Bentuk–bentuk Penyelesaian Sengketa Alternatif Yang Berkembang Di

Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. solution ” yang artinya keputusan atau jalan keluar yang saling menguntungkan kedua belah pihak sehingga tidak ada pihak yang merasa kalah atau dirugikan. Sehingga penyelesaian sengketa yang dilakukan tersebut memiliki banyak macam bervariatif tergantung dari subjek hukumnya untuk memilih penyelesaian sengketa alternative tersebut.

A. Bentuk–bentuk Penyelesaian Sengketa Alternatif Yang Berkembang Di

Kota Medan Sebelum masuk kedalam penyelesaian sengketa alternative dalam menyelesaikan sengketa masyarakat Batak Toba di Kota Medan, ada baiknya diuraikan terlebih dahulu penjelasan dari Penyelesaian Sengketa Alternatif dan jenis – jenis serta ruang lingkup keseluruhannya secara umum. . Penyelesaian Sengketa Alternatif atau lebih umum dikenal dengan Alternatif Penyelesaian Sengketa, sesuai dengan Pasal 1 angka 10 Undang - Undang Nomor 301999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dikatakan bahwa “ Alternatif Penyelesaian Sengketa adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli”. 32 Sebelum akhirnya dikemukakan pengertian lebih lanjut pengertian dari Penyelesaian Sengketa Alternatif ini, ada baiknya dikemukakan lebih dahulu Penyelesaian Sengketa Alternatif ini merupakan perkembangan dari penyelesaian sengketa lewat proses litigasi di Pengadilan, yang dahulu adalah awal dari bentuk penyelesaian sengketa yang selalu dipakai masyarakat di dunia. 32 Rachmadi Usman ; Hukum Arbitrase Nasional ; Gramedia Widiasarana Indonesia; Jakarta ; 2002 ; hal. 15 33 Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. pengertian dari penyelesaian sengketa lewat proses litigasi di dalam Pengadilan, yaitu sebagai berikut : Pengadilan : yaitu badan atau lembaga resmi kenegaraan yang diberi kewenangan untuk mengadili, yaitu menerima, memeriksa, dan memutus perkara berdasarkan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Yang paling sering membawa sengketa ke Pengadilan biasanya adalah Janda maupun anak perempuan masyarakat Batak Toba. Janda dan anak perempuan Batak membawa sengketa ke Pengadilan Negara dengan alasan dan latar belakang yang berbeda. Janda baru membawa sengketa ke Pengadilan sebagai The Last Resort, sedangkan dibawanya sengketa ke Pengadilan oleh anak perempuan lebih merupakan pilihan choice . Oleh karena itu lebih banyak anak perempuan bersengketa di pengadilan Negara daripada Janda. Janda baru membawa sengketa ke Pengadilan bila penyebab utamanya adalah tekanan emosi dan penderitaan yang tak tertahankan lagi, yang timbul sebagai akibat kekerasan yang dilakukan oleh Suami. 33 Akibatnya dapat kita ketahui bahwa prosedur tersebut benar – benar menghabiskan waktu, menguras tenaga dan biaya serta melelahkan para pihak. Bahkan penyelesaian sengketa tersebut dapat terjadi hingga bertahun – tahun Dalam penyelesaian sengketa lewat proses litigasi di dalam pengadilan ini biasanya jarang ditemukan perdamaian antara para pihak. Putusan yang ada biasanya berupa putusan kalah atau menang. Bila di Pengadilan tingkat pertama salah satu pihak ternyata kalah, maka terbuka kemungkinan untuk mengajukan banding bagi pihak yang kalah tersebut apabila ternyata ia tidak menerima putusan tersebut. Begitu seterusnya hingga pada Pengadilan tingkat akhir yaitu di Mahkamah Agung. 33 Sulistyowati Irianto; Perempuan di Antara Berbagai Pilihan Hukum; Yayasan Obor Indonesia; Jakarta; 2005; hal. 300 Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. lamanya, sementara di lain sisi hubungan para pihak yang bersengketa terus memburuk, merenggang bahkan dapat bermusuhan. Dan dalam banyak kasus, biasanya sengketa tersebut menjadi semakin rumit dan akhirnya para pihak menjadi saling bermusuhan, dan permusuhan tersebut berlanjut terus bahkan hingga beberapa garis keturunan selanjutnya. Pada umumnya masyarakat menghindari cara penyelesaian sengketa melalui Pengadilan ini dan menjadikan lembaga Pengadilan hanya sebagai upaya terakhir bila dirasakan seluruh cara penyelesaian sengketa di luar Pengadilan yang mereka tempuh mengalami jalan buntu, karena selain caranya yang rumit, memakan waktu yang lama, biayanya juga relatif besar. Para pihak yang bersengketa biasanya pada akhirnya akan menjadi bermusuhan karena putusan Pengadilan tidak lagi kearah perundingan atau perdamaian dan sering pula putusan Pengadilan tersebut dirasakan memberatkan bagi salah satu pihak yaitu bagi pihak yang kalah atau dirugikan, sehingga sangat tertutup adanya kemungkinan untuk berdamai kembali setelahnya, bila perkara mereka diselesaikan lewat lembaga Pengadilan. Dari uraian di atas, maka dapat kita tarik beberapa point kelemahan dari penyelesaian sengketa melalui proses litigasi di dalam Pengadilan, yaitu sebagai berikut 34 34 Rachmadi Usman ; Op. cit hal. 3. : Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. 1. Kesepakatan yang dihasilkan bersifat adversarial yang belum mampu merangkul kepentingan bersama 2. Keputusannya cenderung menimbulkan masalah baru terutama terhadap para pihak yang bersengketa 3. Lambat dalam penyelesaiannya 4. Membutuhkan biaya yang mahal 5. Tidak responsive 6. Menimbulkan permusuhan bagi para pihak yang bersengketa Dilihat dari kelemahan penyelesaian sengketa lewat proses litigasi di Pengadilan tersebut di atas, maka menimbulkan cara lain oleh masyarakat dalam penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan di luar Lembaga Pengadilan yang bersifat Non litigasi. Sebelum pengertian dari penyelesaian sengketa alternatif tersebut diuraikan lebih lanjut, perlu diuraikan pula prinsip – prinsip dasar dari suatu penyelesaian sengketa alternatif itu sendiri, agar lebih dapat dimengerti pengertian sebenarnya dari penyelesaian sengketa alternarif tersebut, terutama bagi kaum awam yang belum mengerti sama sekali perihal penyelesaian sengketa alternatif. Prinsip-prinsip dasar dari penyelesaian sengketa alternatif tersebut antara lain : 1. haruslah efisien dari segi waktu 2. haruslah hemat biaya 3. haruslah dapat diakses oleh para pihak, misalnya tempatnya jangan terlalu jauh 4. haruslah melindungi hak – hak dari para pihak yang bersengketa 5. haruslah dapat menghasilkan putusan yang adil dan jujur 6. badan atau orang yang menyelesaikan sengketa haruslah terpercaya di mata masyarakat dan di mata para pihak yang bersengketa 7. putusannya haruslah final dan mengikat 8. putusannya haruslah dapat bahkan mudah dieksekusi Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. 9. putusannya haruslah sesuai dengan perasaan keadilan dari komuniti di mana penyelesaian sengketa alternatif tersebut terdapat 35 Dari pengertian dan prinsip – prinsip dasar Alternatif Penyelesaian Sengketa di atas, maka dapat kita lihat bahwa terdapat beberapa cara umum yang dapat ditempuh oleh siapa saja dalam hal upaya penyelesaian sengketa yang terjadi di masyarakat. Cara tersebut antara lain : 36 a Konsultasi memiliki pengertian atau prinsip dasar sebagai berikut : ‘suatu tindakan yang bersifat personal antara suatu pihak tertentu yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan pihak konsultan, yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperluan dan kebutuhan kliennya tersebut. ’ 37 Tindakan bebas disini maksudnya adalah bahwa Konsultan tidak meminta pertanggung jawaban Klien bahwa Klien tersebut harus melaksanakan apa yang telah disarankan oleh Konsultan tersebut. Konsultan tersebut hanya sebatas berperan pada pemberian saran, pendapat atau nasihatnya sepanjang hal tersebut Dari pengertian tersebut di atas maka dapat dimengerti bahwa Konsultasi ini adalah suatu tindakan bebas pihak klien sebagai orang yang membutuhkan saran, pendapat atau sekedar nasihat dari orang yang berkompeten ahlinya yang disebut Konsultan untuk Klien tersebut dapat menangani permasalahan atau konflik yang sedang dihadapinya. 35 Ibid., hal. 20 36 Gatot Soemartono ; Arbitrase dan Mediasi Di Indonesia ; Gramedia Pustaka Utama ; Jakarta ; 2006 ; hal. 1 37 Gunawan Widjaja ; Op. cit., hal. 86. Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. memang berhubungan dengan bidang yang ditekuninya baik secara formal maupun informal. Sehingga antara Konsultan dan Klien tidaklah memiliki ikatan pertanggung jawaban penuh secara formil maupun materiil atas hubungan yang dibentuk oleh keduanya terhadap permasalahan atau konflik yang dialami para pihak dan upaya penyelesaian sengketa yang dialami oleh para pihak juga tetap menjadi tanggung jawab penuh si Klien tanpa adanya kekuatan si Konsultan untuk mencampuri terlalu jauh sengketa tersebut. Ini berarti bahwa dalam konsultasi, sebagai suatu bentuk pranata alternatif penyelesaian sengketa, peran Konsultan dalam menyelesaikan perselisihan atau sengketa tidaklah dominan sama sekali, melainkan hanya sebatas pemberian saran, pendapat atau nasehat sebagaimana diminta Kliennya, untuk selanjutnya keputusan tentang permasalahan dan upaya penyelesaian sengketa akan diambil sendiri dan tergantung para pihak yang bersengketa, walau adakalanya pihak Konsultan diberi kesempatan merumuskan bentuk penyelesaian sengketa yang dikehendaki para pihak. b Negosiasi : yaitu cara untuk mencari penyelesaian masalah melalui diskusi musyawarah secara langsung antara pihak – pihak yang bersengketa yang hasilnya diterima oleh para pihak tersebut. Jadi, dari pengertian di atas, dapat kita ambil pengertian bahwa negosiasi tampak sebagai suatu seni untuk mencapai kesepakatan dan bukanlah ilmu pengetahuan yang dapat disepakati. Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. Dasar hukum dari diadakannya negosiasi ini adalah rumusan yang dituangkan dalam Undang – Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa pasal 6 ayat 2 yang isinya “ penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui alternatif penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diselesaikan dalam pertemuan langsung oleh para pihak dalam waktu paling lama 14 empat belas hari dan hasilnya dituangkan dalam suatu kesepakatan tertulis ” Dari pasal tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya para pihak dapat dan berhak untuk menyelesaikan sendiri sengketa yang timbul di antara mereka. Kesepakatan mengenai penyelesaian tersebut selanjutnya harus dituangkan dalam bentuk tertulis yang disetujui oleh para pihak. 38 38 Ibid., hal. 87 Dalam praktiknya, negosiasi dilakukan karena 2 dua alasan yaitu untuk mencari sesuatu yang tidak dapat dilakukan sendiri misalnya negosiasi atau kesepakatan dalam penentuan harga atau hal lain pada kedua belah pihak, dalam hal tidak terjadi sengketa dan untuk memecahkan perselisihan antara para pihak dalam hal terjadinya sengketa. Pada cara ini mereka tidak melibatkan siapapun sebagai perantara. Orang – orang yang berkumpul hanya para pihak yang bersengketa intern dan tertutup bagi pihak ketiga duduk bersama, bermusyawarah dalam mencapai kata sepakat atas sengketa yang mereka alami. Pada cara ini diperlukan adanya komitmen kesesuaian prinsip di antara para pihak yaitu prinsip bagaimana cara agar persengketaan yang mereka alami memiliki jalan keluar sehingga para pihak yang bersengketa bersama – sama berupaya untuk mengusahakan mencari jalan keluar terbaik bagi seluruh pihak yang terkait, atas sengketa yang sedang dialami. Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. c Mediasi : yaitu upaya penyelesaian sengketa dengan melibatkan pihak ketiga yang netral sebagai mediator atau penengah yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan, membantu pihak yang bersengketa mencapai penyelesaian solusi yang diterima oleh kedua belah pihak. Mediasi sulit diberi pengertian secara harafiah karena pada dasarnya pengertian mediasi sering digunakan oleh para pemakainya dengan tujuan yang berbeda – beda sesuai dengan kepentingan mereka masing – masing. Tidak ada aturan yang jelas perihal penggunaan istilah Mediasi tersebut, semuanya tergantung pada para pihak yang bersangkutan. Sehingga penggunaan istilah Mediasi itu banyak, sesuai dengan tujuan penggunaan antara lain Konsiliasi, Rekonsilisai, Konsultasi atau arbitrase. Proses Mediasi : a. Tahap Pra Mediasi Dalam tahap pramediasi ini, mediator dan para pihak diwajibkan untuk mengikuti seluruh prosedur penyelesaian sengketa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor : 022003. b. Tahap Mediasi Dalam tahap ini, mediator dan para pihak dapat duduk bersama – sama dalam satu meja besar untuk bermufakat mencari jalan keluar terbaik atas sengketa yang mereka alami. Mereka memiliki kebebasan penuh untuk Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. mengungkapkan pendapat mereka tentang permasalahan atau sengketa yang mereka alami. Disini mediator harus aktif dan bijaksana dalam mencari jalan keluar terbaik yang netral terhadap kedua belah pihak sehingga para pihak yang bersengketa merasa nyaman atas kedudukan mereka dan tidak merasa dihakimi secara sepihak bila mediator menyudutkan mereka. Setelah kesepakatan oleh para pihak berhasil diwujudkan, maka hasil mediasi tersebut kemudian harus dituangkan dalam bentuk tertulis, menjadi sebuah perjanjian penyelesaian sengketa yang isinya wajib dipatuhi oleh para pihak, karena demikianlah dinyatakan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 022003 pasal 11 ayat 1 dan 2, yang isinya : “ Jika mediasi menghasilkan kesepakatan, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak. Juga ditegaskan dalam Undang – Undang Nomor 30 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Pasal 6 yang isinya “ Usaha penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui mediator …, dalam waktu paling lama 30 tiga puluh hari harus tercapai kesepakatan dalam bentuk tertulis yang ditanda tangani oleh semua pihak yang terkait ”. Perlu diketahui bahwa proses mediasi dapat dipakai dengan bebas oleh siapapun yang bersengketa dan apapun jenis sengketa. Karena yang sangat penting dalam proses mediasi adalah adanya unsur kehadiran pihak ketiga yang berfungsi sebagai mediator atau penengah yang Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. turut masuk ke dalam sengketa mereka, turut duduk bersama membicarakan penyelesaian sengketa dan akan bersama – sama mencari upaya penyelesaian sengketa secara netral, adil dan mengupayakan perdamaian bagi para pihak. d Arbitrase : merupakan cara penyelesaian sengketa di luar pengadilan, berdasarkan perjanjian arbitrase yang dibuat para pihak dan dilakukan oleh arbiter yang dipilih dan diberi kewenangan untuk mengambil keputusan. Khusus untuk arbitrase, menurut Undang – Undang Nomor : 301999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, disebutkan bahwa “sengketa yang dapat diajukan untuk diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa bidang perdagangan dan hak yang menurut peraturan perundang – undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa. ” Sehingga sengketa seperti kasus perceraian dalam hal mana hak atas harta kekayaan tidak sepenuhnya dikuasai oleh masing – masing pihak, tidak dapat diselesaikan melalui lembaga arbitrase. Demikian juga disebutkan bahwa “perselisihan atau sengketa yang dapat diperiksa dan tunduk pada proses pemeriksaan arbitrase ini adalah perselisihan atau sengketa yang secara hukum penyelesaiannya dapat diselesaikan melalui proses perdamaian ” 39 Syarat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, sebagai berikut : Dengan demikian sengketa yang dapat diselesaikan melalui lembaga arbitrase telah dibatasi Undang – Undang, yaitu hanya terhadap sengketa bidang perdagangan maupun hal lain yang bersifat komersil saja. 39 Ibid., hal. 123 Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. a. Proses pelaksanaan arbitrase : 1. sidang harus dilakukan secara tertutup 2. bahasa yang dipergunakan adalah bahasa Indonesia, kecuali secara mufakat para pihak memilih bahasa asing 3. para pihak yang bersengketa memiliki kesempatan yang sama besarnya untuk didengarkan 4. memungkinkan masuknya pihak ketiga di luar dari perjanjian arbitrase ini, untuk turut serta atau menggabungkan diri dalam proses penyelesaian sengketa dengan cara arbitrase ini di luar dari arbiter jika terdapat unsure kepentingan yang terkait. 5. Jangka waktu pemeriksaan maksimal 180 seratus delapan puluh hari terhitung sejak dibentuknya arbiter, yang dapat diperpanjang bila kepentingan para pihak menghendaki 6. Pilihan hukum harus di lakukan secara tegas, dimana hukum yang dipilih adalah hukum yang dikenal oleh para pihak, yang berlaku secara nasional di tempat mana para pihak berdomisili secara hukum, patut dan tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban umum serta harus memenuhi azas Ex aequo et bono pengambilan hukum berdasarkan ketentuan hukum atau keadilan dan kepatutan. b. Perjanjian ini memungkinkan untuk dijatuhkannya putusan Provisional putusan sela terlebih dahulu walaupun proses arbitrase itu sendiri belum Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. selesai, yang jangka waktu pelaksanaannya tidak turut diperhitungkan dalam pelaksanaan arbitrase itu sendiri. Misalnya : 1. penetapan sita jaminan 2. memerintahkan penitipan barang kepada pihak ketiga 3. memerintahkan penjualan barang yang mudah rusak busuk 4. dan lain sebaginya c. Perjanjian arbitrase ini harus dibuat dalam bentuk tertulis d. Perjanjian ini mempersoalkan masalah cara dan lembaga yang berwenang menyelesaikan perselisihan yang terjadi antara para pihak, jadi klausula arbitrase ini hanya merupakan tambahan yang diletakkan pada perjanjian pokok, yang sama sekali tidak mempengaruhi pelaksanaan dari perjanjian pokok itu sendiri e. Tempat pemeriksaan sengketa ditentukan oleh arbiter atau majelis arbiter kecuali jika para pihak yang bersengketa ingin menentukannya sendiri. f. Pemeriksaan saksi atau saksi ahli jika diperlukan dihadapan arbiter atau majelis arbiter diselenggarakan menurut ketentuan hukum acara perdata. g. Arbiter atau majelis arbiter diperkenankan untuk mengadakan pemeriksaan setempat atas barang yang dipersengketakan, atau hal lainnya yang berhubungan dengan sengketa yang sedang diperiksa. Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. h. Segera setelah arbiter atau majelis arbiter terbentuk para pihak harus segera mengajukan surat permohonan untuk penyelesaian sengketa yang sedang dialami para pihak dalam jangka waktu yang telah ditentukan oleh arbiter yang bersangkutan untuk dapat segera dijawab oleh arbiter sebagai persyaratan formil. i. Dalam pertemuan pertama antara para pihak yang bersengketa dengan arbiter atau majelis arbiter, arbiter atau majelis arbiter harus berupaya untuk terlebih dahulu mengusahakan perdamaian antara para pihak yang bersebgketa tersebut, dan jika hal tersebut tercapai maka arbiter pula yang membuat akta perdamaian yang final dan mengikat serta kemudian memerintahkan para pihak untuk memenuhi ketentuan perdamaian tersebut. j. Putusan Arbitrase bersifat akhir final dan mengikat binding sehingga dalam putusan arbitrase ini tidak dikenal adanya proses banding, kasasi atau PK. k. Pelaksanaan putusan arbitrase harus dilakukan selambatnya 30 tiga puluh hari sejak dilakukannya Akta Pendaftaran putusan Arbitrase tersebut yang kemudian menghasilkan permohonan eksekusi oleh pihak Pengadilan sebagai jawaban atas akta pendaftaran putusan arbitrase dilakukan pada Pengadilan Negeri l. Perintah untuk pelaksanaan hasil putusan dari arbitrase ini dipegang oleh Ketua Pengadilan Negeri. Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. e Konsiliasi : dalam Black’s Law Dictionary dikatakan bahwa Konsiliasi adalah merupakan langkah awal perdamaian sebelum sidang peradilan litigasi dilaksanakan 40 Konsiliasi tunduk pada ketentuan atau dasar hukum Kitab Undang – Undang Hukum Perdata antara lain pasal 1851 hingga pasal 1864, dan Undang – Undang Nomor 30 tahun 1999 pasal 6 ayat 7 jo ayat 8 , yang isinya sebagai berikut: 1. hasil kesepakatan para pihak harus dibuat dalam bentuk tertulis 2. kesepakatan tersebut harus ditanda tangani bersama oleh para pihak yang bersengketa 3. hasil kesepakatan yang tertulis dan telah ditanda tangani para pihak yang bersengketa tersebut kemudian harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri paling lama 30 tiga puluh hari sejak ditanda tangani. 4. Pelaksanaan putusan harus dilakukan paling lama 30 tiga puluh hari sejak dilakukan pendaftaran ke Pengadilan Negeri. Dalam Kitab Undang – Undang Hukum Perdata pasal 1851 juga dikatakan bahwa “ Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan, menjanjikan, atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung, ataupun mencegah timbulnya suatu perkara. Perjanjian ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat secara tertulis. ” 40 Ibid., hal. 94 Wira Susanty Manalu : Eksistensi Penyelesaian Sengketa Alternatif Pada Masyarakat Batak Toba Studi Di Kota Medan, 2009. Pelaksanaan Konsiliasi ini dilakukan sebelum sidang peradilan litigasi sehingga Konsiliasi dapat dilakukan untuk mencegah dilangsungkannya peradilan litigasi dalam tingkat manapun oleh para pihak yang bersengketa

B. Penyebab Masyarakat Batak Toba di Kota Medan Memilih Untuk