“Hak-hak yang sifatnya sementara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 16 1 huruf h, ialah hak gadai, hak usaha bagi hasil, hak menumpang dan hak sewa
tanah pertanian diatur untuk membatasi sifat-sifatnya yang bertentangan dengan undang-undang ini dan hak-hak tersebut diusahakan hapusnya didalam waktu
yang singkat”. Perjanjian bagi hasil ini dilakukan antara pemilik tanah dan penggarap yang
dalam hal ini timbul karena ada seorang individu yang membutuhkan tanah untuk diolah ditanam dan sepakat untuk menyerahkan bagian dalam bentuk natura berdasarkan
bagian yang telah ditentukan. Pendapat ini secara analogi disimpulkan dari kalimat- kalimat Hooker :
“Share cropping arises when an individual, who requires land for cultivation, agrees to submit part of the crop to the landowner in terms of some agreed share.
Selanjutnya dikatakan : the shares vary from area to area and they may also depend upon the type of crop grown and the yield of the harvest”.
41
2. Latar Belakang Timbulnya Perjanjian Bagi Hasil
Perjanjian paruh hasil bagi hasil yaitu suatu perjanjian yang terkenal dan lazim dalam segala lingkungan-lingkungan hukum. Dasar perjanjian paruh hasil tanah ialah :
Saya ada sebidang tanah, tetapi tak ada kesempatan atau kemauan mengusahakan sendiri sampai berhasilnya; tapi walaupun begitu saya hendak memungut hasil tanah itu dan
saya membuat persetujuan dengan orang lain supaya ia mengerjakannya.
42
41
M.B. Hooker, Adat Law In Modern Indonesia USA; Oxford University, 1978 h. 122.
42
B. Ter Haar Bzn, Asas-asas dan Susunan Hukum Adat, Terjemahan Jakarta; Pradnya Paramita, 1983 h. 125
Malem Ginting : Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian..., 2006 USU e-Repository © 2008
Menurut Soerojo Wignjodipoero bahwa dasar daripada transaksi bagi hasil ini adalah pemilik tanah ingin memungut hasil dari tanahnya atau ingin memanfaatkan
tanahnya, tapi ia tidak ingin atau tidak dapat mengerjakan sendiri tanahnya.
43
Selanjutnya dikatakan pula hakikat transaksi jenis ini dapat diselami dengan memperhatikan tiga faktor utama.
44
: a. Dasarnya : pada saya ada tanah; tapi tidak ada kesempatan semangat untuk
mengusahakannya sendiri sampai berhasilnya; oleh karena itu saya membuat transaksi dengan orang lain, supaya ia mengerjakannya,
menanaminya dan memberikan sebagian dari hasil panennya kepada saya.
b. Fungsinya : memproduktifkan milik tanah tanpa pengusahaan sendiri dan memproduktifkan tenaga kerja tanpa milik tanah sendiri.
c. Objeknya : tenaga kerja dan tanaman bukan tanah Perjanjian bagi hasil tersebut dapat terjadi antara lain :
45
a. Bagi Pemilik Tanah 1 Mempunyai tanah tapi tidak mampu atau berkesempatan untuk mengerjakan
sendiri. 2 Keinginan mendapat hasil tanpa susah payah dengan memberi kesempatan pada
orang lain mengerjakan tanah miliknya. b. Bagi PenggarapPemaro
43
Soerojo Wignjodipoero, Sejarah Serta Perkembangan Hukum Adat Setelah Kemerdekaan Jakarta; Gunung Agung, 1985 h. 211
44
Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas Yogyakarta; Liberty, 1981 h. 37.
45
Hilman Hadikusuma, Hukum Perjanjian Adat Bandung; Citra Aditya Bhakti, 1990 h. 141
Malem Ginting : Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian..., 2006 USU e-Repository © 2008
1 Tidak atau belum mempunyai tanah garapan danatau tidak mempunyai pekerjaan tetap.
2 Kelebihan waktu kerja karena milik terbatas luasnya, tanah sendiri tidak cukup. 3 Keinginan mendapatkan tambahan hasil garapan.
3. Syarat-Syarat Perjanjian Bagi Hasil