Hasil Uji Kausalitas Granger Hasil Estimasi Vector Error Correction

Sebagaimana yang terlihat pada tabel diatas 9 diatas, terdapat satu persamaan yang terkointegrasi. Hal ini dapat dilihat dengan adanya satu nilai Trace Statistic-nya lebih besar daripada nilai kritis yang digunakan.

5.2. Hasil Uji Kausalitas Granger

Uji kausalitas Granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas di antara variabel-variabel yang ada di dalam model. Hipotesis awal atau H yang diuji adalah tidak adanya hubungan kausalitas. Untuk menerima atau menolak H maka digunakanlah nilai probabilitas yang dibandingkan dengan nilai kritis yang digunakan. Apabila nilai probabilitas lebih kecil dari nilai kritis yang telah ditentukan maka H ditolak atau dengan kata lain terdapat hubungan kausalitas pada variabel- variabel yang diuji. Hasil pengujian kausalitas dapat dilihat pada tabel 10 berikut. Tabel 10. Uji Kausalitas Granger Model NAB Reksadana Syariah Variabel Tidak Bebas Variabel Bebas Probability NABRDS SBI 0,9265 SBI NABRDS 0,0327 NABRDS SBIS 0,0178 SBIS NABRDS 0,8835 NABRDS KURS 0,4659 KURS NABRDS 0,8580 NABRDS INF 0,0061 INF NABRDS 0,5780 NABRDS IHSG 0,7094 IHSG NABRDS 0,0698 NABRDS JII 0,5060 JII NABRDS 0,0941 Signifikan pada tingkat 5 Sumber: Lampiran 5 Hasil uji kausalitas dengan signifikansi pada taraf 5 persen menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan dua arah antar variabel. Hanya terdapat hubungan satu arah antara NAB reksadana syariah dengan variabel SBI, SBIS, dan INF.

5.3. Hasil Estimasi Vector Error Correction

Dari uji kointegrasi dapat dilihat bahwa terdapat kointegrasi diantara variabel- variabel yang diteliti. Karena itu dapat dilihat hubungan keseimbangan jangka panjang dari persamaan-persamaan yang terkointegrasi dengan menggunakan Vector Error Correction. Model VECM memberikan dua output estimasi utama, yakni mengukur cointegrating atau hubungan keseimbangan jangka panjang antar variabel, serta mengukur error correction atau kecepatan variabel-variabel tersebut dalam bergerak menuju keseimbangan jangka panjangnya Marciano, 2004. Jadi dengan VAR- VECM, maka dapat diketahui hubungan jangka pendek serta jangka panjang antar variabel. Dalam penelitian ini, signifikansi suatu variabel terhadap variabel lainnya dinilai pada taraf nyata 5 persen. Pada tabel 11 berikut ini merupakan hasil estimasi VECM pada model perkembangan reksa dana syariah di Indonesia yang memperlihatkan hubungan variabel pada jangka pendek maupun jangka panjang. Pada estimasi di dalam model tersebut, variabel dependen dalam model tersebut adalah Nilai Aktiva Bersih NAB Reksadana Syariah di Indonesia, sedangkan variabel independennya adalah suku bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS, nilai tukar rupiah tehadap dollar AS KURS, inflasi INF, Indeks Harga Saham Gabungan IHSG, dan Jakarta Islamic Index JII. Tabel 11. Hasil Estimasi VECM Model NAB Reksadana Syariah Variabel Koefisien T-statistik Jangka Pendek DLOG_NABRDS-1 0,564661 5,91380 DLOG_NABRDS-2 0,218621 2,16945 DSBI-1 -0,227148 -3,07324 DSBI-2 0,182244 2,49941 DSBIS-1 0,036618 2,61529 DSBIS-2 0,009229 0,72014 DLOG_KURS-1 -1,937401 -2,65232 DLOG_KURS-2 -1,402927 -2,30401 DINF-1 0,035540 2,08779 DINF-2 0,033368 2,08249 DLOG_IHSG-1 0,407888 0,54812 DLOG_IHSG-2 -0,925704 -1,26357 DLOG_JII-1 -1,115567 -1,70990 DLOG_JII-2 -0,051360 -0,08001 CointEq1 -0,175892 -4,59791 C 0,050804 2,85641 Jangka Panjang SBI-1 0,115378 3,20632 SBIS-1 0,257538 6,64340 LOG_KURS-1 -12,73491 -12,6037 INF-1 0,179200 1,55689 LOG_IHSG-1 -4,280089 -2,86312 LOG_JII-1 1,478125 1,20744 c 1,293310 - Signifikan pada tingkat 5 Sumber: Lampiran 6 Berdasarkan tabel tersebut maka dapat dilihat bahwa dalam jangka pendek terdapat sembilan variabel yang berpengaruh signifikan terhadap NAB reksadana syariah. Empat variabel secara signifikan berpengaruh dalam jangka panjang. Ada variabel seperti IHSG yang tidak berpengaruh dalam jangka pendek namun berpengaruh secara signifikan dalam jangka panjang. Hal ini terjadi karena suatu variabel bereaksi terhadap variabel lainnya membutuhkan waktu lag dan pada umumnya reaksi suatu variabel terhadap variabel lainnya terjadi dalam jangka panjang. Terbukti adanya mekanisme penyesuaian dari jangka pendek ke jangka panjangnya pada model perkembangan reksadana syariah di Indonesia yang ditunjukkan dengan kointegrasi kesalahan yang bernilai negatif dan secara statistik signifikan. Pada analisis jangka pendek model NAB reksadana syariah, terdapat dugaan parameter error correction sebesar -0,175892 persen yang secara statistik signifikan. Hasil estimasi VECM jangka pendek menunjukkan bahwa variabel NAB lag pertama berpengaruh positif dan signifikan terhadap NAB reksadana syariah di Indonesia, yakni ketika terjadi peningkatan NAB reksadana syariah lag pertama sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,564661 persen. Pengaruh yang sama juga diberikan oleh variabel NAB lag kedua. Variabel NAB lag kedua berpengaruh positif dan signifikan terhadap NAB reksadana syariah, yakni ketika terjadi peningkatan NAB reksadana syariah lag kedua sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,218621 persen. Hal ini sesuai fakta bahwa para investor dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi melalui reksadana syariah disesuaikan dengan track record dari reksadana syariah itu sendiri apakah memiliki prospek yang bagus atau tidak dalam menghasilkan return kedepannya. Variabel selanjutnya yang berpengaruh signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap NAB reksadana syariah adalah variabel SBIS. Dalam jangka pendek, SBI lag pertama berpengaruh secara negatif sedangkan SBI lag kedua berpengaruh secara positif terhadap NAB reksadana syariah. Ketika terjadi peningkatan SBI lag pertama sebesar satu persen, maka akan terjadi penurunan NAB reksadana syariah sebesar 0,227148 persen, sedangkan ketika terjadi peningkatan SBI lag kedua sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,182244 persen. Dalam jangka panjang, variabel suku bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI berpengaruh positif secara signifikan terhadap NAB reksadana syariah, yakni ketika terjadi peningkatan SBI sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,115378 persen. Seperti yang sudah diketahui bahwa SBI merupakan instrumen moneter bagi Bank Indonesia untuk mengendalikan inflasi, dalam hal ini berupa penerbitan surat utang jangka pendek berbasis bunga untuk mengendalikan jumlah uang beredar. Suku bunga SBI memengaruhi perkembangan NAB reksadana syariah karena pada reksadana syariah yang menggunakan sistem bagi hasil seharusnya tidak dipengaruhi oleh pergerakan tingkat bunga karena reksadana syariah tidak mengalokasikan dananya bagi usaha yang menggunakan sistem bunga. Dengan dana serapan yang sangat besar, SBI menjadi sinyalemen bagi pergerakan variabel makroekonomi lainnya. Pemicu peningkatan dari NAB reksadana syariah dengan meningkatnya SBI faktanya adalah peningkatan SBI selalu diiringi dengan peningkatan SBIS yang relatif sama, sehingga menjadi insentif bagi investor yang memiliki dana yang terbatas untuk berinvestasi melalui reksadana syariah. Karena berinvestasi langsung ke dalam SBIS memerlukan modal yang sangat besar. Oleh karena itu masyarakat memiliki kemudahan untuk berinvestasi melalui reksa dana syariah, sehingga NAB reksadana syariah juga akan meningkat. Pemicu berkurangnya NAB reksadana syariah di dalam jangka pendek ketika SBI meningkat dikarenakan peningkatan SBI membuat sebagian masyarakat mengalihkan dananya dari reksadana syariah ke dalam SBI, walaupun SBI menggunakan sistem bunga. Sedangkan dalam jangka panjang, fungsi serta return SBI dan SBIS yang sama akan membuat investor akan kembali berinvestasi didalam reksadana syariah, karena para investor akan lebih memilih SBIS yang berprinsipkan syariah. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sylviana 2006. Variabel selanjutnya yang berpengaruh signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap NAB reksadana syariah adalah variabel SBIS. Dalam jangka pendek, SBIS lag pertama berpengaruh secara positif terhadap NAB reksadana syariah. Ketika terjadi peningkatan SBIS lag pertama sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,036618 persen. Dalam jangka panjang, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS berpengaruh positif secara signifikan terhadap NAB reksadana syariah, yakni ketika terjadi peningkatan SBIS sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,257538 persen. Jadi di dalam jangka pendek maupun jangka panjang, peningkatan SBIS akan menjadi insentif bagi manajer investasi untuk menginvestasikan dana kelolaannya ke dalam SBIS yang merupakan salah satu instrumen investasi reksadana syariah, sehingga diharapkan terjadi peningkatan return bagi para investor. Investor akan memilih untuk menginvestasikan dananya melalui reksadana syariah dibandingkan berinvestasi langsung dalam SBIS karena investasi langsung dalam SBIS memerlukan modal yang sangat besar. Berbeda dengan berinvestasi pada reksadana syariah yang tidak membutuhkan dana yang sangat besar, oleh karena itu masyarakat memiliki kemudahan untuk berinvestasi melalui reksadana syariah, sehingga NAB reksadana syariah juga akan meningkat. Variabel selanjutnya yang berpengaruh signifikan dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap NAB reksadana syariah adalah variabel KURS. Dalam jangka pendek, KURS lag pertama dan KURS lag kedua memiliki pengaruh yang sama terhadap NAB reksadana syariah yakni berpengaruh secara negatif. Untuk variabel KURS lag pertama, Ketika terjadi peningkatan sebesar satu persen, maka akan terjadi penurunan NAB reksa dana syariah sebesar 1,937401 persen. Sedangkan untuk variabel KURS lag kedua, Ketika terjadi peningkatan sebesar satu persen, maka akan terjadi penurunan NAB reksadana syariah sebesar 1,402927 persen. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS KURS dalam jangka panjang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap NAB reksadana syariah, yakni ketika terjadi peningkatan KURS sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 12,73491 persen. Peningkatan Depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS menandakan bahwa semakin murah harga rupiah terhadap mata uang asing khususnya dollar AS sehingga terjadi aliran modal masuk capital inflow ke Indonesia akibat meningkatnya permintaan akan rupiah. Capital Inflow kemudian akan meningkatkan NAB reksadana syariah. Variabel yang berpengaruh signifikan dalam jangka pendek terhadap NAB reksadana syariah adalah variabel INF lag pertama dan INF lag kedua. Ketika terjadi peningkatan INF lag pertama sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,035540 persen, sedangkan ketika terjadi peningkatan INF lag kedua sebesar satu persen, maka akan terjadi peningkatan NAB reksadana syariah sebesar 0,033368 persen. Hal ini terjadi karena ketika inflasi mengalami peningkatan, maka bank sentral akan merespon dengan menaikkan suku bunga untuk mengurangi jumlah uang beredar yang berimplikasi pada inflasi yang stabil. Kenaikkan bonus inilah yang kemudian menjadi insentif bagi para investor yang menginginkan return yang tinggi untuk berinvestasi pada reksadana syariah, sehingga NAB reksa dana syariah mengalami peningkatan. Hasil estimasi ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sjaputera 2005 dan Arisandi 2009 namun dengan interpretasi yang berbeda, dimana ketika terjadi peningkatan inflasi, maka masyarakat akan memilih untuk mempertahankan nilai uangnya melalui pembelian reksadana syariah dibandingkan memegang uang yang nilai riilnya akan terus menurun seiring terjadinya peningkatan inflasi. Kemudian semenjak tahun 2005, Bank Indonesia sebagai otoritas moneter memiliki kerangka kerja yang sangat menjanjikan yaitu Inflation Targeting Framework sehingga inflasi jangka panjang lebih terkendali. Hal ini memudahkan para investor dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi sehingga dalam jangka panjang pengaruh inflasi dinilai tidak terlalu signifikan. Kemudian variabel yang dalam jangka pendek tidak berpengaruh, namun secara signifikan berpengaruh dalam jangka panjang terhadap NAB reksadana syariah adalah Indeks Harga Saham Gabungan IHSG. IHSG berpengaruh negatif terhadap NAB reksadana syariah, yakni ketika terjadi peningkatan IHSG sebesar satu persen, maka akan terjadi penurunan NAB reksadana syariah sebesar 4,280089 persen. Hal ini sesuai dengan fakta bahwa reksadana syariah merupakan reksadana yang jangka waktu investasinya menengah-panjang, sehingga perubahan IHSG dalam jangka pendek tidak akan berpengaruh terhadap reksadana syariah. Peningkatan IHSG mencerminkan kondisi pasar modal dan kinerja perusahaan yang terlibat di dalamnya mengalami kemajuan, sehingga dalam jangka panjang para investor akan melakukan penebusan unit penyertaannya redemption untuk memperoleh keuntungan sehingga akan mengakibatkan penurunan dari NAB reksadana syariah. Variabel makroekonomi yang terakhir adalah Jakarta Islamic Index JII. Variabel JII tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap reksadana syariah baik jangka pendek maupun jangka panjang. Hal ini sesuai dengan fakta yang terjadi bahwa walaupun JII terdiri dari 30 saham-saham syariah terbaik, namun JII memiliki nilai yang sangat kecil sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap reksadana syariah. Kondisi ini juga diperkuat bahwasanya reksadana syariah di Indonesia didominasi oleh reksadana yang menginvestasikan dananya melalui efek bersifat utang. Dengan porsi dana investasi yang lebih sedikit terhadap efek berbentuk saham, maka JII dinilai sangat kecil pengaruhnya terhadap reksa dana syariah. Model VAR Vector Auto Regression yang dikombinasikan dengan Vector Error Correction Model VECM digunakan untuk menganalisis pengaruh variabel makroekonomi terhadap reksa dana syariah di Indonesia. Pengaruh dan peranan shock variabel makroekonomi terhadap reksa dana syariah dapat diidentifikasi melalui guncangan struktural dengan menggunakan cholesky decomposition. Tahapan analisis selanjutnya yang akan digunakan adalah Impulse Response Function IRF dan Forecast Error Variance Decomposition FEVD.

5.4. Innovation Accounting