Harga Beras Eceran Nusa Tenggara Barat Riil

pemerintah sebesar 29 persen, karena dipengaruhi oleh peningkatan produksi beras NTB sebesar 1.238 persen, penurunan impor beras NTB sebesar 0.364 persen, serta penurunan stok beras NTB sebesar 0.021 persen. Sedangkan Peningkatan tertinggi dari permintaan beras NTB adalah skenario simulasi peningkatan harga pembelian pemerintah yaitu sebesar 0.020 persen, karena penurunan harga beras eceran NTB riil terendah yaitu sebesar 0.005 persen.

VII. DAMPAK KEBIJAKAN HARGA PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP KESEJAHTERAAN PRODUSEN GABAH

DAN KONSUMEN BERAS 7.1. Dampak Simulasi Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah terhadap Kesejahteraan Produsen Gabah dan Konsumen Beras Skenario simulasi yang dilakukan adalah simulasi kebijakan dengan meningkatkan Harga Pembelian Pemerintah HPP, dan simulasi penghapusan harga pembelian pemerintah terhadap kesejahteraan produsen gabah dan konsumen beras di Propinsi NTB yang diuraikan sebagai berikut. Hasil simulasi dampak perubahan kebijakan harga pembelian pemerintah dan luas areal panen disajikan pada Tabel 27.

7.1.1. Peningkatan Harga Pembelian Pemerintah Sebesar 29 Persen

Kebijakan Peningkatan HPP sebesar 29 persen berdampak pada peningkatan kesejahteraan produsen sebesar 96.6 milyar rupiah, meskipun kesejahteraan konsumen menuruna sebesar 52.1 juta rupiah, dan penerimaan pemerintah menurun sebesar 90 juta rupiah, serta pengeluaran devisa menurun sebesar 800 juta rupiah namun net surplus meningkat sebesar 96.4 milyar rupiah. Kebijakan ini dinilai efektif karena net surplus bernilai positif yaitu 96.4 milyar rupiah, penurunan kesejahteraan konsumen lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan kesejahteraan produsen gabah dan penerimaan pemerintah.

7.1.2. Kebijakan Penghapusan Harga Pembelian Pemerintah

Kebijakan penghapusan harga pembelian pemerintah menjadi 0 persen dapat menurunkan kesejahteraan produsen menjadi sebesar 323.7 milyar rupiah, sedangkan kesejahteraan konsumen meningkat sebesar 52.1 juta rupiah, dan penerimaan pemerintah meningkat sebesar 330 juta rupiah dan pengeluaran devisa terjadi peningkatan sebesar 2.5 milyar rupiah. Namun kebijakan ini mengakibatkan net surplus bernilai negatif, yaitu sebesar 323.3 milyar rupiah, penurunan kesejahteraan produsen lebih besar dibandingkan dengan peningkatan kesejahteraan konsumen dan penerimaan pemerintah sehingga tidak menguntungkan bagi produsen beras di NTB.