menjadi daerah tujuan wisata di Provinsi Sumatera Utara. Objek-objek pariwisata di Kabupaten Karo adalah panorama yang indah di daerah pegunungan, air terjun, air panas
dan kebudayaan yang unik. Kabupaten Karo terkenal sebagai daerah penghasil berbagai buah-buahan dan
bunga-bungaan, mata pencaharian penduduk yang utama adalah usaha pertanian pangan, hasil hortikultura dan perkebunan rakyat. Keadaan hutan cukup luas yaitu mencapai
29.749,50 Ha atau 60,99 persen dari luas Kabupaten Karo. Kabupaten Karo merupakan Daerah Hulu Sungai DHS dan Daerah Aliran
Sungai DAS WampuUlar, sub daerah aliran sungai Laubiang. Potensi industri yang ada adalah industri kecil dan aneka industri yang mendukung pertanian maupun
pariwisata. Potensi sumber-sumber mineral dan pertambangan yang ada di Kabupaten Karo diperkirakan cukup potensial, namun masih memerlukan survei lebih lanjut di
lapangan.
5. Iklim Suhu, Musim, Angin, Curah Hujan
Suhu udara di Kabupaten Karo berkisar antara 12,7 C sd 25,0
C, dengan kelembaban udara pada tahun 2005 rata-rata setinggi 88,0 persen, tersebar antara 77,8
persen sd 94,3 persen. Di Kabupaten Karo seperti daerah lainnya terdapat dua musim yaitu musim
penghujan dan musim kemarau. Musim hujan pertama mulai bulan Agustus sd bulan Januari dan musim hujan kedua mulai bulan Maret sd bulan Mei. Pada tahun 2005 ada
sebanyak 151 hari, jumlah hari hujan dengan rata-rata kecepatan angin 1,14 MDT. Arah angin terbagi 2 dua arahgerak yaitu angin yang berhembus :
Malem Ginting : Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian..., 2006 USU e-Repository © 2008
a. Dari arah Barat kira-kira bulan Oktober sd bulan Maret b. Dari arah Timur dan Tenggara antara bulan April sd bulan September
6. Sejarah Singkat, Khusus Kecamatan Payung Lokasi Penelitian
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemuka masyarakat dan mantan Kepala Desa
59
yang telah banyak mengikuti sejarah pemerintahan Kecamatan Payung, diperoleh informasi sebagai berikut.
Perkataan Payung adalah nama salah satu desa yang dulunya dikenal dengan nama Luhak. Desa tersebut terbentuk ketika Merga Bangun dari wilayah Raja Urung
Batukarang pindah ke suatu tempat karena kurang harmonisnya hubungan kekeluargaan. Di tempat yang baru ini Merga Bangun tersebut membuka lahan perladangan baru
erbarung-barung . Akibat perpindahan Merga Bangun yang menyendiri di
perladangan, maka menimbulkan tanda tanya bagi penduduk setempat dan mereka menyelidiki mengapa Merga Bangun itu pergi menyendiri ?. Setelah jelas mengetahui
apa penyebabnya, maka penduduk mengatakan “Payonge ia miser” Pantaslah dia pindah.
Selanjutnya setelah keturunan si Merga Bangun tersebut berkembang serta dianggap sebagai pembuka pertama atas desa tersebut, maka kalimat sebutan “Payonge”
berubah menjadi “Payong” dan terakhir disebut Payung yang sekarang dinamakan Desa Payung.
Pada zaman Pemerintahan Hindia Belanda dan Jepang berkuasa di Indonesia, wilayah Kecamatan Payung dibawahi oleh 3 tiga Raja Urung yakni :
59
Wawancara dengan Aladin Bangun, Mantan Kepala Desa Batukarang tanggal 16 Juli 2006.
Malem Ginting : Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian..., 2006 USU e-Repository © 2008
a. Raja Urung usuk berkedudukan di Tiganderket b. Raja Urung Batukarang berkedudukan di Batukarang
c. Raja Urung Guru Kinayan berkedudukan di Tiga Pancur Sekarang Kecamatan Payung
Ketiga Raja Urung tersebut dibawah Pemerintahan Sibayak Lingga yang berkedudukan di desa Lingga, kecuali desa Sukatendel yang berada di bawah kekuasaan Raja Urung
Namo Haji yang merupakan wilayah Sibayak Kutabuluh Sekarang Kecamatan Kutabuluh.
Setelah Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Bupati Karo pada masa itu adalah Rakutta Sembiring mengadakan musyawarah dengan memanggil para Pemuka Masyarakat, Raja
Urung Batukarang, Tiganderket dan Payung untuk menetapkan Ibukota Kecamatan, tetapi masing-masing Pemuka Masyarakat tersebut mempertahankan agar “luhak”
Desa mereka menjadi Ibukota Kecamatan. Akhirnya keputusan ditempuh jalan tengah dengan pertimbangan agar letak ibukota kecamatan berada di tengah-tengah wilayah
tersebut, sehingga pusat pemerintahan berada di Desa Payung dan selanjutnya dikontraklah sebuah rumah untuk dijadikan sebagai Kantor Camat sementara pada
waktu itu bernama Asisten Wedana. Desa Payung pada waktu itu masih sangat sedikit penduduknya dan kantorpun
sering tidak ditempati kosong, sehingga Bupati Karo kembali mengadakan musyawarah dengan mengikutsertakan hakim kecamatan terdiri atas utusan hakim-
hakim desaluhak, dalam musyawarah itu diputuskan, bahwa Kantor Asisten Wedana Payung dipindahkan dari Desa Payung ke Desa Tiganderket, dengan syarat nama
wilayah tetap Asisten Kewedanaan Payung. Sejak saat itu Ibukota Kecamatan Payung
Malem Ginting : Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian..., 2006 USU e-Repository © 2008
berada di Desa Tiganderket, sehingga pusat pemerintahan berada di Desa Payung hanya berusia 5 bulan.
Tiganderket berasal dari kata “Tiga” dan “Nderket”, tiga berarti Pekanpasar dan Nderket adalah nama sejenis pohon kayu besar, letaknya tumbuh di sebelah barat
desa Tiganderket Sekarang ini menjadi lokasi pasar. Dibawah pohon kayu nderket itulah para pedagang melakukan transaksi jual beli hasil pertanian rakyat, sehingga
lokasi tersebut lebih dikenal dengan “Tiganderket” Pasar dibawah pohon Nderket.
7. Letak Geografis Kecamatan Payung