24 layur. Oleh karena itu diketahui bahwa kondisi lingkungan perairan Teluk
Palabuhanratu mendukung bagi kehidupan organisme perairan, termasuk ikan layur.
4.2. Kegiatan Perikanan Layur
Kegiatan perikanan layur mengalami peningkatan dari segi produksi dan harga jual sejak tahun 1998. Hal ini dipicu oleh permintaan konsumen luar negeri yang
meningkat, khususnya dari Korea Selatan dan Cina sehingga menyebabkan nelayan Palabuhanratu terus berupaya meningkatkan hasil tangkapan ikan layur. Ikan layur
ditangkap oleh nelayan dari Teluk Palabuhanratu dengan menggunakan perahu motor tempel dan alat tangkap pancing ulur. Namun sebagian nelayan berupaya
memodifikasi alat tangkap pancing ulur menjadi rawai layur, dimana alat tangkap pancing maksimal memiliki 5 mata pancing maka rawai layur dapat memiliki 50
mata pancing. Pada saat melaut nelayan berpedoman indikasi alam dalam menentukan daerah
tangkapan, seperti ada tidaknya gemercik air, air yang berbusa, burung-burung yang terbang dekat permukaan air dan warna air yang lebih gelap serta melihat arah angin
maupun arus. Umpan yang digunakan nelayan dalam menangkap ikan layur berupa ikan tembang yang harganya relatif lebih murah, yaitu Rp. 2.300,- per kg. Operasi
penangkapan ikan layur umumnya dilakukan secara one day fishing sehingga ikan tidak membutuhkan perlakuan khusus karena langsung didaratkan di TPI. Ikan
layur yang telah didaratkan di TPI Palabuhanratu sebagian menjadi komoditi ekspor dan sisanya dijual dalam bentuk segar dengan harga Rp. 6.000-7.000,-kg untuk
permintaan domestik.
4.3. Distribusi Frekuensi Panjang
Ikan layur yang diamati selama penelitian berjumlah 172 ekor. Pada bulan Desember didapatkan 56 ekor ikan layur yang diamati. Selanjutnya pada bulan
Januari diperoleh 10 ekor ikan layur. Penurunan jumlah ikan layur yang diamati disebabkan karena sedikitnya jumlah nelayan yang melakukan aktivitas
penangkapan saat penelitian berlangsung. Kemudian pada bulan Februari didapatkan 106 ekor ikan layur. Peningkatan jumlah ikan layur yang diamati diduga karena
sedikitnya nelayan yang menangkap pada bulan Januari sehingga ketersediaan ikan
25 layur pada bulan Februari bertambah. Hasil distribusi frekuensi panjang pengukuran
ikan layur pada tiap bulannya selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Distribusi frekuensi panjang ikan layur Berdasarkan Gambar 4 diketahui bahwa pada bulan Desember kisaran selang
kelas panjang ikan contoh mulai dari 635-645 mm hingga 905-915 mm. Modus kelas panjang yang ditemukan pada bulan Desember berada pada selang kelas
panjang 775-785 mm. Pada pengukuran ikan contoh bulan Januari kisaran selang kelas panjang mulai dari 665-675 mm hingga 885-895 mm dengan modus berada
5 10
15 20
25
F re
k uens
i Rela
tif
Desember
5 10
15 20
25
F re
k uens
i Rela
tif
Januari
5 10
15 20
25
555 -565
575 -585
595 -605
615 -625
635 -645
655 -665
675 -685
695 -705
715 -725
735 -745
755 -765
775 -785
795 -805
815 -825
835 -845
855 -865
875 -885
895 -905
915 -925
F re
k uens
i Rela
tif
Selang Kelas Panjang mm
Februari
26 pada selang kelas panjang 855-865 mm. Selanjutnya pada pengukuran ikan contoh
bulan Februari kisaran selang kelas panjang ikan contoh dimulai pada selang kelas 555-565 mm hingga 925-935 mm dengan modus pada beberapa selang kelas
panjang, yaitu 655-665 mm, 675-685 mm, 735-745 mm dan 745-755 mm. Berdasarkan Gambar 4 terlihat adanya pergeseran modus kelas panjang dari
bulan Desember hingga Februari. Pada bulan Desember modus kelas panjang berada pada selang kelas 775-785 mm, kemudian pada bulan Januari modus
bergeser ke arah kanan menjadi berada pada selang kelas 855-865 mm. Pergeseran modus kelas panjang ini mengindikasikan adanya pertumbuhan ikan layur. Namun
pada bulan Februari modus kelas panjang bergeser ke arah kiri yaitu pada selang kelas 655-665 mm, 675-685 mm, 735-745 mm dan 745- 755 mm. Hal tersebut
diduga disebabkan oleh rekrutmen ikan layur yang terjadi pada bulan Januari sehingga masuk individu baru serta membentuk kelompok ukuran baru pada bulan
Februari.
4.4. Pertumbuhan Populasi