Pengaruh Faktor Individu, Psikologis Dan Organisasi Terhadap Kinerja Pelayanan Dokter Spesialis Di Rumah Sakit Bhayangkara Medan

(1)

PENGARUH FAKTOR INDIVIDU, PSIKOLOGIS DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA PELAYANAN DOKTER SPESIALIS

DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MEDAN

TESIS

Oleh ZULKHAIRI 087013028/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PENGARUH FAKTOR INDIVIDU, PSIKOLOGIS DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA PELAYANAN DOKTER SPESIALIS

DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Administrasi Rumah Sakit pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh :

ZULKHAIRI 087013028/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PENGARUH FAKTOR INDIVIDU,

PSIKOLOGIS DAN ORGANISASI TERHADAP KINERJA PELAYANAN DOKTER SPESIALIS DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MEDAN Nama Mahasiswa : Zulkhairi

Nomor Induk Mahasiswa : 087013028

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Administrasi Rumah Sakit

Menyetujui Komisi Pembimbing :

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis,Ak,M.A.F.I.S,.M.B.A) (dr. Jamaluddin, M.A.R.S) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr.Drs. Surya Utama, M.S) (Dr.Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 16 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, Ak, M.A.F.I.S, M.B.A Anggota : 1. dr. Jamaluddin, M.A.R.S

2. Dr. Endang Sulistya Rini, S.E, M.Si 3. dr. Maria Christina Abiwiyanti, M.A.R.S


(5)

PERNYATAAN

PENGARUH FAKTOR INDIVIDU, PSIKOLOGIS DAN

ORGANISASI TERHADAP KINERJA PELAYANAN DOKTER

SPESIALIS DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis di acu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, September 2010

Zulkhairi


(6)

ABSTRAK

Pelayanan medis spesialistis di Rumah Sakit Bhayangkara Medan (RSBM) sangat bergantung pada keberadaan dokter spesialis non residen yang berasal dari institusi lain seperti pemerintah dan swasta. Akhir-akhir ini dirasakan terdapat penurunan kinerja pelayanan dokter spesialis tersebut. Berdasarkan survey awal terhadap beberapa orang dokter spesialis non residen di RSBM, didapatkan bahwa salah satu yang memengaruhi kinerja pelayanan spesialisasi di RSBM adalah lemahnya kondisi pembiayaan terhadap honor dan jasa medis dokter spesialis. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian faktor-faktor yang memengaruhi kinerja dokter spesialis di RSBM.

Penelitian ini merupakan survey eksplanatori yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor individu ( pengetahuan, kemampuan dan keterampilan), psikologis ( motivasi, persepsi dan sikap) dan organisasi ( imbalan) terhadap kinerja pelayanan dokter spesialis di RSBM. Populasi penelitian ini adalah seluruh dokter spesialis non residen di RSBM pada tahun 2010, berjumlah 30 orang. Pengambilan sampel secara total (sampel jenuh). Pengumpulan data melalui kuesioner terstruktur. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Juni 2010. Analisis data menggunakan uji regresi linear berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keseimbangan jumlah honor yang diterima (p= 0,040), kesesuaian honor yang diharapkan (p= 0,046), ketepatan waktu pembayaran (p= 0,006) serta pemberian bonus/insentif (p= 0,023) berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja dokter spesialis di RSBM dengan nilai p 0,010. Pengetahuan, kemampuan, keterampilan, motivasi, persepsi dan sikap tidak berpengaruh terhadap kinerja dokter spesialis di RSBM.

Disarankan pihak manajemen RSBM secara terus menerus melakukan evaluasi yang optimal terhadap kondisi kinerja dokter spesialis non-residen terutama dalam hal sistem pembiayaan dengan cara perbaikan sistem regulasinya sehingga dokter spesialis non residen di RSBM meningkat kinerjanya.


(7)

ABSTRACT

Specialistic medical services in Bhayangkara Medan Hospital (BMH) depend on non resident specialist doctors from other institutions (government and private). Recently there were quality declination of the medical specialist performance. Based on the initial survey in BMH, it was indicated that bad financial system for non resident specialist doctor especially in payment regulation was the one that influenced performance. Therefore, it was necessary to do research about the factors which influenced the performance of the specialist doctors in BMH.

This study is an explanatory survey which aimed to analyze the influence of the individual factors (knowledge and skill), psychological factors (motivation perception and attitude) and organization factor (payment) on the performance of the specialist doctors in BMH. The population of this study were all of the non resident specialistic doctors in BMH, in number of 30 doctors. The case sample was taken by total sampling. Data collection through structured questionnaire. The research activities carried out in April - June 2010. Analysis of data used multiple linear regression on the 95% level.

The results showed that, the equity of the payment received (p= 0,040), the equality of the payment demand (p= 0,046), the undelay payment time (p= 0,006) and the incentive given (p= 0,023) had significant influence on the performance of the specialist doctors. Knowledge, skill, motivation, perception and attitude did not influence the performance of of the specialistic doctors in BMH.

It is suggested that BMH management to evaluate the performance of non resident specialistic doctors in BMH continuously, especially in financial system to improve the payment regulation system optimally.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha mulia, atas limpahan rahmat dan karunianyaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Pengaruh Faktor Individu, Psikologis dan Organisasi terhadap Kinerja Pelayanan Dokter Spesialis di Rumah Sakit Bhayangkara Medan “. Salawat dan salam teruntuk baginda Nabi Muhammad SAW, sebagai panutan kita yang paling hak di bumi ini.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akedemik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan tesis ini, penulis mendapat bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A ( K).

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara dan Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.


(9)

3. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, Ak, M.A.F.I.S,.M.B.A, dan dr. Jamaluddin, M.A.R.S yang telah membimbing penulis dari awal sampai selesainya penulisan tesis ini

4. Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Kombes Pol Dr. Joko Ismoyo dan Kombes Pol drg. Hasrat Ginting, SpBM selaku Kepala Rumah Sakit Bhayangkara Medan yang lama dan yang baru beserta seluruh jajarannya yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan kepada penulis untuk melakukan penelitian di RS. Bhayangkara Medan.

6. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Minat Studi Administrasi Rumah Sakit TA 2008/2009, yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama dalam pendidikan.

7. Para responden yang terlibat pada penelitian ini yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian tesis ini.

8. Istriku tercinta dr. Sri Wahyuni Purnama, Sp.KK dan kedua buah hatiku Aisy Putri dan Muhammad Aflah yang penuh kesabaran mendampingi, memberikan dorongan dan pengertian serta do’a restu kepada penulis selama menempuh pendidikan hingga selesainya penyusunan tesis ini.

9. Teristimewa buat kedua orang tuaku tercinta yang telah berpulang kerahmatullah terima kasih kuucapkan atas asuhan pada masa kecil.


(10)

10. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna baik dari segi isi maupun penulisan, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan tesis ini dan pengembangan penulisan dimasa yang akan datang. Akhirnya penulis mengharapkan tesis ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2010


(11)

RIWAYAT HIDUP

Zulkhairi, lahir di Medan, 24 Juni 1967, beragama Islam, bertempat tinggal di jalan STM No.43 Medan, Sumatera Utara. Anak kesatu dari dua bersaudara dari Ayahanda Bustami Ibrahim (Alm) dan Ibunda Mariani (Alm) .

Riwayat pendidikan umum, SD Al. Washliyah Medan (1981), SMP Mardi Lestari Medan (1984), SMAN 4 Medan (1987), Sarjana (S1) Pendidikan Dokter Umum Fakultas Kedokteran USU Medan (1995). Pendidikan Spesialis Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran USU Medan ( 2005). Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Rumah Sakit USU (2008-sekarang)

Riwayat pekerjaan/jabatan, Perwira Beasiswa Polri 1994–1995, Perwira Unit Kedokteran Kepolisian pada Dinas Kedokteran dan Kesehatan Polda Sumut 1995, Kepala Rumah Sakit TK IV Polda Sumut di Tebing Tinggi 1995-2000, Staf Medis Fungsional Muda pada Rumah Sakit Bhayangkara Medan 2005-2009, Kepala Sub Bidang Dukungan Kesehatan pada Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polda Sumut 2009-Juni 2010, Staf Medis Fungsional Madya pada Rumah Sakit Bhayangkara Medan Juni 2010-sekarang.

Riwayat kepangkatan/Golongan, Letnan Dua Polisi (1994), Letnan Satu Polisi (1997), Ajun Komisaris Polisi (2000), Komisaris Polisi (2005), Ajun Komisaris Besar Polisi (2010).

Riwayat Organisasi, Pengurus Ikatan Dokter Indonesia wilayah Sumatera Utara (Ketua Badan Pembelaan dan Pembinaan Hukum Anggota), Pengurus


(12)

Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia cabang Sumatera Utara, Anggota Disaster Victim Identification Provinsi Sumatera Utara.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK………... i

ABSTRACT………... ii

KATA PENGANTAR………... iii

RIWAYAT HIDUP………... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL………. DAFTAR GAMBAR ... x

xi DAFTAR LAMPIRAN... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. 1.2. 1.3. 1.4 1.5. Latar Belakang ... Permasalahan... Tujuan Penelitian ... Hipotesis ... Manfaat Penelitian ... 1 11 11 11 12 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1. 2.2. 2.3. 2.4. 2.5. 2.6. Pelayanan Kesehatan Polri………... Pembiayaan Pelayanan Kesehatan Polri... Kinerja………... Landasan Teori………... Penelitian Terdahulu... Kerangka Konsep Penelitian... 13 15 19 23 27 28 BAB 3. METODE PENELITIAN... 30

3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5. 3.6. 3.7. Jenis Penelitian... Lokasi dan Waktu Penelitian... Populasi dan Sampel... ... Metode Pengumpulan Data... Variabel dan Definisi Operasional... Metode Pengukuran... Metode Analisis Data...

30 30 30 30 36 37 39


(14)

BAB 4. HASIL PENELITIAN... 38

4.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Bhayangkara Medan... 38

4.2. Karakteristik Responden Dokter Spesialis RSBM... 45

4.3. Deskripsi Variabel Penelitian... 47

4.4. Uji Asumsi Klasik... 55

4.5. Pengujian Hipotesis... 59

BAB 5. PEMBAHASAN... 64

5.1. Pengaruh Faktor Individu Terhadap Kinerja... 64

5.2. Pengaruh Faktor Psikologis terhadap Kinerja ... 65

5.3 Pengaruh Faktor Organisasi terhadap Kinerja... 67

5.4. Keterbatasan Penelitian... 69

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN... 70

6.1. Kesimpulan... 70

6.2. Saran... 70 DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN ……….

72 75


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1.1 Survey Awal Deskripsi Kinerja Dokter Spesialis Non

Residen RSBM... 5

2.1 Persamaan dan perbedaan Askes Sosial dan DPK Polri... 18

2.2 Unsur-unsur Penilaian Kinerja... 21

2.3 Keuntungan dan Kerugian Sistem Skill-based pay... 25

3.1 Matrik nama Variabel, Dimensi, Indikator dan Skala Ukur... 35

4.1 Sumber Daya Manusia Menurut Jenis Profesi... 42

4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 45

4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Spesialisasi... 45

4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur... 46

4.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja... 47

4.6 Deskripsi Variabel Individu... 47

4.7 Deskripsi Variabel Psikologis... 49

4.8 Deskripsi Variabel Organisasi... 50

4.9 Deskripsi Variabel Kinerja... 52

4.10 Uji Multikolinieritas... 57

4.11 Nilai Durbin Watson... 59

4.12 Hasil Uji F... 60

4.13 Hasil Uji t... 61


(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1 Model Teori Kinerja Gibson (2008)... 23

2.2 Proses Penghargaan (Gibson, Ivancevich dan Donally dan ( 2008). 26 2.3 Model Sistem Penghargaan (Kreitner dan Kinicki , 2001)... 27

3.1 Kerangka Konsep Penelitian... 29

4.1 Struktur Organisasi Rumah Sakit Bhayangkara Medan... 44

4.2 Grafik Uji Normalitas Variabel... 56


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian... 75

2. Data Hasil Penelitian Sampel 30 Responden………. 85

3. Data hasil Uji Coba Sampel 30 Responden……….. 88

4. Data Hasil Uji Coba Instrumen Kinerja... 90

5. Analisis Regresi Hasil Penelitian………. 92

6. Analisis Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian………….. 95

7. Tabel r……….. 99

8. Tabel F……….. 100


(18)

ABSTRAK

Pelayanan medis spesialistis di Rumah Sakit Bhayangkara Medan (RSBM) sangat bergantung pada keberadaan dokter spesialis non residen yang berasal dari institusi lain seperti pemerintah dan swasta. Akhir-akhir ini dirasakan terdapat penurunan kinerja pelayanan dokter spesialis tersebut. Berdasarkan survey awal terhadap beberapa orang dokter spesialis non residen di RSBM, didapatkan bahwa salah satu yang memengaruhi kinerja pelayanan spesialisasi di RSBM adalah lemahnya kondisi pembiayaan terhadap honor dan jasa medis dokter spesialis. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian faktor-faktor yang memengaruhi kinerja dokter spesialis di RSBM.

Penelitian ini merupakan survey eksplanatori yang bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor individu ( pengetahuan, kemampuan dan keterampilan), psikologis ( motivasi, persepsi dan sikap) dan organisasi ( imbalan) terhadap kinerja pelayanan dokter spesialis di RSBM. Populasi penelitian ini adalah seluruh dokter spesialis non residen di RSBM pada tahun 2010, berjumlah 30 orang. Pengambilan sampel secara total (sampel jenuh). Pengumpulan data melalui kuesioner terstruktur. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai Juni 2010. Analisis data menggunakan uji regresi linear berganda pada taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keseimbangan jumlah honor yang diterima (p= 0,040), kesesuaian honor yang diharapkan (p= 0,046), ketepatan waktu pembayaran (p= 0,006) serta pemberian bonus/insentif (p= 0,023) berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja dokter spesialis di RSBM dengan nilai p 0,010. Pengetahuan, kemampuan, keterampilan, motivasi, persepsi dan sikap tidak berpengaruh terhadap kinerja dokter spesialis di RSBM.

Disarankan pihak manajemen RSBM secara terus menerus melakukan evaluasi yang optimal terhadap kondisi kinerja dokter spesialis non-residen terutama dalam hal sistem pembiayaan dengan cara perbaikan sistem regulasinya sehingga dokter spesialis non residen di RSBM meningkat kinerjanya.


(19)

ABSTRACT

Specialistic medical services in Bhayangkara Medan Hospital (BMH) depend on non resident specialist doctors from other institutions (government and private). Recently there were quality declination of the medical specialist performance. Based on the initial survey in BMH, it was indicated that bad financial system for non resident specialist doctor especially in payment regulation was the one that influenced performance. Therefore, it was necessary to do research about the factors which influenced the performance of the specialist doctors in BMH.

This study is an explanatory survey which aimed to analyze the influence of the individual factors (knowledge and skill), psychological factors (motivation perception and attitude) and organization factor (payment) on the performance of the specialist doctors in BMH. The population of this study were all of the non resident specialistic doctors in BMH, in number of 30 doctors. The case sample was taken by total sampling. Data collection through structured questionnaire. The research activities carried out in April - June 2010. Analysis of data used multiple linear regression on the 95% level.

The results showed that, the equity of the payment received (p= 0,040), the equality of the payment demand (p= 0,046), the undelay payment time (p= 0,006) and the incentive given (p= 0,023) had significant influence on the performance of the specialist doctors. Knowledge, skill, motivation, perception and attitude did not influence the performance of of the specialistic doctors in BMH.

It is suggested that BMH management to evaluate the performance of non resident specialistic doctors in BMH continuously, especially in financial system to improve the payment regulation system optimally.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pernyataan tentang adanya keterkaitan antara status ekonomi suatu komunitas dengan kondisi kesehatan masyarakatnya diakui dan dinyatakan oleh pakar kesehatan. Fishbein (1981) dalam bukunya Health and Wealth menyebutkan bahwa pada daerah yang lebih miskin diketahui memiliki angka kesakitan yang lebih besar dibandingkan dengan masyarakat yang lebih Madani. Esensi dari pernyataan di atas adalah ada pengaruh kesulitan atau kemudahan ekonomi (pengelolaan sistem keuangan) terhadap kualitas kesehatan masyarakat tertentu. Kondisi serupa tidak berubah sampai sekarang. Kesadaran tentang pengaruh masalah kesulitan ekonomi menyulut petinggi negara membuat berbagai kebijakan, untuk segera menanggulangi perekonomian dengan segala bentuk akibat sampingannya.

Kesulitan ekonomi sebenarnya datang silih berganti dan menyulitkan seluruh lapisan masyarakat. Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan konsisten mendesain bentuk-bentuk subsidi atau pelayanan yang mudah dan murah bertujuan meringankan beban biaya pelayanan kesehatan pada seluruh kelompok masyarakat. Pada kelompok masyarakat di bawah instansi pemerintah, pelayanan standar diberikan berdasarkan kepatutan dan dengan beban biaya yang diperkirakan cukup untuk semua. Kelompok masyarakat Polri di Medan misalnya, dirancang mendapat pelayanan kesehatan optimal, namun kadang-kadang tersendat juga karena masalah


(21)

pendanaan (budget) yang sering kurang memadai akibat biaya anggaran operasional yang kecil.

Masalah kekurangan anggaran Pori yang kerap terjadi, hal ini relatif mengganggu kecukupan biaya operasional rumah sakit (RS) yang dirancang di awal tahun anggaran berjalan. Gangguan terhadap kecukupan biaya secara potensial dapat mengganggu kelancaran pembayaran jasa pada kelompok petugas pelayanan terutama dokter spesialis non residen. Masalah pembayaran uang jasa atau honor pada dokter spesialis dapat terjadi karena kekurangan dana kas operasional pada waktu tertentu. Sebenarnya belum jelas kalau masalah ketidaklancaran pembayaran uang jasa telah menjadi penyebab turunnya kualitas pelayanan dokter spesialis non residen. Fakta yang ada menunjukkan bahwa kebanyakan tugas-tugas pelayanan di RS yang dibebankan pada dokter spesialis terbengkalai terkait terutama dengan menurunnya kesiapan mereka tepat dan cukup waktu berada di Rumah Sakit Bhayangkara Medan (RSBM).

Kondisi performa “Jam Pelayanan” berada di RSBM untuk melayani kebutuhan manajemen dan melayani pasien, diasumsikan membuat peningkatan mutu pelayanan RSBM jadi tersendat. Kurangnya peningkatan mutu dengan sendirinya menurunkan citra pelayanan. Persepsi terhadap turunnya mutu pelayanan oleh pasien, menurunkan minat mereka untuk selanjutnya menggunakan jasa RSBM. Bila penurunan terus bertahan, maka diperkirakan akan terjadi penurunan pendapatan uang (cash) yang diterima RSBM. Berkurangnya uang (cash) ekstra, selanjutnya mengurangi kecukupan biaya, termasuk untuk membayar dokter spesialis, dan bila kondisi ini tidak segera ditanggulangi, akan terjadi fenomena pusaran air yang terus


(22)

menerus semakin menenggelamkan peningkatan performa (kinerja) RSBM di banyak domain.

Terkait dengan pernyataan Fishbein bahwa pada umumnya penilaian-penilaian keseimbangan selalu terjadi di antara apa yang diberikan dengan apa diperoleh dalam proses pelayanan. Bila semua diukur dengan jumlah uang yang diperoleh (finansial) maka ungkapan: “Semakin banyak pengorbanan uang yang diberikan, semakin baik pelayanan yang dapat diterima”, menjadi kenyataan. Menurut F. Herzberg (Cushway et.al. 2004), uang tidak selalu dapat meningkatkan motivasi semua individu dalam kelompok, karena uang hanyalah faktor hygiene (penyehat), bukan faktor pemotivasi (motivating factor). Kelompok high achiever menurut Mc Clelland (Cushway et.a.l 2004) adalah mereka yang termotivasi oleh faktor-faktor bukan uang, tapi karena faktor rasa tanggung jawab ataupun faktor pengakuan atas pencapaian prestasi kerja individu. Uang atau upah menurut McClelland tidak selamanya menjadi faktor pendorong motivasi terutama pada kaum ilmuwan. Jadi ada kemungkinan kuat bahwa faktor kurangnya biaya atau tersendatnya jadwal pembayaran upah dokter spesialis yang diasumsi ada di RS, bukanlah penyebab utama menurunnya performa dokter spesialis di RSBM. Faktor apa yang sebenarnya telah menyebabkan munculnya penurunan pelayanan dokter spesialis di RSBM?

Kinerja dokter spesialis di RSBM dapat dilihat dari sudut pandang pihak manajemen RSBM sebagai pemilik organisasi. Penilaian kualitas kinerja personel organik di RS milik pemerintah (termasuk RSBM) selalu dibuat melalui ukuran DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan). Khusus untuk kelompok dokter spesialis


(23)

non residen alat ukur DP3 tidak dapat dipakai karena mereka adalah kelompok part-timer. Pengukuran kinerja dokter-dokter non-residen dibuat memakai standar evaluasi bersandar pada “Job description” yaitu apa yang diterakan sebagai kewajiban, kewenangan dan hak dokter spesialis dalam naskah MOU (Memorandum of Understanding). Dapat diterangkan bahwa dokter spesialis non residen dipekerjakan terutama untuk pelayanan spesialistik medis di RS. Mereka dituntut memiliki sejumlah jam kerja minimal, ketepatan waktu hadir terutama bila ada emergency, ketaatan pengisian rekam medik, ketaatan meresepkan obat generik, melaksanakan pekerjaan sesuai dengan standar prosedur kerja RSBM (termasuk peraturan pemerintah yang diwajibkan untuk petugas medis secara nasional) serta keaktifan berpartisipasi dalam manajemen non profesi. Keenam hal tersebut menjadi domain pengukuran kinerja (performa) mereka.

Perihal ketimpangan (inequity) ataupun keseimbangan (equity) yang diduga logis berpotensi mengganggu performa personel organisasi (dalam hal ini dokter spesialis) pernah diungkapkan oleh Adams J. Stacy (Natemeyer, WE; 1989) yaitu bahwa setiap individu memerlukan equity (keseimbangan) antara pengorbanan dengan perolehan. Dalam konteks penelitian ini, kemungkinan ada kondisi yang tidak serasi (tidak seimbang - inequity) antara apa yang diterima oleh dokter spesialis dengan apa yang mereka berikan dalam pelayanan. Ketimpangan (inequity) kronis berpotensi menimbulkan efek penurunan kinerja di semua bagian RS. Penurunan kinerja pelayanan dokter spesialis dapat dinyatakan melalui pelanggaran norma-norma kesepakatan dalam MOU antara lain ketaatan disiplin kerja dan kesiapan


(24)

mereka melakukan pelayanan manajemen RSBM sekalipun bukan domain pelayanan spesialistik masing-masing dokter spesialis.

Dalam survey pendahuluan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan (RSBM) di akhir 2009, peneliti mendapatkan (Tabel 1.1.) bahwa kinerja dokter spesialis di RSBM sebenarnya masih kurang memenuhi standar. Kekurangan tersebut termasuk kurang memperhatikan jadwal jam pelayanan dan disiplin ketepatan waktu hadir. Ada juga kekurangsiapan mereka melaksanakan sepenuhnya ketentuan standar peresepan obat generik di RSBM serta partisipasi di dalam kegiatan manajemen non spesialistik. Walaupun dalam hal ketaatan penerapan SOP dan pengisian rekam medik masih dalam kategori memuaskan. Mengapa kinerja para dokter spesialis non residen RSBM masih tidak memuaskan? Apa penyebab dari semua itu?

Tabel 1.1.Survey Awal Deskripsi Kinerja Dokter Spesialis Non Residen RSBM

No. Deskripsi Kinerja Skala

Kualitas

Keterangan 1. Ketepatan pengisian jadwal jam

pelayanan

2 2. Ketaatan standar prosedur kerja

(SOP) RSBM

4 3. Aktif mengambil bagian di dalam

kegiatan manajemen non-spesialistik

1

4. Disiplin ketepatan waktu hadir 2 5. Kepatuhan peresepan obat generik 2 6. Ketaatan Pengisian Rekam Medik 4

1 = 0-20% (Sangat Tidak Memuaskan)

2 = 21-40% (Tidak Memuaskan) 3 = 41-60% (Cukup Memuaskan) 4 = 61-80% (Memuaskan) 5 = 81-100% (Sangat Memuaskan)

Sejauh ini memang belum ada satu ketentuan baku atau kebijakan pemerintah khusus yang mengatur masalah imbalan jasa medis para dokter yang bekerja di rumah sakit dengan patokan tarif rupiah tertentu. Kalaupun ada, standar tarif ditentukan


(25)

secara variatif menurut kesepakatan dan tingkat konveniensi RS yang diminati oleh pasien yang mampu membayar. RS pemerintah termasuk RSBM terlihat lebih kaku menetapkan besaran tarif yang dikenakan pada setiap pelayanan dokter spesialis.

Menurut Idris F (2006), walaupun selama ini besaran tarif jasa medik profesi kedokteran masih merupakan area etika namun sebagai manusia biasa, hasil dari pelayanan profesi hendaknya juga dapat memenuhi keperluan hidup dokter sesuai kedudukan mereka dalam masyarakat. Dokter, menurut ukuran status yang umumnya tinggi, memerlukan lebih banyak biaya pemeliharan dan pengembangan. Kecukupan biaya untuk dapat memelihara pengembangan status umumnya diperoleh dari upah melayani pasien. Pertambahan jumlah pasien dalam satuan waktu tertentu, diperlukan untuk dapat menambahkan akumulasi pendapatan. Kuota penghasilan yang relatif selalu lebih tinggi membuat para dokter harus mencari jumlah pasien yang selalu lebih banyak. Bila penghasilan (tarif, serta cara pembayaran, ataupun jumlah pasien) di rumah sakit tertentu tidak dapat memenuhi target, selalu dicari jalan keluar yaitu menambah jam kerja di lokasi lain supaya jumlah penghasilan menjadi lebih banyak. Benarkah skenario kausa seperti yang diasumsi di atas menjadi penyebab mengapa kinerja dokter spesialis dalam ketepatan dan kecukupan waktu di RSBM terkesan menjadi buruk?

RSBM sebagai salah satu RS milik instansi Polri di Propinsi Sumatera Utara, belum memiliki tenaga dokter spesialis organik yang cukup untuk menjalankan fungsi sebagai RS tingkat dua milik Polri (sekelas rumah sakit tipe B Depkes RI ). Kondisi tersebut membuat pelayanan medis spesialistis RSBM sangat bergantung


(26)

pada keberadaan dokter spesialis tamu (konsulen luar) yang berasal dari institusi pemerintah lain dan swasta. Berdasarkan informasi dari beberapa orang dokter spesialis di RSBM, dapat diasumsikan bahwa salah satu kemungkinan yang mempengaruhi kinerja pelayanan spesialisasi di RSBM adalah lemahnya kondisi pembiayaan terhadap honor dan jasa medis dokter spesialis. Di samping itu sebenarnya masih ada kendala lain, yaitu kurangnya dukungan alat-alat kesehatan spesialistik serta terbatasnya obat-obatan dan bahan habis pakai. Kelemahan-kelemahan ini logis terkait dengan kondisi pembiayaan jasa medis (honor) yang diberikan kepada dokter spesialis di RSBM saat ini hanya bersumber dari pendapatan rumah sakit yang berasal dari pasien umum non Polri (subsidi silang). Pembiayaan untuk obat-obatan dan bahan habis pakai dibiayai oleh dana regulasi apotik yang bersumber dari Dana Pemeliharaan Kesehatan (DPK) sejenis Asuransi Kesehatan Sosial Pegawai Negeri Sipil yang berlaku di kalangan Polri. Dana yang diperoleh dari pelayanan masyarakat umum (Yanmasum) sebagian digunakan untuk membayar honor dokter spesialis non organik yang jumlahnya 30 orang, namun pengeluaran yang terbesar adalah pembiayaan pegawai honorer sebanyak 62 orang (Profil RSBM, 2008). Kondisi tersebut membuat dokter spesialis non organik di RSBM sering mengalami kendala dalam jumlah maupun waktu pembayarannya.

Patut diakui bahwa peran rumah sakit sebagai badan usaha harus memperhatikan semua personilnya termasuk kesejahteraannya agar dapat memberikan kontribusi terbaik bagi mutu pelayanan. Staf rumah sakit yang bekerja sebagai tenaga tetap maupun tidak tetap, berhak untuk memperoleh kompensasi atas


(27)

tenaga yang disumbangkan bagi rumah sakit. Kompensasi yang dimaksud salah satunya adalah insentif, bonus atau jasa produksi/jasa medis (Sinaga H, 1994).

Hal ini juga sejalan dengan Indikator Kinerja Rumah Sakit yang ditetapkan Depkes RI yang menyebutkan salah satunya adalah Prosentase Kepuasan Karyawan. Faktor kepuasan tersebut dapat meliputi keamanan, sarana dan peralatan, kesejahteraan, kenyamanan lingkungan kerja, aktualisasi diri, kesempatan pengembangan diri, hubungan dengan atasan, reward/punishment (Dirjen Yan Medik Depkes RI, 2005). Dalam hal ini kesejahteraan sumber daya manusia RS salah satunya mencakup kesejahteraan Dokter Spesialis yang bekerja di rumah sakit. Sementara itu dikalangan RS.Polri kebijakan Dana Pemeliharaan Kesehatan (DPK) Polri sendiri (aspek organisasi) sepertinya tidak berpihak pada dukungan terhadap operasionalisasi rumah sakit, termasuk karena tidak adanya dana untuk pembiayaan honor dan jasa medis dokter spesialis non residen (konsulen).

Faktor kepuasan kerja penting dicermati karena diperhitungkan dapat berpengaruh terhadap motivasi pendorong prestasi meningkatkan kinerja setiap individu. Berdasarkan Gibson (2008) diketengahkan teori bahwa ada 3 aspek utama yang mempengaruhi kehidupan pekerja dalam berkinerja. Aspek tersebut adalah (1) Aspek individu (2) Aspek Psikologis / Motivasi dan (3) Aspek Organisasi yang memelihara agar sumber daya manusia dapat terkoordinir lebih baik. Disamping disiplin kerja, prestasi serta prilaku yang sesuai dengan norma-norma komunitas organisasi, maka ketiga aspek Gibson pantas diperhitungkan sebagai aspek yang berpengaruh pada kinerja individu.


(28)

Judul penelitian ini ditulis lengkap dengan 3 aspek Gibson. Penulisan judul seperti itu adalah untuk lebih melengkapi asumsi bahwa ada pengaruh ke 3 faktor individu, psikologis dan organisasi terhadap nilai kinerja dokter spesialis di RSBM. Tentang adanya kemungkinan variasi intensitas pengaruh aspek-aspek individu, aspek psikologis ataupun aspek organisasi terhadap kinerja dokter spesialis akan diperhitungkan di dalam penelitian.

Mc.Clelland (1961) menyebutkan bahwa terhadap individu yang high achiever dalam menjalankan tugas, ada kemungkinan tidak terpengaruh oleh faktor insentif (gaji, honor, fasilitas). Uang tidak memberi pengaruh menjadi pendorong motivasi pada kelompok high achiever. Faktor insentif hanya mampu mendorong motivasi individu pada kelompok low achiever. Fredrick Herzberg (1966) menyatakan bahwa masalah insentif dianggap hanyalah “faktor hygiene” yang apabila diberikan dengan azas kepatutan dan kecukupan dapat mencegah kemelut sumber daya manusia (SDM) dalam organisasi. Faktor hygiene menurut F. Herzberg, sekalipun selalu memuaskan, tidak selalu dapat memotivasi orang untuk bekerja lebih baik.

Faktor yang dapat mendorong motivasi adalah pencapaian kerja, tantangan, tanggung jawab pengakuan prestasi dan jenjang karir oleh organisasi (Cushway dan Lodge, 2004) yang menurut F. Herzberg disebut motivating factor. Faktor motivasi ini disebut Gibson identik sebagai instrinsic factor dan dimasukkan ke dalam kelompok psikologis/motivasi. Gibson dkk (2006) mengutip pendapat Edward Lawler (1977) yang menyatakan bahwa kandungan faktor motivasi adalah identik


(29)

dengan kandungan intrinsic reward dan kandungan dalam “faktor hygiene” adalah identik kandungan extrinsic reward.

Dari ulasan-ulasan di atas mengenai faktor-faktor yang berpotensi berpengaruh terhadap pencapaian kinerja oleh Gibson, jelas dapat diterima bahwa masalah pembiayaan (cost) yang dikeluarkan oleh organisasi adalah bagian dari pembayaran untuk upah (honor), insentif dan persiapan fasilitas pelayanan di RS. Para dokter spesialis non residen boleh jadi tidak pernah diberi tanggung jawab atau perlu memikirkan atau mengerti perihal pembiayaan, karena masalah biaya adalah urusan pihak manajemen administrasi umum RSBM. Dokter spesialis cukup hanya memikirkan besaran nilai insentif, jumlah penghasilan ataupun kemudahan yang diterima dari RSBM. Faktor-faktor ini adalah bagian dari faktor hygiene (F.Herzberg) atau bagian dari extrinsic reward (Gibson) yang selalu dinilai tingkat kecukupannya. Pada teori kinerja Gibson, masalah biaya dikelompokkan ke dalam kandungan faktor organisasi.

Faktor individu mengait banyak aspek kehidupan individu yang berpotensi berpengaruh terhadap pencapaian kinerja individu. Secara sederhana dapat diterima logis bahwa fisik pria akan lebih kuat dibandingkan dengan wanita. Bahwa wanita sering lebih teliti melaksanakan prosedur kerja dibandingkan pria. Faktor umur yang ekstrim juga demikian, bahwa ketika seseorang menjadi lebih tua prestasi kerjanya semakin disiplin atau sebaliknya karena perkembangan disiplin pribadi. Faktor lain seperti kemampuan dan keterampilan, pengalaman serta latar belakang juga merupakan hal yang berpengaruh terhadap kinerja individu. (Gibson, 2006).


(30)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, dirumuskan permasalahan dalam penelitian; apakah faktor individu, psikologis dan organisasi berpengaruh terhadap kinerja pelayanan dokter spesialis di Rumah Sakit Bhayangkara Medan secara simultan dan parsial.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh faktor individu, psikologis dan organisasi terhadap kinerja pelayanan dokter spesialis di Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

1.4. Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini adalah : terdapat pengaruh faktor individu, psikologis dan organisasi terhadap kinerja pelayanan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan secara simultan dan parsial.


(31)

1.5. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak yaitu :

1. Sebagai bahan masukan bagi pihak RS pada umumnya untuk menyikapi interpretasi hasil penelitian tentang pengaruh dari 3 aspek atribut yang berpotensi yaitu individu, psikologis dan organisasi terhadap kinerja dokter spesialis di RSBM.

2. Memberikan masukan kepada RSBM pada khususnya sebagai pengelola Restitusi Dana Pemeliharaan Kesehatan di Tingkat Polda Sumut bagaimana faktor pembiayaan yang dilakukan berpengaruh terhadap nilai-nilai kinerja dokter spesialis.

3. Sebagai bahan studi kepustakaan dan memperkaya penelitian ilmiah di Program Studi Magister (S2) Ilmu Kesehatan Masyarakat FKM USU khususnya Minat Studi Administrasi Rumah Sakit.

4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya dan informasi bagi pihak yang berkepentingan untuk mengkaji masalah yang sama di masa yang akan datang.


(32)

13 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelayanan Kesehatan Polri

2.1.1. Pengertian Pelayanan Kesehatan Polri

Pelayanan kesehatan adalah upaya, pekerjaan atau kegiatan kesehatan yang ditujukan untuk mencapai derajat kesehatan perorangan/ masyarakat yang optimal/ setinggi-tingginya (Pusdokkes Polri, 2006). Pelayanan Kesehatan Polri adalah upaya-upaya tersebut yang dilakukan pada fasilitas kesehatan yang dimiliki Polri maupun non Polri terutama melayani masyarakat lingkungan Polri serta masyarakat umum yang ada disekitarnya. Pelayanan yang tersedia dalam bentuk rawat jalan, gawat darurat dan rawat inap.

Pelayanan kesehatan Polri pada tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia dikoordinir oleh satuan organisasi penunjang yaitu Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri (Pusdokkes Polri). Di tingkat kewilayahan/ Polda, fungsi ini diemban oleh Bidang Kedokteran dan Kesehatan Polri (Biddokkes).

2.1.2. Jenis Pelayanan Kesehatan Polri di Tingkat Propinsi Pelayanan kesehatan oleh instansi Polri terdiri dari :

2.1.2. 1. Pelayanan Rawat jalan termasuk Unit Gawat Darurat meliputi : (1) Poliklinik rumah sakit Polri; (2) Poliklinik induk di Polda; (3) Poliklinik tingkat

Poltabes/Polres.


(33)

2.1.3. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Polri

Sama seperti rumah sakit lainnya di Indonesia tugas sekaligus fungsi dari rumah sakit Polri adalah :

1. Melaksanakan pelayanan medis, pelayanan penunjang medis, 2. Melaksanakan pelayanan medis tambahan,

3. Melaksanakan pelayanan penunjang medis tambahan, 4. Melaksanakan pelayanan medis khusus,

5. Melaksanakan pelayanan rujukan kesehatan, 6. Melaksanakan pelayanan kedokteran gigi, 7. Melaksanakan pelayanan kedokteran sosial, 8. Melaksanakan pelayanan penyuluhan kesehatan, 9. Melaksanakan pelayanan rawat jalan,

10. Melaksanakan pelayanan gawat darurat, 11. Melaksanakan pelayanan rawat inap, 12. Melaksanakan pelayanan administratif,

13. Melaksanakan pelayanan administrasi Rekam Medis 14. Melaksanakan pendidikan Medis dan Para medis, 15. Membantu penelitian dan pengembangan kesehatan, 16. Membantu kegiatan penyelidikan epidemiologi,

17. Melaksanakan pelayanan Kedokteran Kehakiman / Kedokteran Kepolisian ( Spesifikasi layanan Rumah Sakit Polri )


(34)

2.2. Pembiayaan Pelayanan Kesehatan Polri

Pelayanan kesehatan Polri dilaksanakan dengan menggunakan dana APBN dan dana pemeliharaan kesehatan yang ditanggung oleh negara melalui sistem iuran Personil Polri serta dana non APBN yang berasal dari hasil pemanfaatan fasilitas pelayanan polri oleh masyarakat umum.

Seluruh personil Polri baik Anggota maupun Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Polri adalah termasuk pegawai negeri (UU RI No. 43 TAHUN 1999). Oleh karena itu juga tunduk pada aturan pemerintah. Dalam hal ini Pemerintah telah menetapkan bahwa seluruh Pegawai Negeri termasuk Personil Polri wajib membayar iuran untuk pembiayaan pemeliharaan kesehatan yang dikutip setiap bulannya yang besar serta tata cara pemungutannya ditetapkan dengan peraturan pemerintah. (PP RI No. 28 TAHUN 2003 dan Skep Kapolri No.Pol : Skep / 245/ II/ 2006 ). Dana tersebut dikumpulkan langsung oleh kantor pusat Menteri Keuangan kemudian diserahkan kepada pengelola yang sudah ditetapkan pemerintah (Tjiptoherijanto P, Soesetyo B, 1994).

Namun dalam pengelolaannya, dana pembiayaan kesehatan yang dalam lingkungan kepolisian dikenal dengan istilah DPK (Dana Pemeliharaan kesehatan) berbeda dengan PNS non Personil Polri. Dana pemeliharaan kesehatan PNS non Personil Polri dikelola oleh PT. Askes sedangkan Personil Polri dikelola oleh Polri sendiri melalui unit kerja organisasi Polri yang mengurusi masalah kesehatan yaitu Pusdokkes Polri di tingkat Mabes Polri dan Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) di tingkat Polda.


(35)

2.2.1. Dana Pemeliharaan Kesehatan Polri

Dana DPK Polri adalah hasil dari potongan gaji anggota Polri dan PNS Polri sebesar 2% dari gaji bruto (gaji pokok) yang diterima langsung oleh Polri dari Departemen Keuangan. DPK digunakan untuk pengadaan obat-obatan dan alat kesehatan terbatas, restitusi dan peningkatan kemampuan pelayanan kesehatan Polri. Distribusi DPK tersebut saat ini adalah 25% untuk Mabes Polri, 5% Rumah Sakit Kepolisian Pusat RS. Soekanto dan 70% untuk kewilayahan / Polda.

Mekanisme pendistribusian kepada Biddokkes Polda dan RS. Bhayangkara akan ditentukan dengan perbandingan/persentase tertentu berdasarkan penilaian atas beban/kinerja Biddokkes dan RS. Bhayangkara. Penggunaannya diatur sebagai berikut:

a. DPK bagi Biddokkes Polda penggunaannya untuk :

1. Pengadaan Obat dan Alkes/ bahan habis pakai, yang tidak terpenuhi dari pengadaan pusat untuk pelayanan kesehatan di luar RS. Bhayangkara termasuk Poliklinik di tingkat Polres maksimal 75%

2. Restitusi minimal 25%.

b. DPK bagi RS. Bhayangkara Polda penggunaannya untuk : 1. Pengadaan obat dan alkes / bahan habis pakai minimal 80%

2. Regulasi apotik untuk penggantian biaya pembelian obat-obatan yang karena keadaan tertentu tidak tersedia di fasilitas kesehatan polri maksimal 20% (Skep Kapolri No.Pol : Skep / 245/ II/2006).


(36)

2.2.2. Restitusi pada DPK Polri

Restitusi adalah penggantian pelayanan kesehatan anggota Polri/ PNS Polri dan keluarganya yang berobat di luar fasilitas kesehatan Polri berdasarkan rujukan dari Pusdokkes Polri dan jajarannya. Restitusi adalah semacam asuransi kesehatan Polri. Restitusi berlaku pada pembiayaan yang telah dikeluarkan oleh peserta di luar kemampuan fasilitas kesehatan Polri, dengan perkataan lain pembiayaan ditanggung dahulu oleh anggota /PNS Polri pada pelayanan kesehatan di luar fasilitas kesehatan Polri. Kemudian diajukan klaim penggantian dan pembayarannya oleh Dokkes Polri. Besarnya penggantian biaya adalah sampai batas maksimal seperti yang tertera dalam daftar jaminan. Ketentuan besarnya pembiayaan merujuk pada standar pemerintah dalam hal ini standar PT. Askes Indonesia (Biddokkes Polda Sumut, 2006).

2.2.3. Perbedaan dan Persamaan Askes Sosial dengan DPK Polri

Askes Sosial adalah sumber dana pemeliharaan kesehatan yang berasal dari 2 % pemotongan gaji bruto seluruh PNS Republik Indonesia ( kecuali PNS TNI/Polri) dan seluruh pensiunan PNS dan Purnawirawan TNI/Polri yang pengelolaannya dipercayakan kepada PT. Askes yang disalurkan dari Departemen Keuangan. Dari Tabel 2.1 terlihat perbedaan antara Askes Sosial dan DPK Polri.

2.2.4. Dana Non APBN Rumah Sakit di Lingkungan Polri

Dana Non APBN Rumah Sakit adalah dana yang merupakan hasil penerimaan dari pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum yang dikelola sesuai dengan


(37)

ketentuan-ketentuan pengelolaan APBN (Skep Kapolri No.Pol : Skep / 1665/ XII/2000). Pelayanan kesehatan yang diberikan dapat berasal dari Tenaga Medis dan Paramedis baik oleh Personil Organik maupun Dokter Konsulen Tamu di RSBM.

Hasil dari pelayanan ini pengendalian penggunaannya diatur dengan persentase menurut perbandingan yaitu 60% untuk operasional pelayanan masyarakat umum, 20% untuk peningkatan pelayanan pasien dinas dan 20% untuk peningkatan kemampuan operasional rumah sakit, termasuk peningkatan pelayanan pasien dinas, diantaranya adalah honor dan tambahan biaya rujukan. Dalam hal ini pemanfaatannya dapat digunakan untuk membiayai dokter spesialis yang dilakukan terhadap pasien tanggungan Polri.

Tabel 2.1. Persamaan dan perbedaan Askes Sosial dan DPK Polri

Askes Sosial DPK Polri

Sumber Dana 1.Pemerintah (Departemen Keuangan )

2.Pemotongan 2% Gaji Bruto PNS dan 5% pensiunan TNI/Polri

1.Pemerintah (Departemen Keuangan)

2. Pemotongan 2% Gaji Bruto Anggota/PNS Polri

Sifat Compulsary ( wajib ) Compulsary ( wajib )

Pengelola PT. Askes Indonesia ( BUMN ) Mabes Polri / Pusdokkes Polri (masih sentralistik )

Tempat pelayanan Bisa dipergunakan pada fasilitas yang sudah ditentukan PT. Askes, umumnya seluruh fasilitas

kesehatan pemerintah (jumlahnya lebih bervariasi)

Hanya bisa dipergunakan khususnya pada fasilitas kesehatan milik Polri serta non Polri atas persetujuan dan wewenang pusat (jumlahnya terbatas)

Jumlah Pelayanan Banyak dan lebih bervariasi Terbatas


(38)

2.3. Kinerja

2.3.1. Definisi Kinerja

Kinerja berasal dari pengertian performance. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kinerja adalah sesuatu yang dicapai; prestasi yang diperlihatkan; kemampuan kerja (tentang peralatan). Sedang menurut istilah, kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya (Wibowo, 2007).

Kinerja mencakup beberapa variabel yang berkaitan; input, perilaku-perilaku (proses), output dan outcome (dampak). Variabel variabel tersebut tidak dapat dipisahkan dan saling berkaitan. Dalam satu organisasi yang terdiri dari individu-individu yang memiliki karakteristik yang berbeda, perilaku individu-individu dalam organisasi berpengaruh terhadap output dan outcome yang akan diraih oleh organisasi. Organisasi akan berhasil mencapai tujuannya apabila perilaku-perilaku individu dapat diarahkan dan dimotivasi untuk mencapai output tertentu (Laurensius F, 2005)

Kinerja suatu organisasi dipengaruhi faktor-faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain kecerdasan, keterampilan, kestabilan emosi, motivasi, persepsi peran, kondisi keluarga, kondisi fisik dan karateristik kelompok kerja. Sedang faktor eksternal antara lain peraturan, keinginan pelanggan, pesaing, nilai-nilai sosial, serikat buruh, kondisi ekonomi, perubahan lokasi kerja, dan kondisi pasar (Tika MP, 2006 ).


(39)

Konsep yang lebih sederhana adalah bahwa pelaksanaan kinerja akan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang bersumber dari pekerja sendiri maupun yang bersumber dari organisasi. Dari pekerja sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau kompetensinya sedang dari sisi organisasi dipengaruhi oleh seberapa baik kepemimpinan suatu organisasi dalam hal pemberdayaan pekerja, pemberian penghargaan dan peningkatan kemampuan pekerja (Wibowo, 2007)

Menurut Cokroaminoto (2007) ada 3 hal yang mempengaruhi unsur penilaian kinerja yaitu karakteristik individu, prilaku dan hasil yang dicapai (Tabel 2.2). Namun dalam menilai kinerja pelayanan dokter spesialis di RSBM hanya beberapa indikator dari unsur- unsur tersebut yang relevan digunakan.

2.3.2. Fungsi – fungsi Pekerjaan/Kegiatan yang Terkait Kinerja

Ada beberapa fungsi pekerjaan/ kegiatan yang terkait dengan kinerja perusahaan yaitu strategi perusahaan, pemasaran, operasional, sumber daya manusia dan keuangan.

Bidang keuangan menurut Martin JD et al (1995) menyangkut aspek deskriptif dan komprehensif. Aspek deskriptif meliputi peraturan pemerintah, cara-cara meningkatkan modal serta bagaimana perusahaan dapat merger. Aspek komprehensif meliputi aspek pencaharian dan penggunaan dana secara efisien. Pengukuran kinerja keuangan mengarah pada perbaikan, perencanaan, implementasi dan pelaksanaan strategis (Tika MP, 2006).

Penggunaan dana salah satunya menyangkut pembiayaan sumber daya manusia. Pembiayaan sumber daya manusia yang terbesar adalah penghasilan


(40)

pegawai/pekerja yang mengawaki suatu organisasi. Dari sudut perusahaan/organisasi pemberian penghasilan atau imbalan jasa akan selalu dikaitkan dengan kuantitas, kualitas dan manfaat jasa yang dipersembahkan oleh pekerja. Selain itu penghasilan pekerja pada perusahaan/organisasi merupakan komponen biaya yang perlu dikendalikan jika menyangkut urusan meraih laba. Sedang ditinjau dari sudut pandang pekerja, penghasilan adalah wujud dari balas jasa karena perusahaan/organisasi mampu memproduksi sesuatu disebabkan oleh keberadaan dan karya nyata mereka (Wungsu J, 2003). Oleh karenanya diperlukan pengaturan keuangan yang efektif dan efisien untuk mewujudkan kinerja organisasi.


(41)

Tabel 2.2. Unsur-unsur Penilaian Kinerja ( Cokroaminoto, 2007)

1. KARAKTERISTIK INDIVIDU

Keahlian

Pengetahuan kerja

Kepemilikan sertifikat/ijin keahlian

Kemampuan

Kekuatan fisik

Koordinasi anggota badan dlm bekerja Kemandirian

Kebutuhan

Hasrat untuk berhasil Kebutuhan sosial Sikap Kejujuran Loyalitas Kreativitas Kepemimpinan 2. PERILAKU

Pelaksanaan tugas pokok (berdasarkan identifikasi dan elemen kritis pekerjaan) Menjelaskan produk kepada calon pembeli

Menjual produk

Melakukan pengepakan dan pengiriman Menanggapi komplain dan keluhan Mematuhi perintah

Melaporkan masalah Merawat perlengkapan Membuat catatan pekerjaan Mengikuti peraturan Hadir secara teratur Memberi saran

3. HASIL

Jenis/kuantitas Produk Nilai jual Produk Tingkat Produksi Pelanggan yang dilayani Kualitas Produksi

Efektivitas penggunaan bahan Efektivitas penggunaan alat Tingkat keselamatan kerja Kepatuhan terhadap prosedur Kepuasan pelanggan


(42)

2.3.3. Hubungan Kompensasi dan Kinerja

Kompensasi adalah kontra prestasi terhadap penggunaan tenaga atau jasa yang telah diberikan oleh tenaga kerja. Werther dan Davis (1996) mendefinisikan kompensasi sebagai apa yang diterima pekerja sebagai tukaran atas kontribusinya kepada organisasi.

Seorang pekerja memberikan waktu dan tenaganya kepada organisasi dan sebagai kontra prestasinya, organisasi memberikan imbalan atau kompensasi yang bentuknya dapat bervariasi. Sistem yang digunakan organisasi dalam memberikan imbalan tersebut dapat mempengaruhi motivasi kerja dan kepuasan kerja karyawan.

Penerapan sistem yang salah dalam pemberian penghargaan akan berakibat timbulnya demotivasi dan tidak adanya kepuasan kerja dikalangan pekerja yang akhirnya dapat menyebabkan turunnya kinerja baik pekerja maupun organisasi itu sendiri (Wibowo, 2007).

Menurut Werther dan Davis (2001) yang dikutip dari Wibowo (2007) menyebutkan bahwa tujuan manajemen kompensasi diantaranya adalah memperoleh personil berkualitas, mempertahankan karyawan yang ada, memastikan keadilan, menghargai perilaku yang diinginkan serta memfasilitasi saling pengertian.

2.4. Landasan Teori

Grand teori untuk menjadi landasan penelitian adalah Model Teori Kinerja Gibson. Teori ini memadukan 4 komponen penting yang dapat disebut sebagai faktor-faktor. Tiga (3) faktor diantaranya adalah (1) Variabel Individu (2) Variabel


(43)

Psikologis dan (3) Variabel Organisasi yang dapat dikategorikan sebagai variabel kausa (independen) terhadap 1 faktor ke empat yaitu Variabel Prilaku Individu yang identik sebagai Variabel Kinerja. (Gambar 2.1) .

Gambar 2.1. Model Teori Kinerja Gibson (2008).

Pada model tersebut dinyatakan ada pengaruh 3 faktor (variabel) utama terhadap kinerja / pencapaian seseorang baik di dalam produk kerja yang tampak dalam prestasi kerja per target ataupun dapat dicermati dari bentuk perubahan prilaku pegawai menyesuaikan diri di jalur ketetapan, peraturan serta budaya komunitas organisasi yang menjadi tempatnya bersekutu.

Di dalam kerangka konsep grand teori ini akan diperkaya dan disederhanakan menyesuaikan materi penelitian dengan garis besar tujuan penelitian. (1) Pada

Variabel Kinerja Individu Variabel

Psikologis

Variabel Organisasi Variabel Individu


(44)

Variabel Individu dibahas mengenai faktor-faktor pengetahuan dan keterampilan. (2) Pada Variabel Psikologis akan dicermati beberapa butir utama terkait masalah motivating factor (faktor motivasi F.Herzberg; 1966) yang disebut oleh Gibson (2008) sebagai intrinsic variable. Pada kesempatan berikutnya di variabel organisasi dicermati komponen Hygienevariable (hygiene teori F. Herzberg; 1966) yang disebut Gibson (2008) sebagai faktor ekstrinsik, dalam hal ini berfokus pada masalah imbalan ( pembiayaan).

Data-data yang diukur dalam kuesioner yang terstruktur untuk mencermati persepsi responden menilai apa yang mereka rasakan selama bekerja di RSBM, kemudian dianalisis bagaimana regresinya dikaitkan dengan variabel kinerja/prilaku dari responden satu demi satu. Dari analisis semacam ini diharapkan akan dapat diketahui besar koefisien pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen yaitu perubahan prilaku atau disebut sebagai kinerja dokter spesialis di dalam pelayanan mereka di RSBM.

Pemberian kompensasi yang adil dan layak melalui sistem pengupahan akan mendorong setiap pekerja meningkatkan kinerjanya (Simanjuntak PJ, 2005). Upah diberikan pada pekerja sebagai kompensasi atas waktu dan tanggung jawab yang telah diserahkan. Menurut Wibowo (2007), ada dua sistem pembayaran upah yaitu Team – based pay dan Skill-based pay. Team –based pay adalah pembayaran berbasis tim menghubungkan pembayaran dengan perilaku kelompok kerja. Dalam hal ini individu menerima penghargaan atas dasar kerja sama kelompok dan /atau tim menerima penghargaan atas hasil kolektif. Sedangkan menurut Gibson, Ivancevich dan Donally (2000) Skill-based pay merupakan upah yang dibayar pada tingkat yang


(45)

diperhitungkan dan berdasar pada keterampilan dimana pekerja menguasai, menunjukkan dan berkembang dalam mewujudkan pekerjaan mereka . Tabel 2.3 akan memperlihatkan kerugian dan keuntungan skill-based pay.

Menurut pengamatan penulis sistem Skill – based pay merupakan sistem yang sering dipakai dalam penerapan pengupahan pada dokter spesialis yang bekerja di rumah sakit pemerintah non Depkes/Pemda serta rumah sakit swasta, di mana banyak terdapat tenaga spesialis konsulen dari luar yang berasal dari rumah sakit pemerintah Depkes/Pemda yang mengabdikan diri secara paruh waktu.

Tabel 2. 3. Keuntungan dan Kerugian Sistem Skill-based pay

Keuntungan Kerugian

Memberikan motivasi yang kuat pada pekerja

Pekerja hanya menyukai pekerjaan tingkat tinggi karena rata-rata upahnya lebih tinggi

Memperkuat rasa percaya diri Diperlukan investasi dalam training pekerja

Tenaga kerja yang fleksibel Tidak semua pekerja menyukai, karena ditekan terus untuk semakin meningkatkan keterampilan

(Sumber: Widodo, 2007)

Menurut Gibson dkk (2000) tujuan utama program penghargaan (dalam hal ini kompensasi) adalah untuk menarik orang yang cakap untuk bergabung dalam organisasi, menjaga pekerja agar datang untuk bekerja dan memotivasi pekerja untuk mencapai kinerja yang tinggi. Hal tersebut dituangkan dalam bentuk model sebagai berikut ( Gambar 2.2) :


(46)

Proses penghargaan merupakan integrasi antara motivasi, kinerja, kepuasan dan penghargaan. Kinerja merupakan hasil dari kombinasi usaha dari individu dan kemampuan, keterampilan dan pengalaman orang. Penghargaan diharapkan dapat meningkatkan motivasi pekerja karena merasa bahwa pekerjaannya dihargai sehingga meningkatkan kinerja pekerja. Di samping itu, penghargaan dan kinerja tinggi akan meningkatkan kepuasan kerja pekerja.

Hal yang penting diperhatikan dalam pemberian penghargaan :

1. Penghargaan harus cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia

2. Individu cenderung membandingkan penghargaan dengan yang lainnya, jika terjadi ketidak adilan akan terjadi ketidak puasan


(47)

3. Manajer yang membagikan penghargaan harus mengenal perbedaan individu

(Widodo, 2007, Winarni,F dan Sugiyarso,G., 2000 )

Hasil atau manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari pemberian penghargaan adalah untuk menarik, memotivasi, mengembangkan, memuaskan dan mempertahankan pekerja agar tidak meninggalkan organisasi. Sementara itu sebagai norma penghargaan adalah memaksimalkan keuntungan, memberikan keadilan, kesamaan perlakuan dan pemenuhan kebutuhan. Tipe penghargaan terdiri dari unsur ekstrinsik yaitu finansial, material dan sosial, sedang unsur intrinsik adalah psikis. Sementara itu kriteria distribusi menyangkut hasil, perilaku dan faktor lain. Model ini dikemukakan oleh Kreitner dan Kinicki (2001) yang terlihat pada Gambar 2.3.


(48)

2.5. Penelitian Terdahulu

Minaria pada tahun 2004 telah meneliti hubungan faktor individu, organisasi dan psikologis dengan kinerja pegawai di Balai Pengamanan Fasilitas Kesehatan (BPFK) Medan Tahun 2004. Tema penelitian terbilang sama dengan berfokus pada kinerja pegawai berdasarkan kaitannya dengan faktor-faktor kinerja dari Gibson.

Penekanan tema oleh Minaria adalah masalah hubungan (korelasi) antara faktor-faktor independen yaitu individu, psikologis dan organisasi dengan faktor dependen yaitu aspek kinerja pegawai. Pendekatan yang dibuat Minaria sedikit berbeda dengan penelitian ini karena di RSBM pembuktian hipotesa dominan dilakukan dengan melihat pengaruh faktor pembiayaan oleh organisasi terhadap kinerja individu dokter spesialis.

Pada penelitian Minaria ditemukan hasil-hasil sebagai berikut :

1. Ada hubungan yang bermakna (signifikan) antara tingkat pengetahuan, keterampilan, sarana, kepemimpinan, imbalan dan motivasi terhadap kinerja pegawai BPFK Medan (nilai signifikansi p < 0,05).

2. Uji logistik berganda simultan menunjukkan faktor individu memiliki pengaruh lebih besar terhadap kinerja pegawai BPFK lebih besar dari nilai pengaruh faktor psikologi ataupun faktor organisasi.

3. Regresi logistik parsial menunjukkan nilai keterampilan lebih dominan mempengaruhi nilai kinerja dibandingkan dengan pengaruh oleh nilai pengetahuan, kepemimpinan, imbalan dan motivasi.


(49)

2.6. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian adalah garis besar teoritis (grand theory) dari penelitian yang diterapkan ke dalam proses / alur penelitian. Pemakaian kerangka konsep kemudian dipertegas dalam ulasan definisi operasional sehingga prinsip yang dikandung tetap berada di jalur teoritis. Pada penelitian ini, terdapat pembatasan-pembatasan terhadap variabel penelitian. Faktor individu hanya dibatasi pada faktor pengetahuan dan keterampilan. Faktor psikologis dibatasi pada sikap dan motivasi, sedang faktor organisasi dibatasi pada masalah imbalan dalam hal ini adalah honor yang diterima. Pembatasan dilakukan dengan pertimbangan penekanan pada pembiayaan dokter spesialis di RSBM ( Gambar 3.1.).


(50)

Variabel Dependen Variabel Independen

FAKTOR PSIKOLOGIS (X2)

1. Aspek Motivasi (X2.1)

a. Tanggung jawab (X2.1.1)

b. Kepuasan kerja (X2.1.2)

c. Pengakuan prestasi kerja (X2.1.3)

2. Aspek Persepsi :

Persepsi terhadap inequity (X2.2)

3. Aspek Sikap (X2.3)

FAKTOR INDIVIDU (X1

1. Aspek pengetahuan (X1.1)

2. Kemampuan dan keterampilan (X1.2.)

KINERJA DOKTER SPESIALIS (Y)

FAKTOR ORGANISASI (X3)

Aspek Imbalan ( honor) (X3.1)

a. Peraturan (X3.1.1)

b. Administrasi Keuangan RSBM (X3.1.2)

c. Jumlah Honor Diterima (X3.1.3)

d. Waktu Pembayaran Honor (X 3.1.4)


(51)

32 BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini adalah penelitian survey, dengan tipe explanatory research yaitu penelitian yang menjelaskan pengaruh diantara variabel-variabel penelitian dengan instrumen uji statistik.

3.2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Bhayangkara Medan milik Instansi Polri Tingkat II setara rumah sakit tipe B Depkes RI. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada April- Juni 2010.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dokter spesialis non residen yang menjadi konsulen di Rumah Sakit Bhayangkara Medan sebanyak 30 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah total populasi.

3.4. Metode Pengumpulan Data

3.4.1. Data Primer dikumpulkan terutama dengan memakai instrumen wawancara terstruktur yang disusun dalam bentuk kuesioner.

3.4.2. Data sekunder dikumpulkan dari laporan absensi para dokter spesialis, berkas rekam medik serta profil Rumah Sakit Bhayangkara Medan.


(52)

Perlu dinyatakan bahwa pada penelitian terhadap para dokter spesialis yang mayoritas adalah dokter non residen RSBM ataupun Polri, tidak dapat memakai standar DP3 karena status non residen mayoritas adalah non organik Polri.

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Sebelum dilakukan penelitian kepada responden, terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Uji validitas dan reliabilitas merupakan uji kualitas data terhadap penggunaan kuesioner kepada 30 orang sampel. Uji validitas dilaksanakan untuk menunjukkan apakah materi yang dipakai dalam kuesioner mampu menunjukkan pengukuran yang dipakai benar-benar menyatakan hasil pengukuran yang valid(absah) atas semua variabel yang diukur.

Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total menggunakan rumus korelasi Pearson (product moment r). Ketentuan yang dipakai adalah jika r hitung > tabel, maka pertanyaan valid dan jika nilai r hitung < r tabel, maka pertanyaan tidak valid (Riduwan, 2009).

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Dalam penelitian ini digunakan cara One Shot yaitu pengukuran hanya sekali dan kemudian hasil dibandingkan dengan pertanyaan lain karena cara Repeated Measure ( ukur ulang) akan memakan waktu serta responden yang sama belum tentu bersedia ditanya untuk kesekian kalinya


(53)

( Riyanto A, 2009). Teknik untuk menghitung indeks reliabilitas dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis realibilitas alat ukur dari satu kali pengukuran dengan ketentuan jika nilai r alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel sedang jika nilai r alpha < r tabel, maka dinyatakan tidak reliabel (Riduwan, 2009).

a. Uji Validitas

Uji validitas dalam hal ini dilakukan pada rumah sakit tipe sejenis yaitu di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan sebanyak 30 orang dokter spesialis. Menurut Arikunto (1998), bahwa jumlah responden untuk uji coba adalah 15-50 responden. Responden dalam uji coba validitas tidak diikutkan sebagai responden dalam penelitian ini. Sedangkan untuk variabel kinerja dilakukan pada beberapa pihak manajemen rumah sakit yang dianggap layak dan mengetahui kinerja dokter spesialis di rumah sakitnya dengan total jumlah responden 20 orang.

Pengujian validitas instrumen dengan bantuan perangkat lunak komputer yaitu SPSS, nilai validitas dapat dilihat pada kolom Corrected Item-Total Correlation. Jika angka korelasi yang diperoleh lebih besar dari pada angka kritik ( r hitung > r tabel ) maka instrumen tersebut dikatakan valid. Angka kritik pada penelitian ini untuk variabel independen adalah N-2=30-2=28 dengan taraf signifikansi 5% maka angka kritik untuk uji validitas pada penelitian adalah 0,374 berdasarkan pengujian validitas instrumen, nilai corrected item-total correlation bernilai positif dan diatas nilai r tabel 0,374 yang artinya semua butir pertanyaan dapat valid. Sedangkan untuk


(54)

variabel dependen angka kritiknya adalah N - 2 = 20-2=18 dengan taraf signifikansi 5% maka angka kritik untuk uji validitas pada penelitian adalah 0,304 berdasarkan pengujian validitas instrumen, nilai corrected item-total correlation bernilai positif dan diatas nilai r tabel 0,304 yang artinya semua butir pertanyaan dapat valid.

b. Uji Reliabilitas

Setelah dilakukan uji validitas maka selanjutnya dilaksanakan uji reliabilitas pada alat ukur atau instrumen penelitian. Uji Reliabilitas dilakukan menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis realibilitas alat ukur dari satu kali pengukuran dengan ketentuan jika nilai r alpha > r tabel, maka dinyatakan reliabel sedang jika nilai r alpha < r tabel, maka dinyatakan tidak reliabel. Hasil dari uji reliabilitas terhadap kuesioner pada 30 responden di Rumah Sakit Islam Malahayati Medan didapatkan semuanya reliabel.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1. Variabel Independen

Variabel independen terutama dalam penelitian ini adalah faktor individu dokter spesialis berupa pengetahuan dan keterampilan diukur dalam skala rasio, faktor psikologis yang dialami responden terkait motivasi (faktor intrinsik, diukur dalam skala rasio; dan apa yang dialami oleh pihak individu responden terkait faktor organisasi antara lain besarnya honor, cara pembayaran honor (identik dengan


(55)

masalah dana restitusi DPK dan dana Non APBN) yang dipakai untuk mengoperasikan pelayanan di RSBM (skala rasio).

3.5.2. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kinerja pelayanan Dokter Spesialis di RSBM yang dinilai dari indikator karekteristik individu, prilaku dan hasil kerja.

3.6. Metode Pengukuran Variabel-Variabel

Pada Tabel 3.6. menggambarkan variabel-variabel penelitian yang dibuat logis untuk dilaksanakan secara realistis dan tetap valid dalam hitungan statistik regresi.


(56)

Tabel 3.6. Matrik Variabel, Definisi Operasional, Dimensi, Indikator dan Skala Ukur

No. Variabel& Definisi Operasional

Dimensi Indikator Skala Ukur

1 Variabel individu adalah aspek-aspek yang meliputi pengetahuan serta kemampuan / keterampilan. Penilaian pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang berpotensi berpengaruh pada kinerja individu dokter spesilias di RSBM.

1.Prestasi 2.Kerja keras 3.Pengetahuan

terbaru profesi 4.Pemahaman SOP 5.Penyelesaian pekerjaan 6.Kreatifitas 7.Keterlibatan manajemen non profesi

Skala rasio antara

nilai performa per nilai target yang ideal. Nilai kemu dian diletakkan pada 5 skala interval

2 Variabel

Psikologis adalah aspek aspek yang meliputi motivasi, persepsi dan sikap.

Penilaian motivasi persepsi dan sikap yang berpotensi berpengaruh pada kinerja individu dokter spesilias di RSBM.

1.Tanggung jawab 2.Kepuasan kerja 3.Pengakuan

prestasi kerja 4.Persepsi terhadap

inequity 5.Sikap

Skala rasio antara

nilai performa per nilai target yang ideal. Nilai kemu dian diletakkan pada 5 skala interval

3 Variabel

Organisasi dalam penelitian ini menekankan pada aspek pembiayaan dokter spesialis yang berpotensi berpengaruh pada kinerja pelayanan di RSBM. Penilaian faktor pembiayaan dokter spesialis yang berpotensi berpengaruh

pada kinerja individu

1.Peraturan 2.Administrasi

keuangan RSBM 3.Jumlah honor

diterima 4.Waktu

pembayaran honor

Skala rasio antara

nilai performa per nilai target yang ideal. Nilai kemu dian diletakkan pada 5 skala interval

4 Kinerja Dokter

Spesialis adalah hasil kerja dokter spesialis yang berpotensi

berpengaruh pada kinerja pelayanan di RSBM.

Penilaian hasil kerja yang berpotensi berpengaruh pada kinerja individu 1.Karekteristik individu 2.Persepsi 3.Hasil

Skala rasio antara

nilai performa per nilai target yang ideal. Nilai kemu dian diletakkan pada 5 skala interval


(57)

3.7. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan adalah uji regresi linear berganda parametrik yaitu salah satu pendekatan model matematis yang digunakan untuk menganalisis koefisien pengaruh dari 3 variabel bebas (simbol X1,2,3) terhadap 1

variabel tergantung (simbol Y) (Yasril dan Kasjono HS, 2009). Analisis bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor individu, psikologis dan organisasi terhadap kinerja pelayanan dokter spesialis di RSBM, pada tingkat kemaknaan 95% (nilai probabilitas 0,05) dengan persamaan sebagai berikut :

Keterangan rumus :

Y = Variabel Kinerja (dependent variable) yaitu performa dokter spesialis a = konstanta persamaan regresi linier

b1,2,3 = koefisien regresi variabel independent X1,2,3

(individu, psikologis dan organisasi)

Sebelum dilakukan pengujian, sesuai dengan prosedur normatif, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik sebagai syarat untuk masuk ke analisis regresi linear berganda, yaitu uji normalitas, multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi (Situmorang SH dkk, 2008). Semua uji yang dipersyaratkan menggunakan instrumen statistik regresi multivariat. Ketetapan signifikansi dibuat dalam ketentuan probabilitas < 0,05 untuk menolak hipotesa nol, bila probabilitas > 0,05 untuk menerima hipotesa nol. Bila hipotesa nol diterima, berarti tidak ada pengaruh yang bermakna dari variabel independen (kelompok X) terhadap variabel


(58)

dependen Y atau sebaliknya bila < 0,05, ada pengaruh dari keberadan variabel idependen tertentu terhadap Y ( Lubis AF dkk, 2007).


(59)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Rumah Sakit Bhayangkara Medan

RSBM dibangun pada tahun 1966 oleh Brimob Resimen V yang berlokasi di Jl.Putri Hijau Medan. Pada tahun 1972 RSBM dipindahkan ke Jl. KH. Wahid Hasyim No. 1 Medan, Kecamatan Medan Merdeka dengan luas tanah 5.821 m² dan bangunan seluas 4.676,5 m².

Pada tahapan selanjutnya berdasarkan Keputusan Kapolri No.Pol .: Skep/ 1549/ X/ 2001 tanggal 30 Oktober 2001 tentang Pengesahan Peningkatan / Penetapan dan Pembentukan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II, III dan IV RSBM ditetapkan sebagai rumah sakit tingkat II.

RSBM pada masa lalu lebih dikenal masyarakat luas dengan sebutan “Rumah Sakit Brimob” karena RSBM berlokasi di komplek markas Brimob Jl. Wahid Hasyim Medan. RSBM, di samping melayani kebutuhan masyarakat Polri yaitu polisi, pegawai negeri sipil yang bekerja di lingkungan Polri dan keluarganya, juga melayani keperluan pemeliharaan kesehatan masyarakat umum (Profil RSBM, 2008).

4.1.1.Visi, Misi, Motto dan Tugas Pokok

Visi : “ Memberikan pelayanan kesehatan yang profesional, proporsional, bermoral dan modern melalui peran yang dibangun secara kemitraan”.


(60)

Misi :

a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang optimal dan berkualitas.

b. Menyelenggarakan dan meningkatkan fungsi Kedokteran Kepolisian dalam rangka mendukung tugas – tugas kepolisian.

c. Meningkatkan kualitas dan kesejahteraan Sumber Daya Manusia Rumah Sakit Bhayangkara Medan sesuai dengan standar yang berlaku di Indonesia.

d. Mempersiapkan fasilitas pelayanan medis secara optimal dan tepat guna serta merawat sarana yang telah ada guna memperpanjang usia pakai.

Motto :

“Suksesku adalah kepuasan pasien “

“Keluhanmu adalah merupakan bebanku juga”

Tugas Pokok :

Tugas pokok Rumah Sakit Bhayangkara Medan adalah :

™ Memberikan pelayanan kesehatan yang paripurna ™ Merebut kepercayaan masyarakat

™ Meningkatkan kualitas pelayanan dan perlindungan terhadap masyarakat ™ Memberikan dukungan pada tugas operasional kepolisian

™ Mewujudkan rasa aman dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat


(61)

4.1.2. Fasilitas Pelayanan

1) Pelayanan Rawat Jalan ™ Poliklinik Umum ™ Poliklinik Gigi

™ Poliklinik Penyakit Dalam ™ Poliklinik Anak

™ Poliklinik Kebidanan dan Penyakit Kandungan ™ Poliklinik Mata

™ Poliklinik Paru ™ Poliklinik THT

™ Poliklinik Jiwa / Psikiatri ™ Poliklinik Kulit dan Kelamin ™ Poliklinik Orthopedi

™ Poliklinik Bedah Umum ™ Poliklinik Bedah Saraf

™ Poliklinik Bedah Thoraks / Kardiovaskuler ™ Poliklinik Bedah Urologi

2) Pelayanan Unit Gawat Darurat (UGD) 24 jam

Sesuai dengan ketentuan pemerintah dalam hal pelayanan rumah sakit, RSBM melaksanakan pelayanan Gawat Darurat terbuka untuk semua masyarakat. UGD selalu terbuka dan siap siaga sepanjang 24 jam setiap hari, dan selama 7 hari dalam seminggu.


(62)

3) Pelayanan Rawat Inap

Memiliki 120 tempat tidur yang terdiri dari : ™ Kelas Utama : 2 tempat tidur ™ Kelas I : 2 tempat tidur ™ Kelas III : 62 tempat tidur ™ Kelas : 20 tempat tidur ™ VIP : 4 tempat tidur ™ Isolasi : 1 tempat tidur ™ Tahanan : 9 tempat tidur ™ Zaal Anak : 20 tempat tidur

4.1.3. Pelayanan Penunjang Medis ™ Laboratorium

™ Apotek ™ Radiologi ™ Kamar Operasi

™ ICU (Intensive Care Unit) ™ Kamar Mayat / Forensik

™ PPT ( Pusat Pelayanan Terpadu )

™ Klinik VCT dan CST (Khusus untuk melayani kasus HIV-AIDS) ™ Ambulance


(63)

4.1.4. Ketenagaan (Sumber Daya Manusia)

Kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang mengawaki RSBM tergambar dari Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Sumber Daya Manusia Menurut Jenis Profesi

Pelayanan Dokter Full timer

(orang)

Part timer (orang)

1. Jumlah Dokter Umum 6 7

2. Jumlah Dokter Gigi 1 -

3. Jumlah Dokter Spesialis 5 30

Jumlah Dokter 12 37

Pelayanan Paramedis

1. Jumlah Paramedis Perawat 67 -

2. Jumlah Bidan 9 -

3. Paramedis Non Perawat 25 -

Jumlah Paramedis 101 -

Profesi lain-lain -

1. Apoteker 1 -

2. Sarjana lain 5 -

3. Lain – lain 66 -

Jumlah tenaga Non Medis 72 -

Jumlah Keseluruhan 185 Orang 37 Orang (Sumber : Profil RSBM 2008 )

Informasi SDM tersebut di atas dipaparkan karena terkait dengan judul penelitian tentang kinerja dokter spesialis, untuk dapat memenuhi kebutuhan pelayanan masyarakat yang bervariasi, RSBM melaksanakan perjanjian pelayanan kerja dengan beberapa dokter spesialis di Medan. Tujuannya adalah untuk dapat memenuhi tuntutan para pelanggan rumah sakit akan kebutuhan pelayanan dokter spesialis.


(64)

Para dokter spesialis bukan personel Polri, diikat dengan MOU (Memorandum of Understanding) berkaitan dengan hak dan kewajiban masing-masing dokter spesialis tersebut dalam menjalankan profesinya di lingkungan RSBM. Para dokter spesialis dengan sendirinya tetap diberi semacam honor sesuai dengan kesepakatan dan peraturan yang ditetapkan.

4.1.5. Struktur Organisasi Rumah Sakit Bhayangkara Medan

Pelayanan Manajemen di RSBM dijalankan berdasarkan tatanan struktur organisasi “hybrid” yaitu gabungan antara sistem manajemen hirarki garis dan fungsional. Model ini tetap mengadopsi model struktur organisasi rumah sakit yang berlaku umum di Indonesia. Bila di beberapa bagian ada dicantumkan beberapa pelayanan yang tidak umum bagi rumah sakit Non-Polri, hal tersebut dibuat karena terkait dengan fungsi RSBM menjalankan misi dukungan terhadap tugas-tugas Polri.

Dilihat dari Struktur Organisasi RSBM dapat dikatakan bahwa pada dasarnya struktur organisasi tersebut sebanding atau serupa dengan garis besar struktur organisasi RS yang dianjurkan Depkes RI. Hal yang berbeda biasanya adalah pemakaian istilah yang khas di lingkungan Polri.

Perbedaan struktur organisasi RSBM dengan struktur organisasi yang dianjurkan oleh Depkes RI ditandai dengan fungsi Komite Medis dan SPI (Staf Pengawasan Internal) yang termasuk dalam hirarki struktural. sementara itu Depkes menganut fungsi Komite Medik dan SPI yang terpisah dari hirarki struktural.


(65)

Gambar 4.1. Struktur Organisasi Rumah Sakit Bhayangkara Medan ( Profil RSBM, 2008)

Semestinya Komite Medis dan SPI adalah bagian fungsional yang bekerja membantu Direktur dalam pengendalian manajemen RSBM namun mereka tidak langsung memiliki kewenangan struktural memutuskan suatu kebijakan melainkan hanya memberi masukan pada Direktur. Di dalam Komite Medis semua dokter, baik yang umum, residen ataupun non-residen bernaung dan berkoordinasi secara profesional. Tidak ada dokter spesialis non-residen yang bekerja di RSBM memiliki jabatan struktural melainkan hanya memiliki tugas profesi yang fungsional saja yaitu

KARUMKIT

SET

SIDOKPOL

SPI

KOMED

SIYANMEDWAT SIJANGMEDUM

SMF INSTALASI

INSTALASI INSTALASI INSTALASI

INSTALASI INSTALASI INSTALASI

INSTALASI INSTALASI


(66)

pelayanan spesialisasi di bidang masing-masing. Dengan sendirinya bila dilihat dari tugas dan kewenangan, bahwa tidak semua para dokter ahli diberi kewenangan

manajemen tertentu, namun ada juga yang dituntut memberikan bantuan tanpa pamrih yaitu menjalankan tugas-tugas manajemen pengembangan manajemen rumah sakit.

4.2. Karakteristik Responden Dokter Spesialis RSBM

Hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin (Tabel 4.2.) menunjukkan bahwa dokter spesialis yang paling banyak adalah berjenis kelamin laki-laki yaitu 22 orang (73,33 %) sedang perempuan 8 orang (26,67%).

Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persen

Laki-Laki 22 73,33

Perempuan 8 26,67

Total 30 100

Hasil penelitian berdasarkan jenis spesialisasi bedah dan non bedah (Tabel 4.3.) menunujukkan bahwa dokter spesialis yang terbanyak adalah jenis bedah yaitu 16 orang (53,33 %) sedangkan non bedah 14 orang (46,67 %).


(1)

21.

Berapa nilai dokter spesialis

menjelaskan pelayanannya pada

petugas RSBM ?.

22.

Berapa persen ketanggapan dokter

spesialis mau menghadapi kritikan

atau masukan dari pihak pasien ?

23.

Berapa persen ketanggapan dokter

spesialis mau menghadapi kritikan

atau masukan dari pihak petugas

RSBM lain?

24.

Berapa persen kepatuhan dokter

spesialis mematuhi peraturan

umum pelayanan di RSBM?

25.

Berapa nilai kemauan dokter

spesialis merujuk permasalahan

pelayanan di RSBM pada

tingkatan yang lebih tinggi?

26.

Berapa persen tingkat kepatuhan

dan konsistensi dokter spesialis

memelihara instrumentasi yang

berada dibawah kewenangannya?

27.

Berapa persen prestasi dokter

spesialis memenuhi tanggung

jawab catatan medis yang menjadi

kewajibannya ?

28.

Seberapa persen kemauan dokter

spesialis memberikan masukan /

saran pada manajemen RSBM ?

1 20 40 60 80 100

1

2

3

4

5

1 20 40 60 80 100

1

2

3

4

5

1 20 40 60 80 100

1

2

3

4

5

1 20 40 60 80 100

1

2

3

4

5

1 20 40 60 80 100

1

2

3

4

5

1 20 40 60 80 100

1

2

3

4

5

1 20 40 60 80 100

1

2

3

4

5

1 20 40 60 80 100


(2)

29.

Berapa persen pelayanan dokter

spesialis dapat memenuhi

kewajiban pelayanan dari yang ada

di RSBM?

30.

Dibandingkan dengan rata-rata

produk spesialis sejenis di RS lain

kira-kira berapa persen popularitas

spesialis kita di RSBM ?

31.

Berapa persen dokter spesialis kita

dapat mencapai efisiensi biaya

pelayanan ?

32.

Berapa persen dokter spesialis kita

dapat efektif memakai peralatan

yang tersedia ?

33.

Berapa persen dokter spesialis kita

dapat efektif memakai bahan ( alat

kesehatan) habis pakai yang

tersedia ?

34.

Berapa persen dari yang

seharusnya dokter kita

melaksanakan prinsip pelayanan

yang bernilai keselamatan kerja ?

35.

Menurut pengamatan saudara

seberapa besar kepuasan pasien

terhadap dokter spesialis di RSBM

1 20 40 60 80 100

1

2

3

4

5

1 20 40 60 80 100

1

2

3

4

5

1 20 40 60 80 100

1

2

3

4

5

1 20 40 60 80 100

1

2

3

4

5

1 20 40 60 80 100

1

2

3

4

5

1 20 40 60 80 100

1

2

3

4

5

1 20 40 60 80 100


(3)

Hasil Uji Validitas Variabel Individu

Instrumen

Variabel

Butir Instrumen

r hitung

r tabel

Ket

Prestasi

.537 0,374 Valid

Kerja keras

.478

0,374

Valid Pengaruh lingkungan

.537

0,374

Valid Pemahaman pedoman kerja ( SOP )

.537

0,374

Valid Pengetahuan profesi

.478

0,374

Valid Penyelesaian tugas

.537

0,374

Valid Kreatifitas

.478

0,374

Valid Pencapaian standar pelayanan

.537

0,374

Valid Kerja profesi terbaik

.537

0,374

Valid Keterlibatan manajemen non profesi

.537

0,374

Valid Individu

LAMPIRAN


(4)

Hasil Uji Validitas Variabel Psikologis

Hasil Uji Validitas Variabel Organisasi

Instrumen Variabel

Butir Instrumen r

hitung

r tabel

Ket

Organisasi Peraturan Pembiayaan 574 0,374 valid

Administrasi pembiayaan 544 0,374 valid

Dministrasi yang terbebas status kepegawaian 574 0,374 valid Besar Honor dibanding umum di Medan 641 0,374 valid Kesesuaian honor dengan harapan 589 0,374 valid

Ketepatan waktu honor 627 0,374 valid

Instrumen Variabel

Butir Instrumen r hitung r tabel Ket

Tanggung jawab .518

0,374

Valid

Rasa Memiliki .804

0,374

Valid

Kepuasan Kerja .804

0,374

Valid

Kesiapan menerima Tantangan .723

0,374

Valid

Penghargaan bukan karena uang .485

0,374

Valid

Keseimbangan prestasi dan karier .574

0,374

Valid

Motivasi untuk Pelayanan memuaskan .804

0,374

Valid

Pengabdian profesi bukan karena uang .804

0,374

Valid

Kenyamanan Lingkungan kerja .402

0,374

Valid

Komunikasi pimpinan RSBM .428

0,374

Valid

Psikologis

Penghargaan Profesi .574

0,374


(5)

Hasil Uji Validitas Variabel Kinerja

Instrumen Variabel

Butir Instrumen r

hitung

r tabel

Ket

Kinerja Penguasaan profesi 0.726 0.304 Valid

Disiplin kehadiran 0.892 0.304 Valid

Kepatuhan meresepkan obat generik 0.567 0.304 Valid

Kepatuhan menjalankan SOP 0.827 0.304 Valid

Partisipasi manajemen non spesialis 0.726 0.304 Valid

Hadir tepat waktu 0.544 0.304 Valid

Kooperatif 0.661 0.304 Valid

Popularitas karena pelayanan lokal 0.662 0.304 Valid

Kompetensi 0.726 0.304 Valid

Usia dikaitkan Kebugaran kerja 0.726 0.304 Valid Koordinasi fisik dikaitkan kebugaran 0.647 0.304 Valid

Kemandirian 0.638 0.304 Valid

Hasrat pengembangan karier 0.535 0.304 Valid

Fungsi Sosial 0.709 0.304 Valid

Kejujuran 0.454 0.304 Valid

Loyalitas 0.892 0.304 Valid

Kreatifitas 0.726 0.304 Valid

Kepemimpinan pelayanan 0.726 0.304 Valid

Pemenuhan tugas pokok 0.483 0.304 Valid

Pemberian penjelasan kepada pasien 0.611 0.304 Valid Pemberian penjelasan kepada petugas 0.499 0.304 Valid Ketanggapan menghadapi kritikan dan

masukan dari pasien 0.600

0.304 Valid Ketanggapan menghadapi kritikan dan

masukan dari petugas RSBM 0.600

0.304 Valid Kepatuhan menjalankan peraturan 0.550 0.304 Valid

Sistem Rujukan 0.451 0.304 Valid

Pemeliharaan Instrumen 0.726 0.304 Valid

Tanggung jawab rekam medis 0.647 0.304 Valid

Pemberian Masukan/Saran khusus 0.609 0.304 Valid

Pemenuhan kewajiban pelayanan 0.670 0.304 Valid

Popularitas umum 0.649 0.304 Valid

Efisiensi biaya pelayanan 0.459 0.304 Valid Efektifitas pemakaian peralatan 0.459 0.304 Valid Efektifitas pemakaian alkes habis pakai 0.459 0.304 Valid Penerapan prinsip keselamatan kerja 0.726 0.304 Valid


(6)

Hasil Uji Reliabilitas Variabel Penelitian

Variabel

Alpha Cronbach’s

Batas Reliabilitas

Ket

Individu 0,937

0,80

Reliabel

Psikologis 0,936

0,80

Reliabel

Organisasi 0,937

0,80

Reliabel