3. Sumber Data
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah diperoleh dari sumber data meliputi data primer dan sekunder. Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer,
bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bahan hukum primer adalah Undang-Undang Dasar 1945 sekarang; Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Burgerlijk Wetbook, Undang- Undang No. 22 Tahun 2001, UU No. 2 Tahun 1960, UU No. 5 Tahun 1960, Peraturan
Pemerintah No. 34 Tahun 2005, Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah No. 67 Tahun 2002, Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2002, Kepres No.
23 Tahun 1980, Inpres No. 13 Tahun 1980, Inpres No. 8 Tahun 1964, Peraturan Menteri No. 8 Tahun 1964, Peraturan Menteri No. 4 Tahun 1964, sedangkan bahan hukum
sekunder terdiri dari hasil penelitian, seminar, dokumentasi dan literatur. Bahan hukum tersier adalah Kamus Bahasa Indonesia, Kamus Hukum dan Ensiklopedia.
Keseluruhan data sekunder ini diperoleh melalui penelitian kepustakaan, sedangkan data primer diperoleh melalui penelitian lapangan di Kecamatan Payung
Kabupaten Karo.
4. Alat Pengumpulan Data
Penelitian ini mempergunakan alat untuk mengambil data, meliputi studi dokumen, kuesioner dan wawancara. Studi dokumen dilakukan terhadap dokumentasi,
berupa buku-buku, literatur, data dari Mantri Statistik Kecamatan dan laporan hasil penelitian. Kuesioner dengan menyusun daftar pertanyaan secara terstruktur yang
ditanyakan langsung kepada para responden pada saat pengambilan data, sedangkan
Malem Ginting : Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian..., 2006 USU e-Repository © 2008
wawancara dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara, bertujuan untuk memperoleh data yang lebih mendalam berkaitan dengan masalah yang diteliti.
Terhadap narasumber dilakukan pula wawancara untuk memperkuat data primer yang ditemukan di lapangan.
5. Analisis Data
Kegiatan analisis ini diawali dengan mengumpulkan data sekunder dan data primer. Untuk data primer yang diperoleh melalui wawancara adalah berupa data
kuantitatif, kemudian dilakukan editing, sedangkan data kualitatif diuraikan dalam suatu verbalisasi yuridis, kegiatan selanjutnya melakukan analisis deduktif terhadap peraturan
yang berkaitan dengan undang-undang bagi hasil. Data yang diperoleh di lapangan berupa data kuantitatif dianalisis secara
deskriptif dengan metode induktif untuk menemukan generalisasi perilaku dari masyarakat pemilik dan penggarap dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil. Kedua
metode ini dilakukan secara selang-seling untuk menentukan efektivitas dari UU No. 2 Tahun 1960.
Lexi J. Moleong menyatakan bahwa peneliti kuantitatif biasanya tidak puas dengan hasil analisis statistik, misalnya dengan data yang dikumpulkan melalui
kuesioner, analisis statistik dilakukan untuk menemukan hubungan antara dua atau lebih variabel.
15
Berbeda dengan Glaser dan Strauss menyatakan bahwa dalam banyak hal, kedua bentuk data tersebut diperlukan, bukan kuantitatif menguji kualitatif, melainkan
15
Lexi J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif Bandung; Remaja Rosdakarya, 2002 h. 22
Malem Ginting : Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian..., 2006 USU e-Repository © 2008
kedua bentuk tersebut digunakan bersama dan apabila dibandingkan, masing-masing dapat digunakan untuk keperluan menyusun teori.
16
16
Glaser dan Strauss dalam Lexi J. Moleong, Ibid, h. 22
Malem Ginting : Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian..., 2006 USU e-Repository © 2008
BAB II PENGATURAN PERJANJIAN BAGI HASIL ATAS TANAH PERTANIAN
A. Menurut Hukum Adat
Sebelum dibahas lebih lanjut tentang perjanjian bagi hasil, baik yang diatur menurut hukum adat maupun UU No. 2 Tahun 1960, tidak ada salahnya apabila lebih
dahulu menguraikan dengan jelas apa sebenarnya yang dimaksud dengan perjanjian secara umum dan bagaimana pula pengaturannya menurut ketentuan yang ada sebagai
acuan. Perjanjian yang dimaksudkan disini adalah perjanjian sebagaimana diatur dalam
buku III KUHPerdata BW tentang perikatan yang terdiri dari ketentuan umum dan khusus.
Bahwa ajaran umum dari perjanjian sebagaimana terdapat di dalam KUH Perdata Buku Ketiga Titel II, sedangkan mengenai perjanjian-perjanjian khusus diatur juga di
dalam Buku Ketiga Titel V sampai dengan XVIII. Perkataan perikatan Verbintenis mempunyai arti yang lebih luas dari perkataan
perjanjian, sebab dalam Buku III itu ada juga diatur perihal perhubungan- perhubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu persetujuan
atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang melanggar hukum onrechtmatigedaad dan perihal perikatan yang timbul dari
pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan zaak warneming
. Tetapi, sebagian besar dari Buku III ditujukan kepada perikatan- perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian, jadi berisi hukum
perjanjian.
17
Adapun yang dimaksud dengan perikatan oleh Buku III KUH Perdata itu adalah :
“Suatu perhubungan hukum mengenai kekayaan harta benda antara dua orang, yang
17
R. Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdat akarta; Intermasa, 1982 h. 101.
a , J
23
Malem Ginting : Pelaksanaan Undang-Undang No. 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian..., 2006 USU e-Repository © 2008