Pengembangan Kapasitas Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau untuk Pemberdayaan Masyarakat

(1)

PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI RIAU

UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

DEWI FAUZIAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir kajian peran UPT Pendidikan dan Pengembangan BKD Provinsi Riau dalam peningkatan pelayanan publik ini berjudul “Pengembangan Kapasitas Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau untuk Pemberdayaan Masyarakat” adalah benar karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir kajian ini.

Bogor, Mei 2011

Dewi Fauziah NRP I354064135


(3)

DEWI FAUZIAH. Acting Capacity Development Unit in the Regional Personel Agency of Riau Province. Supervised by Arya H. Dharmawan and Fredian Tonny.

Good governance is a management system of government that can respond to community aspirations and increase trust in government through the services needed by the community. To achieve this required training and education bureaucracy that is "human investment" increase the capacity of the government apparatus in stages, sustainable. For the implementation of training activities are managed by a Technical Implementation Unit of Education and Training under the Regional Employment Agency of Riau Province.

The objective of the Education and Training Unit is intended to increase the quality and behavioral changes as well as the mind set of apparatus for civil servants to enable him to serve the community through communication, interaction, and participation between the two sides so that in turn the public views the change in behavior in terms of service to the public. The purpose of this study was to determine the profile of Technical Implementation Unit of the Regional Employment Agency of Riau Province (HR, member, organization, management), knowing the process of ongoing curriculum-based learning activities and competencies of the main tasks, knowing how far the curriculum of education and training for civil servants to provide the civil servant changes in the quality of public services, as well as formulating the draft strategy at the Technical Implementation Unit of the Regional Employment Agency of Riau Province to develop the organization in accordance with the basic tasks and functions by following the development of the State and society.

Program to improve education and training of public service UPT-based Education and Training in the future reformulation of the curriculum focused on community empowerment by incorporating material in a more proportional share according to the needs of the working unit, increased education and training for lecturers, particularly in the methodology of community empowerment, filing system of authority in education and training institution providing an assessment of civil servants, and the Formulation and Implementation of Post-Training Evaluation system and the provision of UPT Education and Training Authority in cooperation with other similar institution and judged competent, and the role of providing valuation advice for the improvement of personnel management system. Conditions that are expected from increased education and training based on public service improvement is the creation of good governance Riau Province Government, through increased education and public service-based training-based improvement methodology based knowledge of community empowerment

Keywords : Good Governance, Public Services, Excellent Service, The Methodology of Community Empowerment, Participation, Local Development


(4)

DEWI FAUZIAH. Pengembangan Kapasitas UPT Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau untuk Pemberdayaan Masyarakat. Di bawah bimbingan Arya H. Dharmawan dan Fredian Tonny.

Tujuan pembentukan UPT Pendidikan dan Pelatihan dimaksudkan untuk peningkatan kualitas, perilaku serta mindset aparatur PNS agar dapat memfungsikan dirinya sebagai abdi masyarakat melalui komunikasi, interaksi, dan partisipatif antara kedua belah pihak sehingga pada gilirannya masyarakat memandang adanya perubahan perilaku dalam pelayanan publik. Untuk itu dikaji profil Unit Pelaksana Teknis Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau, proses berlangsungnya kegiatan pembelajaran berdasarkan kurikulum dan kompetensi tugas-tugas pokok, seberapa jauh kurikulum pendidikan dan pelatihan bagi PNS dapat memberikan perubahan PNS dalam kualitas layanan publik, serta perumusan rancangan program bagi Unit Pelaksana Teknis Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau dalam rangka pengembangan kapasitas organisasi mengikuti perkembangan negara maupun masyarakat.

Hasil kajian ini menunjukkan bahwa UPT Diklat BKD Provinsi Riau telah melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, namun demikian dalam kegiatan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tidak menempatkan kurikulum yang memuat materi muatan lokal dengan metodologi pemberdayaan masyarakat sesuai kebutuhan satuan-satuan kerja dalam upaya peningkatan pelayanan publik. Untuk itu diperlukan usaha peningkatan kapasitas aparatur pemerintah dalam peningkatkan pelayanan publik menggunakan metodologi pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan Tim yang mempunyai kemampuan dalam menganalisis kesesuaian pendidikan dan pelatihan, merekomendasikan bentuk-bentuk diklat dan pembinaan serta kemampuan melakukan monitoring dan mengevalusi hasil diklat.

Program pengembangan kapasitas UPT Diklat pada masa yang akan datang difokuskan kepada reformulasi kurikulum dengan memasukkan materi pemberdayaan masyarakat sesuai kebutuhan satuan kerja, peningkatan pendidikan dan pelatihan bagi widyaiswara, khususnya pada metodologi pemberdayaan masyarakat, pengajuan sistem kewenangan lembaga diklat dalam memberikan penilaian terhadap PNS, serta perumusan dan pelaksanaan sistem evaluasi pasca diklat serta pemberian kewenangan UPT Pendidikan dan Pelatihan bekerjasama dengan institusi lain yang sejenis dan dinilai berkompeten, serta memberikan penilaian bagi perbaikan sistem manajemen kepegawaian.

Hasil yang diharapkan terhadap pengembangan kapasitas UPT Diklat adalah; (1) Terakreditasinya metode pembelajaran yang dikembangkan oleh UPT Pendidikan dan Pelatihan (2) Meningkatnya sistem pembelajaran di UPT pada materi-materi bermuatan lokal atau sesuai dengan kebutuhan satuan kerja, (3) Terbentuknya Tim analisis kesesuaian diklat. (4) Meningkatnya partisipasi


(5)

.

Kata kunci : Good Governance, Pelayanan Publik, Pelayanan Prima, Metodologi Pemberdayaan Masyarakat, Partisipasi, Pembangunan Daerah.


(6)

PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI RIAU

UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

DEWI FAUZIAH

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Pengembangan Masyarakat

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(7)

@

Hak cipta dilindungi Undang-undang Hak cipta milik IPB, tahun 2011

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tukis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(8)

(9)

Daerah Provinsi Riau untuk Pemberdayaan Masyarakat

Nama : Dewi Fauziah NRP : I354064135

Disetujui, Komisi Pembimbing :

Dr. Ir. Arya H. Dharmawan, M.Sc.Agr

Ketua Anggota

Ir. Fredian Tonny, MS

Mengetahui :

Ketua Program Magister Profesional Dekan Sekolah Pascasarjana Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS Dr. Ir Dahrul Syah, MSc.Agr


(10)

i Puji Syukur penulis tujukan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, senantiasa memberikan kemudahan dan kesabaran hingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Akhir Kajian Pengembangan Kapasitas Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau untuk Pemberdayaan Masyarakat. Kajian Pengembangan Masyarakat ini merupakan salah satu persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak H.M. Rusli Zainal MP, Gubernur Riau dan Bapak Drs. S. Saqlul Amri, MSi

yang telah memberikan kesempatan dan motivasi menempuh pendidikan ini.

2. Pengelola Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

3. Bapak Dr. Ir. Arya H. Dharmawan, MSc, Agr dan Bapak Ir. Fredian Tonny, MS selaku Pembimbing I dan II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan kepada penulis.

4. Bapak dan ibu Dosen Program Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

5. Rekan-rekan mahasiswa Program Profesional Pengembangan Masyarakat, sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

6. Suami dan anak-anak tercinta yang selalu memberikan semangat dan inspirasi kepada penulis.

Keterbatasan pengetahuan dan kemampuan analitik memungkinkan tesis ini belum cukup sempurna, namun demikian penulis berkeyakinan bahwa dari ketidaksempurnaan ada manfaat yang dapat diambil bagi program dan tugas pokok UPT Diklat Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau .

Bogor, Mei 2011

Dewi Fauziah NRP 1354064135


(11)

Penulis dilahirkan di Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir pada tanggal 27 Juli 1967. Pendidikan dasar diselesaikan di SD Negeri 42 Pekanbaru tahun 1980, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri I Pekanbaru Tahun 1983, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 6 Pekanbaru tahun 1986, Pada Tahun 1992 penulis mendapatkan gelar Sarjana Hukum di Universitas Bung Hatta Padang, selanjutnya pada tahun 2007. Penulis diterima pada Program Studi Magister Profesional Pengembangan Masyarakat, Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.

Suami bernama Hendrizal dengan dikaruniai 3 orang anak yaitu Muhammad Affan, Muhammad Fathur Rahim, dan Syahirah Khadijah.

Tahun 1993 penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil dilingkungan Pemerinah Provinsi Riau dan sejak tahun 2001 sampai dengan sekarang penulis bekerja di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau.

Bogor, Mei 2011

Dewi Fauziah NRP 1354064135


(12)

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Kajian ... 7

1.4. Manfaat Kajian ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan UPT Diklat dalam Upaya Penguatan Aparatur ... 8

2.2. Strategi Peningkatan Penguatan Kapasitas Aparatur ... 13

2.3. Penguatan Kapasitas SDM melalui Pendidikan ... 15

2.4. Kelembagaan ... 16

2.5. Pengembangan Kurikulum ... 17

2.6. Pembelajaran dan Suasana Belajar ... 18

2.7. Pembelajaran Orang Dewasa ... 19

III. METODOLOGI KAJIAN 3.1. Kerangka Pemikiran ... 22

3.2. Lokasi dan Waktu Kajian ... 26

3.3. Komunitas Subyek Kajian ... 27

3.4. Metode Pengumpulan Data dan Teknik Analisis ... 27

3.4.1. Metode Pengumpulan Data ... 27

3.4.2. Metode Analisis Data ... 28

3.5. Rancangan Penyusunan Program ... 29

IV. PROFIL UNIT PELAKSANA TEKNIS DIKLAT PEGAWAI PROVINSI RIAU 4.1. Profil UPT Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Provinsi Riau .... 31

4.2. Tenaga Pengajar ... 35

4.3. Pegawai ... 40

V. PROGRAM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 5.1. Keragaan Program dan Kegiatan Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau ... 44

5.2. Persepsi Masyarakat terhadap Kegiatan UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau ... 54


(13)

6.1. Analisis Strategi Pengembangan Kapasitas UPT Diklat BKD

Provinsi Riau ... 61

6.2. Alat Pencapaian Hasil Analisis ... 70

6.3. Ikhtisar ... 74

VII. RANCANGAN PROGRAM PENINGKATAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN 7.1. Penyusunan Program Pengembangan Kapasitas UPT Pendidikan dan Pelatihan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau ... 76

7.2. Tujuan Program ... 82

7.3. Manfaat Program ... 83

7.4. Hasil yang Diharapkan ... 84

7.5. Implementasi Pelaksanaan Program Pengembangan Kapasitas UPT Diklat ... 84

VIII. PENUTUP 8.1. Kesimpulan ... 89

8.2. Saran ... 90


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jadwal Kajian ... 27

2. Tujuan, Metode Pengumpulan Data dan Sumber Data ... 28

3. Jumlah Widyaiswara Tahun 2010 ... 39

4. Jumlah dan Persentase Widyaiswara Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010... 39

5. Jumlah dan Persentase Widyaiswara pada UPT Menurut Golongan Tahun 2010 ... 40

6. Jumlah dan Persentase PNS di UPT Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010 ... 40

7. Jumlah dan Persentase PNS Menurut Golongan Ruang Tahun 2010 ... 41

8. Mata Diklat Golongan I, II dan Golongan II... 46

9. Mata Pelajaran Diklat untuk Diklatpim IV ... 51

10.Mata Pelajaran Diklat untuk Diklatpim III ... 52

11.Jenis Diklat Fungsional ... 53

12.Nama Diklat Teknis ... 53

13.Matrik SWOT Strategi Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Pelayanan Publik pada UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau ... 65

14.Penilaian Komponen SWOT pada Kegiatan Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Pelayanan Publik ... 66

15.Analisis Faktor-faktor Strategi Internal Kegiatan Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Pelayanan Publik ... 66

16.Analisis Faktor-faktor Strategi Eksternal Kegiatan Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Pelayanan Publik UPT Pendidikan dan Pelatihan ... 67

17.Pemilihan Strategi pada Kegiatan Peningkatan Pendidikan dan Pelatihan Berbasis Pelayanan Publik UPT Pendidikan dan Pelatihan.. ... 67

18.Kerangka Kerja Logis Program Pengembangan Kapasitas UPT Diklat Provinsi Riau Berbasis Pelayanan Publik ... 70

19.Implementasi Pelaksanaan Program Pengembangan Kapasitas UPT Diklat BKD Provinsi Riau ... 85


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pemikiran Kajian ... 25 2. Strategi Metodologi Pengembangan Kapasitas UPT Diklat ... 80


(16)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tata kelola yang baik (good governance) adalah suatu sistem manajemen pemerintah yang dapat merespon aspirasi masyarakat sekaligus meningkatkan kepercayaan kepada pemerintah melalui pelayanan yang dibutuhkan masyarakat, karena keberadaan pemerintah dasarnya dibentuk atas pemberian mandat atau kepercayaan publik untuk melaksanakan penyelenggaraan urusan bernegara dan berbangsa. Sebagai penyelenggara pemerintahan dan bernegara, dualisme fungsi publik dan negara bagian tidak terpisahkan di dalam pelayanan publik. Kewenangan kekuasaan (power of authority) dan pemberian layanan yang tidak terbatas hanya pada izin dibidang administrasi kependudukan melainkan juga cakupan pelaksanaan program pembangunan pemerintah, diyakini akan membentuk suatu pemerintahan yang kuat atas kepercayaan masyarakat. Namun sebaliknya apabila pemerintah tidak dapat memenuhi keinginan publik (development need), maka gerakan unjuk rasa akibat ketidakpuasan publik terhadap pemerintah akan meningkat.

Saat ini ketidakpuasan terhadap penyelenggara pemerintahan masih sering terdengar dan hampir terjadi di semua lembaga atau instansi pemerintah. Keadaan ini makin terasa sejak Indonesia menganut sistem desentralisasi atau otonomi daerah dalam pelaksanaan pemerintahan. sebagai contoh, pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP) sering memakan waktu lama, ada yang bisa mencapai sebulan bahkan lebih. Hal sama terjadi saat mengurus berbagai keperluan, seperti perizinan usaha. Lama dan panjangnya pengurusan berbagai pelayanan publik tersebut masih ditambah dengan masih munculnya praktik atau perilaku koruptif oknum pegawai negeri. Menurut publikasi (Februari 2009) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa kualitas pelayanan publik di pelbagai kota di Indonesia pencapaian skornya berada di bawah angka 5,7. Hasil temuan KPK ini menunjukkan realitas kontraproduktif dengan reformasi birokrasi. Bukan saja menggambarkan pelayanan minimalis, tetapi mempresentasikan lemahnya pemahaman aparatur khususnya aparatur akan hakikat pekerjaan mereka (Dwiyanto, dkk. 2002).


(17)

Dibidang partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan serta pelaksanaan pembangunan, kritikan publik terhadap kurangnya keterlibatan masyarakat seringkali dikemukakan oleh masyarakat maupun akademisi melalui mass media terutama penjaringan aspirasi perencanaan mulai dari tingkat musyawarah desa/kelurahan, selalu dianggap belum menampung aspirasi masyarakat. Terjadinya kesenjangan apa yang diminta dan dibutuhkan masyarakat terhadap program pemerintah yang diturunkan ke desa/kelurahan akan menimbulkan penolakan melalui sikap tidak peduli bahkan unjuk rasa pelaksanaan program pembangunan. Masyarakat tidak merasakan adanya keterkaitan program pemerintah bagi kepentingannya.

Akumulasi berbagai persoalan pelayanan publik yang terjadi dimana-mana telah menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap aparatur pemerintah, sehingga posisi aparatur senantiasa disudutkan pada posisi yang terdiskreditkan dan digeneralisir. Aparatur masih dipandang sebagai sosok yang lamban, kurang responsif dan berbelit-belit dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Hal itu berdampak akan menjadi penghambat dalam mewujudkan pelaksanaan program-program pemerintah apabila upaya peningkatan pelayanan publik tidak diawali dengan perubahan sikap aparatur pemerintah kepada komitmen awal bahwa pemerintah atau aparaturnya yang berfungsi sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Hal ini didasarkan pandangan bahwa masyarakat adalah pemilik pemerintah oleh karena itu abdi negara harus diubah menjadi pelayan masyarakat, karena sesungguhnya birokrasi adalah pelayan masyarakat. Birokrasi tidak lagi sepenuhnya berorientasi kepada kekuasaan dan aktivitas negara, akan tetapi berusaha bagaimana memberikan pelayanan publik yang terbaik kepada masyarakatnya.

Di sisi lain, masyarakat di daerah saat ini sudah semakin maju (berpendidikan) dan semakin kritis serta sudah lebih mengetahui hak-haknya dalam mendapat pelayanan publik yang berkualitas. Ini tentu menjadi tantangan bagi pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan publik yang berkualitas, profesional, dan prima kepada masyarakat. Selain itu, pelayanan birokrasi juga menjadi indikator utama bagi masyarakat untuk menilai sejauhmana pelaksanaan

good governance di daerah sudah berjalan dengan baik. Ciri birokrasi tradisional yang minta dilayani, mahal biayanya, mempersulit, memperlambat di era otonomi


(18)

daerah harus diubah menjadi lebih baik, mau melayani dengan sepenuh hati, murah biayanya, mempercepat pelayanan dan bukan sebaliknya.

Membangun kapasitas profesionalisme aparatur pemerintah daerah merupakan pekerjaan berat, sama beratnya dengan mewujudkan kinerja birokrasi pemerintah daerah. Tetapi bagaimanapun beratnya tantangan tersebut, upaya untuk mewujudkan profesionalisme aparatur pemerintah daerah ke depan merupakan tugas yang harus dilaksanakan. Memprioritaskan masyarakat, berarti menyesuaikan mindset pelayanan publik berdasarkan kebutuhan masyarakat. Tantangan terpenting lain bagi kualitas layanan publik adalah menciptakan budaya pelayanan serta peningkatan kompentensi aparatur yang dapat merubah set mental di kepala setiap aparatur pemerintahan.

Pemerintah daerah harus mempunyai komitmen yang tinggi untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan (diklat). Diklat birokrasi adalah

”human investment” yang memerlukan proses dan hasilnya akan tampak dan dapat dirasakan setelah beberapa saat kemudian. Diklat yang dilakukan di daerah tidak hanya bersifat penjenjangan, akan tetapi diklat non penjenjangan perlu diintensifkan. Diklat nonpenjenjangan sangat membantu birokrasi dalam membekali pengetahuan dan keterampilannya dalam menghadapi berbagai tantangan dan masalah serta perubahan (dinamika) yang begitu pesat terjadi dalam masyarakat baik pada saat ini maupun di masa yang akan datang.

Bertolak dari kondisi riil yang ada, maka asumsi yang muncul adalah perubahan dari manapun dipandang rasional dan relevan akan saling memfasilitasi, artinya sistem pengelolaan SDM yang berbasis good governance

sebaiknya mulai dirintis dan itu akan memfasilitasi terjadinya proses pemberdayaan aparatur daerah untuk menginternalisasikan prinsip-prinsip dan nilai-nilai good governance dalam sistem birokrasi pemerintah daerah. Sebaliknya, upaya–upaya terhadap peningkatan kualitas kompetensi sumberdaya Aparatur daerah yang selama ini sudah dilakukan secara rutin berupa diklat atau bimtek akan melengkapi pencapaian prinsip-prinsip atau nilai good governance

sebagai aparatur penggerak atau penentu tercapainya pemerintahan yang baik untuk masyarakat.

Badan atau lembaga pengelola sumber daya aparatur daerah secara kontekstual berfokus pada fungsi administratif pemerintah lokal dan secara substansi berfokus pada fungsi pelayanan publik. Untuk itu pemerintah daerah


(19)

memerlukan sebuah pendekatan baru untuk mengikuti perubahan zaman yang semakin cepat. Sebuah pendekatan yang disebut peningkatan aparatur berbasis pelayanan publik. Dengan perkataan lain pokok kebijakan yang dikembangkan adalah diklat berbasis kompetensi publik

Untuk dapat membentuk kompetensi pegawai negeri sipil (PNS), perspektif penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan yang mengarah kepada upaya peningkatan citra aparatur bersih di masyarakat mutlak diperlukan, oleh karena itu keberadaan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau turut memberikan andil terhadap pencitraan aparatur PNS di Daerah. Tujuan daripada Lembaga UPT ini adalah meningkatkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas pokok, serta menciptakan aparatur PNS yang berorientasi kepada pengabdian dan pelayanan masyarakat.

, yang menyatakan bahwa keseluruhan kebijakan, sistem dan proses penyelenggaraan diklat didasarkan dan diarahkan pada pencapaian fungsi administratif dan pelayanan sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 43 Tahun 1999 yang menegaskan hubungan kedudukan pegawai negeri sipil sebagai unsur aparatur negara, abdi negara dan masyarakat yang berperan dan melaksanakan tugas dan fungsi tertentu sesuai kewajiban yag harus diembannya. Secara umum kompetensi jabatan PNS berarti “kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh seorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya”. Sebab itu, standar kompetensi yang perlu dimiliki PNS agar yang bersangkutan mampu mengemban tugas dan fungsinya sebagai “Pegawai Republik” adalah” sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara.

Jika selama ini lembaga pendidikan dan pelatihan Pemerintah Provinsi Riau lebih diarahkan kepada penyiapan SDM Aparatur daerah, maka kedepan dibutuhkan suatu metode yang tidak hanya membekali PNS di bidang ilmu dan pengetahuan tetapi juga menyiapkan PNS yang siap menyongsong suatu kondisi yang dapat menimbulkan simpati masyarakat kepada aparatur daerah. Apalagi tantangan yang dihadapi bukan semakin ringan terbukti sikap kritis masyarakat pasca era desentralisasi cenderung semakin meningkat bahkan secara terang-terangan menuntut agar PNS dapat befungsi dan bertugas sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Pemerintah dalam hal ini lembaga teknis pendidikan dan


(20)

pelatihan Pemerintah Provinsi Riau diciptakan karena adanya kebutuhan akan kehadiran PNS yang berkualitas SDM tetapi juga mempunyai sikap dan perilaku yang penuh dengan kesetiaan, bermoral dan bermental baik serta sadar akan tanggungjawab sebagai pelayan publik.

Disadari bahwa pembentukan kualitas ilmu pengetahuan PNS, serta sikap dan perilakunya tidak sepenuhnya dapat menghadirkan aparatur yang profesional seperti yang didambakan oleh masyarakat. Namun keberadaan Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Provinsi Riau tidak semata-mata kehadirannya untuk melatih dan mendidik aparatur daerah. Ada sesuatu yang harus ditinjau kembali apabila dikaitkan terhadap persepsi masyarakat umum kepada PNS, yaitu sejauh mana kehadiran Lembaga UPT Pendidikan dan Pelatihan dapat memberikan perubahan kepada aparatur PNS yang telah dilatihnya kepada kinerja layanan yang lebih baik. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap performa PNS sebagai abdi masyarakat. Mungkin tidak berlebihan menyikapinya jika terjadinya penyimpangan perilaku PNS yang mengecewakan masyarakat, meskipun penyimpangan hanya dilakukan oleh sebagian kalangan kecil PNS telah menurunkan wibawa aparatur PNS secara keseluruhannya. Timbulnya kekecewaan masyarakat terhadap PNS seharusnya disikapi lebih bijaksana karena menunjukkan masih tingginya empati masyarakat terhadap aparatur PNS, dan salah satu upaya memulihkan kepercayaan masyarakat kepada aparatur PNS dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan.

1.2. Perumusan Masalah

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Riau adalah lembaga penyelenggara diklat fungsional dan teknis bagi aparatur Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Riau. Sesuai dengan tugas pokoknya, pendidikan dan pelatihan yang dilaksanakan UPT bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan sikap untuk melaksanakan tugas secara profesional berdasarkan kebutuhan, serta menciptakan terwujudnya aparatur sebagai penyelenggara kepemerintahan yang baik. Namun dalam pandangan lain masih ditemui kekecewaan masyarakat kepada aparatur PNS dengan berbagai macam keluhan yang merugikan masyarakat. Tujuan pembentukan UPT Pendidikan dan Pelatihan dimaksudkan untuk peningkatan


(21)

perubahan kualitas dan perilaku serta mindset aparatur PNS agar dapat memfungsikan dirinya sebagai abdi masyarakat melalui komunikasi, interaksi, dan partisipatif antara kedua belah pihak sehingga pada gilirannya masyarakat memandang adanya perubahan perilaku dalam hal pelayanan dan pemberdayaan kepada publik. Mencermati peran yang yang melekat dalam tugas dan fungsi UPT dipandang penting bagi pembentukan karakter dan sikap PNS jika sekembalinya mereka ketempat tugas di masing-masing Satuan Kerja. Kondisi ideal yang dikehendaki melalui pendidikan dan pelatihan tersebut diatas tampaknya belum secara optimal memberikan perubahan positif terhadap keseluruhan PNS karena masih saja ditemukan kritikan terhadap sikap dan perilaku PNS di instansi Pemerintah Daerah. Harapan yang disandarkan kepada UPT sebagai tempat pembentukan PNS yang berkualitas dari segi ilmu pengetahuan serta loyalitas dalam pelaksanaan tugas-tugas yang berhubungan dengan masyarakat selaku abdi masyarakat tampaknya belum sepenuhnya dicapai jika melihat penyampaian kritikan masyarakat yang menghendaki kesetiaan dan loyalitas PNS tidak saja kepada Pemerintah namun juga kepada publik atau masyarakat yang telah memberikan mandat kepada aparatur pemerintah untuk melayani publik sebagaimana yang disampaikan oleh Rasyid (2001). Keberadaan UPT yang bertugas melaksanakan pendidikan dan pelatihan pegawai kepada aparatur daerah secara legal formal dapat pula dijadikan jawaban atas keraguan masyarakat terhadap kualitas PNS dan pemberian layanan publik sehingga hasil dari pendidikan dan pelatihan, efektif dalam pencapaian sasaran bagi pembentukan

good governance aparatur daerah. Namun disadari perubahan menjadikan penampilan PNS melalui diklat sampai kini belum sepenuhnya mampu membentuk citra yang positif menurut pandangan sebagian masyarakat. Berdasarkan pandangan dan penjelasan tersebut, beberapa permasalahan yang menyebabkan belum optimalnya peran dan fungsi UPT Pendidikan dan pelatihan Pegawai dalam pembentukan sikap dan perilaku PNS dapat dirumuskan permasalahansebagai berikut :

1. Bagaimana profil Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau?


(22)

2. Sampai sejauh mana proses berlangsungnya kegiatan pembelajaran berdasarkan kurikulum dan kompetensi tugas-tugas pokok PNS dalam hubungannya terhadap pemberdayaan masyarakat?

3. Bagaimana strategi Unit Pelaksana Teknis Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau untuk mengembangkan kapasitas organisasinya yang dapat menyesuaikan terhadap perkembangan negara maupun masyarakat?

1.3. Tujuan Kajian

Tujuan Kajian di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau adalah :

1. Untuk mengetahui profil Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau.

2. Menganalisis dan mengevaluasi proses berlangsungnya kegiatan pembelajaran berdasarkan kurikulum dan kompetensi tugas-tugas pokok PNS selaku abdi masyarakat dapat membentuk peningkatan kualitas PNS dalam pemberian layanan dan pemberdayaan masyarakat.

3. Merumuskan rancangan strategi pada Unit Pelaksana Teknis Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau dalam rangka pengembangan kapasitas organisasi sesuai tugas pokok dan fungsinya yang dapat menyesuaikan terhadap perkembangan negara maupun masyarakat?

1.4. Manfaat Kajian

Hasil kajian ditujukan sebagai salah satu masukan bagi Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai dalam peningkatan kompetensi dan perilaku PNS. Pembekalan dalam wawasan ilmu pengetahuan dapat memberikan dorongan perubahan mutu pekerjaan PNS, namun perubahan sikap/perilaku tidak cukup melalui diklat karena proses kesadaran akan tanggungjawabnya kepada masyarakat butuh pembelajaran dan pembiasaan setelah seorang PNS kembali ke-dunia kerjanya. Kesadaran mengemban amanah selaku abdi masyarakat terus menerus dilatih. Paling tidak diharapkan hasil kajian ini dapat memberikan sumbang pemikiran kepada UPT Pendidikan dan Pelatihan Pegawai dalam mempersiapkan aparatur PNS berkualitas ilmu pengetahuan dan pengabdian kepada publik sehingga kedepan aparatur PNS memiliki nilai di masyarakat.


(23)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peranan UPT Diklat dalam Upaya Penguatan Apatarur

Disadari bahwa kondisi aparatur negara masih dihadapkan pada sistem manajemen pemerintahan yang cenderung belum efisien yang antara lain menghasilkan kualitas pelayanan publik rendah dan terjadi berbagai praktek korupsi, kolusi dan nepotisme serta mengakibatkan inefisiensi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Upaya perbaikan dan peningkatan kinerja aparatur, dilaksanakan secara kesisteman melalui sistem pendidikan berjenjang pada UPT Pendidikan dan Pelatihan, sistem pelatihan berjejang ini diharapkan dapat mewujudkan pelayanan yang cepat, murah, mudah berkeadilan, berkepastian hukum, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan perkembangan dinamika masyarakat.

Untuk itu peranan UPT Pendidikan dan pelatihan ditujukan bagi penguatan kapasitas aparatur untuk mewujudkan manusia pembangunan yang berbudi luhur, tangguh cerdas, terampil, mandiri, dan memiliki rasa kesetiakawanan, bekerja keras, produktif, kreatif dan inovatif, berdisiplin serta berorientasi ke masa depan untuk menciptakan kehidupan yang lebih baik. Peningkatan kualitas sumber daya manusia diselaraskan dengan persyaratan keterampilan, keahlian, dan profesi yang dibutuhkan dalam semua sektor pembangunan (Kartasasmita, 1995).

Pendekatan proses belajar; learning process sebagaimana dikemukakan David Korten (1981) merupakan wacana yang efektif bagi pembentukan profesionalisme aparatur birokrasi. Pendekatan ini memberi margin toleransi yang besar bagi aparatur birokrasi untuk berbuat kesalahan (embracing error) dalam proses pembentukan dan penyempurnaan profesionalisme karena kesalahan akan menjadi input untuk perbaikan diri. Melalui kesalahan tadi, birokrat akan belajar efektif (learning to be effective), dan dari sana akan melangkah menuju belajar efisien (learning to be efficient), dan pada akhirnya belajar berkembang (learning to be expand).


(24)

Untuk itu Bryant & White (1987) mengungkapkan bahwa terdapat empat aspek yang terkandung dalam pengembangan sumberdaya manusia, yaitu : Pertama, memberikan penekanan pada kapasitas (capacity), yaitu upaya meningkatkan kemampuan beserta energi yang diperlukan untuk itu. Kedua, penekanan pada aspek pemerataan (equity) dalam rangka menghindari perpecahan di dalam masyarakat yang dapat menghancurkan kapasitasnya. Ketiga, pemberian kekuasaan dan wewenang (empowerment) yang lebih besar kepada masyarakat. Dengan maksud agar hasil pembangunan dapat benar benar bermanfaat bagi masyarakat, karena aspirasi dan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan dapat meningkat. Di samping adanya wewenang untuk memberikan koreksi terhadap keputusan yang diambil tentang alokasi resources. Keempat, pembangunan mengandung pengertian kelangsungan pembangunan yang harus diperhatikan mengingat keterbatasan sumber daya yang ada.

Schuler dan Youngblood (1986) mengungkapkan bahwa pengembangan sumberdaya manusia pada suatu organisasi akan melibatkan berbagai faktor, seperti: pendidikan dan pelatihan; perencanaan dan manajemen karir; peningkatan kualitas dan produktivitas kerja; serta peningkatan kesehatan dan keamanan kerja. Osborne dan Gaebler (1996) justru lebih mementingkan pengembangan visi dan misi aparat pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada publik. Sejalan dengan semangat reformasi dan sistem desentralisasi, mereka lebih mengedepankan pengembangan sumber daya manusia pada visi, misi, inovasi, dan kemampuan aparat untuk melakukan semangat wirausaha dalam pelaksanaan tugas mereka. Semangat ini merupakan semangat kerja yang lebih berorientasi menghasilkan daripada menghabiskan anggaran dan pada waktu yang sama kepentingan publik justru dapat ditingkatkan pelayanannya. Dari kajian atas berbagai teori di atas, sebenarnya pengembangan sumberdaya manusia tidak terlalu jauh berbeda dengan harapan atas atribut-atribut profesionalisme, yaitu : (1) seseorang memiliki ketrampilan dan keahlian teoritis ilmiah tertentu sesuai dengan bidang pekerjaan yang akan digelutinya; (2) harus mampu menyumbangkan ilmu dan tenaganya secara optimal untuk kelancaran usaha tempat kerjanya; (3) harus dapat mendorong peningkatan produktivitas yang berkelanjutan; (4) memiliki sikap untuk terus menerus memperbaiki dan meningkatkan keahlian dan ketrampilannya; (5) disiplin dan patuh pada aturan main profesi dan tempat kerjanya; (6) memiliki kesiapan untuk berubah atau


(25)

melakukan penyesuaian terhadap perubahan-perubahan yang tengah berlangsung atau bahkan mampu menciptakan perubahan. Kondisi SDM aparatur kita pada umumnya belum memiliki kemauan yang besar untuk terus belajar. Akibatnya kekayaan intelektual yang dimiliki tidak berkembang dan hanya menggunakan paradigma lama di dalam bekerja. Paradigma lama ini sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan masa depan.

Untuk menciptakan sosok aparatur PNS berorientasi sebagai abdi masyarakat, yaitu yang amanah melayani kepentingan publik perlu suatu proses pembelajaran untuk menciptakan nilai pribadi. Pemikiran menarik dikemukakan Ancok (2000) bahwa nilai pribadi atau human capital SDM aparatur masih belum memiliki social skill yang baik. Banyak aparatur yang sangat arogan, merasa berkuasa, tidak menghargai manusia lainnya seperti layaknya seorang yang beretika baik. Selanjutnya Ancok memberikan pandangan yaitu umumnya hancurnya bangsa ini karena tidak adanya sifat amanah, sifat jujur, beretika yang baik, bisa dipercaya dan percaya pada orang lain (trust

Proses pendidikan SDM masa depan harus lebih banyak berisi komponen membangun sikap dan perilaku. Beberapa tahun terakhir ini makin banyak pembicaraan tentang pentingnya peranan inteligensi emosional

), mampu menahan emosi, disiplin, pemaaf, penyabar, ikhlas, dan selalu ingin menyenangkan orang lain.

(emotional intelligence) di dalam menunjang kesuksesan hidup manusia (Goleman, 1996). Upaya untuk menumbuhkan itu banyak ditempuh melalui paket pelatihan inteligensi emosional misalnya. Pelatihan lain yang sangat diperlukan adalah pelayanan prima (service excellence)

Pendekatan proses belajar; learning process sebagaimana dikemukakan David Korten (1981) merupakan wacana yang efektif bagi pembentukan profesionalisme aparatur birokrasi. Pendekatan ini memberi margin toleransi yang besar bagi aparatur birokrasi untuk berbuat kesalahan (embracing error) dalam proses pembentukan dan penyempurnaan profesionalisme karena kesalahan akan menjadi input untuk perbaikan diri. Melalui kesalahan tadi, birokrat akan belajar efektif (learning to be effective), dan dari sana akan melangkah menuju belajar efisien (learning to be efficient), dan pada akhirnya belajar berkembang (learning to be expand). Strategi pengembangan dan pemberdayaan aparatur menuju good . Aparatur pemerintah adalah pelayan masyarakat bukan penindas masyarakat seperti zaman orde baru. Oleh karena itu aparatur PNS memerlukan kemampuan melayanani orang lain dengan baik.


(26)

governance merupakan learning process yang seharusnya didukung oleh sistem pembelajaran yang kondusif berupa struktur organisasi pemerintahan yang adaptif. Subsistem kepegawaian negara terdiri dari: (1) rekruitmen; (2) penggajian dan reward; (3) pengukuran kinerja; (4) promosi jabatan; (5) pengawasan. Memahami ini merupakan suatu sistem membuat perhatian atas sub-sub sistem perlu secara utuh. Namun dalam kaitan kajian ini, learning process pada peningkatan kompetensi (kinerja) aparatur yang menjadi tuntutan publik pada pelayanan keseharian yang dinilai tidak memuaskan.

Aparatur yang berkualitas, profesional, kompetensi, tentu saja tidak muncul begitu saja, ini merupakan output dari rangkaian yang utuh yaitu mulai rekruitmen dan pembinaan PNS. Ini berarti, upaya peningkatan kemampuan dan kualitas aparatur sudah dimulai sejak penerimaan pegawai. Penjaringan pegawai baru dimaksudkan untuk mendapatkan pegawai-pegawai dengan kualitas tinggi. Kesulitan pembinaan aparatur berawal dari mental calon PNS ingin menjadi pegawai negeri karena motivasi jaminan hari tua. Bukan karena motivasi memberi pelayanan yang optimal pada masyarakat. Bisa dibayangkan begitu tingginya tingkat kesulitan bagi institusi yang diserah tugas pokok dan fungsi untuk meningkatkan kualitas calon PNS yang demikian dan mengubah nilai minta dilayani menjadi orientasi melayani. Dalam rangkaian perjalanan seorang aparatur, masa paling panjang adalah sebagai seorang aparatur pemerintahan (aktif) yang dalam aktivitasnya senantiasa diminta untuk mampu menjawab tuntutan masyarakat, kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, globalisasi. Agar aparatur dapat selalu mampu mengikuti perkembangan zaman sebagai suatu upaya terus menerus meningkatkan kualitas, salah satu pilar adalah pendidikan dan latihan. Tuntutan yang semakin tinggi pada aparatur seharusnya disikapi dengan kebijakan yang semakin memberdayakan, memfungsikan diklat. Manajemen kepegawaian sipil dalam good governance menghendaki suatu kondisi yang dinamis, penuh dengan pemikiran dan aksi-aksi yang progresif. Dengan demikian, aparatur pemerintah senantiasa akan tertantang untuk mengejar kemajuan dan peningkatan kualitas. Kualitas sumber daya aparatur yang sesuai dengan riil tuntutan kualitas pelayanan publik. Secara nyata merupakan investasi masa depan organisasi pemerintah. Banyak contoh negara maju dalam perjalanan sejarah kebijakan memberikan perhatian yang serius pada bidang pendidikan. Seperti Jepang dan contoh negara tetangga yaitu Malaysia. Termasuk pada


(27)

peningkatan aparatur PNS perlu terus menerus melalui diklat. Pendidikan dan latihan harus mendapat perhatian yang lebih agar institusi ini berdaya, bermutu untuk berkesinambungan membangun, mencetak aparatur yang profesional, berkualitas, kompeten serta memiliki integritas dan moralitas. Disain kurikulum pendidikan dan latihan dalam kaitan menjawab tuntutan pelayanan publik yang operasional, terukur. Dalam aspek pelatihan, kurikulum ataupun pengajaran / pelatihan yang dilakukan yaitu mengisi keahlian atau keterampilan yang diperlukan untuk menduduki suatu jabatan. Untuk itu perlu adanya konsistensi antara pelatihan (training) yang ditempuh dengan jabatan yang akan diduduki aparatur. Sebagai konsekuensi atas konsistensi atas apa yang diajarkan, dilatih dengan kompetensi atas jabatan yang akan diduduki maka perlu selalu dilakukan aktualisasi jenis kurikulum pelatihan yang sesuai dengan perkembangan tuntutan masyarakat, dan perkembangan teknologi.

Fenomena negatif yang muncul selama ini terhadap aparat birokrasi, memang tidak bisa begitu saja kita timpakan kesalahannya kepada aparat birokrasi. Lantas bagaimana dengan persepsi, sikap dan sentimen masyarakat mengenai kinerja aparat birokrasi dan dirinya sendiri? Apabila diamati ada dua perilaku yang kontras antara aparat birokrasi dan pencari jasa pelayanan. Di satu pihak, aparat birokrasi merasa ada dalam posisi penguasa yang lebih menempatkan diri sebagai pengarah daripada pamong. Oleh karena itu timbul kecenderungan untuk melihat warga masyarakat sebagai objek pasif dalam pelayanan publik. Di lain pihak, warga masyarakat telanjur melihat aparat birokrasi sebagai aparat pelayan, dan karena itu mereka menuntut adanya pengabdian dan pelayanan dari aparat birokrasi kepada masyarakat secara optimal.

Bukti adanya tuntutan itu antara lain dengan banyaknya keluhan masyarakat terhadap pelayanan jasa yang dinilai kurang memuaskan. Namun demikian, untuk menuntut pelayanan yang baik, mestinya masyarakat juga sadar akan “citra diri”-nya sebagai warga yang tanggap norma kerja terhadap segala keterbatasan yang dimiliki aparat birokrasi. Sudah tentu di antara kontinum perilaku yang kontras tersebut terdapat perilaku yang moderat. Ada sebagian warga masyarakat, yang karena sikap paternalistiknya menempatkan diri sebagai klien dari patronnya, aparat birokrasi (Dwiyanto, 2002), sehingga menampilkan perilaku patuh. Begitu pula ada aparat birokrasi yang sadar tugas serta berdisiplin


(28)

tinggi sehingga memberikan yang terbaik untuk tugas, masyarakat, bangsa, dan negara. Namun sayangnya, profil seperti ini jarang sekali, padahal sangat didambakan. Pertanggungjawaban publik dan pelayanan publik dari aparatur PNS sebenarnya tidak hanya ditentukan oleh pandangan sebagian masyarakat yang menyoroti kinerja dan perilaku sebagian kecil aparatur PNS yang bersentuhan langsung dengan urusan kemasyarakatan. Ibarat pepatah setitik noda, rusak susu sebelanga. Karena perilaku oknum yang tidak terpuji dalam bidang pemberian layanan kemasyarakat telah memposisikan atau menyamakan sikap tidak terpuji itu kepada institusi aparatur pemerintah. Kondisi dapat dimaklumi karena aparatur PNS merupakan figur publik penyelenggara urusan negara dan pemerintahan. Dengan demikian, masalah tanggung jawab publik dan pelayanan aparat birokrasi sebenarnya bukan semata-mata masalah aparat birokrasi, akan tetapi masalah semua pihak yang terlibat dalam urusan pemerintahan.

2.2. Strategi Peningkatan Penguatan Kapasitas Aparatur

Sebagai komponen birokrasi, lembaga pendidikan dan pelatihan pemerintah dapat memberikan dukungan agenda pembangunan sesuai peran dan tanggungjawabnya. Salah satunya adalah memfokuskan pada upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sebagai salah satu strategi pengembangan kompetensi dan profesionalisme sumber daya manusia Aparatur. Lembaga Diklat, mampu menjadi daya ungkit yang paling kuat dalam mewujudkan sosok pegawai negeri sipil yang kompeten dan profesional, melalui upaya-upaya inovasi dan pengembangan dalam program, kurikulum, metode, serta sarana dan prasarana diklat (Petunjuk pelaksanaan teknis UPT Diklat, 2009)

Namun demikian, dalam tataran praktis penyelenggaraan berbagai program diklat masih ditemui banyak kendala dimulai dari tidak standarnya kurikulum terhadap perkembangan tugas dan fungsi aparatur, minimnya kualitas pembelajaran, kurang jelasnya evaluasi hasil belajar, serta tidak tersedianya dukungan sarana dan prasarana diklat yang memadai. Bahkan, para pemangku kepentingan (stakeholders) pediklatan telah melihat bahwa program diklat cenderung jatuh pada rutinitas kegiatan yang berorientasi anggaran saja (budget driven), bukan kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan kapasitas para peserta diklat. Alih meningkatkan kompetensi dan kinerja pegawai, penyelenggaraan diklat dianggap sebagai kegiatan refreshing dari rutinitas kerja keseharian. Untuk


(29)

itu meningkatkan kualitas penyelenggaraan diklat aparatur akan mampu mewujudkan tujuan ideal diklat sebagai proses transformasi kualitas SDM aparatur negara yang menyentuh 4 (empat) dimensi utama; dimensi spiritual, intelektual, emosional, dan fiskal. Keempat dimensi ini bisa diwujudkan apabila implementasi pelaksanaan diklat mengedepankan kualitas, para penyelenggara memiliki komitmen yang tinggi kepada proses pembelajaran, dan sarana prasarananya disiapkan secara efektif.

Dalam mendukung standarisasi kualitas diklat, perlunya ketentuan rumusan tentang standar minimal pelayanan untuk sarana dan prasarana kediklatan. Standar minimal ini akan menjadi acuan dalam proses akreditasi dan sertifikasi lembaga diklat, dimana hanya lembaga diklat yang memiliki sarana kelas, asrama, fasilitas pembelajaran yang memadai saja dapat menyelenggarakan diklat-diklat tertentu. Selain itu dalam rangka memastikan penerapan total quality management

(TQM) penyelenggaraan diklat, juga perlu menyusun ketentuan tentang mekanisme koordinasi, monitoring dan evaluasi penyelenggaraan diklat. Koordinasi monitoring dan evaluasi ini merupakan instrument dari instansi pembina diklat agar penyelenggaraan diklat dapat mengacu pada standar dan ketentuan yang telah digariskan. Koordinasi ini dapat diwujudkan dengan mengirimkan pemberitahuan kepada instansi pembina tentang program-program diklat yang akan dilaksanakan di berbagai lembaga diklat daerah, baik itu diklat kepemimpinan, teknis, dan fungsional. Selain itu menekankan pula pentingnya peran kediklatan dengan memberikan pemahaman kepada peserta bahwa diklat bukanlah forum untuk pesta pora. Peserta diklat bukan lagi sekedar penggembira.

Output diklat bukan hanya atribut diklat seperti jaket, topi, atau barang lainnya.

Outcome diklat bukanlah mengumpulkan sertifikat diklat sebanyak-banyaknya. Namun, diklat pada hakekatnya adalah proses pembelajaran yang akan menghasilkan output berupa peserta dengan kompetensi yang meningkat, dan

outcome berupa kinerja aparatur yang lebih baik. Nampak hal yang tidak kalah penting lagi adalah kebijakan yang mengintegrasikan diklat dengan pola pengembangan karir PNS.

Strategi pengembangan dan pemberdayaan sumber daya aparatur tidak dapat dilakukan seketika. Perubahan ini dimakna secara bertahap dan terencana yang berkesinambungan. Strategi pengembangan dan pemberdayaan aparatur menuju good governance merupakan learning process yang seharusnya didukung


(30)

oleh sistem pembelajaran yang kondusif berupa struktur organisasi pemerintahan yang adaptif. Subsistem kepegawaian negara terdiri dari: (1) rekruitmen; (2) penggajian dan reward; (3) pengukuran kinerja; (4) promosi jabatan; (5) pengawasan. Memahami ini merupakan suatu sistem membuat perhatian atas sub-sub sistem perlu secara utuh. Namun dalam kaitan kajian ini, learning process pada peningkatan kompetensi (kinerja) aparatur yang menjadi tuntutan publik pada pelayanan keseharian yang dinilai tidak memuaskan.

Strategi peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat akan dapat diimplementasikan secara efektif apabila seluruh pemangku kepentingan ( stake-holders) diklat aparatur memiliki komitmen dan pemahaman sama tentang urgensi peningkatan kualitas dan kompetensi aparatur. Untuk itu diperlukan keterpaduan dan koordinasi yang erat dalam melakukan optimalisasi implementasi strategi peningkatan kualitas diklat. Disamping itu dalam melaksanakan misi mewujudkan kualitas diklat tersebut, para pemangku kepentingan diklat di daerah harus terus menerus melakukan transformasi diri secara menyeluruh dalam meningkatkan kapasitas, keterampilan dan sikap sesuai dengan tuntutan lingkungan strategis yang terus berubah.

2.3. Penguatan Kapasitas SDM melalui Pendidikan

Pengembangan dan pemberdayaan aparatur negara merupakan proses pembelajaran, yakni dengan dukungan sebuah sistem pembelajaran yang baik. Proses pembelajaran tetap harus berjalan dan dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah itu sendiri, dengan kesungguhan, konsisten dan terencana menuju aparatur yang berkualitas, kompetensi, profesional dalam memberikan pelayanan publik yang berkualitas.

Pengembangan dan pemberdayaan aparatur negara merupakan learning process, yakni dengan dukungan sebuah sistem pembelajaran yang baik. Proses pembelajaran tetap harus berjalan dan dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah itu sendiri, dengan kesungguhan, konsisten dan terencana menuju aparatur yang berkualitas, kompetensi, profesional dalam memberikan pelayanan publik yang berkualitas

Pendidikan dan pelatihan juga merupakan upaya untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian pegawai. Oleh karena itu setiap


(31)

organisasi atau instansi yang ingin berkembang, pendidikan dan pelatihan pegawainya harus memperoleh perhatian yang lebih besar sehingga dapat meningkatkan kinerja pegawainya tersebut seperti yang disampaikan Notoatmodjo (2003). Melihat pentingnya sumberdaya manusia dalam suatu organisasi atau instansi, maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa manusia adalah aset yang paling penting dan berdampak langsung pada organisasi atau instansi tersebut dibandingkan dengan sumber daya sumberdaya lainnya. Karena manusia memberikan tenaga, bakat, kreativitas, dan usaha mereka kepada organisasi atau instansi tersebut. Lembaga Diklat tetap dianggap sebagai upaya organisasi yang memiliki pengaruh signifikan dalam peningkatan kompetensi pegawai, karena diklat merupakan proses pembelajaran yang dirancang dan dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan untuk meningkatkan kompetensi agar mereka mampu melaksanakan tugas-tugas pekerjaan secara profesional. Meningkatnya kompetensi yang dimiliki para PNS, maka kinerja individu mereka sekembalinya ke tempat kerja diharapkan akan meningkat, dan pada akhirnya kinerja organisasi secara keseluruhan akan meningkat pula.

2.4. Kelembagaan

Israel (1990) mendefinisikan kelembagaan (institution), pengembangan kelembagaan (institutional development) atau pembangunan kelembagaan (institutional building) merupakan proses perbaikan kapasitas organisasi supaya lebih efektif datam penggunaan SDM berdasarkan ketersediaan dana.

Mengenai kelembagaan, tinjauannya menyangkut pola norma dan hubungan. Pembahasan pola norma terkait prilaku penataan organisasi (behavior), sedangkan pola hubungan kaitannya dengan jejaring kerja (network) dengan institusi luar komunitas (vertikal) maupun dalam komunitas (horizontal). Tuntutan dimaksud berlaku terhadap kelembagaan di tingkat nasional maupun kelembagaan lokal. Thoha (1998) menegaskan, "setiap membicarakan dinamika kelompok dalam hubungannya dengan perilaku organisasi maka tidaklah lengkap jika belum dibicarakan pola perilaku panitia dalam suatu organisasi. Panitia (kepengurusan) merupakan tipe formal yang amat penting yang dijumpai sekarang ini dalam kehidupan organisasi.


(32)

Hal yang terpenting dan diharapkan dalam sebuah organisasi adalah ruh atau keberlanjutan disebut dengan institutional sustainability. Kelembagaan berkelanjutan mampu bergerak secara kontiniu pra realisasi bantuan maupun pasca terhentinya bantuan donatur. Kelembagaan di negara sedang berkembang agak sulit bertahan jika diperhatikan pada operasional proyek-proyek international seperti di Indonesia. Oleh karena itu kelembagaan pembangunan ke depan perlu menerapkan dengan sungguh-sungguh prinsip pembangunan berkelanjutan, artinya perlu dikembangkan kerangka pembangunan berkelanjutan dalam konteks Indonesia (Kolopaking dan Tonny, 2007).

Kelembagaan adalah organisasi masyarakat ataupun pemerintah yang tumbuh dan berkembang sebagai sebuah kebutuhan komunitas atau organisasi formal lainnya sebagai upya menyatukan visi, misi dan tujuannya dalam sebuah wadah atas dasar kepentingan yang sama dalam satu unit satuan sosial ataupun organisasi.

2.5. Pengembangan Kurikulum

Konsep terpenting yang perlu mendapatkan penjelasan dalam teori kurikulum adalah konsep kurikulum. Ada tiga konsep tentang kurikulum, kurikulum sebagai substansi, sebagai sistem pembelajaran, dan kurikulum sebagai bidang pengetahuan studi :

a.

Suatu kurikulum, dipandang orang sebagai suatu rencana kegiatan belajar atau sebagai suatu perangkat tujuan yang ingin dicapai. Suatu kurikulum juga dapat menunjuk kepada suatu dokumen yang berisi rumusan tentang tujuan, bahan ajar, kegiatan belajar-mengajar, jadwal, dan evaluasi. Suatu kurikulum juga dapat digambarkan sebagai dokumen tertulis sebagai hasil persetujuan bersama antara para penyusun kurikulum dan pemegang kebijaksanaan pendidikan dengan masyarakat. Suatu kurikulum juga dapat mencakup lingkup tertentu, suatu sekolah, suatu kabupaten, propinsi, ataupun seluruh negara.

Konsep pertama, kurikulum sebagai suatu substansi:

Sistem kurikulum merupakan bagian dari sistem pendidikan bahkan sistem pendidikan di masyarakat. Suatu sistem kurikulum mencakup struktur personalia, dan prosedur kerja bagaimana cara menyusun suatu kurikulum, melaksanakan, mengevaluasi, dan menyempurnakannya. Hasil dari suatu sistem b. Konsep kedua, adalah kurikulum sebagai suatu sistem


(33)

kurikulum adalah tersusunnya suatu kurikulum, dan fungsi dari sistem kurikulum adalah bagaimana memelihara kurikulum agar tetap dinamis.

Kurikulum merupakan bidang kajian para ahli kurikulum dan ahli pendidikan dan pengajaran. Tujuan kurikulum sebagai sebuah bidang studi adalah mengembangkan ilmu tentang kurikulum dan sistem kurikulum. Mereka yang mendalami bidang kurikulum mempelajari konsep-konsep dasar tentang kurikulum. Melalui studi kepustakaan dan berbagai kegiatan penelitian dan percobaan, mereka menemukan hal-hal barn yang dapat memperkaya dan memperkuat bidang studi kurikulum, yang selalu disesuaikan dengan kebutuhan organisasi maupun masyarakat yang dipandang sebagai subjek dalam pelayanan publik (UPT Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Riau, 2008).

c. Konsep ketiga, kurikulum sebagai suatu bidang pengetahuan studi

Berdasarkan paparan singkat di atas maka dalam proses pembuatan dan pelaksanaan suatu kurikulum pembelajaran diperlukan kegiatan- kegiatan seperti; (1)mengembangkan definisi-definisi deskriptif dan preskriptif dari istilah-istilah teknis; (2) mengadakan klasifikasi tentang pengetahuan yang telah ada dalam pengetahuan-pengetahuan baru; (3)melakukan penelitian inferensial dan prediktif menyangkut perkembangan organisasi; (4) mengembangkan subsubteori kurikulum, mengembangkan dan melaksanakan model-model kurikulum.

2.6. Pembelajaran dan Suasana Belajar

Suasana belajar di dalam kelas merupakan salah satu faktor pendukung sukses tidaknya sebuah proses pembelajaran. Membangun suasana belajar secara partisipatif dalam kegiatan pendidikan berjenjang pada UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD Provinsi Riau dimulai dengan melakukan kontrak belajar dengan peserta pendidikan dan pelatihan. Hal ini sangat penting mengingat jadwal dan materi pendidikan harus ditetapkan secara bersama, agar peserta pendidikan lebih berperan serta aktif dalam setiap proses kegiatan pendidikan dan pelatihan.

Pengembangan belajar lebih diarahkan kepada kegiatan yang bersifat

participatory training, dalam bentuk ceramah, diskusi, penugasan dan analisis permasalahan secara lokalitas dan merupakan bagian dari pekerjaan peserta sebagai unit pelayanan kepada publik. Untuk itu dalam pengembangan pembelajaran peserta secara aktif diharuskan mengungkapkan pandangan,


(34)

pengalaman dan keilmuannya, untuk kemudian dibuat sebuah kesimpulan yang disepakati oleh seluruh peserta.

Agar muatan keilmuan ada dalam setiap proses pembelajaran maka diperlukan pembanding yang berasal dari tenaga profesional seperti perguruan tinggi maupun aktivis penggerak komunitas. Hasil yang diperoleh dari narasumber ini kemudian dibawa kedalam proses diskusi dan penugasan untuk kemudian dibuat sebuah analisis dan kesimpulan bagi pengembangan kegiatan kerja peserta pasca mengikuti pendidikan dan pelatihan.

2.7. Pembelajaran Orang Dewasa

UPT Pendidikan dan Pelatihan sebagai lembaga pemerintah yang berfungsi untuk mendorong peningkatan kapasitas pegawai negeri, dalam hal ini dalam proses penyusunan kurikulum pembelajarannya harus menempatkan metodologi pendidikan orang dewasa.

Sistem Pendidikan orang dewasa memiliki daur proses pembelajaran yang dimulai dari proses mengalami, mengungkapkan, manganalisis, menyimpulkan dan terakhir adalah menerapkan, dalam hal ini peserta didik dianggap orang yang telah mempunyai pengalaman dalam bekerja dan telah pernah mengetahui beberapa konsep keilmuan. Untuk itu peserta di-review kembali segala bentuk pengalaman dan ilmu pengetahuannya, untuk dibuat kesimpulan yang sistematis untuk dikerjakan secara individu maupun kolektif. (Petunjuk teknis kegiatan UPT Pendidikan dan Pelatihan BKD. Provinsi Riau, 2009).

Mustikasari (2008) menyatakan bahwa bagi orang dewasa pembelajaran lebih menekankan untuk apa ia belajar. Dalam proses pembelajaran orang dewasa (andragogi), ia menghendaki kemandirian dan tidak mau diperlakukan seperti anak-anak, misalnya ia diberi ceramah oleh orang lain tentang apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan. Apabila orang dewasa dibawa pada situasi belajar yang memperlakukan dirinya dengan penuh penghargaan, maka ia akan melakukan proses belajar dengan penuh penghargaan pula. Ia akan melakukan proses belajar dengan pelibatan dirinya secara mendalam.

Situasi tersebut menunjukkan orang dewasa mempunyai kemauan sendiri untuk belajar. Oleh sebab itu perlu diketahui cara-cara yang efektif untuk pembelajaran orang dewasa. Faktor-faktor yang mempengaruhi orang dewasa dalam belajar dapat bersifat psikis dan fisik.


(35)

Oleh kaena itu untuk memperlancar proses pembelajaran orang dewasa perlu memperhatikan beberapa prinsip:

a. Nilai dan Norma Perbedaan, dalam pemahaman atas nilai dan norma adalah pada orang dewasa terletak pada dirinya sendiri, sedangkan pada anak-anak terletak pada pendidik. Orang dewasa dalam memahami suatu informasi tidak serta merta diterima atau ditelan bulat-bulat tetapi selalu dibandingkan dengan nilai dan norma yang sudah melekat dalam dirinya yang terbentuk selama pengelamannya. Orang dewasa tidak akan mudah terbujuk dan lalu setuju terhadap informasi yang diterima, apalagi yang ia ragukan kebenaran dan kurang sejalan dengan nilai dan norma yang diyakininya. Sedangkan nilai dan norma pada diri anak masih dalam proses “pembentukan”. Oleh karena itu mereka memerlukan contoh dan teladan yang baik dari pendidik. Implikasi dalam proses pembelajaran orang dewasa adalah lebih mengutamakan pendekatan pembelajaran “terpusat pada peserta didik”. Pada hakekatnya pendekatan pembelajaran ini, peserta diberi kesempatan mengambil tanggung jawab yang luas untuk mengambil keputusan sendiri dalam belajar. Orang dewasa belajar dengan cara menemukan yaitu informasi yang diterima menjadi sikap hidupnya setelah ia menganalisis, mensintesis, merefleksi dan merenungkan. Apabila informasi itu ternyata benar menurut dirinya maka ia mengambil keputusan dalam dirinya berupa setuju – tidak setuju, suka – tidak suka, boleh – tidak boleh, maupun baik atau buruk.

b. Perhatian dan motivasi proses belajar tidak akan terjadi tanpa perhatian dari peserta. Perhatian dapat dibangkitkan dengan penggunaan media dan metode pembelajaran yang bervariasi. Hal tersebut memunculkan motivasi pada diri peserta. Motivasi sangat berperan dalam kegiatan belajar. Motivasi adalah kondisi dalam diri individu yang mendorong seseorang berbuat (belajar). Motivasi berkaitan dengan minat. Orang yang memiliki minat terhadap sesuatu akan tumbuh motivasi untuk mempelajari seseuatu itu. Motivasi dapat bersifat internal yaitu datang dari diri sendiri dan bersifat eksternal yaitu motivasi tumbuh karena pengaruh dari luar.

c. Keaktifan secara psikologis setiap manusia mempunyai dorongan untuk berbuat sesuai inspirasinya. Belajar tidak dapat dipaksaan dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi bila orang


(36)

mengalaminya sendiri. Belajar menyangkut apa yang harus dikerjakannya untuk dirinya sendiri, inisiatif belajar harus datang dari dalam diri peserta. Orang dewasa belajar tidak hanya menerima, menyimpan informasi tetapi juga mentransformasikannya. Orang belajar memiliki sifat aktif, konstruksif dan mampu merencanakan sesuatu. Peserta diklat mampu mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang diperolehnya. Dalam proses belajar peserta mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan menemukan fakta, menganalisi, menafsirkan, menarik kesimpulan, mengadopsi, dan mengambil keputusan. Prinsip keaktifan mengemukakan bahwa individu merupakan manusia belajar yang selalu aktif untuk ingin tahu. Keaktifan terlihat baik berupa kegiatan fisik seperti membaca, menulis, mendengar, berlatih, dan lain-lain, maupun kegiatan psikis seperti menggunakan pengetahuan dalam memecahkan masalah, membandingkan suatu konsep, menganalisis, mensisntesis, menilai, merefleksi, merasakan, dan lain-lain. Belajar harus dilakukan secara aktif baik individu maupun kelompok.

d. Keterlibatan langsung belajar paling baik adalah belajar melalui pengalaman langsung. Belajar dengan prinsip ini, peserta tidak sekedar mengamati, tetapi ia harus menghayati, terlibat langsung dalam perbuatan, dan bertanggung jawab terhadap hasilnya. Orang belajar naik sepeda yang paling baik langsung diberi sepedanya untuk dapat dinaiki. Belajar bersepeda tidak dapat melelui modul dan diceramahi.

e. Pengulangan, prinsip belajar yang tidak kalah penting adalah mengulang-ulang. Mengulang-ulang suatu materi pelajaran merupakan latihan untuk mengembangkan daya-daya dalam diri individu. Daya-daya itu ialah inteligensi, mengamati, menanggapi, mengingat, menghayal, merasakan, berpikir, dan lain-lain. Ibarat mengasah pedang yang terus menerus menjadi tajam.


(37)

III. METODOLOGI KAJIAN

3.1. Kerangka Pemikiran

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Pegawai adalah bagian dari organisasi Pemerintah Provinsi Riau yang mempunyai tugas melaksanakan kediklatan untuk aparatur PNS dilingkungan Pemerintah Daerah dalam rangka menciptakan kualitas dan kinerja PNS sebagai pelaksana penyelenggaraan kenegaraan (abdi Negara) dan penyelenggara pembangunan dalam pemerintahan (abdi masyarakat).

Pemberian kediklatan untuk PNS dimaksudkan menghasilkan nilai tambah terbentuknya PNS sebagai penyelenggara Negara yang trampil dalam pekerjaan baik di bidang keuangan, perencanaan, pengawasan, pertanian dan sebagainya. Logika tersebut telah terbangun dengan sendiri jika melihat kuantitas dan kualitas PNS dengan latar belakang pendidikan akademis dan kursus-kursus teknis yang dimiliki pegawainya disetiap Dinas/Instansi. Lalu bagaimana pernyataan masyarakat yang memandang PNS dengan Birokrasinya suka mempersulit urusan dan perizinan misalnya, atau dituding melakukan rekayasa pengadaan barang dan jasa, atau bahkan lebih mementingkan golongan kerabatnya dan sarat dengan praktek-praktek KKN. Pemikiran masyarakat itu tidak dapat disalahkan karena mereka menyaksikan dan mengalaminya sendiri. Jika demikian akan muncul pertanyaan sekaligus pernyataan apakah Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai tidak berhasil mengubah sikap dan perilaku aparatur PNS dalam melaksanakan fungsi abdi masyarakatnya?. Kritikan dan kekecewaan kepada sebagian kecil PNS yang berbuat sikap tidak terpuji telah memunculkan kesan anggapan menyamakan seluruh PNS telah melakukan perbuatan yang sama pula. Mengapa hal ini terjadi karena PNS adalah figur ideal penyelenggara Negara dan pembangunan yang ditujukan untuk melayani kepentingan Negara dan masyarakat.

Ada aparatur PNS yang menunjukkan pengabdiannya dalam melaksanakan tugas-tugas atau program-program pembangunan kemasyarakatan (antara lain pendidikan, kesehatan, usaha ekonomi kecil, pembangunan infrastruktur desa), namun hal-hal seperti jarang terangkat kepermukaan meskipun dihadapkan kepada terbatasnya sarana dan prasarana pekerjaan mereka.


(38)

Tentunya dengan tidak mengenyampingkan keluhan masyarakat kepada aparatur PNS, pada dasarnya program kediklatan yang diselenggarakan oleh UPT ditujukan untuk pembentukan kualitas serta karakter PNS agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dalam urusan pemerintahan dan urusan publik. Fungsi menurut urusan pemerintahan adalah menjalankan tugas yang berhubungan dengan sistem dan prosedur administrasi perkantoran termasuk didalamnya peraturan perundang-undangan, sedangkan fungsi menurut urusan publik adalah berkenaan pemberian pelayanan dan pemberdayaan masyarakat dibidang sosial, ekonomi, kesehatan, pendidikan dan infrastruktur (Rasyid, 1997).

Seberapa jauh UPT berhasil melaksanakan tugasnya bagi peningkatan kinerja aparatur PNS yang berhubungan dengan kedua fungsi tersebut, dapat diketahui dari umpan balik yang berasal dari unsur eksternal dan internal UPT sendiri. Publik sebagai unsur eksternal baik langsung ataupun tidak langsung akan memberikan tanggapan bahkan penolakan apabila aparatur PNS tidak dapat memenuhi kebutuhan dan harapan mereka. Demikian pula sebaliknya dari sisi internal UPT Pendidikan dan Pelatihan tidak akan dapat menjalankan fungsinya secara baik bila aspek kelembagaannya tidak menunjang karena beberapa hal seperti sarana dan prasarana kediklatan, kurikulum, materi pelajaran dan proses belajar mengajar, kualitas dan personil organisasi, sistem dan prosedur diklat, serta kebijakan dan komitmen pemerintah.

Menurut literatur ilmu organisasi dan manajemen, kelembagaan bukan bersifat mandiri dan terus mengalami perkembangan sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi didalam (internal) maupun diluar (eksternal) organisasi. Menurut Thoha (1991) lebih lanjut bahwa tujuan suatu organisasi tidak akan tercapai jika organisasi tidak melakukan perubahan sesuai perkembangan yang terjadi diluar organisasi. Pemikiran Thoha sesungguhnya memberikan petunjuk bahwa UPT Pendidikan dan Pelatihan dapat menjalankan tugas dan fungsinya jika mengetahui bagaimana melakukannya.

Melalui penerapan analisis SWOT dalam organisasi UPT Pendidikan dan Pelatihan pada dasarnya adalah suatu cara untuk menganalisis mulai dari identifikasi perumusan masalah, identifikasi unsur penghambat dan pendukung yang dapat berasal dari faktor internal dan eksternal UPT sampai ketahapan formulasi strategi dan rancangan program bagi pengembangan kapasitas kelembagaan Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan. Selanjutnya pada


(39)

bagan alur berikut dijelaskan bahwa tugas dan fungsi UPT Pendidikan dan Pelatihan dalam mendiklat PNS outputnya tidak efektif dalam menjalankan tugas dan pekerjaan yang berkenaan dengan urusan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat (eksternal), dan produktifitas instansional. Beberapa permasalahan tidak efektifnya diklat diantaranya persepsi masyarakat terhadap layanan publik yang diberikan PNS rendah, kurikulum dan materi tidak memuat konsep pemberdayaan masyarakat dan tidak mendukung pekerjaan Instansi PNS, jumlah dan kualifikasi Widyaiswara rendah dan tidak menerapkan participatory training, dan rendahnya koordinasi dan kerjasama dengan lembaga/pendidikan teknis.

Dari beberapa permasalahan tersebut diadakan analisis SWOT terhadap keragaan program diklat UPT dan informasi atau persepsi masyarakat dengan melakukan wawancara dan diskusi. Tujuannya dimaksudkan untuk merumuskan dan menyusun strategi dan rancangan program yang efektif yang akan dijalankan oleh Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan dalam penyelenggaraan diklat bagi PNS sehingga pada gilirannya program kediklatan bermanfaat bagi

terciptanya good governance berbasis pelayanan serta pemberdayaan masyarakat.


(40)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kajian

26

Analisis SWOT

Wawancara dan diskusi Wawancara dan diskusi

(UPT) PENDIDIKAN DAN LATIHAN PEGAWAI Eksternal Masyarakat, LSM, Lembaga Pendidikan,Media Masa Internal

a.UPT Pendidikan dan Pelatihan

b.BKD Prov. Riau c.Satuan Kerja d.Peraturan Pemerintah

Provinsi Riau dan Peraturan Gubernur

Permasalahan

1. Persepsi masyarakat terhadap layanan publik masih rendah 2. Kurikulum dan Materi

pendidikan dan pelatihan minim terhadap metodologi pemberdayaan masyarakat 3. Teknis kegiatan

Diklat monoton dan tidak menerapkan prinsip partisipatory training.

4. SDM Widyaiswara kerja sama dengan pihak lain yang berkompeten sangat sedikit.

Analisis Kegiatan

1. Keragaan dan program kegiatan UPT Pendidikan dan Pelatihan

2. Persepsi Masyarakat terhadap program kegiatan UPT Pendidikan dan Latihan Pegawai

STRATEGI DAN RANCANGAN

PROGRAM

a. Pelayanan Publik dengan penerapan strategi pemberdayaan masyarakat (ekonomis, efektif, efisien, dan akuntabel).

b. Penyusunan program UPT Pendidikan dan Pelatihan dengan metodologi pemberdayaan berdasarkan kualifikasi

- Tangible

- Reability

- Responsiveness

- Assurance

- Emphaty

OUTPUT 1.Terciptanya good

governance Pemerintah Provinsi Riau, melalui peningkatan pendidikan dan pelatihan berbasis pelayanan publik. 2. Peningkatan pengetahuan berbasis metodologi pemberdayaan masyarakat.


(41)

3.2. Lokasi dan Waktu Kajian

Kajian dilaksanakan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Pegawai di Pekanbaru. Pemilihan lokasi di UPT ini karena pertimbangan bahwa UPT ini berada di ibukota Provinsi Riau dan selalu menjadi tempat penyelenggaraan diklat fungsional dan teknis baik program kediklatan berskala Nasional maupun daerah Kabupaten/Kota se Provinsi Riau

Kajian dilaksanakan dari tanggal 5 April sampai dengan 30 Juni 2009, dan saat bersamaan intensitas program pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Pegawai sedang berjalan untuk waktu kedepannya

Jadwal kajian lapangan terdiri beberapa tahapan yaitu; tahapan pertama adalah melihat profil Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Pegawai di Pekanbaru Riau baik sumberdaya manusia anggota, organisasi, dan manajemen, Tahap Kedua yaitu menganalisis kegiatan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Pegawai di Pekanbaru dan Tahap ketiga adalah merancang strategi dan rencana tindak lanjut kegiatan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Pegawai di Pekanbaru yang lebih baik dengan memasukkan prinsip-prinsip pengembangan masyarakat dalam program kegiatannya sebagai bentuk peningkatan pelayanan publik.

Kajian akhir studi kasus dengan judul “Pengembangan Kapasitas Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau untuk Pemberdayaan Masyarakat”, merupakan dasar dalam penyusunan program rencana aksi ke depan. Adapun jadwalnya sebagai berikut :


(42)

Tabel 1. Jadwal kajian

NO JENIS KEGIATAN

2009 Tahun

2010

2011

BULAN BULAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1-12 1 2 3 4

1. Survey lokasi 2. Penyusunan Proposal 2. Kolokium

3. Kajian Lapangan

5. Penyusunan Tugas Akhir 7. Seminar dan Ujian

3.3. Komunitas Subyek Kajian

Komunitas subyek kajian adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pendidikan dan Pelatihan Pegawai sebagai penyelenggara, beberapa PNS untuk sampel yang pernah mendapatkan pendidikan dan pelatihan, dan masyarakat. Terhadap masyarakat kepada aparatur PNS diambil dari pemberitaan surat kabar lokal yang terbit di Pekanbaru.

3.4. Metode Pengumpulan Data dan Teknik Analisis 3.4.1. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperlukan untuk kajian merupakan data yang diperoleh dari sumber primer Unit Pelaksana Teknis serta Kepala UPTnya, dan enam orang PNS (2 orang widyaiswara, 2 orang PNS pada UPT Pendidikan dan Pelatihan Pegawai dan 2 orang PNS berasal dari Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau) yang dapat mewakili penggalian informasi penyusunan kajian ini. Sumber data sekunder diperoleh dari UPT dan media massa. Data yang diperlukan antara lain adalah dokumen uraian tugas pokok UPT, kurikulum diklat, Peraturan Perundangan-Undangan dibidang Kepegawaian, dan pemberitaan surat kabar lokal mengenai respon masyarakat tentang aparatur birokrasi. Tabel 2 memperlihatkan tujuan atas jenis data yang dibutuhkan dengan masing-masing metode dan sumber data.


(43)

Tabel 2. Tujuan, Metode Pengumpulan Data dan Sumber Data

No Tujuan Data yang dibutuhkan Sumber Metode Rekaman 1. Mengetahui pola

hubungan dan pembentukan kualitas PNS yang dilatih

•Profil UPT Diklat Pegawai •Kurikulum Diklat Pegawai • Peraturan

Perundangan-Undangan dibidang SDM dan kediklatan

• UPT

• PNS

Wawancara Catatan

2. Mengetahui perubahan pola pikir dan perilaku PNS dalam

menjalankan fungsi sebagai abdi masyarakat

Persepsi masyarakat terhadap kinerja aparatur PNS

Koran lokal

Sekunder Catatan

3. Menganalisis faktor-faktor

internal dan eksternal UPT

Hasil wawancara PNS maupun UPT PNS dan UPT Wawancara dan Analisis SWOT Catatan

4. Penyusunan rekomendasi dalam penyelenggaraan diklat berbasis publik

Hasil analisis dan narasi hubungan sebab akibat secara rasional • UPT • PNS • Koran Eksplanasi (pengambilan kesimpulan secara rasional) Catatan

3.4.2. Metode Analisis Data

Dalam menyusun kajian digunakan analisis kualitatif. dimana data yang diperoleh dilakukan dengan cara :

1. Reduksi data, yaitu melakukan pemilihan, pemilahan dan penyederhanaan data. Kegiatan dalam reduksi data ini adalah menyeleksi data, membuat ringkasan dan menggolongkan data.

2. Penyajian data, yaitu mengkonstruksikan data dalam bentuk narasi, matriks, grafik atau bagan, sehingga memudahkan dalam pengambilan kesimpulan. 3. Penarikan kesimpulan, yaitu menghubungkan antar data (fenomena) secara

kualitatif dan berdasarkan landasan teoritis yang meliputi mencari arti tindakan masyarakat, mencari pola hubungan, penjelasan, alur sebab akibat dan preposisi.

4. Verifikasi kesimpulan, yaitu meninjau kembali kesimpulan yang telah dilakukan dengan catatan lapangan dan bertukar pikiran dengan pegawai penyelenggara UPT Diklat Pegawai Daerah Provinsi Riau.


(44)

Dalam kajian ini juga dilakukan analisis SWOT. Analisis SWOT adalah suatu analisis kualitatif yang digunakan untuk mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk memformulasikan strategi dalam suatu kegiatan (Rangkuti, 1997). Analisis SWOT digunakan untuk menganalisis kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) dari faktor-faktor internal, serta peluang (opportunities) dan ancaman (threats) dari faktor-faktor internal UPT Diklat Pegawai Daerah Provinsi Riau.

3.5. Rancangan Penyusunan Program

Penyusunan program untuk kegiatan aksi ke depan pada Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau dilaksanakan setelah semua hasil riset dan analisis kajian diketahui maka untuk itu rancangan yang dirumuskan harus mempertimbangkan beberapa faktor : 1. Kondisi terkini dari kegiatan program pada Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau tugas pokok dan fungsi lembaganya

2. Persepsi dan penilaian masyarakat terhadap kinerja program pada Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau

3. Program utama Pemerintah Provinsi Riau pada masa yang akan datang.

Semua unsur tersebut di atas akan dirancang dengan memanfaatkan partisipasi staf Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau dan pemangku kepentingan, dalam kajian ini dibatasi pada pegawai Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau dan tokoh masyarakat. Penyusunan rancangan program Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau dilaksanakan secara terpadu antara fungsi peneliti sebagai fasilitator dalam pelaksanaan FGD (Focus Group Discussion) yang menghadirkan responden dari internal Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau dan pemangku kepentingan yang disebutkan di atas.


(45)

Agar rancangan program lebih fokus pada pengembangan program Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau sebagai bentuk peningkatan pelayanan publik dan wujud dukungan pada kegiatan pengembangan, maka analisis SWOT akan lebih efektif apabila telah dilakukan terlebih dahulu analisis pada kegiatan program Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau dari aspek kegiatan yang telah dilakukan oleh staf dan seberapa besar aspek pengembangan masyarakat telah dilakukan dalam menjalankan program sebagai bentuk peningkatan pelayanan publik, sehingga dapat diketahui dampak yang terjadi pada kinerja (performance) Pemerintah Provinsi Riau yang dinilai oleh masyarakat atau pemangku kepentingan yang ada.

Rancangan program yang dihasilkan berdasarkan kesepakatan dari diskusi kelompok (Focus Group Discusion/FGD) dilakukan secara partisipatif yang dihadiri oleh Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau maupun pemangku kepentingan. Bentuk rancangan program pengembangan masyarakat tersebut merupakan wujud dari jawaban pertanyaan-pertanyaan dalam rumusan 5 W + 1 H. Rumusan dimaksud merupakan jawaban terhadap isi rancangan program (What), terhadap kelompok siapa dilakukan program (Whom), siapa yang berperan melakukannya (Who), dimana rencana lokasi program dilaksanakan (Where) dan saat kapan mulai diselenggarakan (When) serta bagaimana teknis pelaksanaannya (How).


(46)

IV. PROFIL UNIT PELAKSANA TEKNIS DIKLAT PEGAWAI

PROVINSI RIAU

4.1. Profil UPT Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Provinsi Riau

Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai (UPT Diklat) adalah unsur pelaksana teknis dari Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau yang bertugas sebagai penyelenggara diklat di lingkungan aparatur Pemerintah Daerah. Lembaga Unit Pelaksana Teknis Daerah Pendidikan dan Pelatihan Pegawai dibentuk melalui Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 8 Tahun 2008 dan uraian tugasnya ditindaklanjuti melalui Peraturan Gubernur Riau Nomor 65 tahun 2009. Sebelum menjadi UPT seperti sekarang, nama lembaga diklat ini dahulunya adalah Balai Pendidikan dan Pelatihan Pegawai yang berada dibawah struktur organisasi Badan Administrasi Pendidikan dan Pelatihan Pegawai atau disingkat BADP sama seperti sekarang dengan nama Badan Kepegawaian Daerah (BKD)

Unit Pelaksana teknis Pendidikan dan Pelatihan Pegawai (UPT) yang terletak di Kota Pekanbaru, mempunyai tugas sebagai berikut :

1. Melaksanakan penyelenggaraan diklat struktural, diklat teknis fungsional dan diklat prajabatan

2. Melaksanakan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Diklat ke Kabupaten/Kota sebagai Instansi Pembina yang terakreditasi

3. Melaksanakan koordinasi ke Instansi Pembina yaitu Lembaga Administrasi Negara (LAN) Jakarta

4. Melaksanakan dan mengatur buku-buku perpustakaan

5. Melaksanakan penyusunan rencana program kerja UPT Diklat Pegawai

6. Melaksanakan pemantauan dan pemeliharaan gedung dan asrama UPT Diklat Pegawai

7. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau.

Memperhatikan struktur organisasi Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan, tidak ditemukan tugas-tugas yang berkenaan dengan publik antara lain


(1)

PENGEMBANGAN KAPASITAS

UNIT PELAKSANA TEKNIS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

PADA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH PROVINSI RIAU

UNTUK PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

DEWI FAUZIAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir kajian peran UPT Pendidikan dan Pengembangan BKD Provinsi Riau dalam peningkatan pelayanan publik ini berjudul “Pengembangan Kapasitas Unit Pelaksana Teknis Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau untuk Pemberdayaan Masyarakat” adalah benar karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir kajian ini.

Bogor, Mei 2011

Dewi Fauziah NRP I354064135


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaludin. 2000. Sumbangan Pikiran Tentang SDM Indonesia. Yogyakarta.

Bernardin, H. Jhon dan Joyce E, A. Russel. 1993. Human Resource Management, MacGraw-Hill, Inc. Singapore.

Blau, Peter M. dan Meyer, Marshal W. 1987. Birokrasi Dalam Masyarakat Modern. Ul Press, Jakarta.

Bryant C. & White, L.G. 1982. Managing Development in The Third World. Boulder,Colorado:Westview Press, Inc

Dwiyanto, Agus, Partini, Ratminto, Bambang Wicaksono, Wini Tamtiari, Bevaola Kusumasari, Muhammad Nuh. 2002. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM. Effendi, Sofyan. 2005. Modernisasi Tata Laksana Pelayanan Publik. Makalah.

Yogyakarta: Lokakarya Nasional Reformasi Birokrasi.

____________. 2007. Penciptaan Tata Pemerintahan yang Bersih dan Berwibawa. Makalah. Yogyakarta: UGM.

Faisal, Sanapiah. 2005. Format-Format Penelitian Sosial. PT RajaGrafindo, Jakarta.

Goleman, Daniel. 1996. Emotional Intelligence. New York: Bantam Books. _____________. 1999. Kecerdasan Emosi untuk Mencapai Puncak Prestasi.Alih

Bahasa Alex Tri Kantjono Widodo. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Israel, Arturo, 1990, Pengembangan Kelembagaan. LP3ES. Jakarta.

Kartasasmita, Ginanjar. 1997. Administrasi pembangunan : perkembangan, pemikiran, dan praktiknya di Indonesia. LP3ES. Jakarta.

Kolopaking, Lala dan Tonny, Fredian. 2003. Sosiologi untuk Pengembangan Masyarakat. Jurusan Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Keban, T, Yeremias. 1995. Indikator Kinerja Pemerintah Daerah : Pendekatan Manajemen dan Kebijakan. Makalah seminar sehari kinerja organisasi sektor publik, kebijakan dan penerapannya. Fisipol UGM. Yogyakarta.

Korten, D.C. 1984. People Centered Development. Kumarian Press. West Harford.

Mulyasa. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi : Konsep, Karakteristik dan Implementasi. PT. Remaja Rosdikarya. Bandung

Mustikasari, Andriani. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Penerbit PT. Rineka Cipta, Jakarta.


(4)

93

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pengembangan Sumber Daya Manusia. Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Osborne, D. & Gaebler, T. 1996. Mewirausahakan Birokrasi. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS

Rangkuti, Freddy. 1997. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis-Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Rasyid, Muhammad Ryaas. 1997. Makna Pemerintahan. Tinjauan dari Segi Etika dan Kepemimpinan. PT. Yarsif Watampone. Cetakan Ketiga. Jakarta Schuler, R.S. & Youngblood, S.A. 1986. Effective Personnel Management. West

Publishing Co.,USA.

Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1995. Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.

Soesilo, Nining. I. 2002. Manajemen Strategik di sektor Publik (Pendekatan Praktis) Buku II. Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik. FEUI. Jakarta.

Sutopo, Hendyat, dan Sumarno, Wati. 1993. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum. Bumi Aksara. Jakarta.

Thoha, Miftah. 1991. Beberapa Kebijaksanaan Birokrasi. PT. Widya Mandala, Yogyakarta.

Wirjatmi Trilestari, Endang. 2001. Bahan Paparan : Filosofi Strategi dan Teknik Pelayanan Prima di Sektor Pelayanan Publik, Bandung

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil. Jakarta

Peraturan MENPAN Nomor 14 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Widyaiswara dan Angka Kreditnya. Jakarta.

Peraturan Kepala LAN No 4 tahun 2007 tentang pedoman penyelenggaraan diklat prajabatan III. LAN. Jakarta.

____________________No 3 thn 2007 tentang pedoman penyelenggaraan diklat prajabatan gol I dan II. LAN. Jakarta.


(5)

RINGKASAN

DEWI FAUZIAH. Pengembangan Kapasitas UPT Pendidikan dan Pelatihan pada Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau untuk Pemberdayaan Masyarakat. Di bawah bimbingan Arya H. Dharmawan dan Fredian Tonny.

Tujuan pembentukan UPT Pendidikan dan Pelatihan dimaksudkan untuk peningkatan kualitas, perilaku serta mindset aparatur PNS agar dapat memfungsikan dirinya sebagai abdi masyarakat melalui komunikasi, interaksi, dan partisipatif antara kedua belah pihak sehingga pada gilirannya masyarakat memandang adanya perubahan perilaku dalam pelayanan publik. Untuk itu dikaji profil Unit Pelaksana Teknis Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau, proses berlangsungnya kegiatan pembelajaran berdasarkan kurikulum dan kompetensi tugas-tugas pokok, seberapa jauh kurikulum pendidikan dan pelatihan bagi PNS dapat memberikan perubahan PNS dalam kualitas layanan publik, serta perumusan rancangan program bagi Unit Pelaksana Teknis Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Riau dalam rangka pengembangan kapasitas organisasi mengikuti perkembangan negara maupun masyarakat.

Hasil kajian ini menunjukkan bahwa UPT Diklat BKD Provinsi Riau telah melaksanakan tugas pokok dan fungsinya, namun demikian dalam kegiatan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tidak menempatkan kurikulum yang memuat materi muatan lokal dengan metodologi pemberdayaan masyarakat sesuai kebutuhan satuan-satuan kerja dalam upaya peningkatan pelayanan publik. Untuk itu diperlukan usaha peningkatan kapasitas aparatur pemerintah dalam peningkatkan pelayanan publik menggunakan metodologi pemberdayaan masyarakat melalui pembentukan Tim yang mempunyai kemampuan dalam menganalisis kesesuaian pendidikan dan pelatihan, merekomendasikan bentuk-bentuk diklat dan pembinaan serta kemampuan melakukan monitoring dan mengevalusi hasil diklat.

Program pengembangan kapasitas UPT Diklat pada masa yang akan datang difokuskan kepada reformulasi kurikulum dengan memasukkan materi pemberdayaan masyarakat sesuai kebutuhan satuan kerja, peningkatan pendidikan dan pelatihan bagi widyaiswara, khususnya pada metodologi pemberdayaan masyarakat, pengajuan sistem kewenangan lembaga diklat dalam memberikan penilaian terhadap PNS, serta perumusan dan pelaksanaan sistem evaluasi pasca diklat serta pemberian kewenangan UPT Pendidikan dan Pelatihan bekerjasama dengan institusi lain yang sejenis dan dinilai berkompeten, serta memberikan penilaian bagi perbaikan sistem manajemen kepegawaian.

Hasil yang diharapkan terhadap pengembangan kapasitas UPT Diklat adalah; (1) Terakreditasinya metode pembelajaran yang dikembangkan oleh UPT Pendidikan dan Pelatihan (2) Meningkatnya sistem pembelajaran di UPT pada materi-materi bermuatan lokal atau sesuai dengan kebutuhan satuan kerja, (3) Terbentuknya Tim analisis kesesuaian diklat. (4) Meningkatnya partisipasi


(6)

masyarakat dalam pembangunan sebagai tanggapan positif kepada kebijakan yang disusun dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat

.

Kata kunci : Good Governance, Pelayanan Publik, Pelayanan Prima, Metodologi Pemberdayaan Masyarakat, Partisipasi, Pembangunan Daerah.