BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian terhadap 3 subjek yang dirawat inap dan menjalani terapi gentamisin di ruang rawat inap terpadu A3 Pulmonologi RSUP. H. Adam
Malik Medan, diperoleh hasil sebagaimana dipaparkan selanjutnya.
4.1 Data Karakteristik Fisik dan Hasil Pemeriksaan Laboratorium Penderita
Jumlah subjek yang dirawat inap pada ruang rawat inap terpadu A3 Pulmonologi RSUP. H. Adam Malik Medan antara bulan Mei hingga bulan Juli
2008 yang mendapat terapi gentamisin berdasarkan hasil uji kultur sebanyak 3 orang. Penelitian dilakukan terhadap penderita penyakit paru obstruktif kronis yang
mengalami eksaserbasi yaitu keadaan paru menjadi lebih berat yang disebabkan adanya pertumbuhan mikroba pada paru. Penderita berjenis kelamin laki-laki dan
berumur antara 40-80 tahun dengan berat badan berkisar antara 30-60 kg Tabel 4.1 Tabel 4.1 Data karakteristik pasien
No. Nama
Jenis Kelamin Usia thn
Berat Badan kg 1 MU Laki-laki
65 37
2 SU Laki-laki 74
55 3 MR Laki-laki
44 41
Poppy Anjelisa Z.Hasibuan : Pemantauan Efektivitas Terapi Gentamisin Dosis Berganda Bolus Intravenus Terhadap Infeksi Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronis, 2008.
USU Repository©2008
Berdasarkan anamnesa pemeriksaan jasmani dan laboratorium yang mendukung diagnosa, diketahui bahwa pasien MU telah mengalami sesak nafas sejak
2 tahun yang lalu. Sesak nafas dipengaruhi cuaca dan tidak dipengaruhi aktifitas, adanya mengi, batuk berdahak dengan cairan sputum berwarna kehijauan agak kental,
serta nyeri dada sebelah kiri terasa seperti disayat-sayat yang dirasakan saat penderita batuk.
Penderita SU juga mengalami keluhan utama sesak nafas sejak 2 tahun lalu dan menjadi berat selama 1 bulan belakangan ini. Akan tetapi sesak nafas tidak
dipengaruhi cuaca dan aktifitas, adanya mengi, batuk berdahak dengan cairan sputum berwarna kehitaman dan kental, serta nyeri dada sebelah kiri yang bersifat hilang
timbul dengan rasa sakit seperti ditusuk-tusuk, dirasakan penderita sampai menjalar ke punggung kiri. Hasil biakan terhadap sputum dijumpai bakteri coccus gram - dan
dari hasil uji kultur menunjukkan bahwa bakteri masih sensitif terhadap gentamisin. Hal yang sama dialami penderita MR dan diperberat dengan adanya demam
yang bersifat hilang timbul. Cairan sputum berwarna putih kental dan nyeri dada dialami lebih kurang 4 bulan belakangan ini, bersifat hilang timbul tanpa disertai
penjalaran. Berdasarkan anamnesa juga diketahui bahwa ketiga penderita memiliki
riwayat merokok ± 15-30 tahun, jenis kretek filter yang dihisap sebanyak ± 20 batang per hari dengan hisapan dalam. Riwayat merokok dalam waktu lama ini menjadi
pemicu terjadinya penyumbatan terhadap pembuluh darah di paru. Selain itu,
Poppy Anjelisa Z.Hasibuan : Pemantauan Efektivitas Terapi Gentamisin Dosis Berganda Bolus Intravenus Terhadap Infeksi Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronis, 2008.
USU Repository©2008
diperberat dengan riwayat pekerjaan yang dijalankan para penderita selama ini tanpa adanya perlindungan terhadap paru-parunya. Pemeriksaan terhadap sitologi sputum
dan analisa gas darah mendukung diagnosa dokter bahwa ketiga pasien mengalami penyakit paru obstruktif yang telah kronis dan menjadi infeksi sehingga dokter
memutuskan untuk segera memberikan antibiotik tanpa melakukan pemeriksaan laju endap darah LED. Pemberian gentamisin pada penderita MU tidak didasarkan atas
uji kultur karena MU mengalami reaksi alergi terhadap antibiotika golongan sefalosporin sefotaksim sehingga langsung diberikan gentamisin.
Gentamisin merupakan antibiotik yang diekskresi utuh melalui ginjal, oleh karena itu fungsi ginjal harus dipantau secara cermat karena perubahan yang terjadi
mungkin menunjukkan gangguan ginjal yang semakin parah akibat perubahan kondisi klinis penderita atau akibat toksisitas obat Kenward dan Tan, 2003.
Pemeriksaan faal ginjal yang meliputi ureum dan kreatinin ketika penderita masuk rumah sakit untuk menjalani rawat inap menunjukkan bahwa ketiga penderita
memiliki fungsi ginjal normal. Perubahan nilai kreatinin, kreatinin klirens, ureum dan blood urea nitrogen BUN sebelum penderita diberi injeksi gentamisin dan pada
waktu pengambilan darah sebanyak 3 kali setelah penderita diinjeksikan gentamisin yaitu, 30 menit setelah injeksi, 6 jam setelah injeksi gentamisin, dan 5 menit sebelum
injeksi berikutnya ditunjukkan pada Tabel 4.2 dan 4.3
Poppy Anjelisa Z.Hasibuan : Pemantauan Efektivitas Terapi Gentamisin Dosis Berganda Bolus Intravenus Terhadap Infeksi Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronis, 2008.
USU Repository©2008
Tabel 4.2 Data pemeriksaan kreatinin dan ureum Kreatinin mgdl
Ureum mgdl Waktu menit
MU SU MR MU SU MR Sebelum
injeksi 0,64 1,60 0,90 15,00 55,00
17,00 30
0,56 1,17 0,81 21,80 48,40
23,70 360
0,64 1,35 0,77 23,40 49,00
32,40 715
0,67 0,38 0,53 18,00 10,40
37,20 Nilai normal
0,7 – 1,4 10 - 40
Tabel 4.3 Data perhitungan kreatinin klirens dan BUN Kreatinin klirens mlmenit
BUN mgdl Waktu menit
MU SU MR MU SU MR
Sebelum injeksi 60,22 31,50 60,74 7,50 27,50 8,50
30 68,82 43,00 67,49 10,90 24,20 11,85
360 60,22 37,35 70,99 11,70 24,50 16,20
715 57,50 132,66
103,14 9,00
5,20 18,50
Nilai normal 85 - 125
9 - 18 Keterangan: - Nilai kreatinin klirens diperoleh dari perhitungan menggunakan rumus
Cockroft-Gault - Nilai Blood Urea Nitrogen BUN = 0,5 x ureum
Poppy Anjelisa Z.Hasibuan : Pemantauan Efektivitas Terapi Gentamisin Dosis Berganda Bolus Intravenus Terhadap Infeksi Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronis, 2008.
USU Repository©2008
Berdasarkan hasil pemeriksaan nampak bahwa tidak terjadi peningkatan nilai kreatinin setelah pemberian injeksi gentamisin pada 3 orang penderita. Tidak
terjadinya peningkatan nilai kreatinin mengindikasikan bahwa resiko nefrotoksisitas terhindar karena kreatinin serum biasanya meningkat pada gagal ginjal, meskipun
begitu nilai kreatinin saja kurang tepat untuk menentukan fungsi ginjal seseorang karena nilainya sangat dipengaruhi massa otot. Kreatinin merupakan hasil
perombakan keratin yaitu senyawa yang mengandung nitrogen yang terdapat dalam otot. Apabila massa otot, menurun, misalnya pada penderita malnutrisi, maka
kreatinin dalam tubuh juga akan berkurang Widmann, 1983. Nilai kreatinin pada penderita SU lebih besar, baik sebelum dan sesudah pemberian injeksi gentamisin
sedangkan MU mempunyai nilai kreatinin yang terendah. Perbedaan ini berhubungan dengan massa otot tubuh karena penderita SU mempunyai massa otot yang lebih
besar sesuai dengan berat badan sehingga kadar kreatininnya lebih banyak, selain itu penderita SU juga diduga telah mengalami penurunan fungsi ginjal karena hasil
pemeriksaan terhadap faal ginjal yaitu ureum dan kreatinin mempunyai nilai di atas normal, yaitu 1,6 mgdl nilai kreatinin dan 55 mgdl untuk nilai ureumnya.
Penentuan nilai kreatinin klirens bertujuan untuk menggambarkan fungsi ginjal. Kreatinin klirens merupakan volume plasma yang diekskresi dan mengandung
zat terlarut yang masuk ke glomerulus atau dihilangkan dari plasma dan diekskresikan ke dalam urin. Nilai kreatinin klirens berbeda menurut usia, jenis
Poppy Anjelisa Z.Hasibuan : Pemantauan Efektivitas Terapi Gentamisin Dosis Berganda Bolus Intravenus Terhadap Infeksi Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronis, 2008.
USU Repository©2008
kelamin, dan ukuran tubuh Kenward dan Tan, 2003. Penderita SU yang berusia 74 tahun memiliki nilai kreatinin klirens yang lebih rendah dibandingkan kedua
penderita lainnya, tetapi pada 5 menit sebelum injeksi berikutnya nilai kreatinin klirensnya berada di atas nilai normal. Hal ini disebabkan fungsi ginjal pasien SU
telah mengalami penurunan seiring dengan pertambahan usia sehingga laju filtrasi glomerulus menjadi tidak stabil oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan kadar
gentamisin dalam darah. Contoh perhitungan kreatinin klirens dapat ditunjukkan pada Lampiran 6.
4.2 Diagnosis