Bupati Kepala Daerah. Di dalam menetapkan angka pembagian itu Bupati akan meminta pertimbangan instansi-instansi lainnya yang ahli dan wakil-wakil golongan
fungsional tani. Sekalipun Pasal 7 ini tidak menentukan besarnya bagian yang menjadi hak
pemilik dan penggarap, namun dalam penjelasan UU No. 2 Tahun 1960 memberikan sebagai pedoman imbangan antara pemilik dan penggarap, yaitu :
1 : 1 satu berbanding satu untuk padi yang ditanam disawah. 23 bagi penggarap dan 13 bagi pemilik untuk tanaman palawija yang di
tanam di sawah danatau tanah kering. Hasil yang dibagi harus sudah disisihkan zakat yang mencapai nisab yaitu hasil padi
yang mencapai 14 kwintal, yang diberikan kepada orang-orang yang memeluk
Malem Ginting : Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian..., 2006 USU e-Repository © 2008
agama Islam, berarti bahwa hasil panen padi yang kurang dari 14 kwintal tidak dikenakan zakat .
Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 4 Tahun 1964, menetapkan dalam Pasal 1, yaitu bagi pemilik tanah 2 hektare yang menyerahkan tanahnya
dengan perjanjian bagi hasil dan belum melaksanakan bagi hasil sesuai dengan imbangan yang telah ditetapkan oleh BupatiKepala Daerah Tingkat II yang
bersangkutan menurut ketentuan UU No. 2 Tahun 1960, maka terhitung panen awal tahun 1964, setiap kali melakukan pelanggaran, dikenakan perimbangan pembagian
hasil sebagai berikut : 60 untuk penggarap tanah
20 untuk pemilik tanah 20 untuk pemerintah yang harus diserahkan kepada panitia landreform
kecamatan setempat, kecuali bagi daerah yang telah memberlakukan ketentuan perjanjian bagi hasil dengan imbangan 60 untuk bagian penggarap.
Peraturan Menteri Agraria No. 8 Tahun 1964 tentang cara pemungutan bagian bagi hasil yang harus diserahkan kepada pemerintah c.q Panitia Landreform
Kecamatan sebagai dimaksud dalam Peraturan Menteri Pertanian dan Agraria No. 4 Tahun 1964 di atas yang sudah menetapkan tentang pelanggaran yang diperiksa oleh
Panitia Landreform Kecamatan, karena tidak melaksanakan imbangan yang ditetapkan oleh BupatiKepala Daerah, maka bagian pemerintah yaitu setengah dari
bagian dari pemilik harus diserahkan dengan natura dan akan dijual dengan harga pasaran, atau pemilik menggantinya dengan uang sebanyak bagian yang harus
diserahkan, dan uang tersebut kemudian disetorkan ke kantor BKTN sekarang BRI
Malem Ginting : Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian..., 2006 USU e-Repository © 2008
atas rekening Yayasan Dana Landreform Dana Landreform sekarang sudah harus dimasukkan sebagai pemasukan negara.
Dengan Instruksi Presiden RI No. 13 Tahun 1980 tentang pedoman pelaksanaan UU No. 2 Tahun 1960, maka besarnya bagi hasil tanah tersebut adalah :
1 satu bagian untuk penggarap dan 1 satu bagian untuk pemilik bagi tanaman padi yang ditanam di sawah;
23 dua pertiga bagian untuk penggarap, serta 13 satu pertiga bagian untuk pemilik bagi tanaman palawija yang ditanam di sawah dan padi yang ditanam
dilahan kering. Pembagian tersebut ialah hasil bersih yaitu hasil kotor setelah dikurangi
dengan biaya-biaya yang harus dipikul bersama seperti benih, pupuk, tenaga ternak, biaya menanam, biaya panen dan zakat.
Hal yang sama berlaku juga terhadap bagi hasil yang pemiliknya tidak berada di tempat atau tidak bersedia lahannya untuk dijadikan sawah sesuai dengan
pencetakan sawah sebagaimana diatur dalam Keppres No. 54 Tahun 1980. Keppres No. 54 Tahun 1980 yang mengatur tentang kebijakan mengenai
pencetakan sawah, dalam Pasal 6 dijelaskan bahwa, manakala pemilik tanah tidak bersedia ataupun pemilik tanah tidak diketahui dimana alamatnya, maka tanah yang
dibagi hasilkan dengan penggarap harus sesuai dengan UU No. 2 Tahun 1960. Selanjutnya dengan keputusan bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri
Pertanian No. 221 Tahun 1980 dan No. 714KptsUm91980 tentang petunjuk pelaksanaan Instruksi Presiden RI No. 13 Tahun 1980 dalam bagian kedua
menentukan bahwa besarnya imbangan bagi hasil tanah yang menjadi hak penggarap
Malem Ginting : Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian..., 2006 USU e-Repository © 2008
dan pemilik, sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 7 UU No. 2 Tahun 1960, sepanjang mengenai padi yang ditanam disawah, mempergunakan pedoman sebagai
berikut : a. Ditetapkan oleh BupatiWalikotamadya Kepala Daerah berdasarkan usul dan
pertimbangan CamatKepala Wilayah Kecamatan serta instansi-instansi yang bidang tugasnya berkaitan dengan kegiatan usaha produksi pangan dan pengurus
organiasi tani yang ada di daerah itu, dengan terlebih dahulu mendengar usul dan pertimbangan Kepala Desa dengan Lembaga Musyawarah Desa atau Kepala
Kelurahan dengan Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa. b. Jumlah biaya untuk bibit, sarana produksi, tenaga ternak, tenaga tanam dan
panen, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir d UU No. 2 Tahun 1960 dinyatakan dalam bentuk hasil natura padi gabah, sebesar maksimum 25 dari
hasil kotor yang besarnya di bawah atau sama dengan hasil produksi rata-rata dalam Daerah Tingkat II Sekarang KabupatenKota atau Kecamatan yang
bersangkutan atau dalam bentuk rumus sebagai berikut : Z = ¼ x, dalam mana,
Z = biaya untuk bibit, sarana produksi, tenaga ternak, tenaga tanam dan panen
X = hasil kotor c. Jika hasil yang dicapai oleh penggarap tidak melebihi hasil produksi rata-rata
Daerah Tingkat II atau Kecamatan sebagai yang ditetapkan oleh BupatiWalikotamadya Kepala Daerah yang bersangkutan, maka hasil kotor,
setelah dikurangi biaya untuk bibit, sarana produksi, tenaga ternak, tenaga tanam
Malem Ginting : Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian..., 2006 USU e-Repository © 2008
dan panen yang dihitung menurut rumus b di atas, dibagi dua sama besar antara penggarap dan pemilik, atau dalam bentuk rumus sebagai berikut rumus I :
Hak Penggarap = Hak Pemilik =
2 4
1 2
X X
Z X
− =
−
d. Jika hasil yang dicapai oleh penggarap di atas hasil produksi rata-rata Daerah Tingkat IIKecamatan sebagaimana yang ditetapkan oleh BupatiWalikotamadya
Kepala Daerah yang bersangkutan, maka besarnya bagian yang menjadi hak penggarap dan pemilik ditetapkan sebagai berikut :
1 Hasil kotor sampai dengan hasil produksi rata-rata dibagi antara penggarap dan pemilik menurut Rumus I di atas.
2 Hasil selebihnya dari hasil produksi rata-rata dibagi antara penggarap dan pemilik dengan imbangan 4 bagian bagi penggarap dan 1 bagian bagi
pemilik atau dalam betuk rumus sebagai berikut Rumus II : Hak Penggarap =
5 4
2 4
1 5
4 2
Y X
X Y
Y X
Z Y
− +
− =
− +
−
Hak Pemilik =
5 4
2 4
1 5
1 2
Y X
X Y
Y X
Z Y
− +
− =
− +
−
Dimana Y = hasil produksi rata-rata Daerah Tingkat II atau Kecamatan
yang bersangkutan e. Jika di suatu daerah bagian yang menjadi hak penggarap pada kenyataannya
lebih besar dari apa yang ditentukan dalam rumus I dan II di atas, maka tetap diperlakukan imbangan yang lebih menguntungkan penggarap.
f. Ketetapan BupatiWalikotamadya Kepala Daerah mengenai besarnya imbangan bagi hasil tanah yang menjadi hak penggarap dan pemilik, serta hasil produksi
Malem Ginting : Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian..., 2006 USU e-Repository © 2008
rata-rata per hektare di Daerah Tingkat II atau Kecamatan yang bersangkutan, diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat II sekarang
DPRD KabupatenKota yang bersangkutan. g. Zakat disisihkan dari hasil kotor yang mencapai nisab padi ditetapkan sebesar 14
kwintal.
6. Perjanjian Bagi Hasil Setelah Berlakunya UUPA No. 5 Tahun 1960