Variabel dan Definisi Operasional Model Penelitian

3.2. Variabel dan Definisi Operasional

Peubah yang digunakan bersama definisi operasionalnya adalah sebagai berikut: a. NAB merupakan data Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah. b. SBI merupakan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia untuk periode satu bulan. c. SBIS merupakan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia Syariah untuk periode satu bulan. d. Kurs ex-rate merupakan nilai tukar nominal rupiah terhadap dollar AS. e. Inflasi merupakan perubahan harga tiap bulannya dalam bentuk persen. f. IHSG merupakan Indeks Harga Saham Gabungan di Bursa Efek Indonesia. g. JII merupakan indeks harga 30 perusahaan terbaik berbasis syariah.

3.3. Metode Analisis dan Pengolahan Data

Untuk menganalisis variabel makroekonomi terhadap kinerja reksa dana syariah akan dianalisis dengan menggunakan metode Vector Autoregression VAR. kemudian apabila terdapat kombinasi linear antara variabel non-stasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama maka perlu dilakukan pengujian kointegrasi, maka model VAR akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan Error Correction Model menjadi Cointegrated SVAR atau biasa dikenal dengan istilah Vector Error Correction Model VECM. Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian adalah Microsoft Excel 2007 untuk mengelompokan data dan selanjutnya diolah menggunakan program Eviews 6.

3.3.1. Metode Vector Autoregression VAR

Pada tahun 1980, Christopher Sims memperkenalkan sebuah macroeconomics framework yang menjanjikan, yakni Vector Autoregression VAR. Stock dan Watson dalam Firdaus 2010 memaparkan bahwa jika sebelumnya univariate autoregression merupakan sebuah persamaan tunggal single-equation dengan model linier variabel tunggal single-variable linear model, dimana nilai sekarang dari masing-masing variabel dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri, maka VAR merupakan sebuah n-persamaan n-equation dengan n-variabel n-variable, dimana masing-masing variabel dijelaskan dijelaskan oleh nilai lag-nya sendiri, serta nilai saat ini dan masa lampaunya current and past values. Dengan demikian, dalam konteks ekonometrika modern VAR termasuk ke dalam multivariate time series analysis Firdaus, 2010. VAR menyediakan cara yang sistematis untuk menangkap perubahan yang dinamis dalam multiple time series, serta memiliki pendekatan yang kredibel dan mudah dipahami bagi pendeskripsian data, forecasting peramalan, inferensi struktural, serta analisis kebijakan. Alat analisis yang disediakan oleh VAR bagi deskripsi data, forecasting peramalan, inferensi struktural, serta analisis kebijakan dilakukan melalui empat macam penggunaannya, yakni Forecasting, Impulse Response Function IRF, Forecast Error Variance Decomposition FEVD, dan Granger Causality Test. Forecasting merupakan ekstrapolasi nilai saat ini dan masa depan seluruh variabel dengan memanfaatkan seluruh informasi masa lalu variabel. Sementara Impulse Response Function IRF adalah melacak respon saat ini dan masa depan setiap variabel akibat perubahan atau shock suatu variabel tertentu. Forecast Error Variance Decomposition FEVD merupakan prediksi kontribusi persentase varians setiap variabel terhadap perubahan suatu variabel tertentu. Sedangkan Granger Causality Test bertujuan untuk mengetahui hubungan sebab akibat antar variabel. Seperti halnya model ekonometrika lainnya, VAR juga meliputi serangkaian proses spesifikasi dan identifikasi model. Spesifikasi model VAR meliputi pemilihan variabel dan banyaknya selang yang digunakan dalam model Firdaus, 2010. Sedangkan identifikasi model adalah melakukan identifikasi persamaan sebelum melakukan estimasi model. Dalam proses identifikasi akan ditemui beberapa kondisi. Kondisi overidentified akan diperoleh jika jumlah informasi yang dimiliki melebihi jumlah parameter yang ingin diestimasi. Sementara kondisi exactly identified atau just identified akan tercapai jika jumlah informasi dan jumlah parameter yang diestimasi sama. Kemudian, jika jumlah informasi kurang dari jumlah parameter yang akan diestimasi akan menciptakan kondisi yang disebut underidentified. Proses estimasi hanya dapat dilakukan dalam keadaan overidentified dan exactly identified atau just identified. Dalam pemilihan selang optimal yang dipakai dapat memanfaatkan kriteria informasi seperti Akaike Information Criterion AIC, Schwarz Information Criterion SC, maupun Hannan-Quinn Criterion HQ. Enders 2004 mengemukakan bahwa bentuk sistem VAR standar reduced- form yang digunakan secara luas atau umum pada saat ini berasal dari bentuk sistem VAR primitif yang memiliki sejumlah kelemahan. Adapun bentuk sederhana dari sistem VAR yang primitif ditunjukkan oleh sistem bivariate sederhana sebagai berikut : y t = b 10 - b 12 z t + γ 11 z t-1 + γ 12 z t-1 + ε yt 3.1 z t = b 20 – b 21 y t + γ 21 y t-1 + γ 22 z t-1 + ε zt 3.2 Kedua persamaan di atas menunjukkan bahwa y t dan z t saling memengaruhi satu sama lain. Misalnya –b 12 merupakan efek serentak contemporaneous effect dari perubahan z t terhadap y t dan γ 12 merupakan efek dari perubahan z t-1 terhadap y t . Oleh karena itu, maka persamaan 3.1 dan 3.2 bukanlah persamaan dalam bentuk reduced-form karena y t memiliki efek serentak terhadap z t dan z t memiliki efek serentak terhadap y t. Namun dari bentuk persamaaan primitif di atas dapat diperoleh bentuk transformasi VAR ke dalam bentuk standar reduced-form. Adapun persamaan umum VAR adalah sebagai berikut Enders, 2004 : y t = A + A 1 y t-1 + A 2 y t-2 + … + A p y t-p + e t 3.3 dimana : y t = vektor berukuran n-1 yang berisikan n variabel yang terdapat di dalam sebuah model VAR A = vektor intersep berukuran n-1 A t = matriks koefisien parameter berukuran n . n untuk setiap i = 1,2,…..,p e t = vektor error berukuran n . 1 Model VAR dalam bentuk standar di atas jika dituliskan dalam bentuk persamaan bivariate adalah sebagai berikut : y t = a 10 + a 11 y t-1 + a 12 z t-1 + e 1t 3.4 z t = a 20 + a 21 y t-1 + a 22 z t-1 + e 2t 3.5 atau dalam bentuk notasi matriks VAR adalah sebagai berikut :       +             +       =       − − t t t t e e z y a a a a a a 2 1 1 1 22 21 12 11 20 10 t t z y 3.6 Sehingga untuk model multivariate seperti yang dilakukan di dalam penelitian ini, model VAR menjadi seperti berikut : Δ NAB t = β 10 + β 111 Δ NAB t-1 + β 112 Δ NAB t-2 + β 121 Δ SBI t-1 + β 122 Δ SBI t-2 + β 131 Δ SBIS t-1 + β 132 Δ SBIS t-2 + β 141 Δ ER t-1 + β 142 Δ ER t-2 + β 151 Δ INF t-1 + β 152 Δ INF t-2 + β 161 Δ IHSG t-1 + β 162 Δ IHSG t-2 + β 171 Δ JII t-1 + β 172 Δ JII t-2 + e 1t 3.7 Δ SBI t = β 20 + β 211 Δ NAB t-1 + β 212 Δ NAB t-2 + β 221 Δ SBI t-1 + β 222 Δ SBI t-2 + β 231 Δ SBIS t-1 + β 232 Δ SBIS t-2 + β 241 Δ ER t-1 + β 242 Δ ER t-2 + β 251 Δ INF t-1 + β 252 Δ INF t-2 + β 261 Δ IHSG t-1 + β 262 Δ IHSG t-2 + β 271 Δ JII t-1 β 272 Δ JII t-2 + e 2t 3.8 Δ SBIS t = β 30 + β 311 Δ NAB t-1 + β 312 Δ NAB t-2 + β 321 Δ SBI t-1 + β 322 Δ SBI t-2 + β 331 Δ SBIS t-1 + β 332 Δ SBIS t-2 + β 341 Δ ER t-1 + β 342 Δ ER t-2 + β 351 Δ INF t-1 + β 352 Δ INF t-2 + β 361 Δ IHSG t-1 + β 362 Δ IHSG t-2 + β 371 Δ JII t-1 + β 372 Δ JII t-2 + e 3t 3.9 Δ ER t = β 40 + β 411 Δ NAB t-1 + β 412 Δ NAB t-2 + β 421 Δ SBI t-1 + β 422 Δ SBI t-2 + β 431 Δ SBIS t-1 + β 432 Δ SBIS t-2 + β 441 Δ ER t-1 + β 442 Δ ER t-2 + β 451 Δ INF t-1 + β 452 Δ INF t-2 + β 461 Δ IHSG t-1 + β 462 Δ IHSG t-2 + β 471 Δ JII t-1 + β 472 Δ JII t-2 + e 4t 3.10 Δ INF t = β 50 + β 511 Δ NAB t-1 + β 512 Δ NAB t-2 + β 521 Δ SBI t-1 + β 522 Δ SBI t-2 + β 531 Δ SBIS t-1 + β 532 Δ SBIS t-2 + β 541 Δ ER t-1 + β 542 Δ ER t-2 + β 551 Δ INF t-1 + β 552 Δ INF t-2 + β 561 Δ IHSG t-1 + β 562 Δ IHSG t-2 + β 571 Δ JII t-1 + β 572 Δ JII t-2 + e 5t 3.11 Δ IHSG t = β 60 + β 611 Δ NAB t-1 + β 612 Δ NAB t-2 + β 621 Δ SBI t-1 + β 622 Δ SBI t-2 + β 631 Δ SBIS t-1 + β 632 Δ SBIS t-2 + β 641 Δ ER t-1 + β 642 Δ ER t-2 + β 651 Δ INF t-1 + β 652 Δ INF t-2 + β 661 Δ IHSG t-1 + β 662 Δ IHSG t-2 + β 671 Δ JII t-1 + β 672 Δ JII t-2 + e 6t 3.12 Δ JII t = β 70 + β 711 Δ NAB t-1 + β 712 Δ NAB t-2 + β 721 Δ SBI t-1 + β 722 Δ SBI t-2 + β 731 Δ SBIS t-1 + β 732 Δ SBIS t-2 + β 741 Δ ER t-1 + β 742 Δ ER t-2 + β 751 Δ INF t-1 + β 752 Δ INF t-2 + β 761 Δ IHSG t-1 + β 762 Δ IHSG t-2 + β 771 Δ JII t-1 + β 772 Δ JII t-2 + e 7t 3.13 Dimana : NAB : Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah SBI : Sertifikat Bank Indonesia SBIS : Sertifikat Bank Indonesia Syariah ER : Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS INF : Inflasi IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan JII : Jakarta Islamic Index Model VAR dikembangkan sebagai solusi atas kritikan terhadap model persamaan simultan Nachrowi, 2006, yaitu : 1. Spesifikasi dari sistem persamaan simultan terlalu berdasarkan pada agregasi dari model keseimbangan parsial, tanpa memperhatikan pada hasil hubungan yang hilang omitted interrelation. 2. Struktur dinamis pada model seringkali dispesifikasikan dengan tujuan untuk memberikan restriksi yang dibutuhkan dalam mendapatkan identifikasi dari bentuk struktural. Menurut McCoy dalam Nachrowi 2006, untuk mengatasi kritikan tersebut terutama untuk menentukan variabel endogen dan eksogen, pendekatan VAR berusaha membiarkan data tersebut berbicara “let the data speak for themselves” dengan membuat semua variabel berpotensi menjadi variabel endogen. Dalam kerangka VAR setiap variabel, baik dalam level maupun first difference, diperlakukan secara simetris di dalam sistem persamaan yang mengandung regressor set yang sama. Menurut Gujarati 2003, keunggulan metode VAR dibandingkan dengan metode ekonometrika konvensional adalah : 1. Mengembangkan model secara bersamaan di dalam suatu sistem yang kompleks multivariat, sehingga dapat menangkap hubungan keseluruhan variabel di dalam persamaan itu. 2. Uji VAR yang multivariat bisa menghindarkan parameter yang bias akibat tidak dimasukkannya variabel yang relevan. 3. Uji VAR dapat mendeteksi hubungan antar variabel di dalam sistem persamaan, dengan menjadikan seluruh variabel sebagai endogen. 4. Karena bekerja berdasarkan data, metode VAR terbebas dari berbagai batasan teori ekonomi yang sering muncul termasuk gejala perbedaan palsu spurious variable di dalam model ekonometrika konvensional terutama pada persamaan simultan, sehingga menghindari penafsiran yang salah. Namun, model VAR juga memiliki banyak kritik akibat memiliki beberapa kelemahan. Menurut Gujarati 2003, kelemahan VAR antara lain : 1. Model VAR lebih bersifat ateori karena tidak memanfaatkan informasi dari teori-teori terdahulu. 2. Karena tidak menitikberatkan pada peramalan forecasting, maka model VAR dianggap tidak sesuai untuk implikasi kebijakan. 3. Tantangan terberat VAR adalah pemilihan panjang lag yang tepat. 4. Semua variabel yang digunakan dalam model VAR harus stasioner. 5. Koefisien dalam estimasi VAR sulit untuk diinterpretasikan.

3.3.2. Metode Vector Error Correction Model VECM

Vector Error Correction Model atau VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi Enders, 2004. Restriksi tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner pada level, tetapi terkointegrasi. VECM kemudian memanfaaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Karena itu, VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series non stasioner yang memiliki hubungan kointegrasi. Kointegrasi adalah terdapatnya kombinasi linier antara variabel yang non stasioner yang terkointegrasi pada ordo yang sama Enders,2004. Setelah dilakukan pengujian kointegrasi pada model yang digunakan, maka dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi ke dalam model yang digunakan. Pada data time series kebanyakan memiliki tingkat stasioneritas pada perbedaan pertama first difference atau I1. Dengan demikian, dalam VECM terdapat speed of adjustment dari jangka pendek ke jangka panjang. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi hilangnya informasi jangka panjang, maka dalam penelitian ini digunakan model VECM apabila ternyata data yang digunakan memiliki derajat stasioneritas I1. Secara umum model VECM k-1 adalah sebagai berikut : ∑ − = + + + + ∆ Γ = ∆ − − 1 1 1 1 1 k i t t t t i t y y y     3.14 dimana : Δ y t = y t – y t-1 k-1 = ordo VECM dari VAR Γ i = matriks koefisien regresi b 1, ….,b i μ = vektor intercept μ 1 = vektor koefisien regresi t = time trend α = matriks loading β = vektor kointegrasi y = variabel yang digunakan dalam analisis Sehingga dalam penelitian ini menjadi = ∆ t NAB i t − ∑ = Γ 1 - k 1 i iNAB + + Γ − ∑ = i t 1 - k 1 i iSBI + Γ − ∑ = i t S 1 - k 1 i iSBI i t − ∑ = Γ 1 - k 1 i iER + + Γ − ∑ = i t 1 - k 1 i iINF t i t i t  + Γ + Γ − − ∑ ∑ = = 1 - k 1 i 1 - k 1 i iJII iIHSG 3.15 = ∆ t SBI i t − ∑ = Γ 1 - k 1 i iNAB + + Γ − ∑ = i t 1 - k 1 i iSBI + Γ − ∑ = i t S 1 - k 1 i iSBI i t − ∑ = Γ 1 - k 1 i iER + + Γ − ∑ = i t 1 - k 1 i iINF t i t i t  + Γ + Γ − − ∑ ∑ = = 1 - k 1 i 1 - k 1 i iJII iIHSG 3.16 = ∆ t SBIS i t − ∑ = Γ 1 - k 1 i iNAB + + Γ − ∑ = i t 1 - k 1 i iSBI + Γ − ∑ = i t S 1 - k 1 i iSBI i t − ∑ = Γ 1 - k 1 i iER + + Γ − ∑ = i t 1 - k 1 i iINF t i t i t  + Γ + Γ − − ∑ ∑ = = 1 - k 1 i 1 - k 1 i iJII iIHSG 3.17 = ∆ t ER i t − ∑ = Γ 1 - k 1 i iNAB + + Γ − ∑ = i t 1 - k 1 i iSBI + Γ − ∑ = i t S 1 - k 1 i iSBI i t − ∑ = Γ 1 - k 1 i iER + + Γ − ∑ = i t 1 - k 1 i iINF t i t i t  + Γ + Γ − − ∑ ∑ = = 1 - k 1 i 1 - k 1 i iJII iIHSG 3.18 = ∆ t INF i t − ∑ = Γ 1 - k 1 i iNAB + + Γ − ∑ = i t 1 - k 1 i iSBI + Γ − ∑ = i t S 1 - k 1 i iSBI i t − ∑ = Γ 1 - k 1 i iER + + Γ − ∑ = i t 1 - k 1 i iINF t i t i t  + Γ + Γ − − ∑ ∑ = = 1 - k 1 i 1 - k 1 i iJII iIHSG 3.19 = ∆ t IHSG i t − ∑ = Γ 1 - k 1 i iNAB + + Γ − ∑ = i t 1 - k 1 i iSBI + Γ − ∑ = i t S 1 - k 1 i iSBI i t − ∑ = Γ 1 - k 1 i iER + + Γ − ∑ = i t 1 - k 1 i iINF t i t i t  + Γ + Γ − − ∑ ∑ = = 1 - k 1 i 1 - k 1 i iJII iIHSG 3.20 = ∆ t JII i t − ∑ = Γ 1 - k 1 i iNAB + + Γ − ∑ = i t 1 - k 1 i iSBI + Γ − ∑ = i t S 1 - k 1 i iSBI i t − ∑ = Γ 1 - k 1 i iER + + Γ − ∑ = i t 1 - k 1 i iINF t i t i t  + Γ + Γ − − ∑ ∑ = = 1 - k 1 i 1 - k 1 i iJII iIHSG 3.21 3.3.3. Pengujian Pra Estimasi 3.3.3.1. Uji Stasioneritas Data Dalam mengestimasi sebuah model yang akan digunakan, maka langkah awal yang harus dilakukan adalah uji stasioneritas data atau disebut dengan unit root test. Menurut Gujarati 2003, data yang stasioner akan mempunyai kecenderungan untuk mendekati nilai rata-rata dan berfluktuasi di sekitar nilai rata-ratanya. Untuk itu, pengujian stasioneritas data sangat penting dilakukan apabila menggunakan data time series dalam analisis. Hal tersebut dikarenakan data time series pada umumnya mengandung akar unit unit root dan nilai rata-rata serta variansnya berubah sepanjang waktu. Nilai yang mengandung unit root atau non-stasioner, apabila dimasukkan dalam perhitungan statistik pada model regresi sederhana, maka kemungkinan besar estimasi akan gagal mencapai nilai yang sebenarnya atau disebut sebagai spurious estimation Nachrowi, 2006. Untuk menguji ada atau tidaknya akar unit pada data yang digunakan, maka dalam penelitian ini menggunakan uji Augmented Dickey-Fuller ADF. Menurut Gujarati 2003, uji stasioneritas data dengan menggunakan uji Dickey-Fuller, dimulai dari sebuah proses autoregresi orde pertama, yaitu : Y t = ρY t-1 + μ t 3.22 dimana : μ t = white noise error term dengan mean nol dan varians konstan Kondisi di atas disebut sebagai random walk, dimana variabel Y t ditentukan oleh variabel sebelumnya Y t-1 . Oleh karena itu jika nilai ρ = 1 maka persamaan 3.22 mengandung akar unit atau tidak stasioner. Kemudian persamaan 3.22 dapat dimodifikasi dengan mengurangi Y t-1 pada kedua sisi persamaan, sehingga persamaan 3.22 dapat diubah menjadi : Y t – Y t-1 = ρY t-1 – Y t-1 + μ t = ρ-1Y t-1 + μ t 3.23 maka persamaan di atas dapat ditulis sebagai berikut : Δ Y t = δY t-1 + μ t 3.24 dimana : δ = ρ-1 Δ = perbedaan pertama first difference Oleh karena itu hipotesis pada persamaan 3.28, H : δ = 0 melawan hipotesis alternatifnya atau H 1 : δ 0. Nilai H : δ = 0 akan menunjukkan bahwa persamaan tersebut tidak stasioner, sementara H 1 : δ 0 menunjukkan persamaan tersebut mengikuti proses yang stasioner. Jadi apabila kita menolak H maka artinya data time series tersebut stasioner, dan sebaliknya. Pada persamaan 3.28 diasumsikan bahwa error term μ t tidak berkorelasi. Dalam kasus error term-nya berkorelasi maka contoh persamaan yang dapat diuji stasioneritas melalui Augmented Dickey-Fuller ADF dapat ditulis sebagai berikut Gujarati, 2003 : Δ Y t = β t + β 2 t + δY t-1 + α i ∑ = + ∆ m 1 i i - t Y t  3.25 dimana : ε t = pure white noise error term Δ Y t-1 = Y t-1 - Y t-2 , Δ Y t-2 = Y t-2 - Y t-3 , dan seterusnya. Dalam kasus persamaan seperti ini pengujian hipotesis yang dilakukan masih sama dengan sebelumnya yaitu H adalah δ = 0 tidak stasioner dengan hipotesis alternatifnya adalah H 1 adalah δ 0 stasioner. Artinya jika H ditolak dan menerima H 1 maka data kita stasioner dan begitu juga sebaliknya. Uji yang dilakukan untuk mengetahui apakah sebuah data time series bersifat stasioner atau tidak adalah dengan menguji uji Ordinary Least Square OLS dan melihat nilai t statistik dari estimasi δ. Jika δ adalah nilai dugaan dan S δ adalah simpangan baku dari δ maka uji statistik memiliki rumus sebagai berikut :   S t hit = 3.26 Apabila nilai t-statistik lebih kecil dari nilai statistik ADF dalam nilai kritikal 1 persen, 5 persen, atau 10 persen, maka keputusannya adalah tolak H atau dengan kata lain data bersifat stasioner dan begitu juga sebaliknya.

3.3.3.2. Pengujian Lag Optimal

Langkah penting yang harus dilakukan dalam menggunakan model VAR adalah penentuan jumlah lag yang optimal yang digunakan dalam model. Pengujian panjang lag yang optimal dapat memanfaatkan beberapa informasi yaitu dengan menggunakan Akaike Information Criterion AIC, Schwarz Information Criterion SC, maupun Hannan-Quinn Criterion HQ. Untuk dapat menentukan lag ini, maka langkah sebelumnya adalah menentukan nilai determinan dari kovarian residual ∧ Ω yang dapat dihitung sebagai berikut Eviews 6 User’s Guide : │Ω │=     ∑ − ∧ ∧ t t e e p T t 1 det 3.27 dimana p adalah angka parameter dari tiap persamaan dalam VAR. Selanjutnya, log likelihood value dengan mengasumsikan distribusi normal Gaussian dapat dihitung :       Ω + + − = ∧ log 2 log 1 2 1  k T 3.38 dimana k adalah banyaknya parameter yang diestimasi dan T adalah jumlah observasi. Kemudian dilanjutkan dengan menggunakan nilai AIC, SC maupun HQ dan dipilih nilai yang terkecil. Dalam penelitian ini, untuk menentukan lag optimal digunakan perhitungan AIC. Rumus perhitungannya dapat dilihat dalam tabel di bawah ini : AIC -2lT + kT SC -2lT + k logTT HQ -2lT + 2k loglogTT 3.29

3.3.3.3. Uji Stabilitas VAR

Metode yang digunakan dalam melakukan analisis pengaruh guncangan variabel makroekonomi terhadap perkembangan reksadana syariah di Indonesia adalah analisis impuls respon IRF dan analisis peramalan dekomposisi ragam galat FEVD. Sistem persamaan VAR yang telah terbentuk harus diuji stabilitasnya terlebih dahulu sebelum kedua analisis tersebut dilakukan, melalui VAR stability condition check. Uji stabilitas VAR dilakukan dengan menghitung akar-akar dari fungsi polinomial atau dikenal dengan roots of characteristic polinomial. Model VAR tersebut dianggap stabil jika semua akar dari fungsi polinomial tersebut berada di dalam unit circle atau jika nilai absolutnya lebih kecil dari satu sehingga IRF dan FEVD yang dihasilkan dianggap valid Windarti, 2004.

3.3.3.4. Uji Kointegrasi

Uji kointegrasi merupakan lanjutan dari uji akar-akar unit dan uji derajat integrasi. Uji kointegrasi dimaksudkan untuk mengetahui perilaku data dalam jangka panjang antar variabel terkait apakah berkointegrasi atau tidak seperti yang dikehendaki oleh teori ekonomi. Untuk dapat melakukan uji kointegrasi, harus yakin terlebih dahulu bahwa variabel-variabel yang terkait dalam pendekatan ini mempunyai derajat integrasi yang sama atau tidak. Implikasi pentingnya jika dua variabel atau lebih mempunyai derajat integrasi yang berbeda, misal: X=11 dan Y=1 2, maka kedua variabel tersebut tidak dapat berkointegrasi. Cara pengujiannya adalah dengan menguji residualnya berintegrasi atau tidak. Apabila residualnya berintegrasi, berarti data tersebut sudah memenuhi prasyarat dalam pembentukan dan estimasi model dinamis. Untuk melakukan uji kointegrasi dilakukan dengan beberapa macam uji, yaitu: Engle-Granger test EG, Augmented Engle-Granger AEG test , dan Cointegrating Regression Durbin Watson CRDW. Namun, pada penelitian ini, penulis hanya akan menggunakan Cointegrating Regression Durbin-Watson CRDW. Caranya adalah dengan meregresi variabel dependen dengan variabel independen, setelah nilai DW diketahui, maka DW dibandingkan. Apabila nilai DW hitung lebih besar dari DW tabel maka variabel tersebut telah berkointegrasi, yang artinya antar variabel-variabel tersebut dalam jangka panjang terjadi hubungan yang equilibrium Gujarati,2003. Dalam penelitian ini untuk menguji apakah kombinasi variabel yang tidak stasioner terkointegrasi dapat diuji dengan menggunakan uji kointegrasi Johansen, yang ditunjukkan oleh persamaan matematis berikut ini : Δ y t = β + πy t-1 + + e t 3.30 Persamaan tersebut terkointegrasi jika trace statistic critical value. Dengan demikian H kointegrasi. Kita tolak H0= non-kointegrasi dengan hipotesis alternatifnya H0 atau terima H1 jika trace statistic critical value, yang artinya terjadi kointegrasi. Tahapan analisis dilanjutkan dengan analisis Vector Error Correction Model VECM setelah jumlah persamaan yang terkointegrasi telah diketahui.

3.3.4. Uji Kausalitas Granger

Uji kausalitas granger dilakukan untuk melihat hubungan kausalitas diantara variabel-variabel yang ada di dalam model. Uji ini untuk mengetahui apakah suatu variabel bebas independent variable meningkatkan kinerja forecasting dari variabel tidak bebas dependent variable. Pertanyaan yang sering ada dalam analisis time series tidak hanya satu atau lebih variabel ekonomi yang dapat memperkirakan variabel ekonomi lainnya. Pengujian hubungan sebab akibat, sebagaimana dimaksudkan oleh granger, dengan menggunakan F-test untuk menguji apakah lag informasi dalam variabel Y memberikan informasi statistik yang signifikan tentang variabel X dalam menjelaskan perubahan X. Jika tidak, maka Y tidak ada hubungan sebab akibat granger dengan X.

3.3.5. Innovation Accounting

3.3.5.1 Impulse Response Function

Estimasi dengan menggunakan VECM untuk lebih lanjut dapat dilihat dari IRF. IRF menunjukkan bagaimana respon dari setiap variabel endogen sepanjang waktu terhadap guncangan dalam variabel itu sendiri dan variabel endogen lainnya. Fungsi dari impulse response ini untuk mengetahui pengaruh suatu variabel terhadap variabel tertentu apabila terjadi guncangan atau shock suatu variabel. Fungsi yang kedua adalah untuk mengetahui besarnya nilai guncangan terhadap variabel yang ada. Analisis fungsi impuls respon Impulse Response Function atau disingkat dengan IRF dalam analisis ini dilakukan untuk menilai respon dinamik variabel Nilai Aktiva Bersih reksadana syariah terhadap adanya guncangan SBI, SBIS, nilai tukar exchange rate, inflasi, indeks harga saham gabungan IHSG, dan Jakarta Islamic Index JII. Impulse Response Function sementara itu bertujuan untuk mengisolasi suatu guncangan agar lebih spesifik artinya suatu variabel yang dapat dipengaruhi oleh shock atau guncangan tertentu. Apabila suatu variabel tidak dapat dipengaruhi oleh shock, maka shock spesifik tersebut tidak dapat diketahui melainkan shock secara umum.

3.3.5.2. Forecast Error Variance Decomposition FEVD

Metode yang dapat dilakukan untuk melihat bagaimana perubahan dalam suatu variabel yang ditunjukkan oleh perubahan error variance dipengaruhi oleh variabel-variabel lainnya adalah FEVD. Metode ini mencirikan suatu struktur dinamis dalam model VAR. Metode ini dapat melihat kekuatan dan kelemahan masing- masing variabel dalam memengaruhi variabel lainnya dalam kurun waktu yang panjang Nachrowi, 2006. Metode ini merinci ragam dari peramalan galat menjadi komponen-komponen yang dapat dihubungkan dengan setiap variabel endogen dalam model. Seberapa besar perbedaan antara error variance sebelum dan sesudah terjadinya shock yang berasal dari dirinya sendiri maupun dari variabel lain dapat dilihat dengan menghitung presentase kuadrat prediksi galat k-tahap ke depan dari sebuah variabel akibat inovasi dalam variabel-variabel lain. Dapat diketahui melalui FEVD secara pasti faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi dari variabel tertentu.

3.4. Model Penelitian

Analisis pengaruh variabel ekonomi terhadap perkembangan reksa dana syariah di Indonesia dilihat dengan menggunakan variabel data Nilai Aktiva Bersih NAB Reksadana Syariah, data SBI, data SBIS, data nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, data Inflasi, data Indeks Harga Saham Gabungan IHSG, dan data Jakarta Islamic Index JII. Model VAR dan VECM yang digunakan dalam penelitian ini dalam bentuk matriks adalah sebagai berikut : =                       JII IHSG INF ER SBIS SBI NAB log_ log_ log_ log_ +                       g f e d c b a                       79 78 77 76 75 74 73 72 71 69 68 67 66 65 64 63 62 61 59 58 57 56 55 54 53 52 51 49 48 47 46 45 44 43 42 41 39 38 37 36 35 34 33 32 31 29 28 27 26 25 24 23 22 21 19 18 17 16 15 14 13 12 11 a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a a                       − − − − − − − i t i t i t i t i t i t i t JII IHSG INF ER SBIS SBI NAB log_ log_ log_ log_                       + t t t t t t t e e e e e e e 7 6 5 4 3 2 1 Dimana : Log_NAB : Nilai Aktiva Bersih Reksadana Syariah SBI : Sertifikat Bank Indonesia SBIS : Sertifikat Bank Indonesia Syariah Log_ER : Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dollar AS INF : Inflasi Log_IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan Log_JII : Jakarta Islamic Index Semua data estimasi yang dipergunakan dalam VAR adalah dalam bentuk logaritma natural sesuai dengan pendapat Sims dalam Enders 2004, kecuali data yang sudah dalam bentuk persen atau data tersebut memiliki koefisien yang negatif sangat kecil yang tidak mungkin untuk diubah dalam bentuk logaritma natural. Salah satu alasannya adalah untuk memudahkan analisis, karena baik dalam impulse response maupun variance decomposition, pengaruh shock dilihat dalam standar deviasi yang dapat dikonversi dalam bentuk persentase. Semua variabel adalah variabel endogen dalam metode VAR, sehingga dalam model penelitian ini dapat dilihat hubungan saling ketergantungan antara semua variabel.

IV. GAMBARAN UMUM

Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal UUPM, Reksadana mulai dikenal di Indonesia sejak diterbitkannya Reksadana berbentuk Perseroan, yaitu PT BDNI Reksadana pada tahun 1995. Pada awal tahun 1996, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan BAPEPAM-LK RI mengeluarkan peraturan pelaksanaan tentang reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif KIK. Peraturan-peraturan tersebut membuka peluang lahirnya reksa dan berbentuk KIK untuk tumbuh dan berkembang. Salah satunya adalah munculnya reksadana syariah pertama di Indonesia pada tahun 1997 yang dikelola oleh PT Danareksa Investment Management DIM. Munculnya reksadana syariah pertama di Indonesia pada tahun 1997 kelolaan PT. Danareksa Investment Management DIM inilah yang menjadi awal perkembangan instrument syariah di pasar modal. Selanjutnya, pada tanggal 3 Juli 2000 PT Bursa Efek Jakarta BEJ bersama dengan PT Danareksa Investment Management DIM meluncurkan Jakarta Islamic Index JII yang mencakup 30 jenis saham dari emiten yang kegiatan usahanya memenuhi ketentuan tentang hukum syariah. Penentuan kriteria dari komponen JII tersebut disusun berdasarkan persetujuan dari Dewan Pengawas Syariah DPS DIM. Dengan adanya indeks ini diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi secara syariah.