22 membagi siswa dalam kelompok-kelompok disesuaikan dengan
kondisi, kemampuan serta kebutuhan belajar, berdoa, dan penjelasan oleh guru mengenai materi serta tujuan dari kegiatan
yang akan dilaksanakan.
b Kegiatan inti
Kegiatan inti pembelajaran menurut Sri Budiyarti 2014: 21 adalah kegiatan yang menekankan pada proses pembentukan
pengalaman belajar peserta didik, berupa interaksi antara peserta didik dengan sumber belajar. Adapun kegiatan yang dilakukan
adalah memberitahukan tujuan yang harus dicapai, menjelaskan alternatif kegiatan belajar yang akan dialami peserta didik, dan
diutamakan pada proses belajar. Kegiatan inti pembelajaran di luar kelas merupakan tahapan
penyampaian materi interaksi sosial melalui pembelajaran di luar kelas dilaksanakan dengan meminta anak untuk langsung
melakukan kontak sosial serta komunikasi secara langsung, dapat diawali dengan contoh dari guru maupun pemberian
prompt. c
Kegiatan akhir atau penutup Kegiatan akhir atau penutup merupakan kegiatan penilaian
hasil belajar dan tindak lanjut, yang didasarkan pada proses serta hasil belajar peserta didik. Aktivitas yang dilakukan antara lain
23 menyimpulkan pelajaran dan refleksi, melaksanakan penilaian
akhir, tindak lanjut melalui kegiatan pemberian tugas, menjelaskan kembali bahan pelajaran yang dianggap sulit, dan
memberikan motivasi Sri Budiyarti, 2014: 23-24. Kegiatan akhir atau penutup dalam pembelajaran di luar
kelas dimaksudkan untuk review pembelajaran dan materi yang sudah diajarkan, yaitu dengan menanyakan kembali kepada anak
mengenai kegiatan yang sudah dilaksanakan, evaluasi kegiatan, dan perasaan anak setelah pembelajaran, serta menutup dengan
doa bersama. 3
Evaluasi Pembelajaran Gronlund dalam Toto Ruhimat, dkk 2011: 165 menyebutkan
pengertian dari evaluasi adalah proses sistematis dari pengumpulan, analisis, dan interpretasi data untuk menentukan tingkat
ketercapaian tujuan pembelajaran. Evaluasi pembelajaran dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu
formatif dan sumatif. Evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu topik untuk
mengetahui dan memperbaiki jalannya proses pembelajaran, sedangkan evaluasi sumatif adalah penggunaan tes selama proses
pembelajaran untuk mengetahui kemajuan belajar, mencakup lebih dari satu pokok bahasan Harun Rasyid Mansur, 2009: 4.
24 Evaluasi yang tepat digunakan untuk menilai keberhasilan
pembelajaran di luar kelas dalam penelitian ini ialah evaluasi sumatif guna mengukur kemampuan interaksi sosial anak autis
selama mengikuti kegiatan pembelajaran di luar kelas. Alat evaluasi yang diterapkan untuk pembelajaran di luar kelas
adalah non tes. Alat evaluasi non tes merupakan suatu teknik penilaian yang dilaksanakan selama pembelajaran, meliputi tiga
ranah indikator keberhasilan antara lain ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Penilaian dilakukan dengan cara mengadakan
pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis dengan penilaiannya berbentuk perbuatan karena yang dinilai adalah
kemampuan interaksi sosial yang dilakukan anak autis. Penilaian dilakukan berdasarkan uraian atau narasi yang menggambarkan
kemampuan interaksi sosial anak setelah mengikuti kegiatan pembelajaran di luar kelas.
Pembelajaran di luar kelas atau yang biasa disebut dengan outdoor education dapat ditegaskan sebagai sebuah metode dalam proses belajar yang
berlangsung di sebuah lingkungan alamiah dengan menitik beratkan pemerolehan pengetahuan berdasarkan pengalaman langsung melalui kegiatan
observasi, eksperimen, refleksi, dan klarifikasi konsep yang berlangsung di luar ruang kelas.
25 Manfaat dilaksanakannya pembelajaran di luar kelas bagi anak autis
antara lain meningkatkan kemampuan kepemimpinan, mendatangkan kegembiraan, dukungan terhadap pengembangan kurikulum, mengembangkan
kemampuan sosial dan kesehatan, sarana belajar keterampilan vokasional. Pembelajaran di luar kelas dalam penelitian ini merupakan kegiatan
pembelajaran yang disebut Outing, dilaksanakan oleh Sekolah Lanjutan Autis Fredofios Sleman. Kegiatan pembelajaran mencakup kelengkapan komponen-
komponen pembelajaran dari tahap persiapan, pelaksanaan hingga evaluasi pembelajaran .
C. Kajian tentang Kemampuan Interaksi Sosial Anak Autis
Tim Mitra Guru 2007: 35 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis melibatkan antara
orang perorangan, kelompok manusia, maupun perorangan dengan kelompok serta adanya kesadaran adanya pihak yang menyebabkan perubahan. Interaksi
dimulai saat mereka saling menegur, berjabat tangan, berbincang, bahkan berselisih.
Interaksi sosial dapat terjadi dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto 2010: 57, yaitu imitasi, sugesti,
identfikasi, dan simpati. Imitasi merupakan proses menirukan tingkah laku, sugesti adalah perilaku meniru karena ada pengaruh dari orang lain, identifikasi
dapat diartikan sebagai proses yang terjadi secara tidak sadar untuk menjadi
26 sama dengan orang lain, sedangkan simpati yaitu proses ketika seseorang
memiliki keinginan untuk memahami pihak lain. Macam dari interaksi sosial disebutkan Andreas Suroso 2008: 56-58
antara lain kontak sosial yang meliputi kontak sosial primer dan sekunder, serta komunikasi yang berupa komunikasi verbal dan non verbal.
1. Kontak sosial
Kontak sosial merupakan pertemuan antara individu maupun kelompok yang memungkinkan terjadinya komunikasi. Kontak sosial
dibedakan menjadi kontak sosial primer dan sekunder. Kontak sosial primer merupakan interaksi sosial secara tatap muka yang melibatkan
kontak mata, emosi, gerak tubuh, dan raut muka, sedangkan kontak sosial sekunder adalah interaksi yang dilakukan dengan menggunakan bantuan
media atau sarana. Kontak sosial yang diungkap melalui penelitian ini merupakan
kontak sosial yang dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran di luar kelas, di antaranya kondisi emosi, kontak mata, ekspresi wajah, gerak
tubuh dan kontak fisik, serta perantara dalam berinteraksi. Kondisi emosi dalam penelitian ini meliputi sikap maupun
perilaku anak autis yang tidak menarik diri saat kegiatan pembelajaran di luar kelas berlangsung dan tidak marah atau mengamuk ketika
keinginannya tidak terpenuhi. Kontak mata meliputi tatapan mata antara anak autis dan orang yang mengajak berinteraksi dengan mengajukan
pertanyaan kepada anak dan saat dipanggil namanya. Ekspresi wajah
27 dalam penelitian ini yaitu kesesuaian mimik wajah yang ditunjukkan anak
autis saat merespon stimulus. Gerak tubuh dan kontak fisik yaitu ketika anak berjabat tangan dan tidak menjauh apabila disentuh, sedangkan
perantara dalam berinteraksi dalam penelitian ini adalah ketika anak tidak mendapatkan atau meminta bantuan guru ketika berinteraksi.
2. Komunikasi
Komunikasi yaitu
proses penyampaian
informasi dari
komunikator kepada komunikan. Komunikasi dibedakan menjadi dua, yaitu komunikasi verbal yang dilakukan dengan menggunakan kata atau
bahasa sedangkan komunikasi non verbal dilakukan menggunakan tulisan atau gambar.
Komunikasi dalam penelitian ini merupakan komunikasi sebagai bagian dari interaksi sosial saat kegiatan pembelajaran di luar kelas yaitu
meliputi kegiatan menanya maupun menjawab pertanyaan yang dilakukan anak autis sebagai komunikasi verbal, sedangkan pada
komunikasi non verbal berupa perilaku mengangguk atau menggelengkan kepala ketika ditanya, menarik guru saat menginginkan sesuatu dan
menunjuk pada benda yang diinginkan. Kemampuan interaksi sosial yang dimiliki anak autis disebutkan Tanguay
2011: 1142-1144 adalah sebagai berikut: 1.
Profound Autism Spectrum Disorder
Anak autis pada tipe ini hampir tidak menguasai tahap awal hubungan timbal balik dalam interaksi sosial.
28 2.
Mild Autism Spectrum Disorder
Kemampuan interaksi sosial anak autis tipe ini memiliki hubungan timbal balik dan keterampilan bekerjasama yang baik. Mereka mampu
mempelajari informasi faktual dan akan membicarakannya terus- menerus, namun mereka akan merasa bingung apabila pendengarnya
pergi atau tampak tidak mempercayainya.
Wing dan Gould dalam Saskatechwan Education 1999: 10 mengklasifikasikan tipe interaksi sosial yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasi besarnya hambatan yang dialami anak autis, yaitu: 1.
Aloof Group Anak autis tidak menunjukkan ketertarikan berinteraksi dengan
orang lain kecuali untuk memenuhi kebutuhan. Mereka akan terganggu dengan kedekatan dengan orang lain dan menolak kontak sosial.
2. Passive Group
Anak autis tidak memiliki inisiatif pendekatan sosial namun akan menerima inisiatif dari orang lain.
3. Active But Odd Group
Anak autis akan mendekati interaksi sosial namun dalam melakukannya dengan cara yang tidak umum dan terkadang dengan gaya
yang kurang sesuai. Kemampuan interaksi sosial anak autis dalam penelitian ini berdasar
pendapat beberapa ahli di atas dapat ditegaskan termasuk dalam mild autism
29 spectrum disorder, kemampuan interaksi sosial yang dikembangkan melalui
pembelajaran di luar kelas meliputi kemampuan melakukan hubungan timbal balik yaitu mampu menjawab pertanyaan secara tepat, baik secara mandiri
maupun menggunakan prompt dari guru.
D. Kerangka Pikir
Kemampuan interaksi sosial diperlukan oleh semua individu agar mereka mampu bersosialisasi di masyarakat, tidak terkecuali anak autis yang
mengalami hambatan komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku. Kemampuan interaksi sosial anak autis dapat dikembangkan melalui
kegiatan pembelajaran di sekolah. Sekolah Lanjutan Autis Fredofios Sleman memiliki program pembelajaran fungsional yang mendukung perkembangan
kemandirian siswa, salah satu pembelajarannya adalah pembelajaran di luar kelas dengan salah satu tujuan pembelajarannya yaitu untuk mengembangkan
kemampuan interaksi sosial. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti melakukan kegiatan observasi
kegiatan pembelajaran, wawancara dengan guru pembelajaran di luar kelas, dan dokumentasi, sehingga diperoleh data mengenai kegiatan pembelajaran di luar
kelas Sekolah Lanjutan Autis Fredofios Sleman dalam mengembangkan kemampuan interaksi sosial anak autis melalui penggambaran secara rinci.
Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan pada bagan di bawah: