Kebijakan Pemerintah Untuk Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh

camat setempat. Saat ini banyak masyarakat yang tidak mengetahui informasi ini, sehingga perlu adanya sosialisasi program bantuan ini ke masyarakat dan juga perlu adanya pendampingan di masyarakat tentang bagaimana membuat proposal dan bagaimana membentuk kelompok. Keberlanjutan program pemberdayaan juga menjadi faktor penting yang harus dingat dalam sebuah program pemberdayaan masyarakat.

4.7. Kebijakan Pemerintah Untuk Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh

Perencanaan pembangunan yang disusun di daerah perlu didasarkan pada semua potensi dan kendala yang ada di daerah tersebut, tetapi dengan tetap mengacu pada perencanaan pembangunan nasional. Masa darurat penanganan bencana di Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias berlangsung selama tiga bulan sejak musibah terjadi. Heath dan Millar, 2004 dalam Subiakto 2005:423 menyatakan: Suatu perencanaan dibutuhkan untuk menyiapkan semua orang agar tahu apa yang harus dilakukan saat bencana atau krisis terjadi. Dengan persia pan dan komunikasi yang baik, publik bisa diberi tahu tanda-tanda atau bencana sehingga dapat mengenalinya serta menanggapinya secara dini. Semua itu untuk mengurangi dampak buruk terhadap mereka. Pemerintah dalam menyikapi bencana gempa dan Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias menetapkan dua keputusan berdasarkan peraturan pemerintah penganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2005 yaitu: 1. Keputusan untuk tidak memakai strategi rekontruksi yang top down, tapi memilih strategi yang menekankan partisipasi masyarakat setempat, meskipun M. Irsyadi: Pemberdayaan Masyarakat Dalam Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Rumah Korban Tsunami di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Blang USU e-Repository © 2008. pembangunan akan berjalan lebih lambat ketimbang langsung dikerjakan oleh selusin perusahaan kontraktor besar, berkonsultasi dengan masyarakat Aceh dan Nias dalam perencanaan dan implementasi adalah hal yang lebih penting. Menempatkan masyarakat di pucuk kendali prosesnya akan mendukung puaya pemulihan secara jangka panjang. Di beberapa ribu Gampong di Nanggroe Aceh Darusalam dan Nias, masyarakat telah turut serta dalam pemetaan tanahnya sendiri, memilih rancangan perumahannya dan seringkali membangun rumahnya sendiri. Lebih dari 35 ribu fasilitator turut membantu proses ini. 2. Mendirikan Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi BRR yang diberi tugas mengkoordinasikan keseluruhan upaya tersebut . Pada 26 Maret 2005 muncul kesepakatan pemerintah dan OPR untuk membentuk satu badan khusus yang bertugas melakukan rehabilitasi dan rekontruksi di Nanggroe Aceh Darusalam dan Nias. Lembaga setingkat menteri dengan Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi Nanggroe Aceh Darusalam dan Nias ini dibentuk berdasarkan peraturan pemerintah penganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2005. Lewat keputusan Presiden Nomor 63M2005, lembaga ini diberi wewenang melakukan proses rekontruksi dan rehabilitasi di NAD dan Nias selama empat tahun. Perpu tersebut ditingkatkan menjadi Undang-Undang Nomor 10 tahun 2005. Ada 4 aspek utama kebijakan dasar rehabilitasi dan rekontruksi wilayah dan kehidupan masyarakat Nanggroe Aceh Darusalam dan Nias oleh BRR yaitu: M. Irsyadi: Pemberdayaan Masyarakat Dalam Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Rumah Korban Tsunami di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Blang USU e-Repository © 2008. 1. Membangun kembali masayarakat Aceh dan Nias baik kehidupan individu maupun sosialnya 2. Membangun kembali infrastruktur fisik dan infrastruktur kelembagaan 3. Membangun kembali perekonomian kedua daerah itu sehingga dapat berusaha seperti sebelumnya 4. Membangun kembali pemerintahan dan kelembagaan sebagai sarana pelayanan masyarakat. Dalam Perpu Nomor 2 tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah dan kehidupan masyarakat Aceh dan Nias, disebutkan perlunya pengaturan secara khusus termasuk pembentukan kelembagaan yang mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyeluruh, terpusat dan koordinasi untuk melaksanaan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan berdasarkan asas tata pemerintahan yang baik, berhasil guna, transparan dan akuntabel. Rehabilitasi yang dimaksud dalam Perpu No. 2 tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi wilayah dan kehidupan masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah Nanggroe Aceh Darussalam pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintah dan kehidupan masyarakat di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam pasca bencana. M. Irsyadi: Pemberdayaan Masyarakat Dalam Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Rumah Korban Tsunami di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Blang USU e-Repository © 2008. Rekontruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana, sarana, kelembagaan di wilayah pasca bencana, baik di tingkat pemerintahan maupun masyarakat, dengan sasaran utama tumbuh berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta partisipasi masyarakat sipil dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat di Wilayah pasca bencana. Kalangan LSM domestik dan Internasional memainkan peran yang sedemikian pentingnya dalam rekontruksi jangka panjang. Sampai dengan Desember 2005 terdapat 124 LSM Internasional dan 430 LSM lokal bekerja sarna dengan lusinan lembaga donor dan PBB dalam melaksanakan program pembangunan terbesar di dunia. Saat ini banyak program LSM domestik dan Internasional di Aceh seperti pelayanan kepemilikan, peningkatan kapasitas aparatur pemerintahan, kesehatan, pendidikan, pemulihan ekonomi, bahkan transformasi konflik, namun yang penting adalah prioritas perumahan. Keberadaan BRR untuk mengkonsolidasikan seluruh potensi bantuan asing dan melakukan koordinasi di antara lembaga donor dan LSM internasional tidak berjalan efektif. Rencana BRR tahun ini untuk membangun 30.000 unit rumah terkesan lamban, sementara sebanyak 12.000 rumah terbangun dari LSM Internasional di luar dana proyek BRR. Saat ini seharusnya konsentrasi BRR dan LSM seharusnya diarahkan pada percepatan pembangunan perumahan. Perlu diingat bahwa keberadaan BRR dan M. Irsyadi: Pemberdayaan Masyarakat Dalam Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Rumah Korban Tsunami di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Blang USU e-Repository © 2008. lembaga donor tidak selamanya ada di Aceh dan Nias. Komitmen bantuan paling lama berumur empat tahun sesuai dengan yang tertera dalam perpu Perpu No. 2 tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh dan Nias. Diasumsikan pembangunan 120.000 unit dalam waktu 3 tahun, kemungkinan tahun ini selesai 20.000 unit. Maka ditahun 2008 komitmen bantuan harus mampu mewujudkan pembangunan 60.000 unit rumah sehingga diharapkan tahun 2008 seluruh persoalan rumah selesai. Titik tekan perencanaan program pembangunan berbasis Kecamatan harus dirubah ke unit jesakelurahan. Selain mempercepat realisasi, juga telah terbukti berhasil dilakukan oleh LSM dan lembaga Internasional untuk proyek perumahan. Melalui BRR, pemerintah harus memberi peringatan bagi LSM yang tak mampu memberi bukti bahwa mereka punya program yang memang memberdayakan masyarakat dengan memberikan manfaat kepada masyarakat. Menurut Fasya 2005:2 bahwa : Keberadaan lembaga donor tidak sepenuhnya putih. Saat ini ada 400 LSM lokal, nasional dan Internasional yang bekerja di Aceh, namun tidak semuanya pantas dianggap perubahan dan pelaku pemulihan sosial. Kebanyakan hanya dikenal dari label kantor, tetapi tidak terlihat program lapangannya. Bagaimanapun anggaran bantuan akan habis untuk biaya opersional dan gaji pengurus yang memakai standar Internasional. Sementara program lapangannya tidak jelas, akhimya masyarakat kembali menjadi korban politis atas nama bantuan kemanusiaan. M. Irsyadi: Pemberdayaan Masyarakat Dalam Program Rehabilitasi dan Rekonstruksi Rumah Korban Tsunami di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Blang USU e-Repository © 2008. Perencanaan juga merupakan proses pengambilan keputusan. Undang-undang tentang rehabilitasi dan rekontruksi Aceh adalah salah satu keputusan yang dikeluarkan pemerintah untuk itu. Pemahaman ini dilandasi pemikiran bahwa proses mempersiapkan tujuan-tujuan pembangunan harus melewati proses pengambilan keputusan dalam suatu organisasi tertentu. Dengan format sebagai sebuah keputusan, maka dalam tindak berikutmya akan dilanjutkan menjadi aksi atau tindakan. Dalam aplikasinya, NAD yang porak poranda membutuhkan perencanaan yang matang di bidang sosial. Perencanaan sosial untuk membangun Aceh kembali meliputi pendidikan, kesejahteraan sosial, jaminan sosial, kesehatan, peru mahan dan bidang lamnya yang relevan.

4.8. Mendorong Partisipasi Masyarakat Dan Keberlanjutan Program Pemberdayaan Masyarakat