NABunit dihitung oleh Bank Kustodian dan diumumkan kepada publik setiap hari kerja melalui harian bisnis. Bank Kustodian menghitung pertumbuhan NAB
berdasar nilai pasar wajar dari portofolio yang ada. Dengan demikian NABunit menunjukkan seberapa besar aset yang mendukung NABunit reksadana.
2.3. Variabel Makroekonomi yang Berpengaruh Terhadap NAB Reksadana Syariah
Sebenarnya hingga saat ini belum terdapat teori yang jelas mengenai hubungan antara variabel makroekonomi dengan NAB reksadana syariah. Namun
menurut Dornbusch dan Fischer 1994, terdapat keseimbangan dalam pasar aset Assets Markets sehingga dapat dilihat hubungan antara variabel makroekonomi
tersebut dengan NAB reksadana syariah. Pasar aset adalah pasar dimana terdapat transaksi perdagangan aset yang terdiri dari uang, obligasi, dan saham dan bentuk
kekayaan lainnya. Variabel makroekonomi memiliki hubungan yang erat dengan pasar aset sehingga bila terdapat fluktuasi keadaan moneter pasti akan menyebabkan
fluktuasi pasar aset. Oleh karena itu, dapat dilihat adanya pengaruh variabel makroekonomi terhadap NAB reksadana syariah.
2.3.1. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia SBI
Berdasarkan surat edaran Bank Indonesia No.813DPM tentang penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui lelang, Sertifikat Bank Indonesia yang selanjutnya
disebut SBI adalah surat berharga dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek dengan sistem
diskontobunga. SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai rupiah. Tujuannya diterbitkannya SBI
adalah agar Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar. Tingkat bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme
pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005 BI menggunakan mekanisme “BI Rate” suku bunga SBI, yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang
diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI Rate inilah yang kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti
pelelangan. Umumnya suku bunga SBI berhubungan negatif dengan Nilai Aktiva Bersih
NAB reksadana syariah . Bila pemerintah mengumumkan suku bunga akan naik maka investor akan menjual unit penyertaannya dan menggantikannya dengan
instrumen berpendapatan tetap seperti tabungan atau deposito. Kaitan antara suku bunga dan NAB reksadana syariah dikemukakan oleh Sjaputera 2005 yang
menyimpulkan bahwa suku bunga SBI dapat berpengaruh negatif terhadap NAB reksadana syariah. Penelitian lain yang dilakukan oleh Sylviana 2006
menyimpulkan hal yang berbeda, bahwa SBI berpengaruh positif dengan NAB reksadana syariah.
2.3.2. Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS
Instrumen bagi bank syariah yang kurang lebih sepadan dengan SBI adalah Sertifikat Wadiah Bank Indonesia SWBI yang semenjak bulan April tahun 2008
berubah nama menjadi Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS. SWBI adalah surat
pengakuan hutang yang ditetapkan BI sebagai pengakuan BI memiliki hutang kepada perusahaan atau bank. Wadiah merupakan akad perjanjian simpan-menyimpan
titipan barang antara pemilik barang dengan seseorang atau institusi yang diberi kepercayaan trust. Wadiah merupakan perjanjian penitipan dana antara pemilik
dana dengan pihak yang dipercaya untuk menjaga dana titipan tersebut. Sertifikat Wadiah Bank Indonesia adalah sertifikat yang diterbitkan diterbitkan oleh BI sebagai
bukti penitipan dana berjangka pendek dengan prinsip wadiah Bank Indonesia, 2003.
SWBI merupakan instrumen SBI bagi perbankan syariah. Namun SWBI yang diterbitkan oleh BI tidak memberikan bunga dan sama sekali tidak menjanjikan
adanya pemberian imbalan apapun, baik bonus maupun dalam bentuk lain yang bersifat benefit kepada bank syariah yang menempatkan dananya di SWBI. SWBI
adalah sejenis pengumpulan dana jangka pendek tabungan di BI untuk periode satu minggu, dua minggu, dan satu bulan yang dihitung per hari dan return on investment-
nya berdasarkan PUAS Bank Indonesia, 2000. SWBI berbeda dengan SBI yang dijadikan investasi oleh perbankan
konvensional. Jika SBI memakai bunga satu atau tiga bulanan, SWBI memakai sistem bagi hasil dengan pemberian bonus dari sejumlah dana yang ditanamkan
perbankan syariah MUI, 2003. Dalam SWBI tidak harus ada kesepakatan dengan bank yang menempatkan dananya. BI biasanya memberikan bonus atau SWBI yang
dikelolanya. BI akan memberikan bonus jika pada saat bank syariah menempatkan
dananya di SWBI terjadi transaksi di pasar syariah. jika tidak terjadi transaksi, maka BI akan memberikan bonus dengan mengacu pada rata-rata nisbah pada simpanan
bank syariah. perbedaan lain SBI dengan SWBI adalah sifat SWBI yang hanya berjangka maksimum satu bulan, sedangkan SBI ada yang berjangka satu bulan dan
tiga bulan. Sejak bulan April 2008, SWBI berubah nama menjadi SBIS dengan
menggunakan prinsip jualah, yaitu akad ijarah dimana besaran imbalan yang diberikan berdasarkan pada kinerja dari barang yang dititipkan.
Umumnya suku bunga SBIS berhubungan negatif dengan Nilai Aktiva Bersih NAB reksadana syariah . Bila pemerintah mengumumkan suku bunga SBIS akan
naik maka investor akan menjual unit penyertaannya dan memilih untuk berinvestasi melalui SBIS. Kaitan antara suku bunga dan NAB reksa dana syariah dikemukakan
oleh Putratama 2007 dan Arisandi 2009 yang menyimpulkan bahwa suku bunga SBIS dapat berpengaruh negatif terhadap NAB reksadana syariah.
2.3.3. Nilai Tukar Uang