Pemberdayaan Masyarakat dalam Program Rehabilitasi dan Rekontruksi Rumah Korban Tsunami di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe

(1)

Rehabilitasi dan Rekontruksi Rumah Korban

Tsunami di Kemukiman Meuraksa Kecamatan

Blang Mangat Kota Lhokseumawe

Oleh:

M. Irsyadi

NIM 067024033

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N


(2)

Settlement. Meuraksa is one of the three settlement in Blang Mangat Subregensy of Lhokseumawe bordering on Malacca Strait involving 8 kampongs (Gampong). As a consequence of the earthquake and the Stunami, there some 221 victims, and even washed 201 units of house away and severely destructed 479 unit and slightly destructed 297 units. In this case, the present study intends to find the rehabilitation and recontruction due to these are very important to know by anyone especially by those who are involved in advodcacy progrm of communty post-disaster in Meuraksa Settlement, and know any network among the community, public figures, Gampong authority, NGOs, and regional government.

To see the rehabilitation and recontruction, this study used theories of community advocacy especilly the concept of social capital suggested by Fukuyama and participation of community as suggested by Cohen and Uphoff. To describe the advocacy associeted with the rehabilitation and recontruction of the destructed houses affected by Tsunami in Meuraksa Settlement, the study used descriptive analysis. To collet the data, the study used and in-depht interview using guidelines of interview and observation. All the 17-informants represented those parties who related to the advocacy program through rehabilitation and recontruction of the destructed houses of Gampong, public figures, the accompanying NGOs, and subregencial staff.

The results of the study showed that in the rehabilitation and recontrustion of the destrusted houses affected by Tsunami in Meuraksa Settlement of Blang Mangat Subregency of Lhokseumawe, those who have lost their houses due to the Tsunami and earthquake had received asssstance of houses. Another benefit included those received temporarily income, such as wage especially when they work as craftymkan incontructing barrack and hoauses for those whose their houses have been destructied by Tsunami. The participation of communuty also increased aspecially the involvement of NGOs either domestic or international. The rehabilitation and recontruction proses using the accompanying approach, either since planning, implementation and contruction also have stimulated the partipacition of the local community and it has been a new experience for community. In short, the rehabilitation and recontruction have incresed the economy of Gampong. The community has income by getting an onccupation particulary as workers of contructing the houses.

Keywords : Advocacy and participation of community, rehabilitation and recontruction


(3)

1. NAMA : M. IRSYADI

2. TEMPAT/ TGL LAHIR : SYAMTALIRA A, 12 JANUARI 1968

3. ALAMAT : Jl. PRAMUKA KOMPLEK PEMDA HAGU

TEUNGOH LHOKSEUMAWE

4. NAMA ISTRI : NERI ROSEVA

5. NAMA ANAK : 1. RYAN CHAIRUMAN IRVA

2. ELSY NAYASSIRAH IRVA

3. RACHMAT ALFARAZI IRVA

II. DATA PENDIDIKAN

1. SD NEGERI ARON : TAMAT TAHUN 1982

2. SMP NEGERI ARON : TAMAT TAHUN 1985

3. SMA NEGERI LHOKSUKON : TAMAT TAHUN 1988

4. APDN BANDA ACEH : TAMAT TAHUN 1991

5.

STIA-LAN RI JAKARTA : TAMAT TAHUN 1996 6. MAGISTER STUDI PEMBANGUNAN


(4)

KATA PENGANTAR ... iv

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Kajian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 12

1.4.1 Manfaat Akademis ... 12

1.4.2 Manfaat Praktis ... 12

BAB II KERANGKA TEORI ………... 13

2.1 Pemberdayaan Masyarakat ... 13

2.2 Partisipasi Masyarakat ... 23

2.3 Jaringan Pemberdayaan Masyarakat ... 28

2.4 Kerangka Berpikir ... 34

BAB III METODE PENELITIAN ………. 37

3.1 Jenis Penelitian ... 37

3.2 Pemilihan Lokasi Penelitian ... 38

3.3 Teknik Pengumpulan Data dan Informan ... 38

3.4 Teknik Analisa Data ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………... 42

4.1 Gambaran Umum Kecamatan Blang Mangat ... 42

4.1.1 Kondisi Geografi Kecamatan Blang Mangat ... 43

4.1.2 Keadaan Demografi ... 44

4.1.3 Keadaan Sosial Ekonomi ... 46

4.1.4 Keadaan Sosial Budaya ... 46

4.1.5 Keadaan Umum Pemerintah Kecamatan Blang Mangat ... 49

4.1.6 Kecamatan Blang Mangat dan Kemukiman Meuraksa ... 54


(5)

Korban Tsunami di Kemukiman Meuraksa ... 74

4.4.2 Rehabilitasi dan Rekontruksi Rumah Sebagai Program Pemberdayaan Masyarakat ... 77

4.5 Partisipasi Masyarakat di Kemukiman Meuraksa ... 80

4.6 Jaringan Kerjasama di Kemukiman Meuraksa ... 89

4.7 Kebijakan Pemerintah untuk Rekontruksi dan Rehabili- tasi Aceh ... 100

4.8 Mendorong Partisipasi Masyarakat dan Keberlanjutan Program Pemberdayaan Masyarakat ... 105

4.9 Model Kebijakan Sosial untuk Pemberdayaan Masyarakat Korban Tsunami ... 108

4.10 Pemberdayaan Ekonomi ... 110

1.10.1 Tahapan Kegiatan Program Pemberdayaan Ekonomi ... 111

1.10.2 Indikator Program Pemberdayaan Ekonomi ... 114

1.10.3 Sumber Anggaran Program Pemberdayaan Ekonomi ... 115

BAB V PENUTUP………. 116

5.1 Kesimpulan ... 116

5.2 Saran-saran ... 119


(6)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Data Korban Bencana Gempa dan Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumut……….. Jumlah Pengungsi dan Tempat Pengungsian Korban Gempa Bumi dan Tsunami dalam Kecamatan Blang Mangat………. Jumlah Korban Tsunami yang Menempati Tenda dan Barak di Kecamatan Blang Mangat……….. Data Kondisi Rumah dan Korban Jiwa Akibat Gempa Bumi dan Tsunami di Kecamatan Blang Mangat………... Daftar Informan di Kemukiman Meuraksa……… Luas Wilayah, Jumlah KK dan Jumlah Penduduk Kecamatan Blang Mangat Februari Tahun 2007……….. Jumlah Penduduk yang bekerja menurut Lapangan Usaha di Kecamatan Blang Mangat……….. Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dianut di Kecamatan Blang Mangat………. Jumlah Tempat Ibadah di Kecamatan Blang Mangat……… Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Blang Mangat………….. Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Blang Mangat…………... Daftar Nama-nama Aparat Kecamatan Blang Mangat……….. Jumlah Para Pegawai Kantor Camat Blang Mangat Menurut Jenjang Pendidikan ………... Jumlah Golongan Pegawai Kantor Camat Blang Mangat………….

3 6 7 8 40 45 46 47 47 48 49 52 53 53


(7)

17

18

19

20

21

Data Perempuan sebagai Kepala Keluarga Miskin di Kemukiman Meuraksa ………... Data Perempuan sebagai Kepala Keluarga Korban Tsunami dalam Kecamatan Blang Mangat……….. Jumlah Bantuan Rekontruksi & Rehabilitasi bagi Korban dan Imbas Tsunami dalam Kemukiman Meuraksa……….. Jumlah Penerima Beras Program Raskin Kecamatan Blang Mangat bulan Januari tahun 2007………... Indikator Program Pemberdayaan Ekonomi………..

58

59

60

61 115


(8)

1

2 3

4

Langkah-langkah Rehabilitasi dan Rekontruksi Aceh dan Nias Pasca Tsunami………... Kerangka Pemikiran Kajian………... Struktur Susunan Organisasi Kecamatan Blang Mangat (Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 13 Tahun 2007)……… Model Kebijakan Penanggulangan Bencana……….

5 36

50 110


(9)

1.1. Latar Belakang Masalah

Bencana gelombang tsunami yang diawali gempa bumi berkuatan 8,9 skala ricther (SR) pada pukul 08.15 Wib yang melanda Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Propinsi Sumatera Utara pada 26 Desember 2004 telah membuat porak poranda kota di sepanjang barat daerah pantai Nanggroe Aceh Darussalam dan Propinsi Sumatera Utara.

Kerusakan Aceh akibat bencana gempa bumi dan Tsunami mencakup 1.600 KM daerah pantai yang membentangi dari Aceh Timur hingga Aceh Barat sampai Aceh Singkil. tsunami yang hanya berlangsung dalam hitungan menit suasana Aceh berubah total bagai jarum jam berbalik arah berputar kencang melibas apa yang ada di depannya semua jadi rapuh dalam amukan gelombang tsunami bagaikan negeri dilanda kiamat. Bencana sedahsyat tsunami mengubah orang dalam situasi baru, mereka harus berjuang untuk beradaptasi, kehilangan orang terdekat, harta, pekerjaan dan rencana masa depan yang sudah direncanakan.

Gempa bumi dan tsunami menyisakan kerusakan infrastruktur yang luar biasa. Jalan dan jembatan hancur, rumah-rumah penduduk banyak mengalami kerusakan dari yang berat sampai yang ringan bahkan banyak yang hancur. Begitu juga dengan kantor pemerintahan, rumah sakit, sekolah-sekolah, pasar-pasar, pelabuhan nelayan dan sebagainya. Perekonomian masyarakat terhenti total,


(10)

Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias dalam sekejap kehilangan masa depan. Ratusan ribu orang tewas dan hilang dalam bencana gempa dan tsunami tersebut.

Bagi orang-orang yang selamat dari gempa bumi dan tsunami telah berimbas pada kenyataan kehidupan yang memperihatinkan, ratusan ribu masyarakat terpaksa harus mendiami tenda-tenda pengungsi dengan segala kenestapaan dan kekurangan. Mereka suka atau tidak suka harus menghadapi kenyataan sebagai penerima bantuan, padahal sebelumnya mungkin tidak pernah dibayangkan apalagi direncanakan.

Berdasarkan data dari media center Lembaga Informasi Nasional (LIN), jumlah korban tewas akibat becana gempa bumi dan gelombang tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumut diperkirakan 173.741 jiwa dan jumlah pengungsi 394.539 jiwa. Korban tersebut berasal dari berbagai wilayah Aceh yang letak wilayahnya dekat dengan bibir pantai seperti yang terdapat pada tabel dibawah ini.


(11)

Tabel 1. Data Korban Bencana Gempa dan Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumut

No. Daerah Penduduk Wafat Pengungsi

1 Kota Banda Aceh 269.091 78.417 40.331

2 Kab. Aceh Besar 306.718 58 108.747

3 Kab. Sabang 27.447 18 5.527

4 Kab. Pidie 517.452 4.646 38.697

5 Kab. Bireun 350.964 1.488 17.041

6 Kab. Aceh Utara 395.800 2.217 28.113

7 Kota Lhokseumawe 156.478 394 16.412

8 Kab. Aceh Timur 253.151 224 16.160

9 Kota Langsa 141.138 0 2.806

10 Kab. Aceh Tamiang 238.718 0 800

11 Kab. Aceh Jaya 111.671 16.661 40.382

12 Kab. Aceh Barat 97.523 11.830 29.201

13 Kab. Nagan Raya 152.748 493 9.964

14 Kab. Aceh Barat Daya 153.411 835 113.964

15 Kab. Aceh Selatan 167.052 6 5.634

16 Kab. Simeulue 76.629 22 15.551

17 Kab. Aceh Singkil 174.007 73

18 Kab. Aceh Tengah 158.641 192 4.005

19 Kab. Aceh Tenggara 168.034 26

20 Kab. Gayo Lues 67.514 27

21 Kab. Bener Meriah 120.00 36 1.204

Jumlah 4.104.187 173.741 394.539

Sumber Data: Bakornas PBP-Depkes-Depsos-Media Centre Lembaga Informasi Nasional (LIN) 31 Januari 2005.

Untuk menjalankan penanganan korban gempa dan tsunami Aceh dan Sumut secara sistematis dan menyeluruh, pemerintah melakukan koordinasi penanganan, mencakup koordinasi pelaksanaan upaya pertolongan dan penyelamatan serta perbaikan pada tahap tangga darurat (emergency response). Dalam pelaksanaannya Bakornas PBP dengan membentuk Posko Nasional Bencana Aceh, Posko daerah di Banda Aceh dan Satkorlak-satkorlak. Hal ini untuk mengefektifkan koordinasi penanggulangan bencana secara khusus. Selanjutnya, kantor Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/


(12)

Bappenas dengan memobilisasi berbagai potensi dan tim diberbagai departemen/LPND, Universitas dan juga masyarakat membentuk lembaga Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh dan Nias melalui Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2005.

Lembaga ini bersama Bappenas dan instansi pemerintah pusat lainnya dan pemerintah Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Nias-Sumut serta lembaga sosial kemasyarakatan, tokoh-tokoh masyarakat, lembaga internasional baik bilateral maupun multilateral menyusun rencana rehabilitasi dan rekontruksi masyarakat aceh pasca bencana yang dikelompokkan dalam bidang tata ruang dan pertanahan, lingkungan hidup dan sumber daya alam, prasarana dan sarana umum, ekonomi dan ketenaga kerjaan, sistim kelembagaan, agama, sosial budaya dan sumber daya manusia, hukum, ketertiban, keamanan dan rekonsiasi, akuntabilitas dan pendanaan.

Koordinasi penyusunan rencana kegiatan untuk penanggulangan bencana di NAD dan Nias-Sumut dengan melibatkan berbagai unsur yang pelaksanaannya dimulai dari tahapan perencanaan sampai kepada pelaksanaan sebagai upaya untuk membangun sinergi dan keterpaduan kegiatan di lapangan.

Secara matrik langkah-langkah Rekontruksi dan Rehabilitasi Aceh dan Nias pasca Tsunami dapat di lihat dalam tabel berikut :


(13)

Jangka mendesak : 0-6 bulan DARURAT Jangka pendek : 0, 5-2 tahun PEMULIHAN/RECOVERY Jangka menengah : 5 tahun Jangka mendesak : 0-6 bulan Jangka pendek : 0, 5-2 tahun Jangka menengah : 5 tahun

TANGGAP

DARURAT-RELIEF REHABILITAS REKONSTRUKSI

Sasaran : Penyelamatan dan pertolongan kemanusiaan Sasaran : Memperbaiki pelayanan publik pada

tahap yang memadai

Sasaran : Membangun kembali masyarakat dan kawasan • Penyelamatan tanggap darurat • Pemakaman jenazah • Penyediaan

makanan dan obat-obatan

• Perbaikan prasarana dan sarana dasar

• Prasarana dan sarana Umum

• Sarana Ekonomi • Perbankan dan

keuangan

• Rawatan traumatis • Pemulihan Hak Atas

Tanah

• Penegakkan Hukum • Perumahan

sementara

• Ekonomi (sektor produksi, perdagangan, perbankan) • Sistim transportasi • Sistim

telekomunikasi • Tatanan sosial dan

budaya

• Kapasitas institusi • permukiman

Sumber : BRR NAD Nias-Sumut Tahun 2005

Gambar 1. Langkah-langkah Rehabilitasi dan Rekontruksi Aceh dan Nias Pasca Tsunami

Meskipun harus diakui bahwa setelah setahun pasca tsunami masih terdapat berbagai kekurangan, atau belum normal seperti banyak korban yang masih berada di barak dan tenda-tenda pengungsi, kerena belum terbangunnya infrastruktur dan suprastruktur, serta belum adanya jaminan masa depan bagi sebagian korban bencana, terutama perumahan. Rumah begitu penting bagi sebuah keluarga dalam masyarakat aceh yang dikaitkan dengan fungsi utama rumah sebagai tempat ibadah disamping menjadi simbol kesenangan hidup seseorang. Rumah dalam pengertian milik pribadi, bukan dalam bentuk sewa apalagi menumpang sementara. Al-baiti jannati (rumahku surgaku).


(14)

Ini bermakna, seseorang baru dikatakan hidup didunia apabila ia sudah memiliki rumah sebagai tempat tinggal anak-anaknya istri yang soleha sebagai ibu yang menjadi ladang hidup keluarga dan pendidikan anak-anaknya, serta pekerjaan yang tetap sebagai simbol sarana beraktifitas untuk melaksanakan usaha dalam menjalani usahanya.

Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe merupakan salah satu Kecamatan di Kota Lhokseumawe yang terparah terkena gempa bumi dan tsunami yaitu di Kemukiman Meuraksa. Kemukiman Meuraksa adalah salah satu dari tiga kemukiman dalam Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe yang berbatasan dengan Selata Malaka yang meliputi 8 Gampong.

Pada saat terjadi Gempa Bumi dan Tsunami, masyarakat dalam kemukiman tersebut melakukan pengungsian secara besar-besaran untuk mencari perlindungan di tempat yang lebih aman dengan membuka tenda yaitu di Rumah Sakit Umum Daerah Cut Mutia Lhokseumawe dan di Meunasah dengan jumlah para pengungsi sebagaimana tersebut pada tabel dibawah ini:

Tabel 2. Jumlah Pengungsi dan Tempat Pengungsian Korban Gempa Bumi dan Tsunami Dalam Kecamatan Blang Mangat

Jumlah Pengungsi Tempat Pengungsian No. Nama Gampong

KK Jiwa (L+P) RSUD Cut Mutia (Jiwa) Meunasah masing-masing (Jiwa) Tinggal di rumah keluarga (Jiwa) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kuala Blang Cut Jambo Timu Jambo Mesjid Blang Teue Baloi Teungoh Tunong 214 275 204 172 49 143 112 181 851 1.189 765 681 204 553 461 687 654 1.012 698 589 163 491 394 587 173 121 48 67 28 39 39 73 24 56 19 25 13 23 28 27

Jumlah 1.349 5.391 4.588 588 215


(15)

Para sebagaian pengungsi sebagaimana tersebut diatas setelah seminggu terjadi tsunami secara berangsur-angsur kembali ke rumah masing-masing kecuali para pengungsi di empat Gampong yang berada di sepanjang bibir pantai yang rumahnya hancur atau hanyut diakibatkan oleh gempa bumi dan tsunami tersebut masih tetap bertahan di tenda-tenda pengungsian. Kemudian pada awal Mei 2005 para pengungsi tersebut kesemuanya dipindahkan untuk menempati tenda dan barak pengungsian yang berlokasi di Lapangan Dolog dan Lapangan Exxon Mobil Gampong Blang Cut yang dibangun oleh Pemerintah Pusat melalui Departemen Pekerjaan Umum masing-masing 144 ruangan barak di Lapangan Exxon Mobil Gampong Blang Cut dan 120 ruangan barak di Lapangan Dolog. Jumlah para pengungsi yang menempati tenda dan barak sementara sebagaimana tersebut dalam tabel dibawah ini.

Tabel 3. Jumlah Korban Tsunami yang Menempati Tenda dan Barak di Kecamatan Blang Mangat

Tempat Hunian No. Nama Gampong

Jumlah Pegungsi

(KK)

Jumlah

Pengungsi (Jiwa) Barak (KK) Tenda (KK) Tinggal dirumah keluarga (KK) 1. 2. 3. 4. Jambo Timu Jambo Mesjid Kuala Blang Cut 175 134 56 27 704 556 206 113 139 82 16 27 28 40 21 - 8 12 19 -

Jumlah 392 1.579 264 89 39

Sumber : Kantor Camat Blang Mangat 2006

Disamping keempat Gampong tersebut diatas yang mengalami rumahnya hanyut dan hancur berat serta korban jiwa juga terdapat beberapa Gampong lainnya dalam kemukiman Meuraksa yang terkena dampak gempa bumi dan


(16)

tsunami yang mengakibatkan kerusakan ringan baik rumah maupun harta benda lainnya, sebagaimana tersebut pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. Data Kondisi Rumah dan Korban Jiwa Akibat Gempa Bumi dan Tsunami di Kecamatan Blang Mangat

Kondisi Rumah No. Nama Gampong

Hanyut Rusak Berat Rusak Ringan Korban Jiwa 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Kuala Blang Cut Jambo Timu Jambo Mesjid Blang Teue Baloi Teungoh Tunong 64 4 67 64 2 - - - 59 101 3 68 53 64 51 80 21 24 154 2 2 20 34 40 15 10 111 74 6 1 2 1

Jumlah 201 479 297 221

Sumber : Kantor Camat Blang Mangat, 2005

Akibat gempa bumi dan tsunami tersebut telah mengakibatkan korban jiwa sebanyak 221 orang, dan menghanyutkan rumah penduduk sebanyak 201 unit rumah dan rusak berat 479 unit serta rusak ringan 297 unit rumah.

Saat itu penaganan masalah pasca tsunami di kemukiman Meuraksa memang tergolong lambat bahkan banyak pihak cenderung menjanjikan sesuatu tetapi realisasi tidak jelas. Masyarakat juga tidak diajak bicara untuk membangun kembali wilayahnya, bahkan tidak memiliki informasi yang jelas tentang apa yang akan dilakukan pemerintah maupun lembaga donor yang pernah masuk ke wilayah mereka dan menjanjikan membangun perumahan maupun usaha ekonomi alternative.

Bencana gempa dan tsunami juga telah memporak porandakan kehidupan masyarakat dan dalam sekejab waktu mendadak sontak berubah isteri jadi janda, suami jadi duda, anak-anak jadi yatim piatu bahkan ada yang tinggal sebatang


(17)

kara serta orang kaya mendadak menjadi papa dan hidup di tenda-tenda pengungsian sehingga orang harus membangun masa depannya dari awal dan biaya untuk itu tidak terkira besarnya.

Tantangan yang cukup berat adalah melakukan pembangunan komunitas, terutama di pemukiman yang mengalami kerusakan total dan sebahagian besar anggota masyarakatnya meninggal. Masyarakat yang selamat ketika Gampongnya mengalami kerusakan total dan masyarakatnya banyak yang meninggal, akan timbul perasaan seperasaan, sepenanggungan dan saling memerlukan. Mereka akan tetap tinggal di Gampong mereka dan ingin membangun kembali rumahnya, walaupun ada sebagian masyarakatnya yang mengalami trauma berkepanjangan, sehingga akhirnya mereka meninggalkan Gampongnya untuk melupakan pengalaman pahit yang menimpa mereka. Rehabilitasi komunitas, membangun kembali kepercayaan, kekuatan, kapasitas, dan kemampuan guna memulihkan kehidupan, hal ini merupakan tantangan yang besar.

Penanganan bencana di Nanggroe Aceh Darussalam tidak sekedar terjaminnya kebutuhan pangan korban tapi juga harus diikuti dengan pemberdayaan masyarakat, agar mampu bangkit dan dapat melangsungkan kehidupannya bergantung pada bantuan dan mampu berpartisipasi dalam pembangunan pasca bencana. Pembangunan yang tidak melibatkan masyarakat akan membuat mesyarakat tidak merasa memiliki, malah akan menimbulkan pemiskinan dan pembodohan.

Pada tingkat mikro komunitas merupakan basis interaksi penduduk dan lingkungannya dimana individu, keluarga dan komunitas masih saling mengenal.


(18)

Membangun komunitas akar rumput (grassroot development) ini sesungguhnya merupakan unit yang efektif untuk mengelola segenap sumber daya dan sumberdana bantuan menjadi lebih mengarah pada pengelolaan mandiri.

1.2 Perumusan Masalah

Rehabilitasi dan rekontruksi rumah sebagai program pemberdayaan, dengan merehabilitasi dan rekontruksi rumah korban tsunami akan membantu masyarakat untuk dapat menata kembali kehidupannya. Pemberdayaan masyarakat erat kaitannya dengan pembangunan komunitas itu sendiri. Rehabilitasi rumah merupakan salah satu cara untuk membangun komunitas, rumah mempunyai fungsi penting bagi masyarakat.

Dalam proses rehabilitasi dan rekontruksi rumah korban tsunami penting melibatkan masyarakat setempat, mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan rehabilitasi rumah. Dengan adanya keterlibatan masyarakat dalam proses rehabilitasi dan rekontruksi rumah diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat setempat. Dengan terlibatnya masyarakat dalam rehabilitasi rumah akan memunculkan rasa kebersamaan dan dapat membangun kembali rasa percaya diri masyarakat setelah sebelumnya sempat mengalami trauma karena bencana tsunami.

Dalam proses rehablitasi dan rekontruksi ini penting diketahui pihak mana saja yang terlibat dalam program pemberdayaan masyarakat pasca bencana di Kemukiman Meuraksa, mengetahui jaringan kerjasama diantara masyarakat, tokoh masyarakat, aparat Gampong, LSM dan pemerintahan daerah.


(19)

Pertanyaan pokok yang menjadi perhatian dalam kajian ini adalah:

1. Bagaimana proses pemberdayaan masyarakat melalui usaha rehabilitasi dan rekontruksi rumah-rumah, mulai dari perencanaan sampai pelaksanaannya. 2. Bagaimana masyarakat ikut terlibat dalam proses rehabilitasi dan rekontruksi

tersebut dan apa manfaatnya bagi masyarakat.

3. Bagaimana jaringan kerjasama antar kelompok masyarakat, tokoh masyarakat, aparat Gampong, LSM dan pemerintah dalam pelaksanaan pemberdayaan melalui rehabilitasi rumah-rumah masyarakat yang rusak.

1.3 Tujuan Kajian

Secara umum tujuan kajian adalah untuk:

1. Memperoleh gambaran mengenai proses pemberdayaan masyarakat melalui program rehabilitasi dan rekontruksi rumah korban tsunami di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe.

2. Secara khusus tujuan kajian ini adalah untuk mengetahui manfaat apa yang diperoleh masyarakat dalam proses pemberdayaan melalui rehabilitasi dan rekontruksi rumah masyarakat korban tsunami di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe.

3. Mengkaji proses pemberdayaan yang dilakukan pihak-pihak terkait dalam proses rehabilitasi dan rekontruksi rumah masyarakat yang rusak karena tsunami di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe.


(20)

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Akademis

Dapat memberikan masukan bagi penulis terutama mengenai pemberdayaan masyarakat korban pasca bencana dan lanjutan kajian tesis adalah bagian dari pengembangan aplikasi teoritis Manajemen Pembangunan Sosial.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Hasil kajian diharapkan dapat menjadi masukan bagi pelaksana program rehabilitasi dan rekontruksi Nanggroe Aceh Darussalam dan bagi berbagai pihak yang terlibat dalam rehabilitasi dan rekontruksi Nanggore Aceh Darussalam.

b. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambil keputusan dalam hal ini pemerintah pusat dan juga pemerintah daerah dalam pembangunan Nanggroe Aceh Darussalam.


(21)

2.1. Pemberdayaan Masyarakat

Pembangunan pada hakekatnya bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup manusia. Meski dimensi pembangunan menunjuk pada setiap gerak dan aktivitas demi perbaikan kualitas hidup manusia secara luas, dalam realitas keseharian maknanya kerapkali menyempit menjadi sekedar upaya perbaikan fisik dan ekonomi suatu masyarakat.

Istilah pemberdayaan muncul sebagai kritik terhadap model pembangunan arus utama yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi dan menyakini pendekatan Trickle Down Effect (menetes ke bawah) sebagai formula pembagian kue pembangunan. Mode pembangunan yang popular saat ini adalah model pembangunan yang mengutamakan peningkatan keberdayaan manusia/masyarakat yang disebut pembangunan yang berpusat pada masyarakat (people centered development). Menurut Korten, at all., (2002:110) bahwa pembangunan adalah proses dimana anggota-anggota suatu masyarakat meningkatkan kapasitas perorangan dan institusional mereka untuk memobilisasi dan mengelola sumberdaya untuk menghasilkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas hidup sesuai dengan aspirasi mereka sendiri.


(22)

Definisi diatas menekankan pada proses pembangunan dan fokus utamanya adalah pada peningkatan kapasitas perorangan dan institusional. Definisi ini mencakup asas keadilan, berkelanjutan dan pemerataan. Diakui bahwa masyrakat sendiri yang bisa menentukan apa sebenarnya yang mereka anggap perbaikan dalam kualitas hidup mereka.

Pembangunan sosial merupakan sumber gagasan dari awal konsep pemberdayaan masyarakat, bermaksud membangun keberdayaan yaitu membangun kemampuan manusia dalam mengatasi permasalahan hidupnya. Dalam pembangunan sosial ditekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat sebagai upaya mengentaskan kemiskinan Pembangunan Menurut Hadiman dan Midgley (1995) dalam Suharto (2005:5).

Model pembangunan sosial menekankan pentingnya pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan kelompok marginal, yakni peningkatan taraf hidup masyarakat yang kurang memiliki kemampuan ekonomi secara berkelanjutan. Tujuan tersebut dapat dicapai melalui :

1. Menumbuhkembangkan potensi diri (produktivitas masyarakat) yang lemah secara ekonomi sebagai suatu aset tenaga kerja.

2. Menyediakan dan memberikan pelayanan sosial, khususnya pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelatihan, perumahan serta pelayanan yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan produktivitas dan partisipasi sosial dalam kehidupan masyarakatnya.


(23)

Pengentasan kemiskinan melalui pemberdayaan dengan arah menumbuhkan potensi diri dari masyarakat yang lemah secara ekonomi sebagai suatu asset tenaga kerja, dalam setiap kegiatan pemberdayaan menggunakan tenaga kerja yang diambil dari masyarakat setempat. Pemberdayaan dengan adanya pelayanan sosial mencakup pelayanan kesehatan, pendidikan, pelatihan, dan perumahan serta pemberdayaan yang membuat masyarakat dapat meningkatkan produktivitasnya dan dapat berpartisipasi dalam kehidupan masyarakatnya.

Dasar dari proses pemberdayaan adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tetang keberadaannya dan ini berguna untuk mendorong masyarakat agar menjadi lebih baik, masyarakat dapat meningkatkan taraf hidupnya atau bangkit dari keterpurukan dengan menggunakan dan mengakses sumber daya yang ada, baik sumber daya alam dan sumber daya manusiannya. Seperti pendapat Hikmat (2001:100) yang menyatakan pemberdayaan masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat, tetapi juga peningkatan harkat martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya, serta terpeliharanya budaya setempat.

Proses pemberdayaan masyarakat ini bertitik tolak untuk memandirikan masyarakat agar dapat meningkatkan taraf hidupnya, mengoptimalkan sumber daya setempat sebaik mungkin, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Lebih lanjut, harapan dari proses pemberdayaan ini adalah terwujudnya masyarakat yang bermartabat. Dalam proses pemberdayaan perlu juga ditingkatkan kesadaran akan hak dan kewajiban masyarakat, dengan memegang teguh aturan-aturan


(24)

mengenai apa yang menjadi hak dan mana yang bukan, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, termasuk menumbuhkembangkan perilaku yang berbudaya.

Masyarakat sebagai individu tidak boleh pasrah pada kedaan yang dihadapi, atas dasar pandangan hidup bahwa segala sesuatu merupakan nasib buruk dirinya, karenanya masyarakat harus didorong untuk dapat bangkit kembali menata kehidupannya setelah mengalami saat-saat yang sulit dalam hidupnya. Menurut Kabeer (1994) dalam Prijono dan Pranarka (1996:61):

“Ketidakberdayaan bukannya menunjuk pda tidak adanya kekuatan sama sekali. Dalam realitas, mereka yang tampaknya hanya memiliki sedikit kekuatan ternyata justru mampu untuk bertahan, menggulingkan dan kadang-kadang mentransformasikan kondisi hidup mereka.”

Dalam ketidakberdayaan masih ada kekuatan untuk mampu bertahan dan bangkit kembali untuk memperbaiki kehidupannya. Jadi kekuatan itu ada, hanya perlu ditampakkan dan dikembangkan. Dasar proses pemberdayaan adalah pengalaman dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaannya yang sangat luas dan berguan serta kemauan mereka untuk menjadi lebih baik.

Pemberdayaan adalah proses memberikan kekuasaan atau kekuatan kepada masyarakat yang berada dalam kondisi tidak berdaya. Dalam pemberdayaan penting mendorong motivasi individu atau masyarakat untuk menentukan pilihan hidupnya. Menurut (Krisdyatmiko, 2003:1) bahwa konsep pemberdayaan (empowerment) dapat dimaknai sebagai upaya memberi power kepada yang powerless. Power diartikan kekuasaan atau kekuatan, sehingga kegiatan pemberdayaan terkandung dua makna,


(25)

yaitu pertama, proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaaan dan kekuatan dari yang powerfull ke yang powerless. Kedua, proses memotivasi individu atau kelompok masyarakat agar memiliki kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan hidupnya.

Pemberdayaan adalah suatu proses yang berjalan terus menerus untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya. Adanya proses perubahan sosial dalam proses pemberdayaan, dari yang pasif akhirnya menjadi lebih aktif dalam menyampaikan aspirasi dan pendapatnya, lebih bersemangat untuk merubah nasibnya. Suharto (2005:60) berpendapat bahwa pemberdayaan adalah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, maka pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

Dalam memberdayakan mayarakat ada serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memberdayakan mereka, yang saat ini merupakan kelompok lemah. Proses pemberdayaan ini dilakukan untuk memberdayakan masyarakat agar dapat memenuhi


(26)

kebutuhan hidupnya sehingga harapan kedepannya untuk mengembalikan kepercayaan diri masyarakat, mampu menyampaikan aspirasinya dan mempunyai mata pencaharian yang merupakan seumber penghasilan mereka, dapat berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan yang penting adalah masyarakat menjadi mandiri dalam kehidupan sehari-harinya.

Membangun dan memberdayakan masyarakat melibatkan proses dan tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial atau mememnuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki.Menurut Sumodiningrat (1999:131).

Dalam kerangka perencanaan, penentuan kelompok sasaran pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan pendekatan umum (universal) dan pendekatan khusus (ideal). Dalam pendekatan universal bantuan dapat saja berupa dana, prasarana dan sarana diberikan kepada semua daerah dan semua penduduk secara sama. Sementara pendekatan ideal, bantuan diberikan kepada penduduk atau daerah yang benar-benar memerlukan. Berdasarkan pendekatan-pendekatan ini, perencanaan dalam penggunaan bantuan ditentukan sendiri oleh masyarakat. Syarat yang harus dipenuhi adalah kelengkapan indikator dan kejelasan mengenai kriteria alokasi bantuan.

Pendekatan yang digunakan dalam penentuan kelompok sasaran untuk kegiatan pemberdayaan dapat dilakukan dengan pendekatan umum (universal) dan


(27)

pendekatan khusus (ideal). Dengan pendekatan universal bantuan diberikan kepada semua daerah dan semua penduduk secara sama, sedangkan pada pendekatan ideal bantuan diberikan hanya kepada penduduk atau wilayah yang benar-benar memerlukan, perencanaan dalam penggunaan bantuan diserahkan kepada masyarakat setempat berdasarkan kriteria alokasi bantuan.

Masyarakat harus menjadi pelaku utama dalam pembangunan ini merupakan prinsip pembangunan berpusat pada rakyat. Perlunya restrukturisasi dalam sistem pembangunan sosial pada tingkat mikro (masyarakat lokal), dan makro (kebijakan) untuk mendukung prinsip pembangunan yang berpihak pada rakyat.

Prinsip pembangunan berpusat pada rakyat menegaskan bahwa masyarakat harus menjadi pelaku utama dalam pembangunan. Hal ini berimplikasi pada perlunya restrukturisasi sistem pembangunan sosial pada tingkat mikro, meso, dan makro agar masyarakat lokal (tingkat mikro) dapat mengembangkan potensi tanpa mengalami hambatan yang bersumber dari faktor-faktor eksternal pada struktur meso (kelembagaan) dan makro (kebijakan).

Masyarakat lokal didorong untuk dapat mengembangkan potensinya sebagai pelaku pembangunan. Hal ini juga harus didukung dengan kelembagaan dan kebijakan yang mendukung terwujudnya prinsip pembangunan yang berpusat pada rakyat. Adanya kelembagaan dan kebijakan yang dapat mendorong mayarakat sebagai pelaku pembangunan.


(28)

Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat, agar mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian dan kesejahteraan. Menurut Hikmat (2001:3) konsep pemberdayaan dalam wacana pembangunan masyarakat selalu dihubungkan dengan konsep mandiri, partisipasi, jaringan kerja dan keadilan. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang sekarang dalam kondisi tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan ketidakberdayaan.

Dalam program pemberdayaan masyarakat harus diperhatikan bahwa masyarakat setempat yang mempunyai tempat tinggal tetap dan permanen biasanya mempunyai ikatan solidaritas yang tinggi sebagai pengaruh kesatuan tempat tinggalnya, adanya saling memerlukan diantara mereka, perasaan demikian yang pada dasarnya merupakan identifikasi tempat tinggal dinamakan perasaan kumuniti (community sentiment). Menurut Soekanto (1990:150) unsur-unsur perasaan komuniti antara lain:

a. Seperasaan. Unsur perasaan akibat seseorang berusaha untuk mengidentifikasikan dirinya dengan sebanyak mungkin orang dalam kelompok tersebut sehingga kesemuanya dapat menyebutkan dirinya kelompok kami atau perasaan kami. Perasaan demikian timbul apabila orang-orang tersebut mempunyai kepentingan yang sama dalam didalam kebutuhan memenuhi kebutuha hidup. Kepentingan-kepentingan individu disesuaikan dengan Kepentingan-kepentingan kelompok.


(29)

b. Sepenanggungan. Setiap individu sadar akan peranannya dalam kelompok dan keadaan masyarakat sendiri memungkinkan peranannya; dalam kelompok dijalankan, sehingga dia mempunyai kedudukan dalam kelompoknya.

c. Saling memerlukan. Individu yang tergabung dalam masyarakat setempat merasa dirinya tergantung pada komunitinya yang meliputi kebutuhan fisik maupun kebutuhan-kebutuhan psikologisnya. Kelompok yang tergabung dalam masyarakat setempat tadi, memenuhi kebutuhan-kebutuhan secara fisik seseorang, misalnya atas makanan dan perumahan. Secara psikologis individu akan mencari perlindungan pada kelompoknya apabila ia ketakutan dan lain sebagainya.

Ikatan solidaritas yang tinggi di masyarakat dapat timbul karena adanya rasa seperasaan yang timbul jika terdapat kepentingan yag sama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, rasa sepenanggungan karena setiap orang sadar akan perannya dalam kelompok dan adanya rasa saling memerlukan diantara masyarakat setempat, mereka tergantung pada kelompoknya dalam memenuhi kebutuhan fisik seperti kebutuhan atas pangan, sandang, dan sebagainya, maupun kebutuhan psikologisnya seperti rasa aman, rasa percaya diri dan sebagainya.

Dalam program pemberdayaan penting juga diperhatikan modal sosial yang dimiliki masyarakat setempat. Seperti yang dinyatakan oleh Fukuyama (2002) dalam Hasbullah (2006:8):

“Modal sosial adalah segala sesuatu yang membuat masyarakat bersekutu untuk mencapai tujuan bersama atas dasar kebersamaan dan didalamnya


(30)

diikat oleh nilai-nilai dan norma-norma yang tumbuh dan dipatuhi. Situasi ini akan menjadi kunci bagi keberhasilan program pemberdayaan yang terdapat di wilayah tersebut.”

Konsep modal sosial menekankan pada kebersamaan masyarakat untuk mencapai tujuan dan memperbaiki kualitas hidupnya, kerjasama tersebut dengan melalui hubungan timbal balik yang saling menguntungkan, dibangun di atas kepercayaan yang ditopang oleh norma-norma dan nilai-nilai sosial yang mendukungnya seperti yang dinyatakan Hasbullah (2006:8 ) bahwa:

“Inti konsep modal sosial memberikan penekanan pada kebersamaan masyarakat untuk mencapai tujuan memperbaiki kualitas kehidupan dan senantiasa melakukan perubahan da penyesuaian secara terus menerus dalam proses perubahan dan upaya untuk mencapai tujuan masyarakat senantiasa terikat pada nilai-nilai dan norma yang dipedomani sebagai acuan bersikap, bertindak, dan bertingkah laku serta berhubungan dengan pihak lain. Acua nilai dan unsure yang merupakan ruh modal sosial antara lain: sikap partisipatif, sikap yang saling memperhatikan, saling memberi dan menerima, saling percaya dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma yang mendukungnya. Unsur lain yang memegang peranan penting adalah kemauan masyarakat atau kelompok tersebut untuk terus menerus pro aktif baik dalam mempertahankan nilai, membentuk jaringan kerjasama maupun dengan penciptaan kreasi dan ide-ide baru.”

Modal sosial akan meningkatkan kesadaran bersama tentang banyaknya kemungkinan peluang yang bisa dimanfaatkan dan juga kesadaran bahwa nasib bersama akan saling terkait dan ditentukan oleh usaha bersama yang dilakukan. Tumbuhnya sikap partisipatif, sikap saling percaya, saling memberi dan menerima.

Berbagai program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintahah akan jauh lebih efektif jika dilakukan di tengah masyarakat yang memiliki modal sosial yang kuat. Program infrastruktur perGampongan misalnya dapat dijadikan jalan


(31)

untuk melibatkan partisipasi penduduk Gampong secara maksimal dan demikian dana pemerintah tidak saja akan terbebas dari kemungkinan disalahgunakan, masyarakat sendiri akan memberikan sumbangan ide, tenaga, maupun sumbangan bentuk lainnya guna memaksimalkan pekerjaan pemerintah di kampung mereka.

Setiap program pemberdayaan yang akan dilaksanakan harusnya terlebih dahulu dengan memetakan situasi masyarakat setempat, setiap wilayah tertentu akan berbeda kebutuhannya. Program pemberdayaan yang diperlukan masyarakat adalah pemberdayaan yang dapat membuat mereka memperoleh manfaat dari program tersebut dan dapat membuat masyarakat pada akhirnya menjadi mandiri, misalnya lewat pemberdayaan ekonomi. Perlu juga mendorong partisipasi masyarakat agar terlibat dalam program pemberdayaan yang terdapat di wilayahnya. Penting juga untuk membangun jaringan kerja untuk mendukung pelaksanaan program pemberdayaan tersebut dan menegakkan prinsip keadilan dalam program pemberdayaan yang ada. Bantuan yang diberikan hendaknya tepat sasaran, diberikan pada orang yang memerlukannya.

2.2. Partisipasi Masyarakat

Partisipasi dapat diartikan sebagai bentuk keterlibatan seseorang secara sadar kedalam interaksi sosial tertentu. Menurut Rostika (2003:51) seseorang bisa berpartisipasi bila menemukan dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui proses


(32)

berbagi dengan orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggung jawab bersama.

Agar mampu berpartisipasi seseorang perlu berproses dan proses itu ada dalam dirinya dan dengan orang lain. Kemampuan setiap orang jelas akan berbeda-beda dalam berpartisipasi. Dengan upaya yang sungguh-sungguh dan terencana, partisipasi seseorang dan pada akhirnya muncul partisipasi kelompok akan bisa ditumbuhkan dengan dorongan dari dalam dirinya atau dengan dorongan orang lain yang selalu berinteraksi dengan orang tersebut atau dengan kelompok tersebut.

Latar belakang pemikiran partisipasi adalah program atau kegiatan pembangunan masyarakat yang datang dari atas atau dari luar sering gagal dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat lokal. Proses perencanaan dan pengambil keputusan dalam program pembangunan kerapkali dilakukan dari atas ke bawah. Rencana program pemberdayaan masyarakat biasanya dibuat di tingkat pusat dan dilaksanakan oleh instansi terkait oleh instansi propinsi dan kabupaten, dan biasanya defenisi pemberdayaan sendiri sangat beragam. Masyarakat sering kali diikutkan tanpa diberikan pilihan dan kesempatan untuk memberikan masukan.

Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan untuk mencapai efisiensi dalam pembangunan, masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk menganalisa kondisi dan merumuskan persoalan serta kebutuhannya. Dalam hal ini, masyarakat ditempatkan pada posisi yang membutuhkan bantuan dari luar. Sebenarnya jika masyarakat dilibatkan secara penuh, mereka juga mempunyai potensi tersendiri,


(33)

seperti yang dikemukakan oleh Adimihardja dan Hikmat (2003:23-24) bahwa masyarakat sebenarnya memiliki banyak potensi baik dilihat dari sumberdaya alam maupun dari sumberdaya sosial dan budaya. Masyarakat memiliki kekuatan bila digali dan disalurkan akan menjadi energi besar untuk pengentasan kemiskinan. Cara menggali dan mendayagunakan sumber-sumber yang ada pada masyarakat inilah yang menjadi inti dari pemberdayaan masyarakat. Di dalam pemberdayaan masyarakat yang penting adalah bagaimana menjadikan masyarakat pada posisi pelaku pembangunan yang aktif dan bukan penerima pasif. Konsep gerakan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan, mengutamakan inisiatif dan kreasi masyarakat, dengan startegi pokok memberi kekuatan (power) kepada masyarakat.

Program pemberdayaan sering tidak berhasil dan kurang memberi manfaat kepada masyarakat, karena masyarakat kurang terlibat sehingga mereka merasa kurang bertanggung jawab terhadap program dan keberhasilannya, program tersebut akan menjadi sia-sia.

Gagasan tentang pelibatan peran warga dalam masalah pembangunan, terutama melalui model pemberdayaan bukan topik yang baru. Semenjak tumbuhnya kesadaran bahwa perspektif pertumbuhan ekonomi meninggalkan permasalahan kesenjangan, ketidakadilan dan ketidakmerataan dalam pembagian manfaat. Strategi pembangunan kemudian berubah menjadi participatory development, pembangunan dirancang dari bawah dengan melibatkan warga dan menempatkan mereka sebagai subjek dalam proses pebangunan, Edi Suharto (2005:60) menyatakan ”sebagai tujuan


(34)

pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hal yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial, yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial seperti memiliki kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial, dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya”.

Pemberdayaan kemudian menjadi pendekatan bagi pembangunan alternatif yang lebih menitikberatkan pada pendekatan bottom up dengan menempatkan rakyat miskin sebagai prioritas serta memberikan ruang partisipasi yang besar bagi masyarakat. Pembangunan yang berpusat pada rakyat (people center development) dengan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan serta menakar kebutuhan dari perspektif masyarakat.

Dalam proses pemberdayaan masyarakat penting dalam melibatkan masyarakat lokal. Strategi dasar yang dapat digunakan untuk pemecahan masalah adalah mengembangkan partisipasi yang lebih luas dari masyarakat. Untuk memberikan semangat kepada masyarakat agar terlibat aktif dalam kegiatan, baik dalam penetapan kebijakan, perumusan kebutuhan, maupun dalam pemecahan masalah mereka sendiri. Merupakan salah satu cara untuk menuju keberdayaan masyarakat. Menurut Cohen dan Uphoff (1980) dalam Prijono dan Pranarka (1996:61) menyatakan partisipasi mendukung masyarakat untuk mulai sadar akan situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan-jalan keluar yang


(35)

dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka. Partisipasi membantu masyarakat miskin untuk melihat realitas ekonomi yang mengelilingi mereka.

Jika masyarakat dari awal sudah dilibatkan dalam suatu program pemberdayaan, maka akan berdampak positif bagi masyarakat dan juga kepada lembaga yang memberikan bantuan. Adanya proses musyawarah dalam menentukan bagaimana proses perencanaan dan pelaksanaan program, dengan demikian masyarakat turut berpartisipasi dan dapat menyuarakan aspirasi mereka. Ini merupakan proses dari pemberdayaan masyarakat.

Kemampuan masyarakat untuk mewujudkan dan mempengaruhi arah serta pelaksanaan suatu program ditentukan dengan mengandalkan power yang dimilikinya sehingga pemberdayaan merupakan jiwa partisipasi yang sifatnya aktif dan kreatif. Partisipasi bersangkutan dengan pembagian kekuatan dalam masyarakat, untuk itu memungkinkan kelompok-kelompok untuk menentukan kebutuhannya dimana kebutuhannya akan dipenuhi dengan pendistribusian sumber daya yang ada.

Adanya kelompok menjadi penting dan perlu dalam mengembangkan partisipasi. Kelompok merupakan suatu yang strategis, sehingga pembentukan kelompok menjadi suatu keharusan dalam upaya mengembangkan partisipasi setiap individu dalam kelompok adalah pelaku, yang berhak menetapkan segala sesuatu berdasarkan pada tata nilai tradisi, kemampuan, tujuan, dan bagaimana mencapai tujuan. Proses untuk menetapkan kesepakatan itu dikenal dengan nama musyawarah. Musyawarah menjadi media strategis dalam mengembangkan partisipasi kelompok,


(36)

musyawarah sebagai latihan bagi setiap kelompok untuk berpartisipasi. Bila ada orang luar yang terlibat mereka hanya pendamping saja yang perannya adalah memfasilitasi atau membantu untuk memperlancar proses musyawarah.

Kaitannya dengan pemberdayaan, partisipasi masyarakat sepenuhnya dianggap sebagai penentu keberhasilan pembangunan. Pemberdayaan pada akhirnya mengarah pada tujuan terbentuknya partisipasi yang penuh dari setiap anggota komunitas serta terwujudnya masyarakat yang aktif. Menurut Pranarka (1996:132-134), selama ini keterlibatan masyarakat hanya dilihat dalam konteks sempit, artinya manusia dipandang sebagai tenaga kasar dalam konteks sempit, artinya manusia dipandang sebagai tenaga kasar untuk mengurangi biaya pembangunan sosial. Dengan kondisi ini, peran serta masyarakat terbatas pada implementasi atau pada saat penerapan program saja. Masyarakat tidak berkembang daya kreatifnya dari dalam dirinya dan harus menerima keputusan yang sudah diambil pihak luar. Partisipasi yang ada hanya dalam bentuk pasif. Terkesan partisipasi hanya sekedar formalitas saja tidak dalam arti yang sebenarnya. Tujuan akhir dari pemberdayaan adalah terciptanya masyarakat yang berdaya sehingga masyarakat tersebut dapat menjadi mandiri tidak tergantung pada orang lain.

2.3. Jaringan Pemberdayaan Masyarakat

Program pemberdayaan masyarakat selain dilakukan oleh pemerintah juga dilakukan oleh LSM domestik dan Internasional. Pemerintah telah memberikan ruang


(37)

kepada LSM domestik dan Internasional untuk turut berartisipasi dalam pembangunan seperti yang dinyatakan Korten (2002:155).

Salah satu kemajuan yang positif dicapai dalam tahun 1980-an adalah pengakuan bahwa masyarakat sipil mempunyai peranan penting dalam pembangunan. Adanya pengakuan bahwa lembaga swadaya masyarakat sendiri juga mempunyai peran pembangunan yang penting.

Dengan memberikan kesempatan kepada LSM domestik dan Internasional untuk turut serta berpartisipasi dalam proses pembangunan menunjukkan bahwa Pemerintah telah mengakui peran LSM dalam membantu proses pembangunan. Pemerintah juga mempunyai keterbatasan sumber daya dalam melaksanakan berbagai program pembangunan yang dimaksudkan untuk kesejahteraan masyarakat. LSM dapat melengkapi peran tersebut, saling mengisi diantara pemerintah dan LSM dalam melaksanakan program-program pembangunan. Hikmat (2001:140) menyatakan bahwa pembangunan masyarakat yang melibatkan peran aktif anatar pemerintah dan LSM pada akhirnya harus bersifat komplementer. Pemerintah mengalami banyak keterbatasan sumber-sumber daya yang tersedia untuk dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Melalui kerjasam ini diharapkan LSM diharapkan mampu menggerakkan warga masyarakat yang memiliki kesamaan kebutuhan dan kepentingan bersama dalam satu kesatuan komunitas.

Dengan adanya jaringan kerjasama antara pemerintah dan LSM serta masyarakat maka tercipta keserasian sehingga program pemberdayaan dapat segera


(38)

berjalan, keadaan ini juga dapat memberikan rasa tentram bagi masyarakat karena semua pihak saling berkerja sama untuk mencapai tujuan bersama, seperti yang dinyatakan oleh Soekanto (1982:33) bahwa keserasian atau harmoni dalam masyarakat merupakan keadaan yang diidam-idamkan masyarakat. Dengan keserasian dimaksudkan sebagai keadaan di mana lembaga-lembaga kemasyarakatan yang pokok benar-benar berfungsi dan saling mengisi. Dalam keadaan demikian individu secara psikologis merasa adanya ketentraman karena tidak adanya pertentangan dalam norma-norma dan nilai-nilai.

Saat ini banyak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baik domestik maupun Internasional yang mempunyai program pendampingan dan memberikan bantuan kepada masyarakat. Seperti yang dinyatakan Suyanto (2004:161) sebagai berikut seseorang atau sebuah keluarga miskin acapkali tetap survive dan bahkan bangkit kembali terutama bila mereka memiliki jaringan atau pranata sosial yang melindungi dan menyelamatkan. Pemberdayaan yang langgeng adalah dengan adanya proses pendampingan. Masyarakat yang berada dalam keadaan miskin, dengan adanya bantuan dari pemerintah dan LSM domestik dan Internasional akhirnya dapat bertahan dan mulai kembali secara perlahan-lahan bangkit untuk menata hari depannya.

Dalam realisasi program pemberdayaan masyarakat ada pergeseran peran pemerintah dari yang selama ini sebagai penyelenggaraan pelayanan sosial, saat ini peran pemerintah yang dominan adalah sebagai koordinator dari LSM domestik dan


(39)

Internasional yang ikut berperan serta dalam program pemberdayaan. Seperti pendapat Adimihardja dan Hikmat (2003:23-24) sebagai berikut adanya pergeseran peran pemerintah, dari peran yang selama ini cenderung sebagai penyelenggara pelayanan sosial menjadi fasilitator, mediator, koordinator, pendidik, mobilisator, sistem pendukung dan peran-peran lain yang lebih mengarah pada pelayanan tidak langsung. Adapun peranan organisasi lokal, organisasi sosial, LSM dan kelompok masyarakat lain, lebih dipacu sebagai agen pelaksana perubahan dan pelaksanaan pelayanan sosial pada kelompok rentan atau masyarakat pada umumnya.

Dalam implementasi program pemberdayaan masyarakat, pemerintah tidak akan sanggup menjangkau seluruh lapisan masyarakat, karenanya perlu adanya kerjasama antara pemerintah dan LSM domestik dan Internasional dalam program tersebut.

Model pembangunan yang berpusat pada rakyat lebih menekankan pada pemberdayaan yang mengedepankan partisipasi masyarakat, hal ini dimaksudkan mewujudkan hubungan dan interaksi yang harmonis antar masyarakat untuk terwujudnya pembangunan sosial yang memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memainkan peranannya sebagai subjek pembangunan tidak lagi hanya sebagai objek pembangunan, seperti yang dikemukakan oleh (Hikmat 2003:174) bahwa pemberdayaan sebagai strategi dalam pembangunan partisipatif yaitu pembangunan yang berpusat pada rakyat sebagai salah satu wujud nyata dalam program penyelamatan dan pemulihan, juga sebagai landasa untuk mencapai kembali


(40)

kesejahteraan masyarakat. Diperlukan peningkatan kemitraan dengan infra struktur sosial, seperti lembaga swadaya masyarakat, organisasi sosial, dunia usaha dan masyarakat melalui kemitraan ini diharapkan dapat terwujud hubungan dan interaksi yang semakin harmonis dan serasi antara masyarakat dan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan sosial, masyarakat sebagai sumber sosial diharapkan semakin mengambil peran sebagai subjek pembangunan.

Proses pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM domestik dan Internasional biasanya dilakukan secara kolektif (kelompok). Melalui kelompok masing-masing individu belajar mendeskripsikan suatu situasi, mengekspresikan opini dan emosi mereka. Dengan kata lain, mereka belajar untuk mendefinisikan masalahnya, menganalisisnya serta merancang suatu solusi dalam memecahkan masalah tersebut. Friedmann, 1993 dalam Prijono dan Pranarka (1996 :139) menyatakan

”proses pemberdayaan dapat dilakukan secara individual maupun kolektif (kelompok), tatpi karena proses ini merupakan wujud perubahan sosial yang menyangkut relasi atau hubungan antara lapisan sosial atau status hiraski lain yang dicirikan dengan adanya polarisasi ekonomi, maka kemampuan individu senasib untuk saling berkumpul dalam suatu kelompok1 cenderung dinilai sebagai bentuk pemberdayaan yang paling efektif.”

Pemberdayaan yang dilakukan oleh LSM biasanya dengan adanya pendamping, salah satu staf dari LSM domestik atau internasional akan ditempatkan di Gampong tempat mereka melakukan program pemberdayaan masyarakat. Pendamping biasanya akan selalu berinteraksi dengan masyarakat setempat, biasanya anatara pendamping dan masyarakat dampingannya akan membuat kesepakatan yang


(41)

berkenaan dengan program pemberdayaan yang sedang berlangsung. Menurut Norman dalam (Prijono dan Pranarka:139) bahwa peran pendamping sangat penting guna memperlancar proses dialog antar individu di dalam kelompok. Karena proses pemberdayaan mementingkan pematahan dalam relasi subyek dan obyek, maka pendamping tidak berfungsi sebagai orang yang mengajari atau menggurui individu dalam kelompok, tetapi ikut berfungsi sebagai orang yang belajar dari kelompok.

Pendamping biasanya akan memposisikan dirinya sebagai fasilitator tidak sebagai guru yang mengajari masyarakat, interaksi yang terjadi antara masyarakat dan pendamping memberikan banyak pelajaran baru untuk masyarakat dan juga untuk pendamping sendiri. Dalam proses pemberdayaan terdapat adanya interaksi sosial antara staf LSM dengan masyarakat setempat merupakan suatu hubungan yang didasarkan pada prinsip kesukarelaan dari LSM dan masyarakat dalam suatu kesamaan tujuan yaitu pemberdayaan masyarakat. Dalam interkasi yang terjadi, masyarakat bebas menyampaikan aspirasinya dan adanya toleransi ketika terjadi perbedaan pendapat, saling menghargai satu sama lain. Seperti pendapat Hasbullah (2006:9) sebagai berikut:

”interaksi sosial sebagai faktor utama dalam kehidupan sosial, interaksi sosial merupakan syarat utama dalam aktivitas-aktivitas sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok-kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu, interaksi sosial dimulai pada saat itu . Masyarakat selalu berhubungan sosial dengan masyarakat yang lain melalui berbagai variasi hubungan yang saling berdampingan dan dilakukan atas prinsip kesukarelaan (voluntary), kesamaan (equality), kebebasan (fredom) dan keadaban (civility).”


(42)

Dengan adanya interaksi yang rutin antara pendamping LSM dengan masyarakat diharapkan program pemberdayaaan akan menjadi lebih efektif. Masyarakat akan lebih membuka diri, ini dapat mendorong munculnya partisipasi dari masyarakat setempat. Pentingnya partisipasi dalam program pemberdayaan masyarakat dimaksudkan untuk keberlanjutan dari program pemberdayaan masyarakat. Dengan adanya partispasi masyarakat, diharapkan masyarakat suatu saat akan menjadi mandiri. Menjadikan masyarakat mandiri butuh proses yang lama, karenanya sangat penting keberlanjutan program pemberdayaan masyarakat, dimana program tersebut memberikan peluang kepada masyarakat untuk mendapatkan penghasilan untuk kehidupan sehari-harinya dan untuk kehidupannya di masa yang akan datang.

2.4. Kerangka Berpikir

Studi ini dilakukan untuk mengkaji implementasi kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui program rehabilitasi dan rekontruksi rumah korban gempa dan Tsunami di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Blang Morgat Kota Lhoukseumawe. Program rehabilitasi dan rekontruksi wilayah dan kehidupan masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam bertujuan untuk mengembalikan kondisi psikologis masyarakat, kehidupan sosial ekonomi dan pemerintahan melalui usaha-usaha rehabilitasi dan rekontruksi. Rehabilitasi dan rekontruksi rumah


(43)

yang rusak salah satu tujuannya untuk memberdayakan masyarakat yang kehilangan rumah akibat bencana gempa dan Tsunami.

Pendekatan yang digunakan baik oleh pemerintah pusat/daerah maupun LSM domestik dan Intemasional dalam pemberdayaan masyarakat korban gempa dan Tsunami di Nanggroe Aceh Darussalam, menggunakan pendekatan partispatif dan memperhatikan aspirasi serta kebutuhan masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam. Pendekatan ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 2005 tentang Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi Wilayah Dan Kehidupan Masyarakat Nanggroe Aceh dan Nias. Masyarakat dilibatkan sejak awal, mulai dari perencanaan sampai ke pelaksanaan kegiatan. Semua proses rehabilitasi rumah diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

Dalam rehabilitasi dan rekontruksi rumah masyarakat korban gempa dan tsunami di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Blang Mangat Kota Lhoukseumawe, terdapat unsur pemberdayaan masyarakat. Masyarakat yang semula kehilangan rumah, akhirnya mendapatkan bantuan untuk rehabilitasi rumah mereka, akhirnya masyarakat sudah lebih berdaya karena mereka sudah mendapatkan bantuan rumah.

Dalam proses rehabilitasi dan rekontruksi rumah tersebut di atas, juga melibatkan masyarakat setempat, adanya partisipasi dari masyarakat. Penting juga diperhatikan jaringan pemberdayaan masyarakat yang terdapat di Kemukiman Meuraksa. Pelaku pemberdayaan tidak hanya pemerintah tapi juga LSM domestik


(44)

dan Internasional turut berperan serta dalam proses rehabilitasi dan rekontruksi rumah masyarakat korban gempa dan Tsunami di Kemukiman Meuraksa .

Pada proses rehabilitasi dan rekontruksi rumah korban gempa bumi dan Tsunami di Kemukiman Meuraksa, masyarakat bisa mendapatkan penghasilan dengan bekerja sebagai buruh atau tukang dalam pelaksanaan rehabilitasi rumah korban gempa dan Tsunami di Kemukiman Meuraksa. Sebagian masyarakat di Kemukiman Meuraksa kehilangan mata pencahariannya yang didapat dari usaha taninya. Pada akhimya masyarakat Kemukiman Meuraksa memperoleh banyak manfaat dari proses rehabilitasi dan rekontruksi rumah korban gempa dan Tsunami di Kemukiman Meuraksa .

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Kajian Rehabilitasi dan

Rekontruksi Rumah Partisipasi

Jaringan Kerjasama

Manfaat


(45)

3.1. Jenis Penelitian

Untuk dapat menggambarkan pemberdayaan masyarakat terkait dengan program rehabilitasi dan rekontruksi rumah-rumah korban gempa dan Tsunami di Kemukiman Meuraksa, secara utuh penelitian yang tepat adalah jenis penelitian deskriptif. Jenis penelitian ini dipilih untuk dapat mengambarkan bagaimana proses pemberdayaan yang berlangsung melalui rehabilitasi dan rekontruksi rumah-rumah korban gempa dan Tsunami di Kemukiman Meuraksa, sejauh mana partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan ini dan mengetahui jaringan pemberdayaan masyarakat di Gampong tersebut. Seperti yang dinyatakan Whitney (1960) dalam Nazir (1985:65) bahwa penelitian deskriptif yaitu metode yang meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang.

Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Metode deskriptif adalah pencarian fakta dengan interpretasi yang tepat. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu, termasuk hubungan, kegiatan kegiatan, sikap-sikap, pandangan-pandangan serta proses proses yang sedang berlangsung dan pengaruh pengaruh dari suatu fenomena.


(46)

Penggambaran mengenai proses pemberdayaan masyarakat dalam rehabilitasi dan rekontruksi rumah-rumah korban gempa dan Tsunami di Kemukiman Meuraksa menggunakan pendekatan kualitatif.

3.2. Pemilihan Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Blang Mangat Kota Lhokseumawe yaitu di Gampong Jambo Timu, Jambo Mesjid, Kuala dan Gampong Blang Cut, merupakan Gampong yang terparah terkena bencana alam Gempa Bumi dan Tsunami yang mengakibatkan terbanyak korban jiwa, kerusakan rumah serta hilangnya mata pencaharian penduduk yang pada umumnya berprofesi sebagai nelayan dan petani tambak.

3.3. Teknik Pengumpulan Data dan Informan

Untuk memperoleh data digunakan teknik wawancara mendalam dengan mengunakan pedoman wawancara. Peneliti juga melakukan observasi untuk mengamati suasana dan proses yang terjadi pada masyarakat sehingga dapat diketahui sejauh mana proses pemberdayaan pada masyarakat di sana serta bagaimana keterlibatan masyarakat dalam proses pemberdayan tersebut. Observasi dilakukan untuk mengamati gejala-gejala yang muncul dalam kehidupan sehari hari masyarakat di lokasi penelitian.


(47)

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi kepustakaan, dilakukan untuk melengkapi informasi dan cross chek data dari pengambilan data primer. Data yang dikumpulkan adalah data data statistik dari Gampong setempat, data dari Kecamatan, dan data dari lembaga lain.

Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggali informasi secara langsung dari masyarakat di lokasi penelitian. Informan terdiri dari masyarakat yang terkait, yaitu penduduk Gampong, tokoh masyarakat, pemerintah daerah, dan lembaga terkait (LSM pendamping) yang terlibat dalam proses pemberdayaan masyarakat melalui rehabilitasi rumah masyarakat.

Setiap informan mewakili pihak-pihak yang terkait dengan program pemberdayaan masyarakat melalui rehabilitasi rumah korban Tsunami diantaranya adalah:

1. Masyarakat Gampong

Sebagai penerima dan pelaksana program diharapkan dapat memberikan informasi tentang bagaimana proses rehabilitasi rumah korban tsunami di Gampongnya terutama mengenai manfaat program ini dalam memberdayakan masyarakat.

2. Tokoh Masyarakat

Sebagai tokoh masyarakat, tentunya memahami betul kondisi dan tanggapan masyarakatnya terhadap program yang diberikan sehingga diharapkan dapat


(48)

memberikan informasi tentang bagaimana penilaiannya terhadap proses rehabilitasi rumah korban tsunami di Gampongnya.

3. Fasilitator LSM Pendamping

Sebagai fasilitator yang mendampingi proses rehabilitasi rumah korban tsunami di Kemukiman Meuraksa diharapkan dapat memberikan informasi tentang sejauh mana keterlibatan masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan program rehabilitasi rumah korban tsunami di Kemukiman Meuraksa .

4. Pemerintah Daerah (aparat Kecamatan)

Aparat Kecamatan Sebagai pengambil kebijakan diharapkan dapat memberikan informasi tentang kebijakan yang berhubungan perencanaan dan program rehabilitasi korban gempa dan tsunami di wilayahnya.

Tabel 5. Daftar Informan di Kemukiman Meuraksa

No. Informan Jumlah

1 Kantor Kecamatan 1

2 Kantor Mukim 1

3 Kantor Gampong 4

4 Tokoh Masyarakat 2

5 LSM pendamping 3

6 Masyarakat Korban Tsunami 6


(49)

3.4. Teknik Analisa Data

Pengumpulan dan analisa data merupakan proses yang bersamaan. Data yang telah dikumpulkan melalui observasi dan wawancara kemudian dianalisis secara kualitatif. Analisa data dilakukan sejak kegiatan pengumpulan data dilakukan dan selama proses penelitian berlangsung. Setiap data yang diperoleh dianalisis dan ditafsirkan untuk mengetahui maknanya dan dihubungkan dengan masalah penelitian. Seperti yang dikemukakan Bogdan dan Biklen (1992) dalam Creswell (2002: 147) bahwa dalam analisa deskriptif dengan pendekatan kualitatif, beberapa kegiatan bersamaan dilakukan peneliti yaitu mengumpulkan informasi dari lapangan, menyortir informasi menjadi kelompok kelompok, memformat informasi kedalam sebuah cerita atau gambar dan menulis naskah kualitatif.


(50)

4.1. Gambaran Umum Kecamatan Blang Mangat

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menawarkan fungsi utama Pemerintah Daerah sebagai promotor pembangunan menjadi pelayan masyarakat, dengan kata lain dapat dikatakan terjadinya perubahan paradigma bahwa Pemerintah bukan lagi sebagai pihak yang dilayani melainkan sebagai pihak yang melayani. Perubahan tersebut secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh terhadap jalannya Pemerintahan Daerah, konsekwensi logisnya diperlukan pendayagunaan unit-unit pemerintahan yang langsung berhubungan dengan masyarakat antara lain Pemerintah Kecamatan.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe, maka Kecamatan Blang Mangat merupakan salah satu Kecamatan yang terdapat dalam wilayah Pemerintah Kota Lhokseumawe. Untuk lebih mengetahui, maka berikut ini akan di jelaskan mengenai gambaran umum Kecamatan Blang Mangat yang meluputi kondisi geografis Kecamatan Blang Mangat, keadaan demografi, keadaan sosial ekonomi, keadaan sosial budaya, dan keadaan umum pemerintah Kecamatan Blang Mangat.


(51)

4.1.1 Kondisi Geogfrafis Kecamatan Blang Mangat

Kecamatan Blang Mangat merupakan salah satu Kecamatan dari empat Kecamatan yang ada di Kota Lhokseumawe. Kecamatan Blang Mangat terdiri atas 3 Kemukiman dan 22 Gampong/Gampong dengan luas wilayah ± 55,62 Km². Ibukota Kecamatan Blang Mangat berada di Punteuet yang terletak di lintas jalan Medan-B.Aceh dan menjadikannya sebagai pusat perdagangan dan perekonomian masyarakat di Kecamatan Blang Mangat.

Secara administratif Kecamatan Blang Mangat memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bayu/ Kuta makmur Kabupaten Aceh Utara

3. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Muara Dua/Muara satu Kota Lhokseumawe

4. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Bayu Kabupaten Aceh Utara. Suhu udara berkisar antara 26° C sampai dengan 32° C, beriklim tropis dengan curah hujan yang rendah. Wilayah Kecamatan Blang Mangat sebagian merupakan dataran rendah dan pesisir pantai dengan ketinggian 5 meter dari permukaan


(52)

4.1.2. Keadaan Demografi

Jumlah penduduk merupakan salah satu faktor penting dalam menunjang keberhasilan kegiatan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di suatu wilayah. Dalam hal ini penduduk merupakan potensi wilayah yaitu sebagai sumber daya manusia yang dapat dikembangkan guna mendukung pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Penduduk merupakan faktor pendukung yang sangat penting dalam menentukan berhasil tidaknya program-program pemerintah.

Berdasarkan hasil laporan kependudukan yang di peroleh dari masing-masing Gampong dalam Kecamatan Blang Mangat sebanyak 19.458 jiwa, yang terdiri dari 9.485 jiwa penduduk laki-laki dan 9.973 jiwa penduduk perempuan yang tersebar di seluruh Gampong/Gampong di Kecamatan Blang Mangat. Untuk mengetahui jumlah penduduk Kecamatan Blang Mangat pada setiap Gampong/Gampong dapat dilihat pada tabel berikut.


(53)

Tabel 6. Luas wilayah, Jumlah KK dan Jumlah Penduduk Kecamatan Blang Mangat Februari Tahun 2007

Jumlah Penduduk (jiwa) No. Gampong Luas Wilayah (Km²) Jumlah KK

L P L + P

1 2 3 4 5 6 7 8 Kemukiman Meuraksa Kuala Blang Cut Jambo Timu Jambo Mesjid Blang teue Baloi Teungoh Tunong 1,50 2,50 1,50 1,50 1,00 1,50 1,00 1,75 216 278 208 177 54 149 115 185 421 558 381 340 106 262 217 323 435 636 386 344 101 296 246 369 856 1.194 767 684 207 558 463 692 9 10 11 12 13 14 15 16 Kemukiman Teungoh Mane kareung Asan Kareung Rayeuk Kareung Blang Punteuet Kumbang Punteuet Keude Punteuet Mesjid Punteuet Ulee Blang Mane

2,00 3,30 4,00 2,00 3,57 0,10 4,00 2,00 168 160 186 265 127 81 562 226 306 343 399 554 256 164 1.455 420 301 323 398 560 293 185 1.401 495 607 666 797 1.114 549 349 2.856 915 17 18 19 20 21 22 Kemukiman Mangat Makmu Blang Buloh Alue Lim Jeulikat

Blang Weu Panjoe Blang Weu baroh Seunebok 4,50 5,00 3,50 4,25 4,15 1,00 219 232 455 203 314 115 401 576 743 395 620 245 448 615 968 370 569 234 849 1.191 1.711 765 1.189 479

Jumlah Total 55,62 4.695 9.485 9.973 19.458


(54)

4.1.3. Keadaan Sosial Ekonomi

Penduduk di Kecamatan Blang Mangat masih bersifat homogen, umumnya mereka bekerja di sektor pertanian dan perikanan. Mengenai mata pencaharian penduduk Kecamatan Blang Mangat menurut lapangan usahanya secara jelas dan terperinci dapat dilihat pada tabel halaman berikut ini.

Tabel 7. Jumlah Penduduk yang bekerja menurut Lapangan Usaha di Kecamatan Blang Mangat

No. Lapangan Usaha Jumlah

1. Pertanian tanaman pangan 5.987

2. Perkebunan 1.878

3. Perikanan 5.698

4. Peternakan 1.015

5. Industri 758

6. Perdagangan 1.256

7. Jasa 943

8. Lain-lain 1.923

Jumlah 19.458 Sumber: Kantor Camat Blang Mangat Tahun 2007

4.1.4. Keadaan Sosial Budaya 1 Agama

Penduduk di Kecamatan Blang Mangat mayoritas menganut agama Islam dan dalam kehidupan bermasyarakat sangat menjunjung tinggi penegakan Syariat Islam di Aceh, namun agama lainnya juga di anut oleh sebagian masyarakat. Untuk


(55)

mengetahui lebih jelas mengenai jumlah penduduk menurut agama dan jumlah sarana peribadatan di Kecamatan Blang Mangat dapat dilihat pada tabel halaman berikut ini. Tabel 8. Jumlah Penduduk Menurut Agama yang Dianut di Kecamatan Blang Mangat

No. Agama Jumlah (orang)

1 Islam 19.433

2 Katolik 7

3 Protestan 15

4 Hindu

-5 Budha 3

6 Lain-lain

-Jumlah 19.458 Sumber: Kantor Camat Blang Mangat Tahun 2007

Tabel 9. Jumlah Tempat Ibadah di Kecamatan Blang Mangat

No. Tempat Ibadah Jumlah (buah)

1. Mesjid 11

2. Meunasah/Musholla 30

3. Gereja

-4. Pura

-5. Wihara

-6. Lain-lain

-Jumlah 41 Sumber: Kantor Camat Blang Mangat Tahun 2007

2 Pendidikan

Mewujudkan pembangunan nasional yang mantap tidaklah mudah, tentunya didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, cerdas serta memiliki


(56)

kemampuan intelektual yang tinggi. Cara yang dapat dilakukan untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas adalah dengan meningkatkan mutu pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam mewujudkan masyarakat yang cerdas, terampil, kritis dan mampu menggali masalah yang timbul di lingkungannya. Untuk itu pendidikan harus didukung oleh sarana dan prasarana serta fasilitas yang memadai agar pelaksanaan pendidikan berjalan lancar. Adapun sarana dan prasarana pendidikan yang terdapat di Kecamatan Blang Mangat dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 10. Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Blang Mangat No. Jenjang Pendidikan Jumlah sekolah (buah)

1. TK 5

2. SD 11

3. SLTP 3

4. SMA/SMK 1

5. Perguruan Tinggi 3

Jumlah 23 Sumber : Kantor Camat Blang Mangat Tahun 2007

3. Kesehatan

Pembinaan kesehatan diarahkan untuk mencapai dearajat kemampuan kehidupan sehat yang optimal bagi setiap penduduk demi terwujudnya sasaran pembangunan yang diharapkan. Untuk mewujudkan hal tersebut perlu didukung oleh penyediaan sarana kesehatan yang memadai. Adapun sarana kesehatan yang terdapat di Kecamatan Blang Mangat dapat dilihat pada tabel berikut ini.


(57)

Tabel 11. Jumlah Sarana Kesehatan di Kecamatan Blang Mangat

No. Sarana Kesehatan Jumlah (buah)

1. Rumah Sakit Umum Daerah 1

2. Puskesmas 2

3. Puskesmas Pembantu 2

4. Rumah sakit bersalin

-5. Pos Persalinan Gampong 22

6. Pos KB 22

7. Praktek Dokter

-Jumlah 49 Sumber: Kantor Camat Blang Mangat Tahun 2007

4.1.5. Keadaan Umum Pemerintah Kecamatan Blang Mangat 1. Susunan Organisasi Kecamatan Blang Mangat

Berdasarkan Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 13 tahun 2007 tentang susunan organisasi Kecamatan Blang Mangat terdiri dari:

1) Unsur Pimpinan adalah Camat

2) Unsur pembantu pimpinan adalah Sekretaris Camat

3) Unsur pelaksana adalah Kepala seksi dan Kasubbag yang terdiri dari : a. Kepala Seksi pemerintahan

b. Kepala Seksi Hukum, Ketentraman dan Ketertiban

c. Kepala seksi Pembangunan Masyarakat Gampong/Kelurahan d. Kepala Seksi Kesejahteraan Sosial


(58)

f. Kasubbag Keuangan g. Kasubbag Kepegawaian

Mengenai strukur organisasi Kecamatan, sesuai dengan Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 13 tahun 2007 tanggal 29 Oktober 2007 maka susunan dan tata kerja organisasi Kecamatan Blang Mangat adalah dapat dilihat pada gambar halaman berikut ini:

Camat

Sekretaris Camat

Gambar 3. Sruktur Susunan Organisasi Kecamatan Kecamatan Blang Mangat (Qanun Kota Lhokseumawe No.13 Thn 2007 Tgl.29-10-2007)

2. Keadaan Aparat Kecamatan Blang Mangat

Sesuai dengan struktur organisasi Kecamatan Blang Mangat maka susunan aparatnya terdiri dari satu orang Camat, satu orang sekretaris Kecamatan dan lima orang seksi-seksi Kecamatan. Semua unsur aparat Kecamatan yang ada tersebut telah

Seksi Kessos Seksi

Hukum & Trantib

Seksi Umum Seksi Pemb.Masy.

Gampong/Keluruhan Seksi

Pemerintahan

Subbag. Keuangan Subbag. Kepegawaian


(59)

meningkatkan profesionalitas dan kinerjanya dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat.

Berdasarkan data yang ada sampai dengan Desember 2007 dapat di laporkan bahwa jumlah aparat Kecamatan Blang Mangat seluruhnya berjumlah 34 orang, dengan status 18 orang sebagai Pegawai Negeri Sipil, 5 orang pegawai honor dan 11 orang pegawai bakti (tenaga bantuan daerah). Untuk lebih jelas mengenai jumlah aparat Kecamatan Blang Mangat berdasarkan status dan jabatan yang diembannya dapat dilihat pada tabel halaman berikut ini.


(60)

Tabel 12. Daftar Nama-Nama Aparat Kecamatan Blang Mangat

No. Nama Jabatan Keterangan

1. M. Irsyadi, S.sos Camat PNS

2. Teguh Heriyanto, S.STP Sekretaris Kecamatan PNS

3. M. Ramli, S.Ag Kasi Kessos PNS

4. Zamzami, S.Ag Kasi Pemerintahan PNS

5. Sri hastuti, SP Plt.Kasi Umum PNS

6. Nurhasanah Plt.Kasi Pemb.Masy.Gamp./Kel. PNS

7. Bustamam Kasi Hukum & Trantib PNS

8. M. Yunus Kasubbag. Kepegawaian PNS

9. Zuraida Kasubbag. Keuangan PNS

10. Abd. Rahman Staf Kecamatan PNS

11. Adiyani Staf Kecamatan PNS

12. Ratna Kisna Staf Kecamatan PNS

13. Foudhari Staf Kecamatan PNS

14. Hera yana Staf Kecamatan PNS

15. Syarifah Staf Kecamatan PNS

16. Sakdiah Staf Kecamatan PNS

17. Jamaluddin Staf Kecamatan PNS

18. Adiauddin Staf Kecamatan PNS

19. Bani Chandra Staf Kecamatan Pegawai Honor

20. Anisah Hurry Staf Kecamatan Pegawai Honor

21. Eriadi Staf Kecamatan Pegawai Honor

22. Safrina Staf Kecamatan Pegawai Honor

23. Zainal Bakri Staf Kecamatan Pegawai Honor

24. Nadriah Staf Kecamatan Pegawai Bakti

25. Mawardi Staf Kecamatan Pegawai Bakti

26. Rosnaini Staf Kecamatan Pegawai Bakti

27. Maria Ulfa Staf Kecamatan Pegawai Bakti

28. Salbiah Staf Kecamatan Pegawai Bakti

29. Fitri Mulyani Staf Kecamatan Pegawai Bakti

30. Zahara Staf Kecamatan Pegawai Bakti

31. Yuna Melisa Staf Kecamatan Pegawai Bakti

32. M. Rizal Staf Kecamatan Pegawai Bakti

33. Rizki Amelia Staf Kecamatan Pegawai Bakti

34. Cut Fauziah Staf Kecamatan Pegawai Bakti

Sumber: Data Kepegawaian Kecamatan Blang Mangat Desember 2007

Tingkat pendidikan aparat Kecamatan Blang Mangat berbeda-beda, tidak semuanya memiliki latar belakang pendidikan yang sama. Pendidikan formal rata-rata pegawai pada kantor Camat Blang Mangat adalah setingkat SLTA yaitu sebanyak 26 orang, sebanyak 7 orang berpendidikan Sarjana (S-1), dan sisanya 1 orang


(61)

berpendidikan SMP. Untuk mengetahui tingkat pendidikan para Pegawai Kantor Camat Blang Mangat dapat dilihat pada tabel halaman berikut.

Tabel 13. Jumlah Para Pegawai Kantor Camat Blang Mangat Menurut Jenjang Pendidikan

No. Golongan / ruang Jumlah (orang)

1. SLTP / Sederajat 1

2. SLTA / Sederajat 26

3. S-1 7

Jumlah 34

Sumber: Data Kepegawaian Kecamatan Blang Mangat Desember 2007

Mengenai jumlah golongan pegawai yang terdapat pada Kantor camat Blang Mangat dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 14. Jumlah Golongan Pegawai Kantor Camat Blang Mangat

No. Golongan / ruang Jumlah (orang)

1. IV/a 1

2. III/d 1

3. III/c 4

4. III/a 3

5. II/b 1

6. II/a 7

7. I/c 1

8. Pegawai Honor 5

9. Pegawai Bakti 11

Jumlah 34 Sumber: Data Kepegawaian Kecamatan Blang Mangat Desemberl 2007


(62)

4.1.6. Kecamatan Blang Mangat dan Kemukiman Meuraksa

Kecamatan merupakan “line office” dari pemerintah pusat yang berhadapan langsung dengan masyarakat dan mempunyai tugas memimpin penyelenggaraan tugas pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan secara efektif dan efisien.

Pemerintahan Kecamatan sebagai suatu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di tuntut untuk meningkatkan kinerja yang optimal agar tercipta suatu kondisi pemerintahan yang mampu mengerti akan tugas dan tanggung jawab yang dijalankan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Fungsi Kecamatan juga tidak semata-mata hanya memberikan pelayanan kepada masyarakat, tetapi juga melakukan pembinaan terhadap Gampong/Gampong yang berada di bawah wilayahnya. Pemerintahan Gampong/Gampong merupakan pemerintahan terkecil atau terendah dalam sistem pemerintahan di Indonesia, Kecamatan yang merupakan Satuan Kerja Perangkat Daerah di Kabupaten/Kota wajib melakukan pembinaan atas Gampong-gampong/Gampong di wilyahnya masing-masing yang berkaitan dengan fungsi pelayanan terhadap masyarakat, pembinanaan keagamaan, adat istiadat dan urusan-urusan pemerintahan di Gampong/Gampong.

Dalam hal pembinaan urusan pemerintahan, Kecamatan Blang Mangat telah melaksanakan Pemilihan Kepala Gampong (Pilkades) pada 10 Gampong dari 22 Gampong yang ada dalam wilayah Kecamatan Blang Mangat. Pelaksanaan Pemilihan


(63)

Kepala Gampong mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 72 tahun 2005 tentang Pemerintahan Gampong dan Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2003 tentang Pemerintahan Gampong.


(64)

Tabel 15. Data Jumlah Penduduk dan Status Geuchik dalam Kecamatan Blang Mangat

Kependudukan No Gampong Jumlah

KK

Jumlah Penduduk

Status

Geuchik Ket

I 1 2 3 4 5 6 7 8 II 1 2 3 4 5 6 7 8 III 1 2 3 4 5 6 7 KEMUKIMAN MEURAKSA Kuala Blang Cut Jambo Timu Jambo Mesjid Blang Teue Baloi Teungoh Tunong KEMUKIMAN TEUNGOH Mane Kareung Asan Kareung Rayeuk Kareung Blang Punteuet Kumbang Punteuet Keude Punteuet Mesjid Punteuet Ulee Blang Mane

KEMUKIMAN MANGAT MAKMU

Blang Buloh Alue Lim Jeulikat

Blang Weu Panjoe Blang Weu Baroh Seunebok 216 278 208 177 54 149 115 185 168 160 186 265 127 81 562 226 219 232 455 203 314 115 856 1.194 767 684 207 558 463 692 607 666 797 1.114 549 349 2.856 915 849 1.191 1.711 765 1.189 479 Definitif Definitif Definitif Definitif Definitif Definitif Definitif Definitif Definitif Definitif Definitif Definitif Pj Definitif Pj Definitif Definitif Definitif Definitif Definitif Definitif Definitif Sudah Pilkades Sudah Pilkades Sudah Pilkades Sudah Pilkades Sudah Pilkades Sudah Pilkades Sudah Pilkades Sudah Pilkades Sudah Pilkades Sudah Pilkades Sudah Pilkades Sudah Pilkades Belum Pilkades Sudah Pilkades Belum Pilkades Sudah Pilkades Sudah Pilkades Sudah Pilkades Sudah Pilkades Sudah Pilkades Sudah Pilkades Sudah Pilkades

Jumlah Total 4.695 19.458


(1)

118

mempercepat proses rehabilitasi dan rekonstruksi wilayah dan kehidupan masyarakat di Nanggroe Aceh Darussalam.

6. Partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan harus selalu didorong dan dikembangkan. Partisipasi dari masyarakat diharapkan akan mempercepat proses rehabilitasi dan rekontruksi Aceh dan dapat memberikan manfaat kepada masyarakat, memulihkan trauma, mengembalikan rasa percaya diri, memotivasi kerja dan membangkitkan perekonomian masyarakat. Pada akhimya masyarakat akan lebih berdaya untuk melanjutkan kehidupan di masa depan. Masyarakat menjadi mandiri karena usaha mereka sendiri

7. Penting diperhatikan dalam program pemberdayaan masyarakat tentang keberlanjutan program pemberdayaan masyarakat di masa yang akan datang, tidak cukup hanya rehabilitasi rumah, setelah masyarakat memiliki rumah perlu juga dipikirkan keberlanjutan ekonomi masyarakat, karena banyak masyarakat yang kehilangan mata pencaharian. akibat lahan pertambakan dan peralatan nelayan mereka hancur, dan mereka juga tidak memiliki modal untuk memulai usahanya kembali. Pemberdayaan ekonomi perlu dilakukan sebagai keberlanjutan program pemberdayaan yang sudah ada sebelumnya, tahapan dalam program pemberdayaan ekonomi antara lain sosialisasi program pemberdayaan ekonomi, mendorong munculnya fasilitator lokal, pendampingan masyarakat terkait pemberdayaan ekonomi, penyaluran bantuan modal dan monev (monitoring dan evaluasi) program pemberdayaan ekonomi.


(2)

5.2. Saran-saran

Partisipasi masyarakat dalam melaksanakan pembangunan harus harus selalu didorong dan dikembangkan, karena dengan adanya partisipasi masyarakat diharapkan akan mempercepat rehabilitasi dan rekontruksi rumah korban tsunami di Meuraksa Kecamatan Blang Mangat yang pada akhirnya masyarakat akan lebih berdaya untuk melanjutkan hidup mandiri di masa depan.

Rekontruksi dan rehabilitasi pasca Tsunami adalah keniscayaan yang merupakan sebagai bencana yang lebih besar dari bencana itu sendiri. Sebab keberhasilan membangun Aceh kedepan umumnya dan Kemukiman Meuraksa khususnya bukanlah sekedar pekerjaan yang diukur dari keberhasilan membangun rumah untuk para korban tsunami dan prasarana semata atau sekedar mencakup persediaan pangan dan pengembalian mata pencaharian tetapi lebih dari itu adalah membangun jiwa manusianya melalui penyiapan pengetahuan dan keterampilan bagi masing-masing masyarakat sebagai modal agar mereka tetap eksis menjalani kehidupan baru di masa depan jauh lebih penting dan sangat diperlukan setiap saat.

Pemerintah terutama pemerintah daerah harus selalu siap dalam menangani berbagai bencana alam baik dari segi anggaran, SDM maupun kecepatan koordinasi dengan instansi terkait baik antar lembaga pemerintah, non pemerintah terhadap penanganan berbagai bencana alam dan diharapkan tidak terulang lagi seperti pada penanganan korban gempa bumi dan tsunami Desember 2004 di Aceh umumnya dan Kota Lhokseumawe khususnya.


(3)

120

Para NGo International dan LSM lokal dalam pemberian bantuan kepada korban bencana alam harus selalu berkoordinasi dengan pemerintah setempat dan bantuan yang diberikan harus benar-benar bermanfaat bagi masyarakat dan hendaknya bantuan yang diberikan tidaklah dalam bentuk financial yang membuat masyarakat mematikan etos kerja akan tetapi dalam bentuk kegiatan yang membuat masyarakat lebih mandiri dan mau berusaha.


(4)

Kuantitatif. Jakarta: KIK Press.

Hikmat, Harry .2001. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: Humaniora Utama Press.

Hasbullah, Jousairi. 2006. Sosial Capital: Menuju Keungggulan BudayaManusia Indonesia. Jakarta: MR-Unites Press.

Jamasy, Owin. 2004. Keadilan, Pemberdayaan Dan Penanggulangan Kemiskinan. Bandung : PT. Mizan Publika.

Kridiyatmiko, 2003. Peluang Pemberdayaan Masyarakat Atoni Metto. Yogyakarta Institute For Research And Empowerment.

Korten, C. David.2002. Menuju Abad Ke-21: Tindakan Sukarela Dan Agenda Global. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Korten, C. David.2002. Menuju Abad Ke-21: Tindakan Sukarela dan Agenda Global. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Moeleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.

Nazir, Mohamad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Prijono, S. Onny dan Pranarka, A.M.W. 1996. Pemberdayaan, Konsep, Kebijakan dan Implementasi. Jakarta: CSIS.

Rostika, Diden. 2003. Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) (Studi Kasus Di Gampong Margaluyu Kecamatan Tanjungsari Kabupaten Sumedang). Jakarta : FISIP, UI.

Sajogyo, 2002. Keswadayaan Dan Saling Memberdayakan, Makalah dalam Seminar Pendalaman Ekonomi Rakyat; Keswadayaan. 16 Juni 2000, Jakarta. Soekanto, Soerjono. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press.


(5)

122

Sumodiningrat,Gunawan. 1999. Pemberdayaan Masyarakat Dan Jaring Pengaman Sosial. Jakarta: Gramedia.

Suharto, Kamanto. 2000. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.

Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat Kajian Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial Dan Pekerjaan Sosial. Bandung : Refika Aditama.

Supriatna, Tjahya. 1997. Birokrasi Pemberdayaan Dan Pengentasan Kemiskinan. Bandung : Humaniora Utama Press.

Tirtosudiro, H. Achmad. 1997. Pembangunan Ekonomi Nasional, Suatu Pendekatan Pemerataan, Keadilan Dan Ekonomi Kerakyatan. Jakarta: Intermasa.

Wirutomo, Paulus, et al. 2003. Paradigma Pembangunan Di Era Otonomi Daerah:Memanusiakan Manusia. Jakarta: CV. Cipruy.

Yuliati, Yayuk dan Poernomo, Mangku. 2003. Sosiologi PeGampongan. Yogyakarta:Lappera Pustaka Utama.

Majalah/Jurnal/Surat kabar

Bartle, Phil. 2004. Mengukur Pemberdayaan: Suatu Pengamatan Metoda Peninjauan Peningkatan Kemampuan.1Nww. Scn.org/mpfe/.

Fasya, Kemal T. 2005. Mahaduka Rekonstruksi Aceh-Nias. Kompas, 17 November 2005.

Hutabarat, Miduk. 2006. Dad A Humam Hamid Ke Wiratmadinata. Serambi Indonesia, 1 Mei 2006.

Ine. 2005. Dalam pembangunan Aceh Masyarakat Jangan Dijadikan Penonton. Kompas, 19 Pebruari 2005.

Kridiyatmiko, 2003. Peluang Pemberdayaan masyarakat Atoni Metto. Yogyakarta Institute For Research And Empowerment.


(6)

Subiakto, Henry. 2005. Menangis Bersama Media Massa. Kompas 1 Januari 2005. Siswandewi, Tri Dan Putra, B. Muslimin. 2005. Perencanaan Sosial Kembali Di

Aceh. Jawa Post, 14 Januari 2005.

Soentoro, Titi. 2005. Pemerinfah dan Community Based Approach? Sebuah peluang dan tantangan realisasi : Catatan Seminar Model Rekonstruksi Aceh Dengan Pendekatan Pemberdayaan Masyarakat Jakarta, Komisi Darurat Kemanusiaan danYappika.

Mon, 2005. Bagaimana Rekontruksi Aceh. Kabar UGM Online, 22 Pebruari 2005. -Yappika -Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Demokrasi. Ringkasan Kondisi Di Aceh

Antara 24 Hingga 25 Pebruari 2005.

Permanasari. Indira. 2005. Mereka Bicara Tentang Bagaimana Membangun Kembali Masyarakat Aceh. Kompas, 21 Mei 2005.

Laporan Kegiatan Pasca Tsunami Di Kecamatan Lhoknga, Kabupaten Aceh Besar. Laporan Kegiatan Pasca Tsunami Di Kemukiman Meuraksa Kecamatan Lhoknga,

Kabupaten Aceh Besar.

Dokumentasi BRR

Panduan kebijakan Mengenai bantuan Pemukiman Kembali Untuk Korban Gempa Dan Tsunami Di NAD dan Nias

Peraturan Pemerintah