29 tersebut mengindikasikan bahwa ikan layur yang terdapat di Teluk Palabuhanratu
memiliki ukuran lebih besar daripada yang tertangkap di Teluk Benggala. Hal ini sesuai dengan Lagler 1970 bahwa ikan dengan nilai K relatif besar umumnya
memliki panjang relatif pendek. Pada saat ikan berumur 204 bulan ± 17 tahun secara teoritis panjang
maksimum ikan adalah 1348 mm, sedangkan panjang maksimum ikan contoh yang diamati di TPI Palabuhanratu adalah 934 mm. Kurva di atas menunjukkan bahwa
laju pertumbuhan ikan selama rentang hidupnya tidak sama. Ikan muda memiliki laju pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan ikan yang akan
mendekati L∞. Menurut Anderson Gutreuter 1983 in Busacker et al. 1990 bahwa walaupun
laju pertumbuhan relatif rendah, namun ikan tetap akan mengalami pertumbuhan panjang bahkan dalam kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Peningkatan
ukuran panjang umumnya tetap berlangsung walaupun ikan mungkin dalam keadaan kekurangan makanan. Berdasarkan penelitian terhadap ikan layur yang dilakukan di
Teluk Benggala oleh Mustafa et al. 2000 in Amin et al. 2006 bahwa ikan layur dapat mencapai umur
15 tahun dengan nilai L∞ sebesar 1065 mm. Menurut Amir 2006 bahwa perbedaan parameter pertumbuhan ikan disebabkan oleh perbedaan
kelimpahan makanan, kondisi lingkungan perairan dan jumlah ikan contoh yang dianalisis.
4.5. Hubungan Panjang-Berat
Hubungan panjang- berat ikan layur dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Hubungan panjang-berat ikan layur
y = 2E-08x
3,555
R² = 0,838
100 200
300 400
500 600
700 800
900
200 400
600 800
1000
B er
a t
g ra
m
Panjang mm
N= 172 ekor
30
Hubungan panjang-berat ikan layur adalah W = 2x10
-8
L
3,55
dengan nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 0,84. Hal tersebut berati bahwa model dugaan mampu menjelaskan data sebesar 84 Walpole 1992. Dari nilai b yang diperoleh
dan setelah dilakukan uji t α = 0,05 terhadap nilai b tersebut diketahui bahwa ikan
layur memiliki pola pertumbuhan allometrik positif. Analisis hubungan panjang-berat ikan layur di Teluk Palabuhanratu
sebelumnya dilakukan oleh Widiyanto 2008 yang menghasilkan persamaan W = 8x10
-5
L
3,45
dengan nilai koefisien determinasi R
2
sebesar 0,92. Hal ini juga mengindikasikan bahwa pola pertumbuhan ikan layur ialah allometrik positif,
dimana nilai b3 yang berarti bahwa pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjangnya. Hal tersebut dapat disebabkan oleh ketersediaan makanan
bagi ikan layur di perairan Teluk Palabuhanratu yang cukup banyak, sehingga pertambahan bobotnya lebih cepat. Menurut Nontji 2005 bahwa makanan ikan
layur antara lain udang-udangan, cumi-cumi dan ikan kecil seperti teri dan tembang yang ketersediaanya melimpah di Teluk Palabuhanratu.
4.6. Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Analisis mortalitas total ikan layur diduga dengan kurva hasil tangkapan yang dilinearkan berbasis data panjang pada Gambar 8.
Gambar 8. Kurva hasil tangkapan yang dilinierkan berbasis data panjang : titik yang digunakan dalam analisis regresi untuk menduga Z
0,00 1,00
2,00 3,00
4,00 5,00
6,00 7,00
0,00 0,20
0,40 0,60
0,80 1,00
1,20 1,40
1,60 L
n[C L
1 ,L
2 Δ
t]
tL1+L22
31
Hasil dugaan mortalitas total, alami dan penangkapan serta laju eksploitasi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Mortalitas dan laju eksplotasi ikan layur Laju
T. Palabuhanratu T. Benggala
Mortalitas total Z 5,66
1,89
Mortalitas alami M 0,43
1,08
Mortalitas penangkapan F 5,23
0,81
Eksploitasi E 0,92
0,43
Laju mortalitas total ikan layur Z sebesar 5,66 per tahun dengan laju mortalitas alami M 0,43 per tahun. Menurut Sparre Venema 1999 bahwa
mortalitas alami dipengaruhi oleh pemangsaan, penyakit, kelaparan dan usia. Menurut Pauly 1980 in Sparre Venema 1999 bahwa faktor lingkungan yang
mempengaruhi nilai mortalitas alami M adalah suhu rata-rata perairan selain faktor panjang maksimum secara teoritis L dan laju pertumbuhan K.
Laju mortalitas penangkapan F didapatkan sebesar 5,23 per tahun, dimana nilai F jika dibandingkan dengan fraksi nilai M, maka nilainya jauh lebih besar.
Selanjutnya laju eksploitasi E ikan layur yang didapatkan dari perbandingan mortalitas penangkapan F terhadap mortalitas total Z sebesar 0,92 artinya 92
kematian ikan layur di Teluk Palabuhanratu merupakan akibat penangkapan. Nilai laju eksploitasi ikan layur di Teluk Palabuhanratu sudah melebihi nilai optimum.
Menurut Gulland 1971 in Pauly 1984 bahwa laju eksploitasi optimum suatu sumberdaya ialah 0,5. Nilai mortalitas penangkapan dipengaruhi oleh tingkat
eksploitasi. Menurut Lelono 2007 bahwa semakin tinggi tingkat eksploitasi di suatu daerah maka mortalitas penangkapannya semakin besar.
Hasil penelitian tersebut akan dibandingkan dengan penelitian ikan layur yang dilakukan oleh Mustafa et al. 2000 in Amin et al. 2006 bahwa ikan layur yang
tertangkap di Teluk Benggala menghasilkan nilai Z, M, F dan E sebesar 1,89, 1,08 , 0,81 dan 0,43. Perbedaan hasil dugaan mortalitas dan laju eksploitasi ini dapat
disebabkan oleh perbedaan lokasi pengambilan ikan contoh, keterwakilan ikan contoh dan tekanan penangkapan yang tinggi terhadap ikan.
32
4.7. Model Stok Ikan Layur