a. Uji Multikolinieritas Multicolinearity
Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah multikolinearitas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel-variabel
bebas. Multikolinearitas terjadi akibat adanya korelasi yang tinggi di antara peubah bebasnya. Masalah multikolineritas dapat dilihat dari nilai VIF dengan
persamaan :
I VIF =
I – R
2
R
2
adalah koefisien determinasi dari regresi variabel bebas ke-j dengan variabel bebas lainnya. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan adanya
masalah kolinearitas pada peubah tersebut. Multikolinearitas dapat menyebabkan adanya pelanggaran terhadap asumsi OLS adalah exact multicolinearity
multikolinearitas sempurna. Jika dalam suatu model terdapat multikolinearitas yang sempurna maka akan diperoleh nilai R
2
yang tinggi tetapi tidak ada koefisien
variabel bebas yang signifikan. b. Normalitas
Salah satu cara mengecek normalitas adalah dengan probabilitas normal. Melalui probability plot of RESI 1 ini masing-masing nilai pengamatan
dipasangkan dengan nilai harapan distribusi normal. Normalitas terpenuhi apabila titik-titik data terkumpul disekitar garis lurus, selanjutnya dilakukan analisis
dengan Kolmogorov Smirnov KS.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas
adalah untuk
melihat apakah
terdapat
ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan yang lain. Model regresi
yang memenuhi persyaratan adalah dimana terdapat kesamaan varians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan melihat plot antara residu dengan
prediksinya. Jika bentuk tebaran plot tersebut menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan gangguan pada fungsi regresi yang berupa korelasi diantara faktor gangguan. Ada beberapa prosedur atau cara untuk
mengetahui adanya autokorelasi pada suatu model regresi .
Uji Durbin-Watson Uji D-W merupakan salah satu cara mendeteksi apakah tidak ada autokorelasi
yang paling sering digunakan. Uji ini dapat digunakan untuk sembarang sampel, baik besar ataupun kecil, tetapi D-W hanya berhasil baik apabila autokorelasinya
berbentuk autokorelasi linier orde pertama, artinya faktor pengganggu e
t
berpengaruh kepada faktor pengganggu e
t-1
. Untuk melihat ada tidaknya autokorelasi, dapat digunakan ketentuan sebagai berikut Firdaus, 2004
Tabel 3. Uji Autokorelasi Firdaus, 2004 D-W
Kesimpulan
Kurang dari 1,10 1,10 dan 1,54
1,55 dan 2,46 2,46 dan 2,90
Lebih dari 2,91 Ada autokorelasi
Tanpa kesimpulan Tidak ada autokorelasi
Tanpa kesimpulan Ada autokorelasi
4.5.3 Estimasi Nilai Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng
Pendekatan produktifitas memandang sumberdaya alam sebagai input dari produk akhir yang kemudian digunakan oleh masyarakat luas. Menurut
Hufschmidt, et.al dalam Adrianto, et.al 2004, menyatakan langkah analisis
ekologi-ekonomi dalam konteks metode pendekatan produktifitas di awali dengan melakukan identifikasi input sumberdaya, output produksi sumberdaya dan
residual sumberdaya dari sebuah proyek. Penelitian ini menggunakan pendekatan residual rent untuk menghitung
nilai ekonomi dari kegiatan budidaya ikan bandeng. Residual rent didefinisikan sebagai selisih antara biaya dari faktor produksi yang digunakan dalam suatu
pemanfaatan sumberdaya dengan nilai total hasil panen usaha tersebut. Residual rent dapat juga dipandang sebagai kontribusi dari ekosistem alami atau faktor
pendapatan guna memperoleh nilai ekonomi total dari suatu pemanfaatan sumberdaya.
Perhitungan yang dilakukan pada penelitian ini hanya untuk melihat nilai residual rent selama satu tahun. Dalam hal ini tidak dilakukan perhitungan
terhadap nilai daya dukung optimal lingkungan terhadap jumlah tambak dan nilai
residual rent. 4.5.4 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng terhadap
Masyarakat Lokal
Dampak ekonomi ini diukur dengan menggunakan efek pengganda multiplier dari arus uang yang terjadi. Dampak ekonomi aktivitas budidaya ikan
bandeng terhadap masyarakat lokal dapat diukur dengan dua tipe pengganda, yaitu:
1. Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan berapa
besar pengeluaran petani tambak berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal.
2. Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan seberapa besar dampak
langsung yang dirasakan dari pengeluaran petani tambak yang berdampak terhadap perekonomian lokal. Pengganda ini mengukur dampak tidak
langsung indirect dan lanjutan induced. Ratio Income Multiplier Tipe I menggambarkan nilai dampak tidak langsung dari pengeluaran petani tambak,
sedangkan Ratio Income Multiplier Tipe II merupakan ukuran dari dampak lanjutan. Secara matematis dirumuskan :
Keynesian Local Income Multiplier Ratio Income Multiplier, Tipe I
Ratio Income Multiplier, Tipe II dimana :
E : tambahan pengeluran petani tambak Rupiah D : pendapatan lokal yang diperoleh secara langsung dari E Rupiah
N : pendapatan lokal yang diperoleh secara tidak langsung dari E Rupiah U : pendapatan lokal yang diperoleh secara induced dari E Rupiah
Selanjutnya hasil analisis multiplier ini dapat digunakan sebagai acuan atau rekomendasi untuk kebijakan pengelolaan dan pengembangan kawasan
pesisir Desa Ambulu. Perhitungan nilai multiplier dilakukan dengan bantuan program aplikasi komputer Microsoft Excel 2007.
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat
dalam Tabel 4 di bawah ini.
Tabel 4. Matriks Metode Analisis Data No
Tujuan Penelitian Sumber Data
Metode Analisis Data
1 Mengidentifikasi karakteristik
petani tambak, unit usaha dan tenaga kerja lokal di Desa
Ambulu Kecamatan Losari Data primer berupa
wawancara menggunakan kuesioner dan data
sekunder dari pihak-pihak terkait
Analisis deskriptif
2 Mengkaji faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi ikan bandeng
Data primer wawancara menggunakan kuesioner
Analisis regresi
3 Mengestimasi nilai ekonomi
pemanfaatan sumberdaya
pesisir untuk budidaya ikan bandeng
Data sekunder dan data primer wawancara
menggunakan kuesioner Residual Rent
4 Analisis dampak ekonomi
aktivitas budidaya
ikan bandeng terhadap masyarakat
lokal Data primer berupa
wawancara dengan menggunakan kuesioner
Analisis Multiplier
4.6 Batasan Penelitian
1 Siklus produksi adalah waktu yang dibutuhkan dalam satu kali masa penebaran sampai masa panen. Satu siklus produksi dalam usaha budidaya
ikan bandeng ini adalah 4-5 bulan. 2 Faktor produksi adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi output
produksi ikan bandeng. Faktor produksi yang diduga dapat mempengaruhi produksi ikan bandeng adalah jumlah tambak unit, benih penebaran
ekormusim, pupuk kgmusim, penggunaan obat, dan pakan tambahan kgmusim.
3 Produksi adalah berat total ikan bandeng yang dihasilkan dalam satu musim kg.
4 Osla adalah benih ikan bandeng yang digunakan oleh petani tambak Desa Ambulu untuk disebar dalam petakan tambak. Osla merupakan ikan bandeng
yang telah mengalami masa pendederan selama dua minggu dengan ukuran 2- 4 cm.
5 Petani Tambak adalah orang yang bekerja sebagai pembudidaya ikan bandeng di Desa Ambulu.
6 Nilai ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya pesisir dinilai dari harga pasar usaha perikanan budidaya ikan bandeng yang berlaku saat penelitian
berlangsung. 7 Residual Rent adalah selisih antara harga total produksi dengan biaya total
faktor produksi, dinyatakan dalam rupiah. 8 Nilai Residual Rent yang diestimasi didalam penelitian ini adalah nilai
pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk usaha budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu selama satu tahun.
9 Unit usaha dan tenaga kerja lokal yang menjadi responden adalah masyarakat
lokal di Desa Ambulu yang bergerak di sektor budidaya ikan bandeng. 10
Analisis dampak ekonomi dilihat dalam skala kecil, yaitu dampak terhadap masyarakat lokal Desa Ambulu.
11 Analisis dampak ekonomi dilihat dari sisi arus uang yang terjadi di sekitar
lokasi budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu.
V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN OBYEK PENELITIAN 5.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Secara administratif Desa Ambulu merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon dan merupakan salah satu desa
pesisir di Pantai Utara Jawa. Jarak pusat pemerintahan desa dengan beberapa pusat pemerintahan lainnya yaitu :
Ibukota Kecamatan : 3 Km
Ibukota Kabupaten Cirebon : 46 Km
Ibukota Provinsi jawa Barat : 175 Km
Ibukota Negara RI : 312 Km
Secara administratif Desa Ambulu terdiri dari 5 dusun. Desa juga berbatasan dengan beberapa wilayah. Berikut adalah batas-batas Desa Ambulu:
Sebelah Utara : Laut Jawa
Sebelah Barat : Desa Malakasari, Kecamatan Gebang
Sebelah Selatan : Desa Kalisari, Kecamatan Losari
Sebelah Timur : Desa Kalisari, Kecamatan Losari
Desa Ambulu termasuk daerah berdataran rendah dengan suhu rata-rata 25
C – 27
C. Iklim di pesisir Desa Ambulu tidak dapat dilepaskan dari sistem iklim Indonesia. Iklim di Wilayah Indonesia dipengaruhi oleh angin muson yang
mengakibatkan dua musim yaitu musim barat dan musim timur
4
. Musim barat terjadi pada bulan Desember sampai bulan Februari sedangkan angin musim timur
mencapai puncaknya pada bulan Juni sampai Agustus.
4
http:sipla.pksplipb.or.id?grup=jawa_baratmenu_aktif=36dok=jawa_baratBAB5bab5.htm