Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009.
Pelaksanaan Konsiliasi ini dilakukan sebelum sidang peradilan litigasi sehingga Konsiliasi dapat dilakukan untuk mencegah
dilangsungkannya peradilan litigasi dalam tingkat manapun oleh para pihak yang bersengketa
B. Penyebab Masyarakat Batak Toba di Kota Medan Memilih Untuk
Menyelesaikan Sengketa Lewat Penyelesaian Sengketa Alternatif
Dari keterangan tentang cara atau upaya penyelesaian sengketa sebagaimana diuraikan diatas, cara yang paling sering dipakai oleh masyarakat Batak Toba di kota
Medan apabila mereka sedang mengalami suatu sengketa adalah upaya Konsultasi
terlebih dahulu kepada orang yang dituakan misal Raja Adat, Pengurus Organisasi,
Pengurus Gereja, lalu para pihak yang bersengketa melakukan Negosiasi, dan
apabila proses negosiasi buntu, kemudian oleh orang yang dituakan tersebut para
pihak berupaya melakukan Mediasi.
Dalam prakteknya mediasi ini dilakukan dengan memakai seorang mediator yang berfungsi sebagai penengahnya. Mediator tersebut harus benar – benar
memiliki komitmen untuk selalu berada di tengah – tengah para pihak yang bersengketa, sehingga mediator tersebut mampu untuk bersikap netral bijak dan adil
terhadap para pihak yang bersengketa. Mediator pula yang berperan penting dalam proses penyelesaian sengketa
yang dialami para pihak yang bersengketa, sehingga tujuan awal dari diadakannya proses penyelesaian sengketa yaitu untuk mengakhiri konflik atau sengketa dapat
Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009.
terwujud dan membuahkan hasil berupa perdamaian bagi seluruh pihak yang terkait di dalamnya.
Mediator selain tidak bersifat formal sebagaimana lewat pengadilan cara atau prakteknya juga dapat dibuat sebagaimana pertemuan biasa sehingga mediator
berperan juga untuk mencairkan susana yang cenderung kaku dan tegang akibat konflik atau sengketa yang dialami para pihak sehingga seluruh pihak termasuk
mediator itu sendiri dapat merasa nyaman dan berkepala dingin di sepanjang pertemuan sehingga akhirnya para pihak yang bersengketa dapat menguasai diri
untuk tidak terjebak dalam emosi mereka masing – masing terutama ketika salah satu pihak sedang membicarakan permasalahan yang dialami dan pihak lainnya
mendengarkan. Alasan – alasan masyarakat Batak Toba khususnya masyarakat Batak Toba di
Kota Medan, pada umumnya lebih memilih untuk menyelesaikan sengketa yang mereka alami dengan bermusyawarah lewat upaya Mediasi dengan memakai seorang
mediator sebagai penengahnya adalah :
1.
Sejarah Atau Legenda Putri Manggalae Sebagai Asal Muasal Dari Lahirnya Prinsip Dalihan Natolu
41
41
www. Marbun,blog spot.com 2006 ……. Dalihan – Na – tolu, diakses terakhir pada tanggal 10
Juli 2009
Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009.
Pada suatu hari Raja Panggana yang terkenal pandai memahat dan mengukir
mengadakan pengembaraan keliling negeri. Untuk biaya hidup, Raja Panggana sering memenuhi permintaan penduduk memahat patung atau mengukir rumah. Walaupun
sudah banyak daerah negeri yang dilaluinya dan banyak patung dan ukiran yang dikerjakannya, masih terasa padanya kekurangan yang membuatnya selalu gelisah.
Untuk menghilangkan kegelisahannya, ia hendak mengasingkan diri pada satu tempat sunyi. Dalam perjalanan di padang belantara yang penuh dengan alang-alang
ia sangat tertarik pada sebatang pohon tunggal yang hanya itu saja terdapat pada padang belantara. Melihat sebatang pohon tunggal itu Raja Panggana tertegun.
Diperhatikan dahan pohon itu, ranting dan daunnya. Entah apa yang tumbuh pada dirinya, ia melihat pohon itu seperti putri menari. Dikeluarkan alat-alatnya, ia
mulai bekerja memahat pohon itu menjadi patung seorang putri yang sedang menari. Ia sangat senang, gelisah hilang. Sebagai seorang seniman ia baru pernah mengagumi
hasil kerjanya yang begitu cantik dan mempesona. Seolah-olah dunia ini menjadi miliknya. Makin dipandangnya hasil kerjanya, makin terasa padanya keagungan.
Pada pandangan demikian, ia melihat patung putri itu mengajaknya menari bersama. Ia menari bersama patung dipadang belantara yang sunyi tiada orang.
Demikianlah kerja Raja Panggana hari demi hari bersama putri yang diciptakannya dari sebatang kayu. Raja Panggana senang dan bahagia bersama patung
putri. Tetapi apa hendak dikata, persediaan makanan Raja Panggana semakin habis.
Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009.
Apakah gunanya saya tetap bersama patung ini kalau tidak makan ? biarlah saya menari sepuas hatiku dengan patung ini terakhir kali. Demikian Raja Panggana
dengan penuh haru meninggalkan patung itu. dipadang rumput yang sunyi sepi tiada berkawan. Raja Panggana sudah menganggap patung putri itu sebagian hidupnya.
Beberapa hari kemudian, seorang pedagang kain dan hiasan berlalu dari tempat itu. Baoa Partigatiga demikian nama pedagang itu tertegun melihat kecantikan
dan gerak sikap tari patung putri itu. Alangkah cantiknya si patung ini bila saya beri berpakaian dan perhiasan. Baoa Partigatiga membuka kain dagangannya. Dipilihnya
pakaian dan perhiasan yang cantik dan dipakaikan kepada patung sepuas hatinya. Baoa Partigatiga semakin terharu, karena ia belum pernah melihat patung
ataupun manusia secantik itu. Dipandanginya patung tadi seolah-olah ia melihat patung itu mengajaknya menari. Menarilah Baoa Partigatiga mengelilingi patung
sepuas hatinya. Setelah puas menari ia berusaha membawa patung dengannya tetapi tidak dapat, karena hari sudah makin gelap, ia berpikir kalau patung ini tidak kubawa
biarlah pakaian dan perhiasan ini kutanggalkan. Tetapi apa yang terjadi, pakaian dan perhiasan tidak dapat ditanggalkan Baoa
Partigatiga. Makin dicoba kain dan perhiasan makin ketat melekat pada patung. Baoa Partigatiga berpikir, biarlah demikian. Untuk kepuasan hatiku baiklah aku menari
sepuas hatiku terakhir kali dengan patung ini. Ia menari sepuas hati. Ditinggalkannya patung dengan penuh haru ditempat sunyi dan sepi dipadang rumput tiada berkawan.
Entah apa yang mendorong, entah siapa yang menyuruh seorang dukun perkasa yang tiada bandingannya di negeri itu berlalu dari padang rumput tempat
Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009.
patung tengah menari. Datu Partawar demikian nama dukun. Perkasa terpesona melihat patung di putri. Alangkah indahnya patung ini apabila bernyawa. Sudah
banyak negeri kujalani, belum pernah melihat patung ataupun manusia secantik ini. Datu Partawar berpikir mungkin ini suatu takdir. Banyak sudah orang yang kuobati
dan sembuh dari penyakit. Itu semua dapat kulakukan berkat Yang Maha Kuasa. Banyak cobaan padaku diperjalanan malahan segala aji-aji orang dapat
dilumpuhkan bukan karena aku, tetapi karena Yang Maha Agung memberi tawar ini padaku. Tidak salah bila saya menyembah Dia Yang Maha Agung dengan tawar yang
diberikannya padaku, agar berhasil membuat patung ini bernyawa. Dengan tekad yang ada padanya, Datu Partawar menyembah menengadah keatas dengan mantra,
lalu menyapukan tawar pada tangannya pada patung. Tiba-tiba halilintar berbunyi menerpa patung. Sekitar patung diselimuti embun putih penuh cahaya.
Waktu embun putih berangsur hilang nampaklah seorang putri jelita datang bersujud menyembah Datu Partawar. Datu Partawar menarik tangan putri, mencium
keningnya lalu berkata : mulai saat ini kau kuberi nama si Boru Nai Manggale yang artinya Nai : Putri, Mang : membuat, Gale : lemas, lemah gemulai dalam menari .
Kemudian Datu Partawar mengajak Putri Naimanggale pulang kerumahnya. Konon kata cerita kecantikan Putri Naimanggale tersiar ke seluruh negeri. Para perjaka
menghias diri lalu bertandang ke rumah Putri Naimanggale. Banyak sudah pemuda yang datang tetapi belum ada yang berkenan pada hati Putri Naimanggale.
Berita kecantikan Putri Naimenggale sampai pula ketelinga Raja Panggana dan Baoa Partigatiga. Alangkah terkejutnya Raja Panggana setelah melihat Putri
Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009.
Naimanggale teringat akan sebatang kayu yang dipahat menjadi patung manusia. Demikian pula Baoa Partigatiga sangat heran melihat kain dan hiasan yang dipakai
Putri Naimanggale adalah pakaian yang dikenakannya kepada Patung, Putri dipadang rumput. Ia mendekati Putri Naimanggale dan meminta pakaian dan hiasan itu kembali
tetapi tidak dapat karena tetap melekat di Badan Putri Naimanggale. Karena pakaian dan hiasan tidak dapat terbuka lalu Baoa Partigatiga
menyatakan bahwa Putri Naimanggale miliknya. Raja Panggana menolak dan balik menuntut Putri Naimanggale miliknya karena ia yang memahat dari sebatang kayu.
Saat itu pula muncullah Datu Partawar dan tetap berpendapat bahwa Putri Naimanggale adalah miliknya. Apalah arti patung dan kain kalau tidak bernyawa.
Sayalah yang membuat nyawanya maka ia berada di dalam kehidupan. Apapun kata kalian itu tidak akan terjadi apabila saya sendiri tidak memahat patung itu dari
sebatang kayu. Baoa Partigatiga tertarik memberikan pakaian dan perhiasan karena pohon
kayu itu telah menajdi patung yang sangat cantik. Jadi Putri Naimanggale adalah milik saya kata Raja Panggana. Baoa Partigatiga balik protes dan mengatakan, Datu
Partawar tidak akan berhasrat membuat patung itu bernyawa jika patung itu tidak kuhias dengan pakaian dan hiasan. Karena hiasan itu tetap melekat pada tubuh patung
maka Raja Partawar memberi nyawa padanya. Datu Partawar mengancam, dan berkata apa arti patung hiasan jika tidak
bernyawa? Karena saya yang membuat nyawanya, maka saya pemilik Putri Naimanggale. Bila tidak, Putri Naimanggale kukembalikan pada keadaan semula.
Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009.
Raja Panggana dan Baoa Partigatiga berpendapat lebih baiklah Putri Naimanggale kembali kepada keadaan semula jika tidak menjadi miliknya.
Demikianlah pertengkaran mereka bertiga semakin tidak ada keputusan. Karena sudah kecapekan, mereka mulai sadar dan mempergunakan pikiran
satu sama lain. Pada saat yang demikian Datu Partawar menyodorkan satu usul agar masalah ini diselesaikan dengan hati tenang didalam musyawarah. Raja Panggana dan
Baoa Partigatiga mulai mendengar kata-kata Datu Partawar. Datu Partawar berkata : marilah kita menyelesaikan masalah ini dengan hati
tenang didalam musyawarah dan musyawarah ini kita pergunakan untuk mendapatkan kata sepakat. Apabila kita saling menuntut akan Putri Naimanggale
sebagai miliknya saja, kerugianlah akibatnya karena kita saling berkelahi dan Putri Naimanggale akan kembali kepada keadaan semula yaitu patung yang diberi hiasan.
Adakah kita dalam tuntutan kita, memikirkan kepentingan Putri Naimanggale? Kita harus sadar, kita boleh menuntut tetapi jangan menghilangkan
harga diri dan pribadi Putri Naimanggale. Tuntutan kita harus didasarkan kepentingan Putri Naimanggale bukan demi kepentingan kita. Putri Naimanggale saat sekarang ini
bukan patung lagi tetapi sudah menjadi manusia yang bernyawa yang dituntut masing-masing kita bertiga. Tuntutan kita bertiga memang pantas, tetapi marilah
masing-masing tuntutan kita itu kita samakan demi kepentingan Putri Naimanggale. Raja Panggana dan Baoa Partigatiga mengangguk-angguk tanda setuju dan
bertanya apakah keputusan kita Datu Partawar ? Datu Partawar menjawab, Putri
Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009.
Naimanggale adalah milik kita bersama. Mana mungkin, bagaimana kita membaginya. Maksud saya bukan demikian, bukan untuk dibagi sahut Datu Partawar.
Demi kepentingan Putri Naimanggale marilah kita tanyakan pendiriannya. Mereka bertiga menanyakan pendirian Putri Naimanggale. Dengan mata
berkaca-kaca karena air mata, air mata keharuan dan kegembiraan Putri Naimanggale berkata “Saya sangat gembira hari ini, karena kalian bertiga telah menanyakan
pendirian saya. Saya sangat menghormati dan menyayangi kalian bertiga, hormat dan kasih sayang yang sama, tiada lebih tiada kurang demi kebaikan bersama. Saya tiada
arti bila kalian cekcok dan saya sangat berharga bila kalian damai.” Mendengar kata-kata Putri Naimanggale itu mereka bertiga tersentak dari
lamunan keakuannya masing-masing, dan memandang satu sama lain. Datu Partawar berdiri lalu berkata : Demi kepentingan Putri Naimanggale dan
kita bertiga kita tetapkan keputusan kita : a.
Karena Raja Panggana yang menciptakan dengan memahat sebatang kayu menjadi patung, maka pantaslah ia menjadi Ayah Putri Naimanggale AMANG
SUHUT atau identik dengan Dongan Tubu b.
Karena Baoa Partigatiga yang memberi pakaian dan hiasan kepada patung, maka pantaslah ia menjadi Amangboru Putri Naimanggale BORU
c. Karena Datu Partawar yang memberikan nyawa dan berkat kepada patung,
maka pantas ia menjadi Tulang Putri Naimanggale HULA-HULA Mereka bertiga setuju akan keputusan itu dan sejak itu mereka membuat
perjanjian, padan atau perjanjian mereka disepakati dengan :
Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009.
1 Pertama, bahwa demi kepentingan dari Putri Naimanggale, maka Raja Panggana,
Baoa Partigatiga dan Datu Partawar akan menyelesaikan semua permasalahan yang terjadi dan mungkin akan terjadi setelahnya dengan jalan musyawarah.
2 Kedua, bahwa demi kepentingan Putri Naimanggale dan turunannya kelak, Putri
Naimanggale dan turunannya harus mematuhi setiap keputusan dari Raja Panggana, Baoa Partigatiga dan Datu Partawar.
Demikian legenda PUTRI NAI MANGGALE yang menggambarkan turi-
turian asal muasal dari DALIHAN NA TOLU di dalam kekerabatan Batak.
2. Prinsip Dalihan Natolu