Nilai Budaya Bermusyawarah Untuk Mufakat Yang Ada Sejak Dahulu Nilai Gotong Royong Yang Menjadi Salah Satu Nilai Budaya Indonesia

Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. Peran sihal – sihal kemudian juga muncul kembali di akhir pertemuan membuat kesepakatan terhadap para pihak yang bersengketa atas jalan keluar yang diambil sebagai penyelesaian sengketa mereka. Dihadapan Sihal – sihal para pihak yang bersengketa berdamai dan berjanji satu sama lain untuk menjalankan keputusan bersama dengan penuh komitmen dan berjanji jika kesepakatan dilanggar, maka pihak yang bersangkutan bersedia dikenai sanksi sebagai hukuman atas kelalaiannya.

3. Nilai Budaya Bermusyawarah Untuk Mufakat Yang Ada Sejak Dahulu

Budaya bermusyawarah untuk mencapai mufakat telah ada pada bangsa Indonesia sejak dulu, termasuk didalamnya masyarakat Batak Toba, sebagai bagian dari bangsa Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dalam Sila IV PANCASILA Dasar Negara Indonesia yang isinya “Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan ” Budaya tersebut telah ada sejak dulu kala, bahkan sebelum kemerdekaan Negara Indonesia. Termasuk didalamnya masyarakat Batak Toba, dimana masyarakat Batak Toba dalam menghadapi peristiwa apapun, selalu mengatasi dengan berkumpul, istilahnya “ marrapot ” lalu bermusyawarah mencari jalan keluar terbaik. Budaya untuk bermusyawarah dalam mencapai mufakat telah terdapat dalam falsafah hidup masyarakat Batak Toba itu sendiri yang telah ada sejak dahulu kala dan berakar kuat dalam setiap hati nurani anggota masyarakatnya dimanapun mereka berada. Hal tersebut dapat dilihat dari salah satu pepatahnya yang mengatakan : “Togu Urat ni Bulu, toguan urat ni padang, togu na ni dok ni uhum, toguan na nidok ni Padan ” yang artinya adalah sebagai berikut “ akar bambu kuat akan tetapi Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. akar rumput lebih kuat lagi ” yang mengandung dasar hukum bahwa peraturan – peraturan hukum positif adalah kuat akan tetapi sesuatu persetujuan lebih kuat lagi daripada peraturan hukum. 42

4. Nilai Gotong Royong Yang Menjadi Salah Satu Nilai Budaya Indonesia

Falsafah hidup tersebut memang berawal dari kehidupan masyarakat Batak Toba jaman dahulu yang berasal dari kampung halaman. Namun walaupun masyarakat Batak Toba telah merantau dan keluar dari kampung halaman dan telah membentuk kehidupan sosial baru dengan sistematika yang ada, di daerah perkotaan manapun khususnya di kota Medan mereka masih tetap memakainya hingga saat ini. Sehingga falsafah hidup tersebut tidak hanya dipakai masyarakat Batak Toba di kampung halaman saja, namun juga seluruh masyarakat Batak Toba dimana saja, termasuk masyarakat Batak Toba yang berada di kota Medan. Bangsa Indonesia sebagai masyarakat dengan budaya timur masih menjunjung tinggi nilai – nilai ketimurannya. Nilai – nilai ketimuran tersebut berhubungan dengan etika dan norma – norma kesopanan. Banyak nilai – nilai budaya ketimuran yang ditinggalkan nenek moyang bangsa Indonesia hingga kini. Salah satu budaya dengan nilai ketimuran adalah nilai gotong royong. Gotong royong adalah perwujudan salah satu pepatah bangsa Indonesia itu sendiri yaitu “ Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing ” 42 Soerojo Wignjodipoero ; Pengantar Dan Asas – Asas Hukum Adat ; Haji Mas Agung ; Jakarta ; 2004; hal. 73. Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. Pepatah tersebut memiliki arti bahwa jika terdapat suatu hal apapun baik hal sedih atau senang membahagiakan,harus dirasakan bersama. Bersama – sama merasakan yaitu senasib sepenanggungan merasakan suka dan duka. Dalam lingkungan pedesaan hal ini masih sangat kental dirasakan keberadaannya. Misalnya : a. Dalam hal penemuan serta pembukaan kampung, penemu Kampung yang kemudian menjadi Kepala Kampung memerintahkan anggotanya bekerja sama dan bergotong royong menebang dan membersihkan hutan lalu membangun rumah tempat tingga l Sopo – sopo kediaman mereka. b. dalam hal pembangunan rumah satu orang penduduk, seluruh penduduk desa turut bergotong royong menyelesaikan pembangunan rumah tersebut c. dalam hal satu penduduk mengadakan hajatan perayaan pesta maka seluruh masyarakat desa turut bergotong royong memasak, membersihkan halaman untuk dapat memasang tenda, lampu, dan peralatan lainnya serta mempersiapkan acara d. dalam hal terjadi kemalangan, duka cita, seluruh anggota masyarakat desa bekerja sama menyelesaikan prosesi acara adat serta pemakaman, kemudian menyumbang materiil maupun immateriil demi kelancaran pemakaman itu. e. Dan lain - lain Hingga dalam menghadapi sengketa masyarakat Batak sebagai bagian dari bangsa Indonesia yang memegang teguh nilai ketimuran, memilih menyelesaikan sengketa melalui proses mediasi dengan jasa mediator sebagai penghubung agar dapat bermusyawarah mencapai mufakat dalam penyelesaian sengketa yang dialami. Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. Melalui jasa mediator ini, mereka bisa duduk diam bersama dalam suatu meja dengan damai lalu membicarakan permasalahan yang mereka alami bersama dan peran mediator adalah untuk menciptakan perdamaian di antara mereka dapat terwujud, akibatnya peluang untuk menghasilkan solusi yang baik bagi semua pihak win – win solution dapat lebih besar daripada solusi kalah atau menang, sehingga hasil perdamaian tersebut dapat dirasakan oleh seluruh pihak yang terkait di dalamnya, demikian juga keturunan mereka selanjutnya. Hal tersebut menggambarkan bahwa budaya ketimuran adalah budaya dengan ciri - ciri perhatian, tenggang rasa, solidaritas dan rasa sosial serta kebersamaan yang tinggi, serta senasib sepenanggungan, pastinya tidak semua bangsa memilikinya.

5. Rasa Enggan Masyarakat Batak Toba Terhadap Lembaga Pengadilan