11
Dengan batasan di atas, maka luas wilayah pesisir ini, bisa sangat bervariasi antara satu tempat dengan tempat lainnya, mulai beberapa ratus meter
hingga puluhan kilometer. Pada beberapa daerah pesisir dataran rendah coastal low land, air laut bisa masuk ke daratan pada waktu air pasang naik sehingga
baik tata air tanah dan jenis tanahnya akan memperlihatkan ciri-ciri pengaruh air laut.
2.2 Tambak
Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai tempat untuk kegiatan budidaya payau yang berlokasi di daerah pesisir. Menurut
Martosudamo dan Ranoemihardjo 1992 tambak merupakan kolam yang dibangun di daerah pasang surut dan digunakan untuk memelihara bandeng,
udang, dan hewan lainnya yang biasa hidup di air payau. Air yang masuk ke dalam tambak sebagian besar berasal dari laut saat terjadi pasang, sehingga
pengelolaan air dalam tambak dilakukan dengan memanfaatkan pasang surut air laut.
Menurut Martosudamo dan Ranoemihardjo dalam Agustina 2006, berdasarkan letak tambak dan kesempatan mendapatkan air laut, tambak dapat
dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : 1
Tambak lanyah adalah tambak yang terletak di tepi pantai, sehingga berisi air laut yang memiliki salinitas lebih dari 30
00
dibandingkan dengan daerah tambak yang lain, air pada tambak lanyah cenderung lebih tinggi salinitasnya.
Penguapan yang berlangsung terus menerus di dalam petakan tambak menyebabkan semakin meningkatnya salinitas. Pada saat-saat tertentu
12
salinitas air tambak dapat mencapai 60
00
, terutama pada saat musim kemarau dan saat pergantian air sulit dilakukan.
2 Tambak biasa adalah tambak yang airnya merupakan campuran air tawar dari
air sungai dan air asin dari air laut sehingga menjadi air payau, yang biasanya terdapat pada daerah yang lebih dalam dari tepi laut. Tambak biasa akan sulit
mendapatkan air laut pada saat terjadi pasang rendah. 3
Tambak darat adalah daerah pertambakan yang terletak paling jauh dari pantai, air pada tambak ini tergantung pada curahan air hujan dan air sungai.
Apabila curah hujan berkurang maka sebagian tambak itu akan kering sama sekali.
2.3 Sistem Budidaya Tambak
Menurut Mujiman dan Suyanto 2004 terdapat 3 sistem budidaya, yaitu : 1
Sistem Budidaya Tradisional atau Ekstensif Petakan tambak pada sistem budidaya tradisional memiliki bentuk dan
ukuran yang tidak teratur, luas lahannya antara 3 - 10 hektar per petak. Setiap petakan mempunyai saluran keliling caren yang lebarnya 5 - 10 m di sepanjang
keliling petakan sebelah dalam, di bagian tengah juga dibuat caren dari sudut ke sudut diagonal dengan kedalaman 30 - 50 cm. Pada tambak tradisional ini tidak
diberi pupuk sehingga produktifitas semata-mata tergantung dari makanan alami yang tersebar diseluruh tambak yang kelebatannya tergantung dari kesuburan
alamiah, pemberantasan hama juga tidak dilakukan, akibatnya produktivitas semakin rendah. Padat penebarannya rata-rata antara 3.000 benihhektar berkisar
antara 1.000-10.000 nenerhektar
13
2 Sistem Budidaya Semi-intensif
Petakan tambak pada sistem budidaya semi-intensif memiliki bentuk yang lebih teratur dengan maksud agar lebih mudah pengelolaan airnya. Bentuk
petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1 - 3 hektar per petakan. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan inlet dan pintu pengeluaran air
outlet yang terpusat untuk pergantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan. Pakan bandeng masih dari pakan alami yang didorong
pertumbuhannya dengan pemupukan. Tetapi selanjutnya perlu diberi pakan tambahan berupa ikan-ikan dari laut, rebon, siput-siput tambak, dicampur dengan
bekatul dedak halus. Padat penebaran 20.000-50.000 nenerhektar, dengan produksi per tahunnya dapat mencapai 600 kg - 1.000 kghatahun.
Pada tambak semi-intensif pengelolaan air cukup baik, ketika air pasang naik, sebagian air tambak diganti dengan air baru sehingga kualitas air cukup
terjaga dan kehidupan bandeng sehat. Bahkan menggunakan pompa untuk dapat mengganti air pasang surut bila diperkirakan perlu. Pemberantasan hama
dilakukan pada waktu mempersiapkan tambak sebelum penebaran nener, serangan hama juga dicegah dengan memasang sistem saringan pada pintu-pintu air.
3 Sistem Budidaya Intensif
Sistem budidaya intensif dilakukan dengan teknik canggih dan memerlukan masukan input biaya yang besar. Petakan umumnya kecil-kecil 0,2
ha sampai 0,5 ha per petakan, dengan tujuan agar lebih mudah dalam pengelolaan air dan pengawasannya. Ciri khas dari budidaya intensif adalah pada penebaran
nener sangat tinggi, yaitu 50.000 sampai 600.000 ekorha. Makanan sepenuhnya tergantung dari makanan yang diberikan dengan komposisi yang ideal bagi
14
pertumbuhan. Diberi aerasi dengan kincir, atau alat lainnya untuk menambah kadar oksigen di dalam air. Pergantian air dilakukan sangat sering dan biasanya
menggunakan pompa, agar air tetap bersih dan tidak kotor oleh sisa-sisa makanan dan kotoran ekskresi. Produksi per satuan luas petak dapat mencapai 1.000
sampai 20.000 kghatahun.
2.4 Budidaya Ikan Bandeng