Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA
PEMIKIRAN.
Tinjauan Pustaka
Sistem perekonomian Indonesia menganut sistem ekonomi campuran mixed economy system. Sistem ekonomi campuran diartikan sebagai sebuah
sistem yang mengambil kebaikan liberalisme dan nilai filosofis dari sosialisme. Inilah yang sering disebut sebagai sistem ekonomi Pancasila dalam spirit
demokrasi ekonomi. Demokrasi ekonomi menuntut peran serta rakyat untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan meletakkan rakyat sebagai aktor utama
dalam rangka merealisasikan keseluruhan ide dan gagasan pembangunan. Pembangunan yang harus bermula dan berpulang ke pangkuan rakyat.
Pembangunan yang menghadirkan rakyat sebagai subjek, dan bukan objek. Dengan demikian, kebijakan-kebijakan pembangunan tidak bisa tanpa peran
rakyat. Kebijakan yang tidak saja berpihak pada rakyat secara luas terutama yang miskin secara ekonomi, melainkan juga mesti bersumber pada rakyat Safi’i,
2007 Peran
usaha kecil sangat penting dalam menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat dan merupakan sektor usaha yang
strategis dan potensial dalam menciptakan lapangan kerja, mendorong pertumbuhan ekonomi, mempercepat proses pemerataan dan memberikan
pelayanan ekonomi kepada masyarakat luas. Hal ini memberikan legitimasi tentang perlunya jaminan hak hidup, hak untuk berkembang, dan hak untuk dibina
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
bagi usaha kecil agar dapat berkembang menjadi usaha yang tangguh, sehat, dan mandiri, serta dapat berkembang menjadi usaha besar Prawirokusumo, 2001.
Bahwa sebagai daerah otonom, daerah harus mampu dalam mengatur dan menyelenggarakan urusan rumah tangga daerah dengan membiayai sendiri
kebutuhannya dengan mengandalkan kemampuan sendiri atau mengurangi ketergantungan kepada pemerintah pusat Salam, 2004. Kebijakan pembangunan
ekonomi daerah dalam perspektif otonomi, berakar dari konsep desentralisasi, yakni pelimpahan sebagian wewenang yang dimiliki pemerintah pusat terhadap
pemerintah daerah. Konsep desentralisasi sendiri merupakan kebalikan dari sistem sentralisasi dimana seluruh kewenangan dikuasai oleh pemerintah pusat.
Desentralisasi adalah suatu sistem dalam mana bagian dari tugas-tugas negara diserahkan penyelenggaraannya kepada organ atau institusi yang mandiri Kaho,
1998. Masyarakat dan pemerintah harus memanfaatkan peluang untuk melaksanakan pembangunan dengan ditetapkan otonomi daerah melalui
peningkatan kapabilitas dan kompetensi diri dengan memanfaatkan potensi sumberdaya ekonomi daerah, sehingga dapat mempercepat upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Potensi tersebut dapat dijadikan sumber pembiayaan pembangunan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat melalui upaya
pemberdayaan masyarakat. Pemahaman tentang ekonomi rakyat dapat dipandang dari dua pendekatan
:pertama, pendekatan kegiatan ekonomi dari pelaku ekonomi berskala kecil, disebut perekonomian rakyat. Berdasarkan pendekatan ini, pemberdayaan
ekonomi rakyat dimaksudkan adalah pemberdayaan pelaku ekonomi berskala kecil. Kedua, pendekatan sistem ekonomi, yaitu demokrasi ekonomi atau sistem
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
pembangunan yang demokratis, disebut pembangunan partisipatif participatory development. Sedangkan partisipasi menurut Sastrodipoetra 1988 adalah
keterlibatan yang bersifat spontan yang disertai kesadaran dan tanggung jawab terhadap kepentingan kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Berdasarkan
pendekatan kedua ini, maka pemberdayaan ekonomi rakyat dimaksud adalah menerapkan prinsip-prinsip demokrasi dalam pembangunan. Hal ini bermakna
bahwa ekonomi rakyat adalah sistem ekonomi yang mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat dalam proses pembangunan dimana seluruh lapisan tersebut
tanpa kecuali sebagai penggerak pembangunan. Pendekatan kedua ini sering disebut sebagai ekonomi kerakyatan atau sistem ekonomi kerakyatan Rusli
Zainal, 2002. Petani, pengusaha kecil dan koperasi adalah sebagai pelaku ekonomi kerakyatan dalam rangka pembangunan daerah.
Dalam GBHN 1999-2004 juga mengarahkan bahwa arah pembangunan ekonomi nasional adalah :
1 Mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif berdasarkan
keunggulan komperatif sebagai negara maritim dan agraris, sesuai kompetensi dan produk unggulan di setiap daerah;
2 Memberdayakan pengusaha kecil, menengah dan koperasi agar lebih efisien, produktif dan berdaya saing dengan menciptakan iklim berusaha yang kondusif
dan peluang usaha seluas-luasnya. Sesuai dengan apa yang dicantumkan dalam GBHN 1999-2004, bahwa
mengembangkan perekonomian adalah disesuaikan dengan kompetensi dan
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
produk unggulan di setiap daerah yang melibatkan pengusaha kecil, menengah dan koperasi. Terdapat dua pembenaran untuk pilihan ini: melibatkan aktor utama
petani secara langsung, dan memanfaatkan kekayaan hayati setempat. Dari pengembangan produk unggulan daerah, akan menopang ekonomi rakyat yang
menuju kesejahteraan. Sektor pertanian sebagai sektor utama dalam menopang ekonomi rakyat
Indonesia menjadi sangat strategis peranannya. Peran strategis yang disandangnya sudah sewajarnya bila mendapat perhatian yang serius baik dari kalangan
pemerintah maupun dari masyarakat Indonesia. Menurut Yasin 1998, terdapat beberapa permasalahan dalam pembangunan pertanian, yaitu:
1. Tingkat pendidikan petani yang rendah menyebabkan terbatasnya
kemampuannya untuk memanfaatkan perubahan yang terjadi dengan cepat. Hal ini berkaitan dengan penguasaan pengetahuan den keterampilan yang
masih terbatas serta kurang adaptif terhadap perubahan yang terjadi. 2.
Pengadaan dan penyaluran sarana produksi belum dapat memenuhi kebutuhan usaha dengan harga yang wajar dan tersedia pada waktu dibutuhkan.
3. Letak lahan pertanian yang dikelola petani berpencaran dengan luasan yang
sempit dan dikelola mengarah pada usaha intensif. 4.
Teknologi yang diterapkan petani dan pengrajin agroindustri masih sangat sederhana, sedangkan paket teknologi yang disediakan belum dapat
beradaptasi dengan kondisi sosial ekonomi daerah. 5.
Produktivitas tenaga kerja, modal dan tanah dari usaha pertanian masih rendah.
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
6. Kontinuitas jumlah produksi dan jaminan mutu produksi pertanian belum
dapat memenuhi kebutuhan konsumen di pasar domestik dan internasional. 7.
Kelembagaan sosial dan ekonomi, seperti kelompok tani dan koperasi belum dapat mendukung kegiatan usaha pertanian dan agroindustri, termasuk
pemasaran. 8.
Komoditas pertanian dan produk agroindustri yang cepat mengalami kerusakan sehingga memperendah nilai jualnya.
9. Harga jual komoditas pertanian dan produk agroindustri selalu mengalami
fluktuasi sehingga usaha tersebut kurang dapat merangsang pengembangan usaha secara berkelanjutan.
10. Modal yang dialokasikan dari bagian pendapatan pada usaha pertanian masih
terbatas dan kemampuan untuk meraih modal pinjaman dari lembaga perbankan masih banyak mengalami hambatan.
11. Posisi petani sebagai pengusaha kecil yang lemah dibandingkan pengusaha
besar dalam melakukan tawar–menawar ketika memasarkan produk pertanian ataupun membeli sarana dan prasarana produksi.
Pertanian primer sebagai basis andalan pembangunan ekonomi nasional merupakan paradigma lama, sehingga sesegera mungkin diarahkan pada
paradigma baru, yakni menjadikan agribisnis sebagai basis pembangunan ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada pemikiran bahwa kontribusi pertanian
produk primer dewasa ini adalah kecil dan semakin mengecil dalam perekonomian daerah dan nasional, namun kontribusi agribisnis sangat besar dan
di masa depan berpeluang besar untuk ditingkatkan Yasin, 2002.
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Agribisnis sebagai suatu sistem terdiri dari empat subsistem, yaitu: Pertama, subsistem hulu up stream agribusiness, meliputi kegiatan ekonomi
yang menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi primer seperti industri pupuk, obat-obatan, benihbibit, alat dan mesin pertanian serta industri lainnya.
Kedua, subsistem usahatani on farm agribusiness yang pada masa lalu disebut sebagai sektor pertanian primer, merupakan kegiatan proses produksi mulai dari
pengolahan tanah, penanaman sampai kepada pemanenan. Dengan demikian pada kegiatan usahatani paling tidak melibatkan tiga komponen utama, yaitu petani,
tanah dan tanamanternakikan yang selalu disebut sebagai tritunggal usahatani. Ketiga, subsistem agribisnis hilir down-stream agribusiness, yaitu kegiatan
ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik dalam bentuk siap dimasak maupun dikonsumsi beserta kegiatan pemasarannya
baik pada pasar domestik maupun pasar internasional. Dan keempat, subsistem jasa layanan pendukung seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi,
penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, asuransi agribisnis, dan lain-lain Saragih, 1998.
Berbicara mengenai sektor pertanian tidak lepas dari masalah pangan. Pangan adalah bahan-bahan yang dimakan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan
bagi pemeliharaan, pertumbuhan, kerja dan penggantian jaringan tubuh yang rusak. Pangan dikenal sebagai pangan pokok jika dimakan secara teratur oleh
suatu kelompok penduduk dalam jumlah cukup besar untuk menyediakan bagian terbesar dari konsumsi energi total yang dihasilkan oleh makanan. Pangan
menyediakan unsur-unsur kimia tubuh yang dikenal sebagai zat gizi. Zat gizi tersebut menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses dalam tubuh dan
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
membuat lancarnya pertumbuhan serta memperbaiki jaringan tubuh. Pangan telah dikelompokkan menurut berbagai cara yang berbeda. Salah satu cara untuk
mengelompokkannnya adalah : 1.
padi-padian 2.
akar-akaran, umbi-umbian dan pangan berpati 3.
kacang-kacangan dan biji-bijian berminyak 4.
sayur-sayuran 5.
buah-buahan 6.
pangan hewani 7.
lemak dan minyak 8.
gula dan sirop Harper,et.al, 1986.
Salah satu ukuran pokok dari tingkat kesejahteraan masyarakat adalah kemampuannya untuk mendapatkan pangan yang cukup, bergizi, aman, sesuai
selera dan keyakinannya. Pangan mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan sebagian besar penduduk Indonesia., baik sebagai produsen, pedagang
maupun konsumen. Dengan demikian, gangguan yang terjadi pada produksi dan pemasaran bahan pangan, serta perubahan dalam harga pangan, akan
menimbulkan keresahan dalam masyarakat Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 1979.
Kemampuan untuk mendapatkan pangan sebagaimana dimaksud akan tergantung pada: 1 kemampuan daya beli masyarakat di satu sisi dan 2
kemampuan untuk menyediakan dan mendistribusikan pangan tersebut ke seluruh wilayah nusantara dan di setiap waktu sepanjang tahun. Tidak tersedianya pangan
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
dapat memberi pengaruh besar yang dapat melemahkan ketahanan nasional Amang, 1995.
Indonesia dengan keanekaragaman sumber daya hayatinya, baik nabati maupun hewani, diantaranya sudah sejak lama dipergunakan sebagai sumber
pangan penduduk setempat. Berbagai jenis sumber pangan ini, pada umumnya hanya dipergunakan masyarakat sebagai sumber pangan tambahan dan dalam
jumlah terbatas. Hanya beberapa kelompok masyarakat saja yang mempergunakannya sebagai sumber pangan pokok. Terbatasnya pengkonsumsian
berbagai sumber pangan ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain karena terbatasnya jumlah sumber yang tersedia; karena adanya kandungan bahan kimia
sehingga sumber tersebut hanya dapat dimakan dalam jumlah yang terbatas; karena rasa, warna dan bentuk yang tidak sesuai dengan selera, atau karena
sumber tersebut tidak tersedia secara terus-menerus. Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, 1979
Pengembangan tanaman pangan sesuai karakteristik wilayah masing- masing juga bisa tercipta dengan mudah. Pemanfaatan dua musim tanam akan
lebih berhasil guna. Jika tercipta industri dari hulu sampai ke hilir maka akan membuka ribuan bahkan jutaan lapangan kerja baru Siswono, 2005.
Pengembangan pangan ini diprioritaskan pada kegiatan pokok, antara lain: pengembangan pola konsumsi pangan, pengembangan pemanfaatan pekarangan,
pengembangan pangan lokal dan pengembangan makanan tradisional Soekartawi, 1995.
Makanan tradisional diolah dari resep yang sudah dikenal masyarakat setempat dengan bahan-bahan yang diperoleh dari sumber lokal yang memiliki
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
citarasa yang relatif sesuai dengan selera masyarakat setempat. Banyak makanan tradisional yang berkhasiat bagi kesehatan. Dilihat dari sifatnya yaitu mempunyai
karakteristik sensori, bergizi, dan mempunyai sifat fisiologis berkhasiat bagi kesehatan, maka seharusnya banyak makanan tradisional yang dapat
dikategorikan sebagai makanan fungsional. Perkembangan budaya, seiring dengan modernitas memberikan berbagai
pengaruh terhadap perkembangan dan penerimaan makanan tradisional oleh masyarakat. Pembauran budaya antar suku dan bangsa serta membaiknya keadaan
ekonomi meningkatkan variasi penyajian makanan selain makanan tradisional di meja keluarga Indonesia. Keadaan ini mengakibatkan berkurangnya peran
beberapa makanan tradisional yang mengarah pada proses kepunahan. Jarang dipraktekkannya ritual kebudayaan untuk acara keluarga mendorong semakin
tidak dikenalnya lagi makanan tradisional yang terkait dengan budaya oleh keluarga muda yang mengejar kepraktisan Pusat Kajian Makanan Tradisional,
2003.
Landasan Teori
Pengembangan pangan lokal merupakan pengembangan pola konsumsi pada tingkat yang lebih luas dari keluarga. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi setempat sekaligus sebagai fondasi dalam pengembangan agribisnis pangan.
Indonesia sebagai salah satu pusat keanekaragaman hayati dunia menyimpan kekayaan flora dan fauna yang melimpah. Berbagai kelompok
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
masyarakat kelompok etnik yang tersebar di seluruh kepulauan nusantara memiliki beranekaragam makanan tradisional. Akan tetapi, sebagian besar dari
makanan tradisional tersebut hanya dikenal dan dikonsumsi secara lokal. Potensi ketersediaan pangan yang beragam dari satu wilayah ke wilayah lainnya
menyebabkan Indonesia kaya akan makanan khas atau makanan tradisonal di masing-masing daerah. Kekayaan tersebut, baik dari segi jenis makanan maupun
cara memasak dan citarasanya. Sebagian diantaranya berpotensi untuk dikembangkan menjadi usaha rakyat. Makanan tradisional adalah makanan dan
minuman, termasuk makanan jajanan serta bahan campuran yang digunakan secara tradisional dan telah lama berkembang secara spesifik di daerah atau
masyarakat Indonesia. Biasanya makanan tradisional diolah dari resep yang sudah dikenal masyarakat setempat dengan bahan-bahan yang diperoleh dari sumber
lokal yang memiliki citarasa yang relatif sesuai dengan selera masyarakat setempat.
Dengan sentuhan teknologi dan pengelolaan yang lebih baik, makanan tradisional dapat dikembangkan lebih lanjut, selain untuk memperbaiki kandungan
gizinya, juga untuk menjangkau pasar yang lebih luas di luar konsumen tradisionalnya. Sehingga makanan tradisional juga tersedia di daerah-daerah yang
lain Hariyadi, 2007. Mengingat penting dan strategisnya ekonomi rakyat, khususnya usaha
kecil dengan memperhatikan berbagai tantangan dan peluang maka di dalam pemberdayaan ekonomi rakyat perlu menumbuhkan iklim usaha yang kondusif
serta bersama-sama masyarakat dan dunia usaha itu sendiri melakukan pembinaan dan pengembangan Prawirokusumo, 2001.
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Ekonomi rakyat adalah ekonomi pribumi people’s economy is indegeneous economy, bukan aktivitas yang berasal dari luar aktivitas masyarakat
external economy. Ekonomi rakyat dimaksudkan sebagai perekonomian atau perkembangan ekonomi kelompok masyarakat yang berkembang relatif lambat,
sesuai dengan kondisi yang melekat pada kelompok masyarakat tersebut Zulkarnain, 2002.
Dalam proses pembangunan ekonomi kerakyatan diperlukan peran aktif sebagian besar pelaku ekonomi, dalam hal ini adalah usaha kecil yang banyak
dilakukan oleh masyarakat desa. Pembangunan desa tidak hanya menyangkut produksi pertanian saja, tetapi mencakup seluruh kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat desa secara terpadu untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa. Dengan demikian desa tidak lagi hanya objek pembanguan melainkan subjek
pembangunan yang ikut merencanakan, mengendalikan dan mengawasi dan juga mengenyam sendiri hasil-hasil pembangunan Gilarso, 1992.
Memanfaatkan potensi daerah adalah salah satu langkah yang dapat ditempuh, yaitu dengan mengembangkan apa yang menjadi kekhasan daerah
untuk dijadikan sebagai usaha yang menopang kesejahteraan rakyat. Makanan tradisional adalah salah satu peluang usaha yang dapat menopang kesejahteraan
rakyat. Usaha makanan tradisional dapat dinilai kelayakannya dengan menggunakan salah satu instrumen kelayakan bisnis yaitu dengan menilai benefit
cost ratio-nya BC Ratio. BC Ratio merupakan salah satu aspek keuangan untuk menilai kemampuan usaha dalam memperoleh pendapatan serta besarnya biaya
yang dikeluarkan. Dari sini akan terlihat pengembalian uang yang ditanamkan.
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
BC Ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dan total biaya yang dikorbankan Kasmir dan Jakfar, 2003.
BC Ratio = Total Benefit Total Biaya
Dimana, : Jika BC Ratio = 1, usaha tersebut tidak menguntungkan dan tidak merugi impas
Jika BC Ratio 1, usaha tersebut tidak layak rugi
Jika BC Ratio 1, usaha tersebut layak.
Menyadari pentingnya peran usaha kecil, perlu upaya yang terus menerus dan memberdayakan mereka, terlebih lagi dalam menghadapi tantangan
dan memanfaatkan peluang yang ada.
Kerangka Pemikiran
Salah satu kekayaan hayati suatu bangsa adalah makanan tradisionalnya, yang apabila dikembangkan akan dapat mendukung ekonomi rakyat, terlebih jika
pembuatan makanan tradisional itu telah dijadikan sebagai usaha rakyat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
Dengan menginventarisasi makanan tradisional akan dapat diketahui berbagai jenis makanan tradisional suatu daerah. Inventarisasi makanan
tradisional yang dilakukan adalah makanan tradisional khas Toba Samosir. Tipa- tipa adalah salah satu jenis makanan tradisional dimana produksi tipa-tipa telah
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
dijadikan sebagai mata pencaharian penduduk desa Marom untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Dalam pengembangannya menjadi usaha kecil yang tangguh adalah penting untuk menganalisis usaha Tipa-tipa itu sendiri. analisisi yang dilakukan
terdiri dari dua analisis. Pertama, menilai kelayakan usahanya dari segi aspek keuangan yaitu menilai kemampuan usaha dalam memperoleh pendapatan serta
besarnya biaya yang dikeluarkan. Perbandingan total penerimaan dan total biaya yang biasa disebut BC Ratio Benefit Cost Ratio dengan menganalisis biaya apa
saja yang dikorbankan, yaitu biaya bahan baku, tenaga kerja dan penyusutan peralatan. Sedangkan total penerimaan yang dimaksud adalah nilai yang diperoleh
dari harga jual per satuan produk. Kedua, analisis SWOT yaitu melihat berbagai Strength kekuatan,
Weaknesses kelemahan, Opportunity peluang, dan Threats ancaman dalam memproduksi Tipa-tipa. Dimana untuk mengembangkan usaha tipa-tipa tidak
akan terlepas dari berbagai kendala yang dihadapi oleh pengusaha itu sendiri serta berbagai tantangan dan peluang yang ada.
Diharapkan dari kedua analisis ini didapatkan strategi untuk mengembangkan usaha Tipa-tipa.
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
Inventarisasi makanan tradisional Tobasa
Tipa - tipa
Gambar 1. Skema kerangka pemikiran
Pengembangan Tipa-tipa Analisis usaha Tipa-tipa
Analisis BC Ratio Analisis SWOT
Rutkaya Simanungkalit : Inventarisasi Makanan Tradisional Khas Toba Samosir Dan Strategi Pengembangan Tipa-Tipa Di Toba Samosir, 2008.
USU Repository © 2009
III. METODOLOGI PENELITIAN