Latar Belakang Penelitian PENDAHULUAN

Tabel 7. Jumlah Impor Beras Propinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2005- 201046 Tahun Jumlah Impor Beras Ton 2005 28 800.00 2006 221 872.00 2007 25 350.00 2008 16 939.80 2009 12 570.00 2010 11 200.00 Sumber : Badan Pusat Statistik 2010 Berdasarkan pemaparan di atas, maka beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan beras di Propinsi NTB. 2. Dampak kebijakan harga pembelian pemerintah terhadap penawaran dan permintaan beras di Propinsi NTB. 3. Dampak kebijakan harga pembelian pemerintah terhadap kesejahteraan produsen gabah dan konsumen beras di Propinsi NTB.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan beras di Propinsi NTB. 2. Menganalisis dampak kebijakan harga pembelian pemerintah terhadap penawaran dan permintaan beras di Propinsi NTB. 3. Menganalisis dampak kebijakan harga pembelian pemerintah terhadap kesejahteraan produsen gabah dan konsumen beras di Propinsi NTB.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memiliki manfaat khususnya bagi pemerintah Propinsi NTB, akademisi, dan peneliti. Bagi pemerintah NTB, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan alternatif dalam mengambil keputusan kebijakan perberasan. Bagi akademisi, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan rujukan atau referensi bagi penelitian terkait selanjutnya. Bagi peneliti, penelitian ini dijadikan sebagai media pembelajaran dan penerapan ilmu yang telah dipelajari semasa di bangku perkuliahan, dan sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup kajian yang digunakan dalam penelitian meliputi: 1. Permintaan beras dan penawaran beras tidak dilakukan berdasarkan jenis beras tertentu. 2. Analisis penelitian ini dibatasi pada wilayah Propinsi NTB. 3. Kebijakan ekonomi dilakukan terhadap kebijakan harga pembelian pemerintah dan faktor eksternal. 4. Indikator kesejahteran yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep surplus produsen gabah dan surplus konsumen beras. 5. Analisis yang digunakan adalah sistem persamaan simultan dan diestimasi dengan metode Two Stage Least Squares 2SLS.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mekanisme Perdagangan Beras

Perdagangan beras di Indonesia sampai saat ini diintervensi oleh pemerintah karena merupakan bahan pangan pokok yang merupakan komoditas strategis secara sosial-budaya, ekonomi, dan politik. Rantai perdagangan beras di Indonesia sudah terlalu dikontrol mekanisme pasar 1 , sehingga peran negara sebagai pelindung dan pemenuh hak rakyat berkurang. Swasembada beras masih menjadi salah satu prioritas kebijakan pemerintah yang harus tercapai, hal ini sangat berlawanan dengan hasil kebijakan pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No.2412010 yang membuka kesempatan impor ke dalam negeri dengan tarif nol persen dan dibukanya pasar produk bersangkutan di dalam negeri. Impor beras dilakukan pada saat paceklik dan ekspor beras pada saat surplus beras atau disebut Swasembada on trend Sapuan, 1999. Bulog merupakan lembaga yang dibentuk oleh pemerintah untuk menangani dan berfungsi sebagai stabilisator harga bahan pangan pokok. Namun sejak International Moneter Fund IMF memaksa Indonesia menandatangani Letter of Intent, menyebabkan Bulog kehilangan fungsi utama sebagai stabilisator bahan pangan pokok dan hanya menangani masalah bahan pangan beras saja. Hal ini berdampak terutama ketika terjadi harga pangan melonjak pada awal tahun 2008 2 . Bulog mengintervensi pasar dengan mengadakan pengadaan dan pembelian beras dari masyarakat untuk menjaga kestabilan harga beras di pasar Abubakar, 2009. Sejak krisis ekonomi tahun 1997, pemerintah telah banyak mengubah kebijakan perberasan nasional pada tingkat usahatani. Perubahan dilakukan pada Harga Dasar Gabah HDG yang ditetapkan terlalu tinggi namun semua subsidi untuk input produksi dihapuskan. Setelah tahun 2002 HDG diubah menjadi Harga 1 Saragih, H. 2006. Perdagangan beras terlalu dikontrol mekanisme pasar. http:www.bumn.go.id24035publikasiberitaperdagangan-beras-terlalu-dikontrol- mekanisme-pasar. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011. 2 Julian. 2010. Bulog Kembali ke Khitah. http:agroindonesia.co.id20100216bulog-kembali- ke-khitah. Diakses pada tanggal 5 Mei 2011. Pembelian Pemerintah HPP dan direvisi hingga yang terbaru HPP tahun 2011 sesuai instruksi presiden nomor tujuh. Kebijakan HDPP mengatur harga pembelian gabah panen, gabah kering giling, dan beras untuk petani yang ingin menjual gabah dan berasnya dapat menjual melalui instansi Bulog yang telah dipercayakan oleh pemerintah maupun mitra Bulog seperti industri penggilingan beras, mekanisme ini berlaku di seluruh Propinsi Indonesia Abubakar, 2009.

2.2. Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah

Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah terhadap beras ditujukan agar produksi padi dapat maksimal dan menjaga stabilisasi harga beras di pasar. Menurut Amang 1989, kebijakan harga beras memiliki komponen sebagai berikut: 1 menjaga harga pembelian pemerintah yang cukup tinggi untuk merangsang produksi, 2 perlindungan harga maksimum yang menjamin harga yang layak bagi konsumen, 3 perbedaan yang layak antara HPP dan harga maksimum untuk memberikan keuntungan yang wajar bagi swasta untuk penyimpanan beras, dan 4 hubungan harga yang wajar antara daerah maupun terhadap harga internasional. Kebijakan yang dilakukan untuk stabilisasi harga beras adalah dengan mengendalikan harga dasar floor price dan harga beras tertinngi ceiling price. Pengendalian harga dasar dilakukan saat panen raya agar harga gabah tidak jatuh, dan dilakukan pengadaan beras melalui instansi Bulog pada waktu musim paceklik agar harga beras tidak melampaui harga batas tertinggi. Ketidakefektifan harga dasar gabah HDG membuat pemerintah menggantikan HDG dengan Harga Dasar Pembelian Pemerintah HDPP yang tidak lain merupakan pembelian harga gabah ke pasar Cahyono, 2001.

2.3. Tinjauan Studi Terdahulu

Tinjauan studi terdahulu terkait perdangan beras yang dapat dijadikan acuan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Tinjauan Studi Terdahulu No. Peneliti Tujuan Metode dan Data Hasil dan Pembahasan 1. Nama : Insyauddin Tahun : 2009 Judul : Dampak Kebijakan Harga Dasar Gabah dan Tarif Impor terhadap Penawaran dan Permintaan Beras di Indonesia 1. Mengestimasi faktor- faktor yang mempengaruhi produksi gabah di Jawa dan Luar Jawa. 2. Mengestimasi faktor- faktor yang mempengaruhi permintaan beras di Indonesia. 3. Mengestimasi pengaruh kebijakan harga dasar dan tarif terhadap produksi, konsumsi, dan impor. 1. TSLS Two Stage Least Square. 2. Data tahun 1980-2008. 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi di Jawa dan Luar Jawa adalah luas panen dan produktivitas. 2. Perbedaan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi Jawa dan Luar Jawa adalah dari elastisitas. 3. Variabel harga dasar responsif terhadap perubahan luar areal panen di Jawa, sedangkan di luar Jawa variabel harga gabah, curah hujan lebih responsif terhadap luas areal panen. 4. Hanya di Jawa saja variabel saluran irigasi tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas. 5. Simulasi dampak kebijakan beras terhadap penawaran dan permintaan digunakan simulasi historis periode 1982-2008, danpak kebijakan harga dasar gabah positif terhadap produksi gabah di Indonesia, sebagai pertimbangan dilakukan simulasi terhadap harga dasar pupuk urea, harga pupuk, dan harga beras. 6. Simulasi pupuk berpengaruh negatif terhadap produksi, sementara simulasi harga dasar pupuk urea dan harga dasar gabah berpengaruh positif terhadap peningkatan harga gabah, produktivitas lahan, dan produktivitas. 11