Kesimpulan Pengembangan Kapasitas Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau untuk Pemberdayaan Masyarakat

VIII. PENUTUP

8.1. Kesimpulan

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan pada Unit Pelaksana Teknis UPT Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. UPT Pendidikan dan Pelatihan yang dipimpin seorang pejabat eselon III dibantu 2 dua orang pejabat Kepala Seksi Pelatihan dan Kepala Seksi Tata Usaha adalah unsur pelaksana teknis Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau. Meskipun UPT bukan instansional, tidak berarti tugas pokok dan fungsi tidak dilaksanakan. UPT sebagai pengelola program pendidikan dan pelatihan menjalankan program diklatnya mengacu kepada kurikulum dan materi pembelajaran yang telah ditetapkan oleh Lembaga Administrasi Negara selaku instansi pembina kediklatan nasional. Subtansi kurikulum dan materi pelajaran dalam kediklatan yang dipergunakan sekarang sifanya lebih berfokus kepada administrasi pemerintahan dan teknis administrasi Perkantoran. Ditinjau dari kuantitas tenaga pengajar, UPT memiliki 16 orang Widyaiswara dan jumlah ini dipandang tidak memadai dibandingkan jumlah mata pelajaran karena seorang widyaiswara memegang 3 sampai 4 mata pelajaran, dan itupun tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan widyaiswara. Selain diklatpim IV dan III dan diklat-diklat sejenis administrasi teknis perkantoran, komputer, manajemen proyek, bendahara dan sebagainya, pihak UPT tidak pernah bertindak sebagai penyelenggara diklatpim II dan I karena keterbatasan sarana dan prasarana kediklatan tidak representatif disamping belum tersedianya kualifikasi widyaiswara pada diklatpim II dan I tersebut. Dalam beberapa diklat teknis, UPT harus mendatangkan tenaga pengajar dari luar. Pengembangan kurikulum dan materi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi disetiap satuan kerja apalagi berkenaan dengan konsep pelayanan dan pemberdayaan publik tidak pernah dilakukan oleh UPT karena keterbatasan kualifikasi pengelola kediklatan di UPT serta widyaiswara. 2. Mempedomani standar kurikulum, materi pembelajaran, dan standar kompetensi pengelola kediklatan yang ditetapkan Lembaga Administrasi Negara, kegiatan pembelajaran dilaksanakan sesuai dengan pedoman tersebut. Mulai dari persiapan pelatihan, pengaturan dan penugasan widyaiswara hingga evaluasi tes tertulis telah dilaksanakan pula meskipun bukan jaminan proses pembelajaran yang diikuti oleh PNS dapat di aplikasikan setelah mereka kembali ke instansi masing-masing. Perbedaan latar belakang pendidikan dan asal dinasinstansi peserta tidak dijadikan bahan pertimbangan bagi UPT untuk merancang kesesuaian diklat dengan kebutuhan para peserta PNS. Sebagai lembaga pencerahan dan pencerdasan bagi perubahan sikap dan perilaku, sebagian besar kualifikasi widyaiswara tidak memiliki pengetahuan tentang metodologi pemberdayaan masyarakat. Hal ini terjadi karena pada saat rekrutmen tenaga widyaiswara tidak mempergunakan standar kompetensi keragaman jenis diklat yang akan dilaksanakan. 3. Kelemahan yang menghambat UPT dalam peningkatan kapasitasnya yaitu kurikulum tidak terintegrasi dengan instansional dan pembinaan karir PNS, kuantitas dan kapasitas widyaiswara tidak ada yang menguasai metodologi pemberdayaan, evaluasi pasca kediklatan tidak dilakukan padahal ini penting dilakukan karena akan diketahui seberapa jauh perubahan sikap dan perilaku PNS ketika kembali ke instansinya. Disamping itu kelembagaan UPT tidak mandiri karena berada dibawah instansi Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau.

8.2. Saran