Hubungan panjang-berat Metode surplus produksi

20 Keterangan : M : Mortalitas alami L∞ : Panjang asimtotik pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy K : Koefisien pertumbuhan pada persamaan pertumbuhan von Bertalanffy : rata-rata suhu permukaan air C Laju mortalitas penangkapan F ditentukan dengan : F = Z-M Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan F terhadap mortalitas total Z Pauly 1984: E = = Laju mortalitas penangkapan F atau laju eksploitasi optimum menurut Gulland 1971 in Pauly 1984 adalah: F optimum = M dan E optimum = 0,5

3.3.5. Hubungan panjang-berat

Analisis pola pertumbuhan ikan layur Lepturacanthus savala menggunakan hubungan panjang-berat masing-masing spesies dengan rumus sebagai berikut Effendie 1997 : W = a L b Keterangan : W = Berat L = Panjang a = Intersep perpotongan kurva hubungan panjang berat dengan sumbu y b = Penduga pola pertumbuhan panjang-berat Untuk mendapatkan persamaan linear atau garis lurus digunakan persamaan sebagai berikut : Ln W = Ln a + b Ln L Untuk mendapatkan parameter a dan b digunakan analisis regresi dengan Ln W sebagai ‘y’ dan Ln L sebagai ‘x’, maka didapatkan persamaan regresi : y = a + bx Untuk menguji nilai b = 3 atau b ≠ 3 dilakukan uji-t uji parsial dengan hipotesis Steel Torrie 1993 : 21 H : b = 3, hubungan panjang dengan berat adalah isometrik. H 1 : b ≠ 3, hubungan panjang dengan berat adalah allometrik, yaitu : Allometrik positif, jika b3 pertambahan berat lebih cepat daripada pertambahan panjang dan, Allometrik negatif, jika b3 Pertambahan panjang lebih cepat daripada pertambahan berat. t hitung = Keterangan : b 1 = Nilai b dari hubungan panjang berat b = 3 Sb 1 = Simpangan koefisien b Bandingkan nilai t hitung dengan nilai t tabel pada selang kepercayaan 95. Selanjutnya untuk mengetahui pola pertumbuhan ikan layur, maka kaidah keputusan yang diambil adalah : t hitung t tabel : tolak hipotesis nol H t hitung t tabel : gagal tolak hipotesis nol

3.3.6. Metode surplus produksi

Tingkat upaya optimum f opt dan hasil tangkapan optimum MSY dari unit penangkapan dapat diketahui melalui persamaan berikut King 1995 : 1 Hubungan antara CPUE dengan upaya penangkapan f, CPUE = a-bf 2 Hubungan antara hasil tangkapan C dengan upaya penangkapan f, C = af + bf 2 3 Upaya penangkapan optimum f opt atau f msy diperoleh dengan cara menyamakan turunan pertama hasil tangkapan C terhadap upaya penangkapan f dengan nol: C = af + bf 2 C’= a + 2bf C’= 0 a = -2bf f msy = -a2b 22 4 Maximum Sustainable Yield MSY merupakan hasil tangkapan optimum diperoleh dengan mensubtitusikan nilai upaya penangkapan optimum, f opt atau f msy ke persamaan pada butir 2 di atas, C = af + bf 2 C opt = a f opt + b f opt 2 MSY = -a 2 4b Perumusan di atas dikenal dengan model Schaefer. Pada model ini didapatkan gambaran pengaruh dari upaya penangkapan f terhadap hasil tangkapan per unit upaya penangkapan CPUE. Selanjutnya untuk mendapatkan nilai konstanta a dan b pada rumus di atas digunakan analisis regresi linear. Model berikutnya yang digunakan dalam metode surplus produksi adalah model alternatif yang diperkenalkan Fox 1970. Model ini menghasilkan garis lengkung bila Yf secara langsung diplot terhadap upaya f, akan tetapi bila Yf diplot dalam bentuk logaritma terhadap upaya maka akan menghasilkan garis lurus. Adapun perumusan model Fox sebagai berikut King 1995. Y = f e a+bf MSY dapat dicapai pada saat dydf = 0, sehingga : Y’ = e a+bf + f b e a+bf = 0 1+f b e a+bf = 0 jadi f msy = -1b Untuk mendapatkan MSY, maka f msy dimasukkan ke dalam persamaan 1 sehingga : MSY = -1b e a-1 Menutut FAO 1995 bahwa analisis surplus produksi juga dapat menentukan jumlah tangkapan yang diperbolehkan Total allowable catchTAC. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan TAC adalah 80 dari tangkapan maksimum lestarinya Maximum Sustainable YieldMSY sebagai prinsip manajemen perikanan yang mengandung azas kehati-hatian. TAC = 80 x MSY Keterangan : TAC : Total allowable catch MSY : Maximum Sustainable Yield

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Lingkungan Teluk Palabuhanratu

Topografi dasar perairannya dengan batas 250 meter ke arah laut, kedalaman wilayah pesisir Palabuhanratu rata-rata berkisar antara 0 – 50 meter, pada kedalaman 10 meter dicapai pada jarak 50 – 100 meter, kedalaman 25 meter dicapai pada jarak 100 – 150 meter dari garis pantai ke arah laut BLH Kabupaten Sukabumi 2003 in Hartami 2008. Berdasarkan peta batimetri yang dikeluarkan oleh Dishidros Angkatan Laut Tanjung Priok, kedalaman teluk berkisar antara 0 –1300 meter sehingga konturnya membentuk jurang yang dalam. Kedalaman 10 meter rata-rata hanya didapat hingga jarak ± 70 –100 meter dari bibir pantai Hartami 2008. Secara umum suhu permukaan air laut di Teluk Palabuhanratu berkisar antara 27 – 30 C dan ini merupakan kisaran suhu yang optimum bagi pertumbuhan ikan tropis Hartami 2008. Gelombang besar terjadi selama musim Barat, sedangkan selama musim Timur kondisi perairan Palabuhanratu relatif tenang. Menurut BLH Kabupaten Sukabumi dan PKSPL-IPB 2003 in Wahyudin 2005 bahwa kondisi kualitas air di Teluk Palabuhanratu tergolong bagus tercermin dari penampakan air yang bening dan kecerahan cahaya matahari dapat menembus perairan mencapai 6-7 meter. Berdasarkan hasil penelitian Atmadipoera et al. 1994 in Wiyono 2001 bahwa kecepatan arus permukaan maksimum di Teluk Palabuhanratu adalah sekitar 1,28 mdetik dengan arah timur-tenggara. Secara umum arus di Teluk Palabuhanratu dipengaruhi oleh arus musim di pantai selatan Jawa. Pada musim barat arus mengalir ke arah timur-tenggara dan sebaliknya pada musim timur arus bergerak ke barat daya. Sebaran salinitas Teluk Palabuhanratu berkisar antara 31 ppm sampai dengan 34 ppm. Sebaran salinitas mengalami degradasi ke arah pantai. Bila sebaran di tengah teluk adalah 33 ppm, maka sebaran salinitas di pantai dapat mencapai 31 ppm Atmadipoera et al. 1994 in Wiyono 2001. Cuaca yang menguntungkan di Teluk Palabuhanratu ialah pada musim timur, dimana terjadi upwelling sehingga perairan Palabuhanratu relatif subur. Kondisi ini berpengaruh terhadap kelimpahan plankton dan ikan-ikan kecil teri dan sardin yang merupakan makanan utama ikan