tinggi sehingga memberikan yang terbaik untuk tugas, masyarakat, bangsa, dan negara. Namun sayangnya, profil seperti ini jarang sekali, padahal sangat
didambakan. Pertanggungjawaban publik dan pelayanan publik dari aparatur PNS sebenarnya tidak hanya ditentukan oleh pandangan sebagian masyarakat yang
menyoroti kinerja dan perilaku sebagian kecil aparatur PNS yang bersentuhan langsung dengan urusan kemasyarakatan. Ibarat pepatah setitik noda, rusak susu
sebelanga. Karena perilaku oknum yang tidak terpuji dalam bidang pemberian layanan kemasyarakat telah memposisikan atau menyamakan sikap tidak terpuji
itu kepada institusi aparatur pemerintah. Kondisi dapat dimaklumi karena aparatur PNS merupakan figur publik penyelenggara urusan negara dan pemerintahan.
Dengan demikian, masalah tanggung jawab publik dan pelayanan aparat birokrasi sebenarnya bukan semata-mata masalah aparat birokrasi, akan tetapi masalah
semua pihak yang terlibat dalam urusan pemerintahan.
2.2. Strategi Peningkatan Penguatan Kapasitas Aparatur
Sebagai komponen birokrasi, lembaga pendidikan dan pelatihan pemerintah dapat memberikan dukungan agenda pembangunan sesuai peran dan
tanggungjawabnya. Salah satunya adalah memfokuskan pada upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sebagai salah satu strategi
pengembangan kompetensi dan profesionalisme sumber daya manusia Aparatur. Lembaga Diklat, mampu menjadi daya ungkit yang paling kuat dalam
mewujudkan sosok pegawai negeri sipil yang kompeten dan profesional, melalui upaya-upaya inovasi dan pengembangan dalam program, kurikulum, metode,
serta sarana dan prasarana diklat Petunjuk pelaksanaan teknis UPT Diklat, 2009 Namun demikian, dalam tataran praktis penyelenggaraan berbagai program
diklat masih ditemui banyak kendala dimulai dari tidak standarnya kurikulum terhadap perkembangan tugas dan fungsi aparatur, minimnya kualitas
pembelajaran, kurang jelasnya evaluasi hasil belajar, serta tidak tersedianya dukungan sarana dan prasarana diklat yang memadai. Bahkan, para pemangku
kepentingan stakeholders pediklatan telah melihat bahwa program diklat cenderung jatuh pada rutinitas kegiatan yang berorientasi anggaran saja budget
driven, bukan kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan kapasitas para peserta diklat. Alih meningkatkan kompetensi dan kinerja pegawai, penyelenggaraan
diklat dianggap sebagai kegiatan refreshing dari rutinitas kerja keseharian. Untuk
itu meningkatkan kualitas penyelenggaraan diklat aparatur akan mampu mewujudkan tujuan ideal diklat sebagai proses transformasi kualitas SDM
aparatur negara yang menyentuh 4 empat dimensi utama; dimensi spiritual, intelektual, emosional, dan fiskal. Keempat dimensi ini bisa diwujudkan apabila
implementasi pelaksanaan diklat mengedepankan kualitas, para penyelenggara memiliki komitmen yang tinggi kepada proses pembelajaran, dan sarana
prasarananya disiapkan secara efektif. Dalam mendukung standarisasi kualitas diklat, perlunya ketentuan rumusan
tentang standar minimal pelayanan untuk sarana dan prasarana kediklatan. Standar minimal ini akan menjadi acuan dalam proses akreditasi dan sertifikasi
lembaga diklat, dimana hanya lembaga diklat yang memiliki sarana kelas, asrama, fasilitas pembelajaran yang memadai saja dapat menyelenggarakan diklat-diklat
tertentu. Selain itu dalam rangka memastikan penerapan total quality management TQM penyelenggaraan diklat, juga perlu menyusun ketentuan tentang
mekanisme koordinasi, monitoring dan evaluasi penyelenggaraan diklat. Koordinasi monitoring dan evaluasi ini merupakan instrument dari instansi
pembina diklat agar penyelenggaraan diklat dapat mengacu pada standar dan ketentuan yang telah digariskan. Koordinasi ini dapat diwujudkan dengan
mengirimkan pemberitahuan kepada instansi pembina tentang program-program diklat yang akan dilaksanakan di berbagai lembaga diklat daerah, baik itu diklat
kepemimpinan, teknis, dan fungsional. Selain itu menekankan pula pentingnya peran kediklatan dengan memberikan pemahaman kepada peserta bahwa diklat
bukanlah forum untuk pesta pora. Peserta diklat bukan lagi sekedar penggembira. Output diklat bukan hanya atribut diklat seperti jaket, topi, atau barang lainnya.
Outcome diklat bukanlah mengumpulkan sertifikat diklat sebanyak-banyaknya. Namun, diklat pada hakekatnya adalah proses pembelajaran yang akan
menghasilkan output berupa peserta dengan kompetensi yang meningkat, dan outcome berupa kinerja aparatur yang lebih baik. Nampak hal yang tidak kalah
penting lagi adalah kebijakan yang mengintegrasikan diklat dengan pola pengembangan karir PNS.
Strategi pengembangan dan pemberdayaan sumber daya aparatur tidak dapat dilakukan seketika. Perubahan ini dimakna secara bertahap dan terencana
yang berkesinambungan. Strategi pengembangan dan pemberdayaan aparatur menuju good governance merupakan learning process yang seharusnya didukung
oleh sistem pembelajaran yang kondusif berupa struktur organisasi pemerintahan yang adaptif. Subsistem kepegawaian negara terdiri dari: 1 rekruitmen; 2
penggajian dan reward; 3 pengukuran kinerja; 4 promosi jabatan; 5 pengawasan. Memahami ini merupakan suatu sistem membuat perhatian atas sub-
sub sistem perlu secara utuh. Namun dalam kaitan kajian ini, learning process pada peningkatan kompetensi kinerja aparatur yang menjadi tuntutan publik
pada pelayanan keseharian yang dinilai tidak memuaskan. Strategi peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat akan dapat
diimplementasikan secara efektif apabila seluruh pemangku kepentingan stake- holders diklat aparatur memiliki komitmen dan pemahaman sama tentang
urgensi peningkatan kualitas dan kompetensi aparatur. Untuk itu diperlukan keterpaduan dan koordinasi yang erat dalam melakukan optimalisasi
implementasi strategi peningkatan kualitas diklat. Disamping itu dalam melaksanakan misi mewujudkan kualitas diklat tersebut, para pemangku
kepentingan diklat di daerah harus terus menerus melakukan transformasi diri secara menyeluruh dalam meningkatkan kapasitas, keterampilan dan sikap sesuai
dengan tuntutan lingkungan strategis yang terus berubah.
2.3. Penguatan Kapasitas SDM melalui Pendidikan