Pengaruh Kepemimpinan dan Insentif terhadap Kinerja Dokter di Rumah Sakit Advent Medan

(1)

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN INSENTIF TERHADAP KINERJA DOKTER DI RUMAH SAKIT ADVENT MEDAN

TAHUN 2012

T E S I S

Oleh

HENGKI ARDIAN 107032066/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN INSENTIF TERHADAP KINERJA DOKTER DI RUMAH SAKIT ADVENT MEDAN

TAHUN 2012

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

Hengki Ardian 107032066/ IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN INSENTIF TERHADAP KINERJA DOKTER DI RUMAH SAKIT ADVENT MEDAN TAHUN 2012 Nama Mahasiswa : Hengki Ardian

Nomor Induk Mahasiswa : 107032066

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, S.E, M.Si) (Siti Zahara Nasution, S.Kp, M.N.S Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 15 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, S.E, M.Si Anggota : 1. Siti Zahara Nasution, S. Kp, M.N.S

2. Dr. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc 3. dr. Taufik Ashar, M.K.M


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH KEPEMIMPINAN DAN INSENTIF TERHADAP KINERJA DOKTER DI RUMAH SAKIT ADVENT MEDAN

TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

Hengky Ardian


(6)

ABSTRAK

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Salah satu profesi yang mempunyai peran penting di rumah sakit adalah dokter. Dokter adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan dan insentif kerhadap kinerja dokter di Rumah Sakit Advent Medan. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian adalah dokter tetap di Rumah Sakit advent Medan, sebanyak 58 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi ganda dengan p = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kepemimpinan dan insentif berpengaruh terhadap kinerja dokter di Rumah sakit Advent Medan. Faktor kepemimpinan paling dominan memengaruhi kinerja dokter di Rumah Sakit Advent Medan dengan nilai koefisien β sebesar 0.683.

Disarankan kepada pihak rumah sakit untuk: (1) adanya kebijakan yang tegas dalam pelaksanaan SOP serta pimpinan melakukan monitoring dan evaluasi hasil kerja dari para dokter, (2) pimpinan rumah sakit memperhatikan kesejahteraan personel rumah sakit dan (3) mengingat penelitian-penelitian terhadap dokter sangat jarang dilakukan, diharapkan penelitian sejenis dapat dilaksanakan.


(7)

ABSTRACT

As a health service facility, hospital has a very strategic role in an attempt to accelerate the improvement of the health level of the people of Indonesia. Doctor is one of the professions playing an important role in maintaining the quality of health service at a hospital.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of leadership and incentives on the performance of the doctors working for Advent Hospital Medan. The population of this study was 58 doctors permanently working for Advent Hospital Medan. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were then analyzed through multiple regression tests with p = 0.05.

The result of this study showed that statistically the factors of leadership and incentives had influence on the performance of the doctors working for Advent Hospital Medan. Leadership is the most dominant factor influencing the performance of the doctors working for Advent Hospital Medan with β = 0.683.

The management of Advent Hospital Medan is suggested (1) to make a clear policy in the implementation of SOP and monitor and evaluate the work achievement of the doctors, (2) to pay attention to the welfare of hospital personnel, and (3) to carry out a research on the doctors considering this type of research is very rarely done.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas kehendaknya penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Pengaruh Kepemimpinan dan Insentif terhadap Kinerja Dokter di Rumah Sakit Advent Medan”, penulisan guna memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Master Kesehatan.

Tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Penulis dalam penyusunan tesis ini menyadari sepenuhnya bahwa tanpa dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak, tesis ini tidak akan dapat selesai. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada :

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM USU.

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera


(9)

Utara, yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, saran dan masukan selama penulis melakukan pendidikan.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si. selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, S.E, M.Si. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Siti Zahara Nasution, S. Kp, M.Ns. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan, motivasi dan meluangkan waktu untuk kesempurnaan tesis ini. 6. Dr. Sitti Raha Agoes Salim, M.Sc. dan dr. Taufik Ashar, M.K.M. selaku

Komisi Penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan untuk kesempurnaan tesis ini.

7. dr. Rudi Sitepu, selaku direktur rumah sakit Advent dan dr Lenni Irawati Tampubolon serta staf yang telah meluangkan waktu dan memberikan banyak informasi dan memberikan izin untuk melakukan penelitian.

8. Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM USU, yang telah memberikan ilmu yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan. 9. Ucapan terimakasih yang tulus kepada ayahanda saya H. Kadri S dan ibunda

Hj Djanewar atas jasanya sehingga penulis selalu mendapat pendidikan yang terbaik.

10.Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada kakak saya Yesica devi S. SH,abang saya dr Rommy Ardianto.S dan adik saya Katrine Monica Puspa S


(10)

yang dengan sangat memberikan motivasi dan dukungan kepada penulis agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu

11.Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman kelas ARS-B Angkatan 2010 Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang selama ini selalu saling memberi semangat ,menjaga keharmonisan, kekompakan demi kelancaran perkuliahan sampai tugas akhir selesai dan memberi dukungan kepada penulis agar bisa menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

12.Terkhusus kepada orang terdekat saya, Amy Wirna Utari, SE yang penuh pengertian, kesabaran, pengorbanan, doa, memotivasi, dan memberi dukungan moril agar bias menyelesaikan pendidikan ini tepat waktu.

Penulis berharap semoga tesis ini bermanfaat bagi siapa saja serta untuk kemajuan ilmu pengetahuan Amin.

Medan, Oktober 2012 Penulis

Hengki Ardian 107032066/ IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Hengky Ardian dilahirkan pada tanggal 19 november 1983 di Kota Tanjung Pinang Kepulauan Riau. Anak ketiga dari empat (4) bersaudara, dari pasangan ayahanda H. Kadri . S dan ibunda Hj, Djanewar.

Pendidikan penulis dimulai dari Sekolah Dasar (SD) pada tahun 1990-1996 di SD Negeri 06 Pekanbaru Riau, tahun 1996-1999 pendidikan SLTP Negeri 07 Pekanbaru Riau, tahun 1999-2001 pendidikan SLTA 6 Pekanbaru Riau. Pada tahun 2002-2006 mengikuti pendidikan Sarjana Kedokteran S1 Universitas Islam Sumatera Utara Medan, tahun 2008-2009 pendidikan Profesi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sumatera Utara, dan tahun 2010 – sekarang pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM USU.

Penulis memiliki pengalaman organisasi sebagai anggota PMKR FK UISU pada tahun 2002-2005. Anggota kepengurusan GEMA ormas MKGR Sumut tahun 2011- sekarang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Permasalahan ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Hipotesis ... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Kinerja ... 12

2.1.1 Pengertian Kinerja Pegawai ... 12

2.1.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja ... 13

2.1.3 Pengukuran Kinerja Pegawai ... 17

2.1.4 Penilaian Kinerja ... 18

2.2 Kepemimpinan ... 23

2.2.1 Pengertian Kepemimpinan ... 23

2.2.2 Teori Kepemimpinan ... 24

2.2.3 Fungsi-Fungsi Kepemimpinan ... 31

2.2.4 Teknik Kepemimpinan ... 33

2.3 Insentif ... 34

2.3.1 Pengertian Insentif ... 34

2.3.2 Faktor-Faktor yang Terkait dengan Pemberian Insentif ... 36

2.4 Dokter ... 37

2.5 Landasan Teori ... 38


(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 43

3.1 Jenis Penelitian ... 43

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 43

3.3 Populasi dan Sampel ... 43

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 43

3.4.1 Data Primer ... 43

3.4.2 Data Sekunder ... 44

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 44

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 46

3.5.1 Variabel Independen ... 46

3.5.2 Variabel Dependen ... 47

3.6 Metode Pengukuran ... 47

3.7 Metode Analisis Data ... 48

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 50

4.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Advent Medan ... 50

4.1.1 Visi, Misi, Motto dan Tujuan Strategik ... 51

4.1.2 Fasilitas Pelayanan ... 51

4.1.3 Ketenagaan (Sumber Daya Manusia) ... 52

4.2 Karakteristik Responden Dokter RS Advent medan ... 52

4.3 Faktor Kepemimpinan... 53

4.3.1 Kepemimpinan Intrapersonal terhadap Kinerja Dokter di RS Advent Medan ... 53

4.3.2 Kepemimpinan Informasional terhadap Kinerja Dokter di RS Advent Medan ... 56

4.3.3 Kepemimpinan Pembuat Keputusan terhadap Kinerja Dokter di RS Advent Medan ... 58

4.4 Faktor Insentif ... 60

4.4.1 Kriteria Pemberian Insentif terhadap Kinerja Dokter di RS Advent Medan ... 60

4.4.2 Sistem Pemberian Insentif terhadap Kinerja Dokter di RS Advent Medan ... 62

4.4.3 Bentuk Pemberian Insentif terhadap Kinerja Dokter di RS Advent Medan ... 63

4.5 Kinerja Dokter... 65

4.6 Hasil Uji Statistik Bivariat ... 70

4.6.1 Hubungan Faktor Kepemimpinan dengan Kinerja Dokter di RS Advent Medan ... 70


(14)

4.6.2 Hubungan Faktor Insentif dengan Kinerja Dokter di RS

Advent Medan ... 70

4.7 Analisis Multivariat ... 71

BAB 5. PEMBAHASAN ... 73

5.1 Pengaruh Kepemimpinan terhadap Kinerja ... 73

5.2 Pengaruh Insentif terhadap Kinerja ... 77

5.3 Keterbatasan Penelitian ... 79

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 80

6.1 Kesimpulan ... 80

6.2 Saran... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82 LAMPIRAN


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1 Gambaran Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit Advent Medan Tahun

2009-2011... 6

1.2 Tanggal Penerimaan Insentif Dokter RSU Advent Medan ... 8

3.3. Hasil Uji Validitas Variabel Kepemimpinan ... 45

3.4. Hasil Uji Validitas Variabel Insentif ... 45

3.5. Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja Dokter ... 46

3.6. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 48

4.1 Sumber Daya Manusia Menurut Jenis Profesi ... 52

4.2 Distribusi Identitas Responden Dokter di RS Advent Medan... 53

4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Pertanyaan Kepemimpinan Interpersonal di RS Advent Medan ... 55

4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Pertanyaan Kepemimpinan Informasional di RS Advent Medan... 56

4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Pertanyaan Kepemimpinan Pembuat Keputusan di RS Advent Medan ... 59

4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Kepemimpinan di RS Advent Medan ... 60

4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Pertanyaan Kriteria Pemberian Insentif di RS Advent Medan ... 61


(16)

4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Pertanyaan Sistem Pemberian Insentif ... 63 4.9 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Pertanyaan Bentuk

Pemberian Insentif di RS Advent Medan ... 64 4.10 Distribusi Responden Berdasarkan Insentif di RS Advent Medan ... 65 4.11 Distribusi Responden Berdasarkan Jawaban Pertanyaan Kinerja Dokter

di RS Advent Medan ... 67 4.12 Distribusi Responden Berdasarkan Kinerja di RS Advent Medan ... 70 4.13 Hubungan Faktor Kepemimpinan dengan Kinerja Dokter di RS Advent

Medan ... 70 4.14 Hubungan Faktor Insentif dengan Kinerja Dokter di RS Advent Medan ... 71 4.15 Hasil Analisis Regresi Berganda Pengaruh Kepemimpinan dan Insentif


(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja ... 38 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 42


(18)

ABSTRAK

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Salah satu profesi yang mempunyai peran penting di rumah sakit adalah dokter. Dokter adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan dan insentif kerhadap kinerja dokter di Rumah Sakit Advent Medan. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian adalah dokter tetap di Rumah Sakit advent Medan, sebanyak 58 orang. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi ganda dengan p = 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor kepemimpinan dan insentif berpengaruh terhadap kinerja dokter di Rumah sakit Advent Medan. Faktor kepemimpinan paling dominan memengaruhi kinerja dokter di Rumah Sakit Advent Medan dengan nilai koefisien β sebesar 0.683.

Disarankan kepada pihak rumah sakit untuk: (1) adanya kebijakan yang tegas dalam pelaksanaan SOP serta pimpinan melakukan monitoring dan evaluasi hasil kerja dari para dokter, (2) pimpinan rumah sakit memperhatikan kesejahteraan personel rumah sakit dan (3) mengingat penelitian-penelitian terhadap dokter sangat jarang dilakukan, diharapkan penelitian sejenis dapat dilaksanakan.


(19)

ABSTRACT

As a health service facility, hospital has a very strategic role in an attempt to accelerate the improvement of the health level of the people of Indonesia. Doctor is one of the professions playing an important role in maintaining the quality of health service at a hospital.

The purpose of this explanatory survey study was to analyze the influence of leadership and incentives on the performance of the doctors working for Advent Hospital Medan. The population of this study was 58 doctors permanently working for Advent Hospital Medan. The data for this study were obtained through questionnaire-based interviews. The data obtained were then analyzed through multiple regression tests with p = 0.05.

The result of this study showed that statistically the factors of leadership and incentives had influence on the performance of the doctors working for Advent Hospital Medan. Leadership is the most dominant factor influencing the performance of the doctors working for Advent Hospital Medan with β = 0.683.

The management of Advent Hospital Medan is suggested (1) to make a clear policy in the implementation of SOP and monitor and evaluate the work achievement of the doctors, (2) to pay attention to the welfare of hospital personnel, and (3) to carry out a research on the doctors considering this type of research is very rarely done.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Salah satu profesi yang mempunyai peran penting di rumah sakit adalah dokter. Dokter adalah salah satu profesi di rumah sakit yang berperan penting dalam penyelenggaraan upaya menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit (Aditama, 2004).

Menurut WHO (1957) Rumah sakit adalah suatu bagian menyeluruh dari organisasi dan medis, berfungsi memberikan pelayanan kesehatan lengkap kepada masyarakat baik kuratif maupun rehabilitatif. Rumah sakit menjangkau pelayanan keluarga dan lingkungan, selain itu merupakan pusat pelatihan tenaga kesehatan serta untuk penelitian biososial.

Fungsi rumah sakit juga merupakan pusat pelayanan rujukan medis spesialistik dan subspesialistik dengan fungsi utama menyediakan dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitasi pasien (Depkes RI, 2007). Sesuai dengan fungsi utamanya tersebut perlu pengaturan sedemikian rupa sehingga rumah sakit mampu memanfaatkan sumber daya yang dimiliki dengan efektif dan efisien (Ilyas, 2001).


(21)

Rumah sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan memberikan dua jenis pelayanan kepada masyarakat antara lain pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medis, pelayanan penunjang medis, rehabilitasi medis dan pelayanan keperawatan. Pelayanan administrasi mencakup segala sistem administrasi pegawai maupun data-data tentang pasien rumah sakit (Muninjaya, 2004).

Pelayanan administrasi memegang peranan penting dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, yang berperan penting dalam pelayanan administrasi adalah sumber daya manusia (SDM). Sumber daya manusia sebagai garis depan dalam suksesnya sebuah organisasi. Dessler dan Gary (1994) juga menjelaskan bahwa keberhasilan suatu institusi ditentukan oleh dua faktor utama, yaitu sumber daya manusia dan sarana prasarana pendukung. Dari kedua faktor utama tersebut sumber daya manusia lebih penting daripada sarana prasarana pendukung. Selengkap apapun fasilitas pendukung yang dimiliki suatu organisasi kerja, tanpa adanya SDM yang memadai, baik kuantitas maupun kualitas, maka organisasi tersebut dapat berhasil mewujudkan visi, misi dan tujuan. Kualitas sumber daya manusia tersebut diukur dari kinerja karyawanatau produktifitas (Dessler, 1994).

Peranan administrasi rumah sakit dalam industri jasa kesehatan dikelola oleh seorang atau sekelompok orang yang disebut pemimpin. Pemimpin dan manajer diharapkan mampu menanggapi kebutuhan dan harapan pasien dan mampu mengambil keputusan yang tepat, mengutamakan pelayanan yang aman melalui kajian terhadap permasalahan yang ada dan mengupayakan intervensi yang dapat


(22)

dilakukan sehingga tercapai pelayanan yang optimal. Kepemimpinan merupakan salah satu keterampilan yang wajib dikuasai oleh manajer rumah sakit agar dapat menjalankan organisasi (Astaqauliya, 2008).

Kepemimpinan (leadership) dapat dikatakan sebagai cara dari seorang pemimpin (leader) dalam mengarahkan, mendorong dan mengatur seluruh unsur-unsur di dalam kelompok atau organisasi untuk mencapai suatu tujuan organisasi yang diinginkan sehingga menghasilkan kinerja pegawai yang maksimal. Sehingga pemimpin dapat meningkatkan kinerja agar tercapainya hasil kerja dalam mewujudkan tujuan organisasi. Pemberian imbalan jasa akan meningkatkan kinerja, maka jika instansi ingin meningkatkan kinerja harus menambah imbalan jasa yang diterima (Nugroho, 2004). Peran kepemimpinan yang sangat strategis dan penting bagi pencapaian misi, visi dan tujuan organisasi.

Menurut Bass dalam Menon (2002) bahwa kualitas pemimpin dianggap sebagai faktor terpenting dalam keberhasilan atau kegagalan organisasi, keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi baik yang berorientasi bisnis maupun publik, biasa dipersepsikan sebagai keberhasilan atau kegagalan pemimpin. Pemimpin memegang peranan penting dalam memformulasikan dan mengimplementasikan strategi organisasi (Su’ud, 2000).

Menurut Jiun (2005) menjadi tugas dari manajemen rumah sakit untuk meningkatkan jumlah pasien dan meningkatkan kepercayaan untuk berobat, sehingga rumah sakit akan mendapatkan profit untuk bisa bertahan dalam kondisi perekonomian yang selalu berfluktuasi. Menurut Hardiman (2003), sistem pelayanan


(23)

kesehatan di Indonesia belum optimal, rumah sakit belum mampu menjamin mutu pelayanan kesehatan, misalnya dokter sering terlambat datang sehingga pasien harus menunggu lama untuk mendapat pelayanan, rumah sakit tidak menyediakan ruang tunggu yang nyaman, belum adanya kontinuitas pelayanan, belum dapat menjamin waktu penyerahan obat serta belum mampu membuat sistem peresepan on line. Masih banyak rumah sakit yang belum consumer oriented, belum memberikan kemudahan akses pelayanan bagi pasien. Hal tersebut membuktikan bahwa kepuasan pasien hanya dapat dicapai jika pihak rumah sakit mampu memberikan pelayanan yang optimal bagi pasien.

Kinerja dokter tidak lepas dari peran pemimpin, menurut Bass dan Avolio (1990), peran kepemimpinan dalam memberikan kontribusi pada karyawan untuk pencapaian kinerja yang optimal dilakukan melalui lima cara yaitu: (1) pemimpin mengklarifikasi apa yang diharapkan dari karyawan, secara khusus tujuan dan sasaran dari kinerja dokter, (2) pemimpin menjelaskan bagaimana memenuhi harapan tersebut, (3) pemimpin mengemukakan kriteria dalam melakukan evaluasi dari kinerja secara efektif, (4) pemimpin memberikan umpan balik ketika karyawan telah mencapai sasaran, dan (5) pemimpin mengalokasikan imbalan berdasarkan hasil yang telah mereka capai.

Assad (2002) menyatakan pemberian insentif sebagai suatu pemberian atau penghargaan yang diberikan oleh organisasi pada individu atau kelompok kerja yang menunjukkan kinerja yang baik di luar ketentuan pengupahan yang umum. Insentif


(24)

lebih dikenal memiliki kaitan langsung dengan materi tetapi secara umum pemberian yang bersifat non material disebut sebagai reward.

Menurut Gibson dalam Ilyas (2001) faktor-faktor yang memengaruhi imbalan jasa terhadap kinerja langsung ataupun tidak langsung yang menentukan tinggi rendahnya imbalan jasa antara lain kondisi pasar yang dapat dikatakan tidak stabil, harga bahan-bahan makanan dan biaya hidup sangat tinggi, hal ini sangat memengaruhi kehidupan banyak orang. Ada beberapa faktor yang memengaruhi kinerja dokter yaitu faktor individu, psikologi dan organisasi. Faktor individu terdiri dari kemampuan dan keterampilan, latar belakang demografis, faktor psikologi terdiri dari persepsi, sikap, kepribadian dan motivasi. Faktor organisasi berdampak tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja individu yang terdiri dari sumber daya, kepemimpinan dan struktur. Jadi imbalan jasa merupakan faktor penting yang memengaruhi karyawan bekerja pada suatu perusahaan dan bukan pada perusahaan lain.

Rumah Sakit Advent Medan merupakan rumah sakit swasta yang berdiri sejak tahun 1969, letak Rumah Sakit Advent Medan berada di tengah kota. Dalam perkembangannya Rumah Sakit Advent Medan memiliki angka kunjungan yang tidak stabil.

Hasil survei pendahuluan menggambarkan keberadaan Rumah Sakit Advent Medan, sebagai sarana pelayanan berdasarkan kinerja rumah sakit yang dapat dilihat pada Tabel di bawah ini:


(25)

Tabel 1.1. Gambaran Pelayanan Rawat Inap Rumah Sakit Advent Medan Tahun 2009-2011

No. Indikator 2009 2010 2011 Standar

Depkes

1. BOR 50,28 54,17 56,88 60-80 %

2. LOS 3,53 4,26 4,47 6-9

3. TOI/ Hari 3,9 3,19 3,03 1-3

4. BTO/ Kali 49,3 52,53 55,16 40-60

Sumber: Rekam Medis Rumah Sakit Advent Medan Tahun 2011

Berdasarkan Tabel 1.1. diketahui bahwa penggunaan tempat tidur Bed Occupation Ratio (BOR) sebagai indikator utama kinerja rumah sakit, yang menunjukkan jumlah pasien yang memanfaatkan rumah sakit masih jauh dari standar yang telah ditetapkan Depkes RI (2008), yaitu 60 – 80 %. Rata-rata lama perawatan pasien length of Stay (LOS) adalah 4,47, angka ini masih di bawah standar yaitu 6-9 hari. Untuk interval pemakaian tempat tidur Turn Over Interval (TOI) dan frekuensi pemakaian tempat tidur dari saat kosong sampai terisi pasien Bed Turn Over (BTO) sudah mencapai standar Depkes RI. Indikator kinerja rumah sakit seperti BOR dan LOS masih di bawah standar Depkes RI hal ini secara langsung berkaitan dengan kinerja SDM yang ada di rumah sakit khususnya dokter yang ada di Rumah Sakit Advent Medan.

Kondisi performa jam pelayanan di Rumah Sakit Advent Medan untuk melayani kebutuhan manajemen dan melayani pasien, diasumsikan membuat peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit Advent Medan jadi tersendat. Kurangnya peningkatan mutu dengan sendirinya menurunkan citra pelayanan. Persepsi terhadap turunnya mutu pelayanan oleh pasien. Bila penurunan terus bertahan, maka


(26)

diperkirakan akan terjadi penurunan pendapatan uang (cash) yang diterima Rumah Sakit Advent Medan. Berkurangnya uang (cash) ekstra, selanjutnya mengurangi kecukupan biaya, termasuk untuk membayar dokter umum dan spesialis, dan bila kondisi ini tidak segera ditanggulangi. Jadi ada kemungkinan kuat bahwa faktor kurangnya biaya atau tersendatnya jadwal pembayaran upah dokter umum dan spesialis.

Sesuai Standar Operational Procedur (SOP) Rumah Sakit Advent Medan yaitu dokter dipekerjakan terutama untuk pelayanan medis di rumah sakit. Dokter dituntut memiliki sejumlah jam kerja minimal, ketepatan waktu hadir terutama bila ada emergency, ketaatan pengisian rekam medik, ketaatan meresepkan obat generik, melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar prosedur kerja Rumah Sakit Advent Medan serta keaktifan berpartisipasi dalam manajemen non profesi. Keenam hal tersebut menjadi domain pengukuran kinerja (performa).

Kinerja dokter Rumah Sakit Advent Medan masih kurang memenuhi standar, yaitu kurang memperhatikan jadwal jam pelayanan dan disiplin ketepatan waktu hadir, serta kekurangsiapan dalam melaksanakan ketentuan standar peresepan obat generik di Rumah Sakit Advent Medan serta partisipasi di dalam kegiatan manajemen non spesialistik

Rumah Sakit Advent Medan mempunyai tiga jenis fasilitas pelayanan dasar. Tenaga medis yang bekerja terdiri dari dokter tetap dan dokter honor, untuk tenaga dokter dibuat sistem honor berdasarkan banyaknya pasien dilayani dan menerima insentif 10% dari setiap rujukan.


(27)

Hasil survei pendahuluan peneliti melakukan wawancara kepada sepuluh (10) orang dokter di Rumah Sakit Advent Medan, didapatkan keluhan dari dokter pada sistem pemberian insentif yang terlambat diberikan oleh pihak rumah sakit. Pemberian insentif tidak diberikan langsung per bulan melainkan diberikan setelah beberapa bulan kemudian, sebagai contoh dapat dilihat pada Tabel 1.2 bahwa ada dokter melakukan tindakan pada tanggal 14 juni 2011 dan dibayar oleh pihak rumah sakit pada tanggal 19 Agustus 2011.

Tabel 1.2. Tanggal Penerimaan Insentif Dokter RSU Advent Medan No. Tanggal Tindakan Tanggal Penerimaan Insentif

1. 14 Juni 2011 19 Agustus 2011

2. 22 Juni 2011 25 September 2011

3. 2 Agustus 2011 12 November 2011

4. 12 Agustus 2011 21 Oktober 2011

5. 12 September 2011 5 Desember 2011 Sumber: Bagian Keuangan RSU Advent Medan

Gangguan terhadap kecukupan biaya secara potensial dapat mengganggu kelancaran pembayaran jasa pada kelompok petugas pelayanan terutama dokter. Masalah pembayaran uang jasa atau honor pada dokter dapat terjadi karena kekurangan dana kas operasional pada waktu tertentu. Sebenarnya belum jelas kalau masalah ketidaklancaran pembayaran uang jasa telah menjadi penyebab turunnya kualitas pelayanan dokter. Fakta yang ada menunjukkan bahwa kebanyakan tugas-tugas pelayanan di rumah sakit yang dibebankan pada dokter terkait terutama dengan menurunnya kesiapan dokter tepat dan cukup waktu berada di Rumah Sakit Advent Medan khususnya dokter spesialis.


(28)

Kepemimpinan yang ada di Rumah Sakit Advent Medan dipimpin oleh seorang direktur rumah sakit yang membawahi 58 dokter umum dan spesialis yang membutuhkan kepemimpinan yang baik sehingga Rumah Sakit Advent Medan dapat menciptakan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Pada saat ini Rumah Sakit Advent Medan baru mengalami pertukaran direktur rumah sakit, setelah pergantian direktur lama dengan masa kerja tiga tahun.

Keluhan dari karyawan dan dokter di Rumah Sakit Advent Medan dengan kepemimpinan pada masa direktur sebelum pergantian yaitu berdasarkan pimpinan dalam fungsi interpersonal kurang menjalankan fungsinya untuk memotivasi serta mendorong anggotanya untuk mencapai tujuan, pimpinan selalu menuntut pekerjaan untuk cepat selesai tetapi pimpinan sendiri tidak mau melihat kondisi sebenarnya di lapangan, pimpinan dalam fungsi informasional seperti, setiap masalah kecil dibuat pimpinan menjadi besar, pimpinan kurang melakukan pengamatan dan pemeriksaan kepada anggotanya serta pimpinan sebagai fungsi pembuat keputusan pemimpin kurang mendengarkan aspirasi bawahan sistem pembagian upah jasa medis yang kurang merata.

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Zulkhairi (2010) bahwa faktor individu, psikologis dan organisasi secara bersama-sama mempunyai pengaruh terhadap kinerja dokter spesialis di Rumah Sakit Bhayangkara Medan, faktor organisasi tersebut berupa kepemimpinan dan insentif dokter.

Menurut Gibson (1999) kinerja seseorang dipengaruhi oleh tiga kelompok variabel yaitu: 1) variabel individu (kemampuan dan keterampilan, latar belakang,


(29)

dan demografi), 2) variabel organisasi (sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan disain pekerjaan), 3) variabel psikologi (persepsi, sikap, kepribadian, kepuasan kerja dan motivasi). Ketiga variabel tersebut memengaruhi perilaku kerja yang pada akhirnya berpengaruh pada kinerja personel, sedangkan Ostroff (1992) menyatakan bahwa gaya dan sikap kepemimpinan adalah salah satu yang memengaruhi kepuasan kerja, dan memengaruhi komitmen organisasi.

Selain itu menurut Mintzberg dalam Alimuddin (2002), berdasarkan studi observasi yang dilakukan secara langsung, membagi tiga jenis fungsi pemimpin atau manajer antara lain fungsi interpersonal (The Interpersonal Roles) yaitu fungsi interpersonal dapat ditingkatkan melalui jabatan formal yang dimiliki oleh seorang pemimpin dan antara pemimpin dengan orang lain, fungsi informasional (The Informational Roles) yaitu pemimpin harus menghabiskan banyak waktu dalam urusan menerima dan menyebarkan informasi dan fungsi pembuat keputusan (The Decisional Roles).

Berdasarkan latar belakang maka peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana pengaruh kepemimpinan dan insentif terhadap kinerja dokter di Rumah Sakit Advent Medan.

1.2. Permasalahan

Permasalahan dalam penelitian yaitu apakah ada pengaruh kepemimpinan dan insentif terhadap kinerja dokter di Rumah Sakit Advent Medan.


(30)

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian yaitu untuk menganalisis pengaruh kepemimpinan dan insentif terhadap kinerja dokter di Rumah Sakit Advent Medan.

1.4. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian yaitu pengaruh kepemimpinan dan insentif terhadap kinerja dokter di Rumah Sakit Advent Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Sebagai bahan masukan bagi manajemen Rumah Sakit Advent Medan sebagai bahan pertimbangan dalam membina dan mengembangkan kualitas sumber daya manusia khususnya tenaga dokter.

2. Sebagai bahan masukan bagi pihak rumah sakit khususnya tentang kinerja sehingga dapat dilakukan langkah-langkah peningkatan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat.

3. Sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang berkenaan dengan penelitian ini untuk menindaklanjuti hasil penelitian ini dengan melakukan penelitian berbeda.

4. Sebagai bahan masukan dalam khasanah ilmu pengetahuan tentang administrasi rumah sakit.


(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kinerja

2.1.1. Pengertian Kinerja Pegawai

Kinerja berasal dari kata perform yang memiliki arti melakukan suatu kegiatan dan menyempurnakan sesuai dengan tanggung jawab untuk mencapai hasil seperti yang diharapkan. Sementara itu dalam praktek manajemen sumber daya manusia banyak terminologi yang muncul dengan kata kinerja yaitu evaluasi kinerja (performance evaluation), dikenal juga dengan istilah penilaian kinerja (performance appraisal, performance rating, performance assessment, employee evaluation, rating, efficiency rating, service rating) pada dasarnya merupakan proses yang digunakan perusahaan untuk mengevaluasi job performance.

Kinerja adalah penampilan hasil karya personil, baik secara kualitas maupun kuantitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personil. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personil yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personil di dalam organisasi (Ilyas, 2001)

Pengertian kinerja menurut Siswanto (2002) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang diberikan kepadanya. Kinerja menurut Prabu (2003) merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.


(32)

Rivai (2005) mengatakan bahwa kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Pengertian kinerja juga dikemukakan oleh beberapa ahli manajemen dalam Tika (2006) antara lain sebagai berikut:

1. Prawiro Suntoro mengemukakan kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam periode tertentu.

2. Handoko mendefinisikan kinerja sebagai proses dimana organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan.

Menurut Sedarmayanti (2004) kinerja adalah hasil kerja yang didapat oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Sehingga bersangkutan secara ilegal tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

2.1.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kinerja

Instrumen penilaian kinerja bagi tenaga profesional dalam pelayanan kesehatan sangat penting. Proses evaluasi kinerja bagi profesional menjadi bagian penting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi (Ilyas, 2001).

Mangkunegara (2002), mengemukakan faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation).


(33)

a. Faktor Kemampuan (ability).

Karyawan yang memiliki pengetahuan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari hari, maka karyawan lebih mudah untuk mencapai kinerja yang diharapkan.

b. Faktor Motivasi (motivation).

Motivasi terbentuk dari sikap karyawan dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang terarah untuk mencapai tujuan kerja atau organisasi.

Pimpinan organisasi sangat menyadari perbedaan kinerja antara satu karyawan dengan karyawan lainnya yang berada dibawah pengawasan. Secara garis besar, perbedaan kinerja disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor individu dan situasi kerja. Menurut Gibson et al (1996), ada tiga perangkat variabel yang memengaruhi kinerja seseorang, yaitu:

1. Variabel Individual, terdiri dari: a) Kemampuan dan Keterampilan

Kondisi mental dan fisik seseorang dalam menjalankan suatu aktivitas atau pekerjaan.

b) Latar belakang

Kondisi dimasa lalu yang memengaruhi karakteristik dan sikap mental seseorang, biasa dipengaruhi oleh faktor keturunan serta pengalaman dimasa lalu.


(34)

c) Demografis

Kondisi kependudukan yang berlaku pada individu atau karyawan, serta lingkungan sekitar akan membentuk pola tingkah laku individu tersebut berdasarkan adat atau norma sosial yang berlaku.

2. Variabel Organisasional, terdiri dari: a) Sumber Daya

Sekumpulan potensi atau kemampuan organisasi yang dapat diukur dan dinilai, seperti sumber daya alam, sumber daya manusia.

b) Kepemimpinan

Suatu seni mengkoordinasi yang dilakukan oleh pimpinan dalam memotivasi pihak lain untuk meraih tujuan yang diinginkan oleh organisasi.

c) Imbalan

Balas jasa yang diterima oleh pegawai atau usaha yang telah dilakukan di dalam proses aktivitas organisasi dalam jangka waktu tertentu secara intrinsik maupun ekstrinsik.

d) Struktur

Hubungan wewenang dan tanggungjawab antar individu di dalam organisasi, dengan karakteristik tertentu dan kebutuhan organisasi.

e) Desain Pekerjaan

Job Description yang diberikan kepada pegawai, apakah pegawai dapat melakukan pekerjaan sesuai dengan job description.


(35)

3. Variabel Psikologis, terdiri dari: a) Persepsi

Suatu proses kognitif yang digunakan oleh seseorang untuk menafsirkan dan memahami dunia sekitar.

b) Sikap

Kesiapsiagaan mental yang dipelajari dan diorganisir melalui pengalaman dan mempunyai pengaruh tertentu atas cara tanggap seseorang terhadap orang lain. c) Kepribadian

Pola perilaku dan proses mental yang unik, mencirikan seseorang. d) Belajar

Proses yang dijalani seseorang dari tahap tidak tahu menjadi tahu dan memahami sesuatu terutama yang berhubungan dengan organisasi dan pekerjaan.

Menurut Werther dan Davis (1996), faktor-faktor yang memengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation). Secara psikologis, kemampuan karyawan terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge dan skill). Berarti, pegawai yang memiliki IQ di atas rata-rata dengan pendidikan yang memadai untuk jabatan dan ketrampilan dalam mengerjakan pekerjaan, maka karyawan akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Robbin (2006) menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja seseorang, yaitu kesempatan, meskipun seseorang bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan). Suatu rintangan yang menjadi kendala kinerja seseorang, yaitu


(36)

kesempatan yang ada, berupa lingkungan kerja tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan, rekan kerja yang tidak mendukung prosedur yang tidak jelas.

2.1.3. Pengukuran Kinerja Pegawai

Pengukuran kinerja pegawai menurut Dharma (2008) hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai.

2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran atau tingkat kepuasan yaitu seberapa baik menyelesaikan pekerjaan.

3. Ketepatan waktu, yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan. Menurut Mathis (2002) yang menjadi indikator dalam mengukur kinerja atau prestasi karyawan adalah sebagai berikut:

1. Kuantitas kerja, yaitu volume kerja yang dihasilkan dalam kondisi normal. 2. Kualitas kerja, yaitu dapat berupa kerapian ketelitian dan keterkaitan hasil

dengan tidak mengabaikan volume pekerjaan.

3. Pemanfaatan waktu, yaitu penggunaan masa kerja yang disesuaikan dengan kebijaksanaan perusahaan atau lembaga pemerintahan.

4. Kerjasama, yaitu kemampuan menangani hubungan dengan orang lain dalam pekerjaan.

Menurut Drucker dalam ilyas (2001), tenaga profesional adalah sejumlah sumber daya terbaik suatu organisasi sehingga evaluasi kinerja mereka menjadi salah


(37)

satu variabel yang penting bagi efektivitas organisasi. Tenaga profesional mewakili knowledge worker, biasanya kritis terhadap inovasi dan produktivitas organisasi. Tenaga profesional sebagai penangkap informasi penting, perancang bagi produk-produk dan sistem baru, pengendalian produk-produktivitas dan profitabilitas organisasi.

Pada organisasi pelayanan kesehatan, sangatlah penting untuk memiliki instrumen penilaian kinerja yang efektif bagi tenaga profesional. Proses evaluasi kinerja menjadi bagian terpenting dalam upaya manajemen untuk meningkatkan kinerja organisasi yang efektif (Ilyas, 2001)

2.1.4. Penilaian Kinerja

Kontribusi hasil-hasil penilaian merupakan suatu yang sangat bermanfaat bagi perencanaan kebijakan organisasi adapun secara terperinci penilaian kinerja bagi organisasi adalah :

1. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi 2. Perbaikan kinerja

3. Kebutuhan latihan dan pengembangan

4. Pengambilan keputusan dalam hal penempatan, promosi, mutasi pemecatan, pemberhentian dan perencanaan tenaga kerja

5. Untuk kepentingan penelitian pegawai

6. membantu diagnosis terhadap kesalahan pegawai

Menurut Simamora (2004), penilaian kinerja (performance appraisal) adalah prosesnya organisasi mengevaluasi pelaksanaan kerja individu. Penilaian kinerja memberikan mekanisme penting bagi manajemen untuk digunakan dalam


(38)

menjelaskan tujuan-tujuan dan standar kinerja individu di waktu berikutnya. Menurut Rivai (2005), penilaian kinerja merupakan kajian sistematis tentang kondisi kerja karyawan yang dilaksanakan secara formal yang dikaitkan dengan standar kerja yang telah ditentukan perusahaan. Penilaian kinerja merupakan proses yang dilakukan perusahaan dalam mengevaluasi kinerja pekerjaan seseorang, meliputi dimensi kinerja karyawan dan akuntabilitas.

Rivai (2005), mengemukakan ada 2 (dua) model penilaian kinerja : 1. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Lalu

(a) Skala Peringkat (Rating Scale)

Metode peringkat merupakan metode yang paling tua yang digunakan dalam penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi.

(b) Daftar Pertanyaan (Checklist)

Metode pertayaan menggunakan formulir isian yang menjelaskan beraneka macam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai hanya perlu kata atau pertanyaan yang mengambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan. Keuntungan dari cheklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana dan distandarisasi. (c) Metode dengan Pilihan Terarah

Metode pilihan terarah dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar


(39)

pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemungkinan berat sebelah penilaian dengan memaksa suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatan mempunyai nilai yang sama. (d) Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)

Metode peristiwa kritis bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya.

(e) Metode Catatan Prestasi

Metode catatan prestasi berkaitan erat dengan metode peristiwa kritis, yaitu catatan penyempurnaan, yang banyak digunakan terutama oleh para profesional, misalnya penampilan, kemampuan berbicara, peran kepemimpinan dan aktivitas lain yang berhubungan dengan pekerjaan.

(f) Skala Peringkat dikaitkan dengan Tingkah Laku (Behaviorally Anchored Rating Scale = BARS)

Penggunaan metode BARS menuntut diambilnya 3 (tiga) langkah, yaitu: 1) Menentukan skala peringkat penilaian prestasi kerja

2) Menentukan kategori prestasi kerja dengan skala peringkat

3) Uraian prestasi kerja sedemikian rupa sehingga kecenderungan perilaku karyawan yang dinilai dengan jelas.

(g) Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)

Di sini penilai turun ke lapangan bersama-sama dengan ahli dari SDM. Spesialis SDM mendapat informasi dari atasan langsung perihal karyawan, lalu mengevaluasi berdasarkan informasi tersebut.


(40)

(h) Tes dan Observasi Prestasi Kerja (Performance Test and Observation)

Karyawan dinilai, diuji kemampuan, baik melalui ujian tertulis yang menyangkut berbagai hal seperti tingkat pengetahuan tentang prosedur dan mekanisme kerja yang telah ditetapkan dan harus ditaati atau melalui ujian parktik yang langsung diamati oleh penilai.

(i) Pendekatan Evaluasi Komparatif (Comparative Evaluation Approach)

Metode ini mengutamakan perbandingan prestasi kerja seseorang dengan karyawan lain yang menyelenggarakan kegiatan sejenis.

2. Penilaian Kinerja Berorientasi Masa Depan a. Penilaian Diri Sendiri (Self Appraisal)

Penilaian diri sendiri adalah penilaian yang dilakukan oleh karyawan sendiri dengan harapan karyawan tersebut dapat lebih mengenal kekuatan-kekuatan dan kelemahan diri sehingga mampu mengidentifikasi aspek-aspek perilaku kerja yang perlu diperbaiki pada masa yang akan datang.

b. Manajemen Berdasarkan Sasaran (Management by Objective)

Merupakan suatu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyedia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja karyawan secara individu di waktu yang akan datang.

c. Penilaian dengan Psikolog

Penilaian psikolog biasa dilakukan dengan teknik terdiri atas wawancara, tes psikologi, diskusi-diskusi.


(41)

3. Organisasi dengan Tingkat Manajemen Majemuk

Pada organisasi dengan tingkat manajeman majemuk, personel biasanya dinilai oleh manajer yang tingkatnya lebih tinggi. Penilaian termasuk yang dilakukan oleh atasan langsung kepadanya laporan kerja personel disampaikan. Penilaian ini dapat juga melibatkan manajer lini unit lain. Sebagai contoh, personel bagian pembelian dapat dinilai oleh manajer produksi sebagai pemakai barang yang dibeli. Hal ini normal terjadi bila interaksi antara personel dan unit lain cukup tinggi. Sebaiknya penggunaan penilaian atasan dari bagian lain dibatasi, hanya pada situasi kerja kelompok dimana individu sering melakukan interaksi. Pada penilaian manajer, biasanya dilakukan oleh beberapa atasan manajer dengan tingkat lebih tinggi yang sering bekerja sama dalam kelompok kerja. Penilaian kerja kelompok akan sangat bernilai jika penilaian dilakukan dengan bebas dan kemudian dilakukan mufakat dengan diskusi. Hasil penilaian akhir seharusnya tidak dihubungkan dengan kemungkinan adanya perbedaaan pendapat diantara penilai. Penilaian kelompok dapat menghasilkan gambaran total kinerja personel lebih tepat, tetapi kemungkinan terjadi bias dengan kecenderungan penilaian lebih tinggi sehingga menghasilkan penilaian yang merata. Penilaian atasan langsung sangat penting dari seluruh sistem penilaian kinerja. Hal ini disebabkan karena mudah untuk memperoleh hasil penilaian atasan dan dapat diterima oleh akal sehat. Para atasan merupakan orang yang tepat untuk mengamati dan menilai kinerja bawahannya. Sehingga seluruh sistem penilaian umumnya sangat tergantung pada evaluasi yang dilakukan oleh atasan (Rivai, 2005).


(42)

Manfaat penilaian kinerja yang dikemukakan oleh Mulyadi (1997), yaitu: 1. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui permotivasian

karyawan secara maksimum.

2. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan karyawan, seperti promosi, transfer dan pemberhentian.

3. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan karyawan dan menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi program pelatihan karyawan.

4. Menyediakan umpan balik bagi karyawan mengenai bagaimana atasan mereka menilai kinerja mereka.

5. Menyediakan suatu dasar distribusi penghargaan

2.2. Kepemimpinan

2.2.1. Pengertian Kepemimpinan

Menurut Rivai (2005) definisi kepemimpinan secara luas adalah meliputi proses memengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, memengaruhi interprestasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikut, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi. Menurut Hasibuan (2003) kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin memengaruhi perilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi.


(43)

Menurut Istianto (2009) dalam bukunya Manajemen Pemerintahan, ada beberapa definisi kepemimpinan yang dapat mewakili tentang kepemimpinan, yaitu sebagai berikut :

1. Kepemimpinan adalah suatu kegiatan dalam memimpin sedangkan pemimpin adalah orangnya yang memiliki kemampuan untuk memengaruhi orang lain sehingga orang lain tersebut mengikuti apa yang diinginkan pemimpin. Oleh karena itu pemimpin harus mampu mengatur dan memengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

2. Kepemimpinan adalah dimana seorang pemimpin harus mampu mengatur dan memengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

3. Kepemimpinan merupakan subjek yang penting di dalam manajemen dan ilmu administrasi karena kepemimpinan terkait dengan hubungan antara atasan dan bawahan di dalam organisasi.

4. Kepemimpinan merupakan proses berorientasi kepada manusia dan dapat diukur dari pengaruh kepemimpinan terhadap perilaku organisasi.

5. Kepemimpinan pemerintahan adalah sikap, perilaku dan kegiatan pemimpin pemerintahan di pusat dan daerah dalam upaya mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan negara.

2.2.2. Teori Kepemimpinan

Menurut Locke (1997) Definisi kepemimpinan, berimplikasi pada tiga hal utama, yaitu: Pertama, kepemimpinan menyangkut orang lain, bawahan atau pengikut, kesediaan mereka untuk menerima pengarahan dari pemimpin. Jika tidak


(44)

ada pengikut, maka tidak akan ada pula pemimpin. Tanpa bawahan semua kualitas kepemimpinan seorang atasan akan menjadi tidak relevan. Terkandung makna bahwa para pemimpin yang efektif harus mengetahui bagaimana membangkitkan inspirasi dan menjalin relasi dengan pengikut mereka. Kedua, kepemimpinan merupakan suatu proses. Agar bisa memimpin, pemimpin mesti melakukan sesuatu, kepemimpinan lebih dari sekedar menduduki suatu posisi otoritas. Kendatipun posisi otoritas yang diformalkan mungkin sangat mendorong proses kepemimpinan, tetapi sekadar menduduki posisi itu tidak memadai untuk membuat seseorang menjadi pemimpin.

Masalah kepemimpinan telah muncul bersamaan dengan dimulai sejarah manusia, yaitu sejak manusia menyadari pentingnya hidup berkelompok untuk mencapai tujuan bersama. Mereka membutuhkan seseorang atau beberapa orang yang mempunyai kelebihan-kelebihan daripada yang lain, terlepas dalam bentuk apa kelompok manusia tersebut dibentuk. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena manusia selalu mempunyai keterbatasan dan kelebihan-kelebihan tertentu.

Ketiga, kepemimpinan harus membujuk orang-orang lain untuk mengambil tindakan. Pemimpin membujuk para pengikut lewat berbagai cara seperti menggunakan otoritas yang terlegitimasi, menciptakan model (menjadi teladan), penetapan sasaran, memberi imbalan dan hukuman, restrukturisasi organisasi, dan mengkomunikasikan sebuah visi.

Kepemimpinan menunjukkan bahwa dalam suatu organisasi terdapat orang yang mempunyai kemampuan untuk memengaruhi, mengarahkan, membimbing dan


(45)

juga sebagian orang yang mempunyai kegiatan untuk memengaruhi perilaku orang lain agar mengikuti apa yang menjadi kehendak dari pada atasan atau pimpinan mereka. Karena itu, kepemimpinan dapat dipahami sebagai kemampuan memengaruhi bawahan agar terbentuk kerjasama di dalam kelompok untuk mencapai tujuan organisasi.

Pengikut atau bawahan dapat dipengaruhi oleh kekuatan kepemimpinan yang dimiliki oleh atasan maka pengikut akan mau mengikuti kehendak pimpinan dengan sadar, rela, dan sepenuh hati. Seringkali pengertian kepemimpinan dan manajemen disamakan oleh banyak orang, namun ada pula yang membedakan. John Kotter (Robbins, 2006) berpendapat bahwa kepemimpinan berbeda dari manajemen. Manajemen berkaitan dengan hal-hal untuk mengatasi kerumitan. Manajemen yang baik dapat menghasilkan tata tertib dan konsistensi dengan menyusun rencana-rencana formal, merancang struktur organisasi yang ketat dan memantau hasil lewat pembandingan terhadap rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Kepemimpinan, sebaliknya, berkaitan dengan hal-hal untuk mengatasi perubahan. Pemimpin menetapkan arah dengan mengembangkan suatu visi terhadap masa depan, kemudian mengkomunikasikan kepada setiap orang dan mengilhami orang-orang tersebut dalam menghadapi segala rintangan. Kotter menganggap, baik kepemimpinan yang kuat maupun manajemen yang kuat merupakan faktor penting bagi optimalisasi efektifitas organisasi.

Tingkah laku pemimpin yang istimewa adalah kemampuan memberi inspirasi bersama atau pemimpin sebagai inspirational motivation, memberikan gambaran ke


(46)

masa depan dan membantu orang lain, kemampuan membuat model pemecahan (idealized influence), yaitu memberi keteladanan dan merencanakan keberhasilan-keberhasilan kecil dan Kemampuan pemimpin untuk memahami tentang transformational leadership, yaitu bahwa seorang pemimpin dapat mentransformasikan bawahan melalui empat cara: idealized influence, inspirational motivation, intelectual stimulation dan individualized consideration (Bass, 1997).

Henry Mintzberg dalam Alimuddin (2002), berdasarkan studi observasi yang dilakukan secara langsung, membagi tiga jenis fungsi pemimpin atau manajer :

1. Fungsi Interpersonal (The Interpersonal Roles)

Fungsi interpersonal dapat ditingkatkan melalui jabatan formal yang dimiliki oleh seorang pemimpin dan antara pemimpin dengan orang lain yang terbagi menjadi tiga, yaitu :

a. Sebagai Simbol Organisasi (Figurehead). Kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan fungsi sebagai simbol organisasi umumnya bersifat resmi, seperti menjamu makan siang pelanggan.

b. Sebagai Pemimpin (Leader). Seorang pemimpin menjalankan fungsi dengan menggunakan pengaruh untuk memotivasi dan mendorong karyawan untuk mencapai tujuan organisasi.

c. Sebagai Penghubung (Liason). Seorang pemimpin juga berfungsi sebagai penghubung dengan orang diluar lingkungan, disamping juga harus dapat berfungsi sebagai penghubung antara manajer dalam berbagai level dengan bawahan.


(47)

2. Fungsi Informasional (The Informational Roles)

Pemimpin harus menghabiskan banyak waktu dalam urusan menerima dan menyebarkan informasi. Ada tiga fungsi pemimpin:

a. Sebagai Pengawas (Monitor). Untuk mendapatkan informasi yang valid, pemimpin harus melakukan pengamatan dan pemeriksaan secara kontinyu terhadap lingkungan, yakni terhadap bawahan, atasan, dan selalu menjalin hubungan dengan pihak luar.

b. Sebagai Penyebar (Disseminator). Pemimpin juga harus mampu menyebarkan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukan.

c. Sebagai Juru Bicara (Spokesperson). Sebagai juru bicara, pemimpin berfungsi untuk menyediakan informasi bagi pihak luar.

3. Fungsi Pembuat Keputusan (The Decisional Roles)

Ada empat fungsi pemimpin yang berkaitan dengan keputusan :

a. Sebagai Pengusaha (Entrepreneurial). Pemimpin harus mampu memprakarsai pengembangan proyek dan menyusun sumber daya yang diperlukan, pemimpin harus memiliki sikap proaktif.

b. Sebagai Penghalau Gangguan (Disturbance Handler). Pemimpin sebagai penghalau gangguan harus bersikap reaktif terhadap masalah dan tekanan situasi.

c. Sebagai Pembagi Sumber Dana (Resource Allocator). Pemimpin harus dapat memutuskan kemana saja sumber dana akan didistribusikan ke bagian-bagian


(48)

dari organisasi. Sumber dana mencakup uang, waktu, perbekalan, tenaga kerja dan reputasi.

d. Sebagai Pelaku Negosiasi (Negotiator). Seorang pemimpin harus mampu melakukan negosiasi pada setiap tingkatan, baik dengan bawahan, atasan maupun pihak luar.

Organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuan serta mampu memenuhi tanggung jawab sosial akan sangat tergantung pada para manajer (pimpinan). Apabila manajer mampu melaksanakan fungsi-fungsi dengan baik, sangat mungkin organisasi tersebut akan dapat mencapai sasaran.

Organisasi membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan memengaruhi perilaku anggota atau anak buah. Pemimpin atau kepala suatu organisasi akan diakui sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat mempunyai pengaruh dan mampu mengarahkan bawahan ke arah pencapaian tujuan organisasi.

Menurut Wursanto (2002) menjelaskan teori kepemimpinan adalah tentang cara seorang menjadi pemimpin, atau penyebab timbulnya seorang pemimpin. Beberapa teori tentang kepemimpinan yaitu:

1. Teori Kelebihan

Teori kelebihan beranggapan bahwa seorang akan menjadi pemimpin jika memiliki kelebihan dari para pengikut. Kelebihan yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin mencakup tiga hal yaitu kelebihan ratio, kelebihan rohaniah, kelebihan badaniah.


(49)

2. Teori Sifat

Teori sifat menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin yang baik apabila memiliki sifat-sifat yang positif sehingga para pengikut dapat menjadi pengikut yang baik, sifat-sifat kepemimpinan yang umum misal bersifat adil, suka melindungi, penuh percaya diri, penuh inisiatif, mempunyai daya tarik, energik, persuasif, komunikatif dan kreatif.

3. Teori Keturunan

Teori keturunan, seseorang dapat menjadi pemimpin karena keturunan atau warisan, karena orangtuanya seorang pemimpin maka anaknya otomatis akan menjadi pemimpin menggantikan orangtuanya.

4. Teori Kharismatik

Teori kharismatik menyatakan bahwa seseorang menjadi pemimpin karena orang tersebut mempunyai kharisma (pengaruh yang sangat besar). Pemimpin memiliki daya tarik, kewibawaan dan pengaruh yang sangat besar.

5. Teori Bakat

Teori bakat disebut juga teori ekologis, yang berpendapat bahwa pemimpin lahir karena bakat. Menjadi pemimpin karena memang mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin. Bakat kepemimpinan harus dikembangkan, misalnya dengan memberi kesempatan orang tersebut menduduki suatu jabatan.

6. Teori Sosial

Teori sosial beranggapan bahwa setiap orang dapat menjadi pemimpin. Setiap orang mempunyai bakat untuk menjadi pemimpin asal dia diberi kesempatan.


(50)

Setiap orang dapat dididik menjadi pemimpin karena masalah kepemimpinan dapat dipelajari, baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman praktek. 2.2.3. Fungsi-Fungsi Kepemimpinan

Fungsi kepemimpinan berhubungan dengan situasi sosial dalam kehidupan kelompok/ organisasi dimana fungsi yang harus diwujudkan dalam interaksi antar individu. Menurut Rivai (2005) secara operasional fungsi pokok kepemimpinan dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Fungsi Instruktif

Fungsi instruktif bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak yang menentukan perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah. 2. Fungsi Konsultatif

Fungsi konsultatif bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerapkali memerlukan bahan pertimbangan yang mengharuskan berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpin yang dinilai mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukan dalam menetapkan keputusan. Tahap berikut konsultasi dari pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan sedang dalam pelaksanaan. Konsultasi dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan balik (feedback) untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan dan dilaksanakan. Menjalankan fungsi konsultatif dapat


(51)

diharapkan keputusan-keputusan pimpinan, akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksika sehingga kepemimpinan berlangsung efektif.

3. Fungsi Partisipasi

Dalam menjalankan fungsi partisipasi pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpin, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam pelaksanaan. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat sesuka hati, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerjasama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain. Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin dan bukan pelaksana.

4. Fungsi Delegasi

Fungsi delegasi dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat atau menetapkan keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetujuan dari pimpinan. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi harus diyakini merupakan pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi dan aspirasi.

5. Fungsi Pengendalian

Fungsi pengendalian bermaksud bahwa kepemimpinan yang sukses/ efektif mampu mengatur aktivitas anggota secara terarah dan dalam koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapai tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian ini dapat diwujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.


(52)

2.2.4. Teknik Kepemimpinan

Menurut Wursanto (2002) menjelaskan tentang teknik kepemimpinan yaitu membicarakan seorang pemimpin, menjalankan fungsi kepemimpin yang terdiri dari: 1. Teknik Kepengikutan

Merupakan teknik untuk membuat orang-orang suka mengikuti apa yang menjadi kehendak pemimpin. Ada beberapa sebab seseorang mau menjadi pengikut yaitu: a. Kepengikutan karena peraturan/ hukum yang berlaku

b. Kepengikutan karena agama

c. Kepengikutan karena tradisi atau naluri d. Kepengikutan karena rasio

2. Teknik Human Relations

Merupakan hubungan kemanusiaan yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan psikologis maupun kepuasan jasmaniah. Teknik human relations dapat dilakukan dengan memberikan berbagai macam kebutuhan kepada para bawahan, baik kepuasan psikologis ataupun jasmaniah.

3. Teknik Memberi Teladan, Semangat, dan Dorongan

Pemimpin menempatkan diri sebagai pemberi teladan, pemberi semangat, dan pemberi dorongan. Pemimpin diharapkan dapat memberikan pengertian dan kesadaran kepada para bawahan sehingga mau dan suka mengikuti kehendak pemimpin.


(53)

2.3. Insentif

2.3.1. Pengertian Insentif

Menurut Moorehead & Griffin (2000) definisi insentif sebagai sesuatu pemberian atau penghargaan yang diberikan oleh organisasi pada seseorang/ kelompok kerja yang menunjukkan prestasi/kinerja yang baik diluar ketentuan pengupahan yang umum.

Assad (2002) menarik kesimpulan mengenai upah/insentif adalah penghargaan dari energi karyawan yang dimanifestasikan sebagai hasil produksi, atau suatu jasa yang dianggap sama energi karyawan, yang berwujud uang, tanpa jaminan pasti dalam tiap-tiap minggu atau bulan.

Siagian (1995) berpendapat bahwa imbalan berkaitan erat dengan prestasi kerja seorang karyawan. Imbalan merupakan salah satu faktor eksternal yang memengaruhi motivasi seseorang, disamping faktor lain, seperti jenis dan sifat pekerjaan, kelompok kerja tempat seseorang bergabung dalam organisasi tempat bekerja dan situasi lingkungan umum yang ada.

Stoner (1986) menyatakan bahwa imbalan merupakan faktor eksternal yang dapat meningkatkan motivasi kerja. Siagian (1995) berpendapat bahwa imbalan berkaitan erat dengan prestasi kerja seseorang.

Menurut Bandura (1986) imbalan adalah insentif kerja yang dapat diperoleh dengan atau insentif yang diperoleh dalam jangka panjang. Insentif dibagi dalam tujuh jenis, yaitu:

1. Insentif primer, yaitu imbalan yang berhubungan dengan kebutuhan fasilitas (makan, minum, kontak fisik dan sebagainya).


(54)

2. Insentif sensoris, yaitu umpan balik sensoris dari lingkungan (misalnya, main musik umtuk memperoleh umpan memperoleh umpan balik sensoris berupa bunyi musik yang dimainkan).

3. Insentif Sosial, yaitu manusia akan melakukan sesuatu untuk mendapatkan penghargaan atau diterima di lingkungan. Penerimaan/ penolakan akan lebih berfungsi secara efektif sebagai imbalan/ hukuman daripada reaksi yang berasal dari individu.

4. Insentif yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi (upah, kenaikan pangkat, penambahan tunjangan)

5. Insentif berupa aktivitas, yaitu beberapa aktivitas/ kegiatan fisik dapat memberikan nilai insentif tersendiri pada individu.

6. Insentif status dan pengasuh, yaitu dengan kedudukan tinggi di masyarakat, dapat menikmati imbalan materi, penghargaan sosial, kepatuhan.

7. Insentif yang berupa terpengaruhi standar internal, yaitu insentif yang berasal dari tingkat kepuasan dari dalam diri seseorang yang diperolehnya dari pekerjaan.

Gibson (1997) menyebutkan empat bentuk insentif yang umum diberikan kepada karyawan yang berprestasi, antara lain:

1. Material berupa bonus, hadiah-hadiah khusus, uang cuti atau materi-materi lain dan uang lembur. Kenaikan gaji khusus ataupun berkala dalam skala tertentu dapat dianggap menjadi suatu bentuk dari insentif.


(55)

3. Pengakuan atau pengumuman dari prestasi seseorang atau grup di lingkungan yang luas.

4. Dalam bentuk yang berlawanan apabila prestasi atau kinerja ditemukan tidak baik atau di bawah target maka bentuk reward lebih tepat disebut sebagai ganjaran atau punishment (hukuman).

2.3.2. Faktor-Faktor yang Terkait dengan Pemberian Insentif

Pemberian insentif kepada karyawan suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh falsafah/kebijakan manajemen organisasi di dalam pemeliharaan sumber daya manusia. Secara psikologis manusia memiliki sifat yang berbeda-beda dalam meneguhkan motivasi kerja. Ada manusia yang tradisionil menurut kutipan Moorehead & Griffin dalam Maslow (1954) sangat dipengaruhi oleh penyediaan kebutuhan fisik dasar seperti makanan dan kebutuhan fisiologis lain. Maslow sendiri mengungkapkan bahwa motivasi sebagian orang sangat berlainan yaitu memenuhi kebutuhan psikologis yaitu self esteem atau self fulfilment. Psikolog McClelland (1961) mengatakan ada aktor high achiever dan low achiever yang menyebabkan tergerak motivasi individu di dalam berprestasi.

Menurut Gibson (1997) dasar atau kriteria pemberian insentif menjadi motivasi tersendiri bagi karyawan untuk mencapai kriteria-kriteria yang ditentukan, sehingga karyawan memperoleh insentif sesuai dengan diharapkan. Moorehead & Griffin (2000) menyebutkan pihak Human Resources Development (HRD = MSDM) memperhatikan semua faktor-faktor manusia dari personel perusahaan di dalam mengembangkan pemeliharaan asset SDM. Jadi faktor-faktor yang memengaruhi


(56)

sistem pemberian insentif oleh pihak manajemen adalah faktor-faktor motivasi yang dipantau banyak atau dominan menjadi dasar budaya personel perusahaan. Insentif lebih dikenal memiliki kaitan langsung dengan materi tetapi secara umum pemberian yang bersifat non material disebut sebagai reward.

2.4. Dokter

Dokter adalah tenaga kesehatan yang telah dan mendapatkan pendidikan profesi dari Fakultas Kedokteran. Dokter berkompeten atau mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan kedokteran di semua bidang ilmu kedokteran hingga batas tertentu. Dokter bisa melakukan pembedahan minor, mengobati semua penyakit dan lain sebagainya. Pengetahuan dan keterampilan dokter terbatas pada bidang kedokteran, luas namun tidak mendalam seperti dokter yang mengambil spesialisasi dalam bidang tertentu. Pengobatan atau tindakan medis kepada pasien dapat dilakukan jika terjadi penyulit yang bisa membahayakan pasien atau diri sendiri, apabila dokter menemukan kasus yang tidak mampu ditangani, dokter wajib merujuk pasien ke dokter spesialis yang lebih mampu menangani kasus tersebut. Dalam memberikan pelayanan medis, dokter terikat pada ketentuan yang mengatur batasan kewenangan sesuai dengan kemampuannya (Konsil Kedokteran Indonesia, 2007).

Dokter spesialis adalah dokter yang memperoleh keahlian dengan mengikuti pendidikan spesialistik, sesudah lulus sebagai dokter dari Fakultas Kedokteran. Sesudah menjadi dokter spesialis, memusatnya pengetahuannya pada satu bidang hingga kemampuan di bidang spesialisasi semakin dalam, sehingga menjadi lebih kompeten dibandingkan dengan dokter atau spesialis bidang lainnya. Hak dan


(57)

kewenangan profesi dokter ahli spesialis, sub spesialis, atau spesialis konsultan diatur dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 pasal 32 ayat 4, dan keahlian tersebut diakui oleh perhimpunan dokter ahli yang bersangkutan dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) (Konsil Kedokteran Indonesia, 2007).

2.5. Landasan Teori

Kinerja dokter di Rumah Sakit Advent Medan dipengaruhi oleh faktor kinerja personel, dilakukan pengkajian terhadap beberapa teori kinerja, menurut Gibson dalam Ilyas (2001), secara teoritis ada tiga kelompok variabel yang memengaruhi perilaku kerja dan kinerja yaitu variabel individu, organisasi dan psikologi. Ketiga kelompok variabel tersebut memengaruhi kinerja personel. Perilaku yang berhubungan dengan kinerja adalah yang berkaitan dengan tugas-tugas pekerjaan yang harus diselesaikan untuk mencapai sasaran tugas.

Diagram skematis teori perilaku dan kinerja digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Diagram Skematis Teori Perilaku dan Kinerja Variabel Individu:

• Kemampuan dan

keterampilan

− Mental

− Fisik

• Latar Belakang:

− Keluarga

− Tingkat sosial

− Pengalaman

• Demografis

− Umur

− Etnis

− Jenis kelamin

Perilaku Individu (apa yang dikerjakan)

Kinerja

(hasil yang diharapkan)

Psikologi: • Persepsi • Sikap • Kepribadian • Belajar • Motivasi Variabel Organisasi

• Sumber daya

Kepemimpinan

Imbalan

• Struktur


(58)

Variabel organisasi menurut Gibson (1987) terdiri dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan. Menurut Kopelman (1986), variabel imbalan akan berpengaruh terhadap variabel motivasi, yang secara langsung memengaruhi kinerja individu. Penelitian Robinson dan Larsen dalamDarma (2005) terhadap para pegawai penyuluh kesehatan pedesaan di Columbia menunjukkan bahwa pemberian imbalan mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap kinerja pegawai dibanding pada kelompok pegawai yang tidak diberi.

Kinerja pegawai tidak dapat dilepaskan dari peran pemimpin. Henry Mintzberg dalam Alimuddin (2002), berdasarkan studi observasi yang dilakukan secara langsung, membagi tiga jenis fungsi pemimpin atau manajer :

1. Fungsi Interpersonal (The Interpersonal Roles)

Fungsi interpersonal dapat ditingkatkan melalui jabatan formal yang dimiliki oleh seorang pemimpin dan antara pemimpin dengan orang lain. Fungsi interpersonal terbagi menjadi tiga, yaitu :

a. Sebagai Simbol Organisasi (Figurehead). Kegiatan yang dilakukan dalam menjalankan fungsi sebagai simbol organisasi bersifat resmi, seperti menjamu makan siang pelanggan.

b. Sebagai Pemimpin (Leader). Seorang pemimpin menjalankan fungsi dengan menggunakan pengaruh untuk memotivasi dan mendorong karyawan untuk mencapai tujuan organisasi.

c. Sebagai Penghubung (Liason). Seorang pemimpin juga berfungsi sebagai penghubung dengan orang diluar lingkungan, disamping ia juga harus


(59)

dapat berfungsi sebagai penghubung antara manajer dalam berbagai level dengan bawahan.

2. Fungsi Informasional (The Informational Roles)

Seringkali pemimpin harus menghabiskan banyak waktu dalam urusan menerima dan menyebarkan informasi. Ada tiga fungsi pemimpin disini.

a. Sebagai Pengawas (Monitor). Untuk mendapatkan informasi yang valid, pemimpin harus melakukan pengamatan dan pemeriksaan secara kontinyu terhadap lingkungan, yakni terhadap bawahan, atasan, dan selalu menjalin hubungan dengan pihak luar.

b. Sebagai Penyebar (Disseminator). Pemimpin juga harus mampu menyebarkan informasi kepada pihak-pihak yang memerlukan.

c. Sebagai Juru Bicara (Spokesperson). Sebagai juru bicara, pemimpin berfungsi untuk menyediakan informasi bagi pihak luar.

3. Fungsi Pembuat Keputusan (The Decisional Roles)

Ada empat fungsi pemimpin yang berkaitan dengan keputusan.

a. Sebagai Pengusaha (Entrepreneurial). Pemimpin harus mampu memprakarsai pengembangan proyek dan menyusun sumber daya yang diperlukan. Sehingga pemimpin harus memiliki sikap proaktif.

b. Sebagai Penghalau Gangguan (Disturbance Handler). Pemimpin sebagai penghalau gangguan harus bersikap reaktif terhadap masalah dan tekanan situasi.


(60)

c. Sebagai Pembagi Sumber Dana (Resource Allocator). Pemimpin harus dapat memutuskan kemana saja sumber dana akan didistribusikan ke bagian-bagian dari organisasi. Sumber dana ini mencakup uang, waktu, perbekalan, tenaga kerja dan reputasi.

d. Sebagai Pelaku Negosiasi (Negotiator). Seorang pemimpin harus mampu melakukan negosiasi pada setiap tingkatan, baik dengan bawahan, atasan maupun pihak luar.

Gibson (1997) menyebutkan dasar atau kriteria pemberian insentif menjadi peningkatan kinerja tersendiri bagi karyawan untuk mencapai kriteria-kriteria yang ditentukan, sehingga karyawan memperoleh insentif sesuai dengan diharapkan. Moorehead & Griffin (2000) mengatakan Pihak Human Resources Development (HRD=MSDM) memperhatikan semua faktor-faktor manusia dari personel perusahaan di dalam mengembangkan pemeliharaan aset SDM. Insentif lebih dikenal memiliki kaitan langsung dengan materi tetapi secara umum pemberian yang bersifat non material disebut sebagai reward.

Pengukuran kinerja pegawai menurut Dharma (2008) hampir semua cara pengukuran kinerja mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1. Kuantitas, yaitu jumlah yang harus diselesaikan atau dicapai.

2. Kualitas, yaitu mutu yang harus dihasilkan (baik tidaknya). Pengukuran kualitatif keluaran mencerminkan pengukuran atau tingkat kepuasan yaitu seberapa baik menyelesaikan pekerjaan.


(61)

2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan masalah, tinjauan pustaka dan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka kerangka konsep penelitian adalah sebagai berikut:

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Kepemimpinan

− Interpersonal − Informasional − Pembuat Keputusan

Insentif − Kriteria

− Sistem − Bentuk

Kinerja Dokter Rumah Sakit Advent Medan


(62)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survei penjelasan atau explanatory reseach yang bertujuan untuk menjelaskan pengaruh antar variabel-variabel melalui analisis statistik, dalam penelitian ini menjelaskan pengaruh kepemimpinan dan insentif terhadap kinerja dokter di Rumah Sakit Advent Medan. Survei penjelasan merupakan penelitian yang menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel penelitian melalui pengujian hipotesis (Singarimbun, 1989)

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Advent Medan Jl. Gatot Subroto Medan. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada April – Agustus 2012.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dokter umum dan spesialis, sebagai dokter tetap dan tidak tetap di Rumah Sakit Advent Medan sebanyak 58 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi yang ada (total sampling).

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data Primer dikumpulkan terutama dengan memakai instrumen wawancara terstruktur yang disusun dalam bentuk kuesioner.


(63)

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder dikumpulkan dari laporan absensi para dokter, berkas rekam medis serta profil Rumah Sakit Advent Medan.

3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas dan reliabilitas terhadap kuesioner yang akan digunakan, agar layak digunakan sebagai alat pengumpul data primer, yaitu untuk mengetahui atau mengukur sejauh mana kuesioner dapat dijadikan sebagai alat ukur terhadap kuesioner yang mewakili variabel terikat dan variabel bebas pada suatu penelitian. Kelayakan menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Uji dilakukan kepada 10 responden (dokter) di Rumah Sakit Latersia Binjai. Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara variabel dengan skor total variabel menggunakan rumus teknik korelasi Pearson Product Moment Corelation Cooficient (r), dengan ketentuan nilai koefisien korelasi > 0,3 (valid) dan nilai alpha Cronbach > 0,6 (reliabel).

Uji coba kuesioner yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa item-item pertanyaan pada variabel kepemimpinan, insentif dan kinerja dokter hasilnya valid dan reliabel untuk digunakan pada penelitian ini, hasil perhitungan dengan hasil penyajian sebagai berikut:


(64)

a. Variabel Kepemimpinan

Tabel 3.3. Hasil Uji Validitas Variabel Kepemimpinan

No. Soal R hitung R tabel Keterangan

1 2 3 4 5 0.900 0.896 0.671 0.897 0.891 0.361 0.361 0.361 0.361 0.361 Valid Valid Valid Valid Valid

Berdasarkan Tabel 3.3. bahwa seluruh variabel kepemimpinan sebanyak 5 pertanyaan mempunyai nilai R-hitung > 0.361 (R-tabel) dengan nilai Cronbach alpha 0,945, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel kepemimpinan adalah valid dan reliabel.

b. Variabel Insentif

Tabel 3.4. Hasil Uji Validitas Variabel Insentif

No. Soal R hitung R tabel Keterangan

1 2 3 4 5 0.609 0.932 0.932 0.667 0.932 0.361 0.361 0.361 0.361 0.361 Valid Valid Valid Valid Valid

Berdasarkan Tabel 3.4. bahwa seluruh variabel insentif sebanyak 5 pertanyaan mempunyai nilai R-hitung > 0.361 (R-tabel) dengan nilai Cronbach alpha 0,927, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pertanyaan variabel insentif adalah valid dan reliabel.


(1)

sakit Jiwa Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara imbalan dengan kinerja.

Menurut pengamatan peneliti, perlu adanya penghargaan untuk memacu kinerja dokter, ketepatan waktu pemberian insentif yang diterima dokter, sistem pembiayaan dokter di RS Advent belum sepenuhnya dapat mendukung kinerja para dokter, karena adanya tuntutan honor yang belum berlaku secara wajar serta perhatian dalam bentuk bonus atau insentif. Hal ini sejalan dengan Idris F (2006) yang menyebutkan walaupun selama ini besaran tarif jasa medik profesi kedokteran masih merupakan area etika namun sebagai manusia biasa dokter juga menuntut hasil dari pelayanan profesi hendaknya juga dapat memenuhi keperluan hidup dokter sesuai kedudukannya dalam masyarakat. Hasil penelitian ini didukung dengan hasil penelitian Tenty (2004) yang membuktikan bahwa insentif berpengaruh terhadap kinerja dokter di RS Adam Malik Medan.

5.3. Keterbatasan Penelitian

Belum adanya penelitian-penelitian tentang teori kinerja dokter secara khusus, dan dalam penelitian ini menggunakan teori yang terbatas, sehingga membuat terbatasnya rujukan yang dapat dijadikan sebagai acuan ataupun sumber kepustakaan.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan hasil penelitian, dapat diambil suatu kesimpulan dan saran mengenai pengaruh kepemimpinan dan insentif terhadap kinerja dokter di RS Advent Medan.

6.1. Kesimpulan

1. Semua variabel independen dalam penelitian (kepemimpinan dan insentif) secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja.

2. Faktor kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja dokter di RS Advent Medan, dengan koefisien regresi = 0,683 untuk kepemimpinan. Berdasarkan faktor interpersonal, informasional dan pembuat keputusan. Kurangnya pengawasan yang dilakukan pimpinan di Rumah Sakit Advent kepada bawahannya, pimpinan rumah sakit jarang melakukan monitoring dan evaluasi atas setiap pekerjaan dokter.

3. Faktor insentif dokter berpengaruh terhadap kinerja dokter di RS Advent Medan, dengan koefisien regresi = 0,390 untuk insentif dokter. Masalah jumlah honor yang diterima baik itu nilai keseimbangan besar honor dokter yang diberikan RS Advent dibandingkan dengan kondisi umum di Medan maupun kesesuaian honor yang diharapkan, nilai ketepatan waktu pembayarannya serta pemberian bonus/insentif.


(3)

6.2. Saran

1. Adanya kebijakan yang tegas dalam pelaksanaan SOP dokter serta pimpinan melakukan monitoring dan evaluasi hasil kerja dari para dokter, menerapkan reward (penghargaan) dan punishment (sanksi) dalam mengevaluasi kinerja dokter.

2. Agar pimpinan rumah sakit memperhatikan kesejahteraan personel dengan meningkatkan marketing rumah sakit kepada pelanggan umum.

3. Pihak pimpinan rumah sakit agar melaksanakan evaluasi dan monitoring kepada seluruh staff di rumah sakit.

4. Mengingat penelitian-penelitian terhadap dokter sangat jarang dilakukan, diharapkan penelitian sejenis dapat dilaksanakan dalam jumlah sampel yang lebih besar dan melibatkan beberapa rumah sakit di Medan khususnya dan Sumatera Utara umumnya guna peningkatan pelayanan kesehatan yang berkualitas.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Aditama, Ty, 2004, Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Edisi Kedua, UI Press, Jakarta.

Armanu Thoyib, 2005, Hubungan Kepemimpinan, Budaya, Strategi, dan Kinerja:Pendekatan Konsep, Jurnal Manajemen & Kewirausahaan, Vol. 7, No. 1, Maret 2005.

Azwar, A, 1995, Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. PT. Bina Rupa Aksara, Jakarta.

Aztaqauliyah, 2010, Manajemen Rumah Sakit, Astaqauliyah.com Dep. Kes. RI, 2007, Mutu Pelayanan Rumah Sakit.

Dessler, G, 1994, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jilid I (9 th ed), Prenhallindo, Jakarta.

Dharma, Agus, 2008, Pengukuran Kinerja Pegawai, Diakses tanggal 7 November

Holdnack. et al, 1993, An Examination of Leadership Stylle and its Relevance to Shift Work in an Organizational Setting, Health Care Mnagement Review, 18(3) : 21-30.

Indriantoro, Nur & Supomo, Bambang, 2002, Metodologi Penelitiaan Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi 1, BPFE, Yogyakarta.

Idris F, 2006, Dokter Juga Manusia: Upaya Memperbaiki Mutu Pelayanan Kesehatan, Jakarta : Penerbit PB IDI.

Ilyas, Yaslis, 1999, Kinerja Teori Penilaian dan Penelitian. Fekon UI, Jakarta. Hasibuan, Melayu S.P, 2001. Organisasi dan Motivasi. Bumi Aksara, Jakarta. Judge dan Bono, 2000, “Five-Factor Model of Personality and Transformational

Leadership”, Journal of Applied Psychology, 85 (5): 751- 765.

Kabul, Imam, 2005, “Kepemimpinan Partisipasif dalam Meningkatkan Prestasi Kerja Anggota Organisasi”, Jurnal Keuangan dan Perbankan, Th. IX, No 2, Surabaya.


(5)

Kreitner, Robert; dan Kinicki, Angelo, 2005, Perilaku Organisasi, Buku 1, Edisi Kelima, Salemba Empat, Jakarta.

Laurensius F, 2005, Membangun Kultur Kinerja pada Organisasi Sektor Publik, Usahawan No 8, Tahun XXXIV, Agustus 2005.

Locke, E. A., 1997, Esensi Kepemimpinan (terjemahan), Mitra Utama, Jakarta.

Lok dan Crawford, 2004, “The Effect of organizational culture and leadership style on job satisfaction and organizational commitment across-National Comparison”, The Journal of Management Development, Vol. 23, No. 4, 321-337.

Luthans, Fred, 2006, Perilaku Organisasi, Edisi Sepuluh, Penerbit Andi, Yogyakarta Mangkunegara, Anwar Prabu, 2000, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan,

PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.

Minaria, 2004, Hubungan Faktor Individu, Organisasi dan Psikologis dengan kinerja pegawai di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan ( BPFK) Medan Tahun 2004, Tesis PS AKK Pasca Sarjana USU.

Muzakir A, 2009, Pengaruh penerapan Merit Sistem Terhadap Kinerja Perawat di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Tesis SPS USU. Muninjaya, AA. Gde, 2004, Manajemen Kesehatan, Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta.

Riduwan, 2009, Metode dan Teknik Menyusun Tesis, Cetakan Keenam, Bandung : Penerbit Alfabeta.

Rivai, Veithzal, 2003. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Rumah Sakit Advent Medan, 2011. Profil Rumah Sakit Advent Medan tahun 2011. Robbins, Stephen P, 2006, Perilaku Organisasi, Edisi kesepuluh, PT Indeks Jakarta. Sinaga H, 1994, Program Kesejahteraan untuk Staf Rumah Sakit dan Para Dokter.

CDK, Edisi Khusus No. 91


(6)

Thoha, M., 2001, Kepemimpinan dalam Manajemen, Suatu Pendekatan Perilaku, Rajawali Press , Jakarta.

Yukl, Gary A, 1989, “Managerial Leadership: A Review of Theory and Research”, Journal of Management, Vol 15, No.2, 251-289.

Rivai, Veithzal, 2003, Performance Appraisal. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Robbin, S.P, 2003, Perilaku Organisasi. Edisi Kesembilan. PT. Bumi Aksara, Jakarta. Siagian, sondang, 2006, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta. Stoner, JAF, 1996, Manajemen, Jilid I, Edisi Kedua, Penerbit Erlangga. Jakarta Singarimbun, Masri, dan Effendi, Sofyan, 1989, Metode Penelitian Survey. Cetakan

Pertama. LP3ES, Jakarta.

Siswanto, B Sastrohadisuwiryo, 2002. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Bumi Aksara, Jakarta.

Werther, WB dan Davis, K, 1996, Human Resources and Personel Management, McGraw Hill Inc, New York.

Wungsu J, 2003, Tingkatkan Kinerja Perusahaan Anda dengan Merit System, Penerbit Raja Grafindo Perkasa, Jakarta:

Wursanto, 2002, Dasar-Dasar Ilmu Organisasi, Penerbit Erlangga. Jakarta.

Zulkhairi, 2010, Pengruh Faktor Individu, Psikologis dan Organisasi terhadap Kinerja Pelayanan Dokter Spesialis di Rumah Sakit Bhayangkara Medan