Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon

(1)

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB, United Nation Convention on Law of the Sea, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, dengan luas laut seluas 5,8 juta km2 yang terdiri dari laut teritorial dengan luas 0,8 juta km2, laut nusantara 2,3 juta km2 dan zona ekonomi eksklusif 2,7 juta km2. Disamping itu Indonesia memiliki pulau sebanyak 17.480 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (Dewan Kelautan Indonesia, 2008). Wilayah pesisir yang luas menjadikan Indonesia memiliki banyak potensi sumberdaya untuk dikembangkan.

Dilihat dari letak geografisnya, lahan pesisir merupakan wilayah yang memiliki potensi ekonomi strategis. Potensi ekonomi ini terlihat dari berbagai bentuk pemanfaatan sumberdaya seperti untuk usaha budidaya dan penangkapan ikan, pertanian, perindustrian, pemukiman, pelabuhan, pariwisata, dan pertambangan. Hal ini menggambarkan bahwa peranan sumberdaya tersebut sangat besar dalam menunjang perekonomian nasional.

Melalui pengelolaan yang efektif dan efisien diharapkan pemanfaatan sumberdaya pesisir dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, dengan memberikan nilai pemanfaatan yang maksimal, mengingat tidak kurang 60% dari penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir 1. Secara keseluruhan hal ini merupakan tekanan dan beban yang harus dipikul lingkungan pesisir. Dengan memperhatikan fenomena tersebut maka pemanfaatan dan pengelolaan

1

http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/08_Salam%20Trg_PERUBAHAN%20GARIS%20PANTAI %20DI%20WILAYAH%20PESISIR.PDF [diakses 29 September 2011]


(2)

sumberdaya pesisir secara berkelanjutan adalah merupakan suatu kebutuhan (Savitri dan Khazali, 1999).

Salah satu wilayah pesisir yang memiliki potensi perikanan adalah Pesisir Utara Jawa Barat. Pesisir Utara Jawa Barat memiliki karakteristik laut tenang, arealnya sebagian besar berlumpur serta banyak sungai besar yang bermuara di daerah ini menjadikan wilayah ini memiliki kekayaan sumberdaya perikanan yang beragam. Panjang garis pantai utara wilayah Jawa Barat adalah kurang lebih 365.059 km yang membentang dari Kabupaten Bekasi sampai Kabupaten Cirebon. Panjang pantai pada setiap kabupaten/kota dapat dilihat dari Tabel 1 berikut.

Tabel 1. Panjang Garis Pantai Jawa Barat

Nama Kabupaten/Kota Panjang garis pantai (km)

Indramayu Karawang Cirebon Subang

Kabupaten Bekasi

118,29 76,00 68,09 52,04 46,63

Kota Cirebon 4,00

Sumber : Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2007

Ikan merupakan salah satu komoditas yang memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia, terutama dari kemampuannya mensuplai kandungan protein yang cukup tinggi. Di beberapa negara berkembang seperti Indonesia, Filipina, dan Malaysia, produksi perikanan merupakan sumber penghasilan bagi negara berupa devisa ekspor. Secara khusus sektor perikanan juga turut berkontribusi meningkatkan pendapatan daerah serta penyedia lapangan kerja, karena turunan proses pengolahannya yang membutuhkan sumberdaya manusia lebih banyak, oleh karena itu perikanan merupakan salah satu aktivitas yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa (Fauzi, 2006).


(3)

3

Perikanan Jawa Barat saat ini sangat bertumpu pada produksi perikanan di wilayah pesisir bagian utara. Berdasarkan profil daerah Jawa Barat, tercatat bahwa produksi perikanan Jawa Barat di wilayah pesisir bagian utara mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Perikanan laut pesisir Jawa Barat khususnya Kabupaten Cirebon telah memberi kesempatan pekerjaan untuk 67.257 pembudidaya ikan serta 551 pembudidaya kerang hijau2. Jika mereka dianggap sebagai kepala keluarga, maka hampir 67.808 rumah tangga bergerak di sektor perikanan budidaya dan menjadi bagian penting dari perekonomian Kabupaten Cirebon. Oleh karena itu jelas bahwa untuk daerah pedesaan, perikanan budidaya mempunyai peran yang sangat penting bagi penyediaan kesempatan kerja.

Potensi perikanan Kabupaten Cirebon yang cukup besar tidak dihasilkan oleh semua kecamatan. Kecamatan Losari merupakan daerah potensial untuk usaha budidaya tambak. Hal ini dikarenakan Kecamatan Losari memiliki lahan seluas 2.500 hektar yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan budidaya tambak3.

Potensi perikanan budidaya tambak Kabupaten Cirebon terlihat baik dari keanekaragaman komoditas perikanan maupun jumlah produksinya. Hal ini didukung oleh data produksi ikan tambak yang dirinci menurut jenis ikan, sebagai berikut :

2 http://www.pelita.or.id/baca.php?id=53042 [diakses 25 Maret 2011]


(4)

Tabel 2. Produksi Ikan Tambak Kabupaten Cirebon menurut jenis ikan tahun 2003 - 2007 (dalam Ton)

Jenis Ikan 2003 2004 2005 2006 2007

Mujair 323,2 262,0 379,5 285,7 207,1

Bandeng 1.280,2 1.095,3 1.314,2 1.289,2 1.301,9

Belanak 115,2 352,9 132,7 132,7 260,2

Udang Windu 971,9 - 1.032,0 1.032,0 1.142,6

Udang Vanane - - - - 400,0

Udang Api-Api 567,1 466,5 443,2 416,0 320,9

Kerang Darah - - - 100,0 400,0

Lainnya - 53,7 55,3 52,3 60,0

Rumput Laut - - - 74,2 90,0

Total 3.257,6 3.322,0 3.356,9 3.382,1 4.182,9

Sumber : BPS Kabupaten Cirebon (2008)

Produksi ikan tambak yang cukup besar dapat memenuhi supply konsumsi ikan masyarakat yang terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Berdasarkan data tabel diatas, produksi ikan bandeng merupakan yang terbesar diantara komoditas budidaya lainnya. Hal ini disebabkan karena ikan bandeng relatif tahan terhadap berbagai jenis penyakit yang biasanya menyerang hewan air, teknologi budidayanya juga relatif mudah untuk dilakukan. Keadaan tersebut membuat sektor usaha budidaya ikan bandeng menjadi potensial untuk dikembangkan.

Aktivitas perekonomian sektor perikanan di kawasan Pesisir Losari, di dominasi oleh kegiatan budidaya ikan bandeng yang juga merupakan komoditas utama Desa Ambulu. Aktivitas budidaya budidaya ikan bandeng ini telah menjadi mata pencaharian sebagian besar masyarakat Desa Ambulu. Sebagai sektor yang dijadikan sebagai mata pencaharian oleh masyarakat, maka peluang penyerapan tenaga kerja untuk mempermudah proses produksi menjadi sangat besar.

Aktivitas budidaya ikan bandeng dapat menimbulkan transaksi ekonomi, salah satunya dapat dilihat dari pengeluaran yang dikeluarkan petani tambak selama melakukan aktivitas budidaya. Transaksi tersebut dapat memberikan


(5)

5

dampak baik secara langsung, tidak langsung, maupun lanjutan terhadap masyarakat sekitar yang memiliki usaha di daerah pertambakan tersebut. Transaksi tersebut juga dapat memberikan dampak pengganda bagi sektor perekonomian yang lain. Besarnya tingkat aktivitas ekonomi di sektor budidaya ikan bandeng akan meningkatkan pengaruh aktivitas budidaya tersebut terhadap perekonomian lokal. Dampak ekonomi kegiatan budidaya ikan bandeng yang cukup besar ini, didukung oleh kualitas lingkungan pesisir itu sendiri. Oleh karena itu rencana pengelolaan dan pengembangan kawasan pesisir perlu dilakukan. 1.2 Perumusan Masalah

Wilayah Kabupaten Cirebon sebagian terletak di Pesisir Utara Laut Jawa Barat, dan sebagian lainnya berada di daerah perbukitan. Pemanfaatan wilayah pesisir utara ditujukan untuk aktivitas perikanan tangkap dan budidaya. Kecamatan Losari merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Cirebon yang sebagian wilayahnya berada di sepanjang garis pantai. Hal ini membuat sebagian besar masyarakatnya melakukan aktivitas ekonomi di sektor perikanan. Perikanan disini salah satunya adalah perikanan budidaya ikan bandeng. Pemanfaatan wilayah pesisir Losari sebagai kawasan perikanan budidaya ikan bandeng hanya dilakukan oleh beberapa desa saja, salah satu yang mendominasi adalah Desa Ambulu. Hal ini dikarenakan hampir sebagian besar wilayah desanya berada di sekitar pantai, dengan struktur tanah yang cocok untuk dijadikan lahan usaha tambak.

Potensi Desa Ambulu untuk usaha budidaya ikan bandeng ternyata belum diiringi oleh peningkatan pembangunan prasarana dan sarana serta teknologi budidaya yang mendukung. Nilai pemanfaatan sumberdaya pesisir memiliki


(6)

keterkaitan dengan nilai produktivitas budidaya ikan bandeng. Oleh sebab itu semakin optimal pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk usaha budidaya ikan bandeng, maka akan semakin besar nilai kontribusinya terhadap usaha tersebut, serta semakin tinggi dampak ekonomi yang ditimbulkan.

Aktivitas budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu secara langsung maupun tidak langsung memberikan dampak terhadap masyarakat sekitar, salah satunya adalah dampak ekonomi. Dampak ekonomi dapat tercipta dari pengeluaran petani tambak selama melakukan aktivitas budidaya. Pengeluaran petani tambak dapat menimbulkan transaksi ekonomi bagi sektor-sektor penyedia barang dan jasa. Adanya transaksi tersebut menimbulkan dampak pengganda bagi sektor ekonomi lainnya. Dampak pengganda tersebut berupa terbukanya peluang usaha untuk sektor-sektor lainnya, seperti dengan adanya aktivitas budidaya ikan bandeng, dapat membuka peluang untuk membuka usaha penyedia jaring, warung makan, penyedia bahan-bahan keperluan budidaya seperti benih dan pakan, serta usaha transportasi pengangkutan hasil panen tambak.

Berdasarkan uraian masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1) Bagaimana karakteristik petani tambak ikan bandeng, unit usaha, dan tenaga kerja lokal di Desa Ambulu?

2) Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi hasil produksi ikan bandeng di Desa Ambulu?

3) Berapa nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu?


(7)

7

4) Bagaimana dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh aktivitas budidaya ikan bandeng Desa Ambulu?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Mengidentifikasi karakteristik petani tambak ikan bandeng, unit usaha, dan tenaga kerja lokal di Desa Ambulu.

2) Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi ikan bandeng di Desa Ambulu.

3) Mengestimasi nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu.

4) Menganalisis dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh kegiatan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu.

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada:

1) Pemda Kabupaten Cirebon dan stakeholder terkait lainnya yang berperan dalam pengelolaan dan pengembangan sektor perikanan khususnya perikanan budidaya dan dalam melakukan perbaikan prasarana dan sarana penunjang kegiatan budidaya ikan bandeng.

2) Pelaku usaha budidaya ikan bandeng untuk memperoleh gambaran mengenai prospek usaha yang mereka jalani, sehingga peningkatan hasil produktivitas tambak ikan bandeng dapat lebih mudah dilakukan.


(8)

3) Akademisi sebagai bahan tambahan dan rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Wilayah penelitian ini adalah Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon. Responden dalam penelitian ini adalah para petani tambak, pemilik unit usaha dan tenaga kerja lokal.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi hasil produksi ikan bandeng. Faktor-faktor tersebut dijadikan sebagai informasi untuk meningkatkan produktivitas budidaya ikan bandeng.

Nilai dan dampak ekonomi dianlisis dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng yang dinyatakan dalam rupiah selama satu tahun. Dampak ekonomi yang diteliti dilihat dari pengeluaran petani tambak selama proses budidaya ikan bandeng berlangsung.


(9)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pesisir

LIPI (2007), menyatakan daerah pesisir adalah jalur tanah darat atau kering yang berdampingan dengan laut, di mana lingkungan dan tata guna lahan mempengaruhi secara langsung lingkungan ruang bagian laut, dan sebaliknya. Daerah pesisir adalah jalur yang membatasi daratan dengan laut atau danau dengan lebar yang bervariasi. Secara fungsi, merupakan peralihan yang luas antara tanah dan air dimana produksi, konsumsi, dan proses pertukaran terjadi pada tingkat intensitas yang tinggi. Secara geografis, batas darat wilayah pesisir sulit dipastikan. Umumnya air wilayah pantai diidentifikasikan sampai dengan ujung paparan benua (continental shelf) atau kedalaman kira-kira 200 m.

Adapun untuk Indonesia, pada tahun 1990, definisi wilayah pesisir yang disepakati pada pembakuan teknis wilayah pesisir yaitu jalur saling pengaruh antara darat dan laut, mempunyai ciri geosfer secara khusus, ke arah darat dibatasi oleh pengaruh sifat fisik laut, dan sosial ekonomi bahari, sedangkan ke arah laut dibatasi oleh proses serta akibat kegiatan manusia terhadap lingkungan darat.

Menurut UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antar sektor, antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


(10)

2. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.

3. Perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau dan laguna.

UU No.27 Tahun 2007 menyatakan, ruang lingkup pengaturan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 mil diukur dari garis pantai. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, salah satunya dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Sedangkan berdasarkan ketentuan pasal 3 UU No.6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, wilayah perairan Indonesia mencakup :

1. Laut teritorial Indonesia adalah jalur laut selebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal kepulauan Indonesia.

2. Perairan kepulauan, adalah semua perairan yang terletak pada sisi dalam garis pangkal lurus kepulauan tanpa memperhatikan kedalaman jarak dari pantai. 3. Perairan pedalaman adalah semua perairan yang terletak pada sisi darat dari

garis air rendah dari pantai-pantai Indonesia, termasuk didalamnya semua bagian dari perairan yang terletak pada sisi darat pada suatu garis penutup.


(11)

11

Dengan batasan di atas, maka luas wilayah pesisir ini, bisa sangat bervariasi antara satu tempat dengan tempat lainnya, mulai beberapa ratus meter hingga puluhan kilometer. Pada beberapa daerah pesisir dataran rendah (coastal low land), air laut bisa masuk ke daratan pada waktu air pasang naik sehingga baik tata air tanah dan jenis tanahnya akan memperlihatkan ciri-ciri pengaruh air laut.

2.2 Tambak

Tambak merupakan salah satu jenis habitat yang dipergunakan sebagai tempat untuk kegiatan budidaya payau yang berlokasi di daerah pesisir. Menurut Martosudamo dan Ranoemihardjo (1992) tambak merupakan kolam yang dibangun di daerah pasang surut dan digunakan untuk memelihara bandeng, udang, dan hewan lainnya yang biasa hidup di air payau. Air yang masuk ke dalam tambak sebagian besar berasal dari laut saat terjadi pasang, sehingga pengelolaan air dalam tambak dilakukan dengan memanfaatkan pasang surut air laut.

Menurut Martosudamo dan Ranoemihardjo dalam Agustina (2006), berdasarkan letak tambak dan kesempatan mendapatkan air laut, tambak dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :

1) Tambak lanyah adalah tambak yang terletak di tepi pantai, sehingga berisi air laut yang memiliki salinitas lebih dari 300/00 dibandingkan dengan daerah tambak yang lain, air pada tambak lanyah cenderung lebih tinggi salinitasnya. Penguapan yang berlangsung terus menerus di dalam petakan tambak menyebabkan semakin meningkatnya salinitas. Pada saat-saat tertentu


(12)

salinitas air tambak dapat mencapai 600/00, terutama pada saat musim kemarau dan saat pergantian air sulit dilakukan.

2) Tambak biasa adalah tambak yang airnya merupakan campuran air tawar dari air sungai dan air asin dari air laut sehingga menjadi air payau, yang biasanya terdapat pada daerah yang lebih dalam dari tepi laut. Tambak biasa akan sulit mendapatkan air laut pada saat terjadi pasang rendah.

3) Tambak darat adalah daerah pertambakan yang terletak paling jauh dari pantai, air pada tambak ini tergantung pada curahan air hujan dan air sungai. Apabila curah hujan berkurang maka sebagian tambak itu akan kering sama sekali.

2.3 Sistem Budidaya Tambak

Menurut Mujiman dan Suyanto (2004) terdapat 3 sistem budidaya, yaitu : 1) Sistem Budidaya Tradisional atau Ekstensif

Petakan tambak pada sistem budidaya tradisional memiliki bentuk dan ukuran yang tidak teratur, luas lahannya antara 3 - 10 hektar per petak. Setiap petakan mempunyai saluran keliling (caren) yang lebarnya 5 - 10 m di sepanjang keliling petakan sebelah dalam, di bagian tengah juga dibuat caren dari sudut ke sudut (diagonal) dengan kedalaman 30 - 50 cm. Pada tambak tradisional ini tidak diberi pupuk sehingga produktifitas semata-mata tergantung dari makanan alami yang tersebar diseluruh tambak yang kelebatannya tergantung dari kesuburan alamiah, pemberantasan hama juga tidak dilakukan, akibatnya produktivitas semakin rendah. Padat penebarannya rata-rata antara 3.000 benih/hektar (berkisar antara 1.000-10.000 nener/hektar)


(13)

13

2) Sistem Budidaya Semi-intensif

Petakan tambak pada sistem budidaya semi-intensif memiliki bentuk yang lebih teratur dengan maksud agar lebih mudah pengelolaan airnya. Bentuk petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1 - 3 hektar per petakan. Tiap petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran air (outlet) yang terpusat untuk pergantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari benih, dan pemanenan. Pakan bandeng masih dari pakan alami yang didorong pertumbuhannya dengan pemupukan. Tetapi selanjutnya perlu diberi pakan tambahan berupa ikan-ikan dari laut, rebon, siput-siput tambak, dicampur dengan bekatul (dedak halus). Padat penebaran 20.000-50.000 nener/hektar, dengan produksi per tahunnya dapat mencapai 600 kg - 1.000 kg/ha/tahun.

Pada tambak semi-intensif pengelolaan air cukup baik, ketika air pasang naik, sebagian air tambak diganti dengan air baru sehingga kualitas air cukup terjaga dan kehidupan bandeng sehat. Bahkan menggunakan pompa untuk dapat mengganti air pasang surut bila diperkirakan perlu. Pemberantasan hama dilakukan pada waktu mempersiapkan tambak sebelum penebaran nener, serangan hama juga dicegah dengan memasang sistem saringan pada pintu-pintu air.

3) Sistem Budidaya Intensif

Sistem budidaya intensif dilakukan dengan teknik canggih dan memerlukan masukan (input) biaya yang besar. Petakan umumnya kecil-kecil 0,2 ha sampai 0,5 ha per petakan, dengan tujuan agar lebih mudah dalam pengelolaan air dan pengawasannya. Ciri khas dari budidaya intensif adalah pada penebaran nener sangat tinggi, yaitu 50.000 sampai 600.000 ekor/ha. Makanan sepenuhnya tergantung dari makanan yang diberikan dengan komposisi yang ideal bagi


(14)

pertumbuhan. Diberi aerasi (dengan kincir, atau alat lainnya) untuk menambah kadar oksigen di dalam air. Pergantian air dilakukan sangat sering dan biasanya menggunakan pompa, agar air tetap bersih dan tidak kotor oleh sisa-sisa makanan dan kotoran (ekskresi). Produksi per satuan luas petak dapat mencapai 1.000 sampai 20.000 kg/ha/tahun.

2.4 Budidaya Ikan Bandeng

Penyebaran ikan bandeng sangat luas dari daerah Samudra Hindia sampai ke Pantai Barat Amerika. Di Indonesia penyebarannya meliputi daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Pulau Bali. Bandeng merupakan jenis ikan yang relatif tidak rentan dengan kondisi alam, artinya bandeng dapat hidup di air tawar, air asin maupun air payau. Selain itu bandeng relatif tahan terhadap berbagai penyakit yang biasanya menyerang hewan air. Sampai saat ini sebagian besar budidaya bandeng masih dikelola dengan teknologi yang relatif sederhana dengan tingkat produktivitas yang relatif rendah. Menurut (Saanin, 1968) ikan bandeng memiliki klasifikasi sebagai berikut

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei Ordo : Malacopterygii

Family : Chanidae Genus : Chanos


(15)

15

Gambar 1. Ikan Bandeng

Dari aspek konsumsi, ikan bandeng adalah sumber protein yang sehat sebab bandeng adalah sumber protein yang tidak mengandung kolesterol. Dewasa ini bandeng dibudidayakan secara tradisional dengan padat penebaran 3.000 - 5.000 ekor per hektar. Dengan hanya mengandalkan pupuk sebagai input untuk pertumbuhan kelekap atau alga sebagai pakan alami dengan rata-rata produksi yang dicapai hanya sekitar 300-1.000 kg per hektar. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi budidaya ikan bandeng, antara lain dari faktor teknis, biologis, sosial dan ekonomi. Lokasi merupakan salah satu penentu keberhasilan usaha budidaya bandeng. Secara teknis, lokasi sangat mempengaruhi konstruksi dan daya tahan serta biaya memelihara tambak. Secara biologis, lokasi sangat menentukan tingkat produktivitas usaha dan bahkan keberhasilan panen. Secara sosial dan ekonomi keuntungan maksimal dapat diperoleh bila lokasi yang dipilih mampu menurunkan biaya panen dan transportasi serta meningkatkan akses ke pemasaran Ahmad et al dalam Kaunang (2006).

2.5 Produktivitas

Suatu kegiatan yang mengolah atau mengubah bentuk suatu barang menjadi bentuk yang lainnya, dikatakan sebagai kegiatan produksi. Barang-barang yang digunakan untuk memproduksi bentuk barang yang lainnya, disebut sebagai


(16)

input produksi sementara barang-barang yang dihasilkan dari proses produksi disebut output produksi, sehingga dalam kata lain produksi merupakan kegiatan mengubah input produksi menjadi output produksi. Hubungan antara input dan output dalam proses produksi menurut Soekartawi (1994) disebut sebagai faktor

relationship yang dapat dituliskan dalam notasi sederhana seperti dibawah ini:

Y = f (X1,X2,X3,....Xn)

Dimana Y dapat dikatakan sebagai output produksi yang nilainya dipengaruhi oleh X, sementara X merupakan input produksi yang nilainya mempengaruhi nilai

output yang dihasilkan pada proses produksi. Kegiatan produksi bertujuan untuk meningkatkan atau mengubah nilai barang sebagai pemenuhan kebutuhan manusia. Produksi dapat digambarkan sebagai upaya untuk memaksimalkan keuntungan dengan kendala ketersediaan teknologi, sumberdaya yang dimiliki dan harga input variabel.

2.6 Analisis Produktivitas

Perubahan lingkungan akan mengarah kepada perubahan produktivitas dan biaya produksi, sehingga menyebabkan perubahan harga dan tingkat output yang dapat dilihat dan dinilai dari perubahan-perubahan tersebut. Kualitas lingkungan dilihat sebagai faktor produksi. Nilai surplus yang didapat dari penggunaan metode ini merupakan nilai manfaat langsung yang diturunkan dari pemanfaatan output yang didapat dari alam.

Menurut Barton dalam Wijaya (2006) produktivitas tergantung pada pemanfaatan hasil langsung yang diperoleh dari lingkungan dengan asumsi ekonomi yang terpengaruh tidak mengkompensasi untuk merubah produktivitas dan kegiatan, dampak lingkungan serta perubahan output tidak mempengaruhi


(17)

17

harga pasar. Nilai manfaat langsung juga dapat diinterprestasikan sebagai perkiraan dari fungsi nilai pemanfaatan tidak langsung. Berikut beberapa metode yang terkait dengan perhitungan nilai yang beragam dalam tingkat estimasi suplai atau fungsi produksi dari sistem alami output :

1. Model Present Value per Hektar lahan

Perhitungan terhadap nilai manfaat dari produksi biologi didapat dari perhitungan terhadap habitatnya. Proses ini diawali dengan memisahkan nilai produksi lahan per hektar dapat mendukung dalam menghitung manfaat biologi produksi per hektar dari habitatnya. Pendekatan ini mengabaikan biaya dari buruh dan sumberdaya manusia lainnya sebagai faktor produksi. Perhitungan produktivitas ekonomi tersebut menjadi dasar dalam menghitung manfaat ekosistem alami dari input populasinya.

2. Pendekatan Residual Rent

Residual rent didefinisikan sebagai selisih antara biaya faktor produksi yang digunakan dalam suatu pemanfaatan sumberdaya dengan nilai total dari hasil panen usaha tersebut. Residual rent dapat juga dipandang sebagai kontribusi dari ekosistem alami atau faktor pendapatan, guna memperoleh nilai ekonomi dari suatu pemanfaatan sumberdaya.

3. Pendekatan Produktivitas Marjinal

Pendekatan ini digunakan untuk menghitung perubahan kecil dalam produktivitas akibat perubahan yang terjadi pada habitatnya. Teknik ini dapat menghasilkan determinasi dari fungsi produksi bioekonomi yang didapat dari determinasi produktivitas marjinal. Data-data yang signifikan dibutuhkan dalam menghitung produktivitas yang bervariasi. Dalam perubahan


(18)

X(input) Titik Singgung

Titik Balik

Daerah I Irrasional Ep>1

Daerah II Rasional 0<Ep<1

Daerah III Irrasional Ep<0

Produksi Total (PT)

Produksi Rata-Rata (PR)

produktivitas lahan yang lebih sempit lagi pendekatan produktivitas marjinal tidak menghitung perubahan kesejahteraan.

2.7 Fungsi Produksi

Hubungan fisik antara input dan output sering disebut fungsi produksi. Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi “Hukum Kenaikan Hasil Yang Semakin Berkurang” (The law of Diminishing Return). Hukum ini menyatakan bahwa jika faktor produksi terus menerus ditambahkan pada faktor produksi tetap maka tambahan jumlah produksi per satuan akan semakin berkurang. Hukum ini menggambarkan adanya kenaikan hasil kurva produksi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.

Y(output)

Produk Marginal (PM) Sumber: Nicholson (1995)

Gambar 2. Hubungan antara produk total, produk rata-rata dan produk marginal

Hubungan antara produk marginal, produk rata-rata dan produk total memperlihatkan bahwa total produksi memiliki batas optimum, hal yang mempengaruhi produk marginal dan produk rata-rata sehingga juga berpengaruh terhadap biaya yang digunakan dan penerimaan petani dengan kombinasi penggunaan input. Dalam menggambarkan fungsi teknis dapat dilihat pada tiga


(19)

19

daerah produksi yang ditulis sebagai daerah I, daerah II, dan daerah III berdasarkan elastisitas produksi faktor-faktor produksi.

1. Daerah produksi I

Pada daerah ini elastisitas produksi lebih dari 1 (Ep > 1) terletak antara titik asal 0 dan x2 artinya penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan output selalu lebih besar dari satu. Pada daerah ini belum dihasilkan produksi yang optimal yang akan memberikan keuntungan maksimum karena produksi masih dapat diperbesar dengan pemakaian input produksi lebih banyak sehingga daerah I disebut daerah irrasional apabila produksi dihentikan.

2. Daerah produksi II

Pada daerah ini elastisitas produksi bernilai antara 0 dan 1 (0 < Ep < 1) terletak antara titik x1 dan x3. Artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Daerah ini dicirikan oleh penambahan hasil produksi yang semakin meningkat berkurang (decreasing return). Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum sehingga daerah produksi II disebut daerah rasional. 3. Daerah produksi III

Pada daerah ini nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Ep < 0) artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah ini mencerminkan pemakaian faktor-faktor produksi yang sudah tidak efisien sehingga daerah III disebut juga daerah irrasional.


(20)

2.8 Penelitian Terdahulu

Analisis fungsi produksi usahatani dilakukan oleh Lestari (2010), penelitian tentang “Analisis Faktor-faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Kangkung Anggota dan Non Anggota Kelompok Tani di Desa Bantarsari, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor”. Metode yang dilakukan dalah kuantitatif dan deskriptif. Data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan pengisisan kuesioner. Hasil pendugaan model fungsi Cobb-Douglas maka diperoleh faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi kangkung anggota kelompok tani adalah Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) dan luas lahan.

Penelitian untuk memperkirakan nilai ekonomi perikanan telah dilakukan oleh Wijaya (2006). Dalam penelitian ini, memperkirakan nilai ekonomi pemanfaatan Waduk Cirata sebagai kawasan perikanan budidaya. Perikanan budidaya dengan menggunakan media Keramba Jaring Apung. Metode yang digunakan untuk memperkirakan besar nilai ekonomi adalah dengan menggunakan Residual Rent. Nilai Residual Rent yang didapatkan dari penelitian ini adalah sebesar Rp 193.744.882.532,77 dari total unit Keramba Jaring Apung sebanyak 13.300 unit.

Rifqa (2010) melakukan “Analisis Dampak Ekonomi Keberadaan Kawasan Wisata Pantai Sawarna terhadap Pendapatan Masyarakat Lokal”. Hasil analisis menunjukan nilai Keynesian Income Multiplier yang di dapat adalah 0,39. Nilai Ratio Income multiplier Tipe I yang dihasilkan adalah 1,27 sedangkan Ratio


(21)

21

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Pembangunan yang menekankan pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat salah satunya dilakukan dengan cara pemanfaatan sumberdaya pesisir. Pertumbuhan penduduk yang selalu diiringi oleh peningkatan jumlah tingkat konsumsi masyarakat akan selalu menjadi alasan utama pemanfaatan sumberdaya pesisir yang jauh lebih optimal.

Penelitian ini dilatar belakangi adanya potensi lahan tambak yang cukup luas dimiliki Desa Ambulu. Potensi ini menjadikan usaha budidaya ikan bandeng sebagai mata pencaharian utama hampir seluruh masyarakat desa. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Ketua Komisi II DPRD Kab. Cirebon bahwa Desa Ambulu dapat menjadi daerah unggulan ikan bandeng yang dapat dijadikan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Besarnya potensi ini, ternyata belum diiringi oleh pengelolaan sumberdaya pesisir serta pembangunan fasilitas yang mendukung aktivitas usaha budidaya ikan bandeng tersebut. Hal ini cukup penting dikarenakan keberlanjutan sektor budidaya ini tidak lepas dari peran sumberdaya dan lingkungan pesisir sebagai sarana penunjang utama usaha perikanan di Desa Ambulu. Besarnya tingkat ketergantungan usaha budidaya ikan bandeng terhadap kondisi sumberdaya pesisir adalah cukup tinggi, karena sedikit perubahan dari kualitas lingkungan wilayah pesisir, akan mampu mempengaruhi tingkat produktivitas budidaya ikan bandeng.

Nilai pemanfaatan serta kontribusi sumberdaya pesisir untuk aktivitas perikanan budidaya menjadi penting untuk diketahui nilainya sebagai acuan pengelolaan sumberdaya pesisir yang optimal. Besarnya nilai pemanfaatan sumberdaya pesisir, erat hubungannya dengan produktivitas usaha budidaya


(22)

tersebut. Oleh sebab itu, informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng penting untuk diketahui.

Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat secara tidak langsung akan meningkatkan permintaan untuk komoditas ikan konsumsi. Perikanan budidaya memiliki kecenderungan sifat lebih mudah mengatur jumlah produksi dibandingkan dengan perikanan tangkap, oleh sebab itu peningkatan jumlah penduduk yang sulit dihindari secara tidak langsung akan meningkatkan aktivitas pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya. Peningkatan aktivitas tersebut pada akhirnya akan mempengaruhi aktivitas unit usaha untuk memenuhi kebutuhan petani tambak, sehingga akan memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat lokal. Selama proses budidaya berlangsung, petani tambak akan mengeluarkan biaya operasional tambak yang terdiri dari biaya pembelian benih dan pakan, biaya pengelolaan tambak dan biaya lainnya. Biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani tambak dapat memberikan dampak secara langsung, tidak langsung maupun lanjutan (induced) terhadap perekonomian daerah setempat. Biaya-biaya tersebut kemudian akan dianalisis dengan menggunakan analisis

multiplier.

Aktivitas budidaya ikan bandeng diperkirakan telah menjadi sektor yang cukup mempengaruhi perekonomian Desa Ambulu terutama dalam hal penyerapan tenaga kerja dan perkembangan unit usaha terkait tambak. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai besarnya nilai manfaat ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir sebagai kawasan budidaya ikan bandeng, serta dampak ekonomi yang ditimbulkan dari aktivitas budidaya tersebut. Pada akhirnya besar nilai tersebut dapat dijadikan rekomendasi


(23)

23

pengelolaan kawasan pesisir Desa Ambulu yang lebih baik di masa yang akan datang. Secara rinci kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 3.


(24)

Gambar 3. Skema Kerangka Pemikiran Penelitian

Dampak Ekonomi bagi Masyarakat

Sekitar

Analisis Regresi

Langsung (direct) Identifikasi

Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha

Dampak Ekonomi

Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir sebagai Budidaya Ikan Faktor-faktor

yang Mempengaruhi Hasil Produksi Ikan Bandeng

Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng

Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon

Tidak Langsung (indirect)

Lanjutan (induced)

Residual Rent

Nilai Dampak Ekonomi

Analisis

Multiplier

Analisis Deskriptif

Pengelolaan Sumberdaya Pesisir untuk Budidaya Ikan Bandeng


(25)

IV. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan mempertimbangkan bahwa belum adanya penelitian mengenai nilai dan dampak ekonomi dari aktivitas perikanan budidaya ikan bandeng di desa tersebut, selain itu desa tersebut mempunyai potensi lahan tambak yang cukup besar untuk dikembangkan. Lokasi penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penelitian ini terbagi ke dalam beberapa tahap. Tahapan yang pertama yaitu pra penelitian. Pra penelitian merupakan proses pengamatan masalah di lapangan, perumusan masalah, pengembangan kerangka berpikir, hingga penyusunan proposal. Tahapan ini dilaksanakan selama dua bulan, dimulai pada bulan akhir Januari hingga Februari 2011. Tahapan pra penelitian akan dilanjutkan dengan proses pengambilan data. Pengambilan data dilaksanakan kurang lebih selama dua minggu, yaitu pada minggu kedua bulan April sampai minggu keempat bulan April 2011. Tahapan selanjutnya adalah proses pengolahan dan analisis data serta penyusunan skripsi. Tahapan ini dilaksanakan sampai dengan minggu pertama bulan Agustus 2011.

4.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Pengertian survei dibatasi pada pengertian survei sample dimana informasi dikumpulkan dari sebagian populasi untuk mewakili seluruh populasi. Dalam penelitian survei, informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner yang memuat pertanyaan-pertanyaan untuk diajukan kepada responden.


(26)

4.3 Jenis dan Sumber data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data cross section, yaitu data aktivitas yang terkait dengan budidaya ikan bandeng yang terjadi dalam waktu satu tahun berjalan. Menurut sumber mendapatkannya, data-data tersebut terdiri atas data-data primer dan data-data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara wawancara langsung kepada petani tambak, pemilik unit usaha, serta tenaga kerja lokal yang beroperasi di kawasan pesisir Desa Ambulu dengan bantuan kuesioner. Data primer yang diperlukan diantaranya :

1. Karakteristik petani tambak yang meliputi umur, tingkat pendidikan, status usaha, lama usaha dan teknologi budidaya.

2. Biaya operasional serta investasi petani tambak dalam waktu satu tahun. 3. Struktur biaya pemilik unit usaha dan tenaga kerja lokal.

Sedangkan data sekunder yang diperlukan meliputi keadaan umum lokasi usaha tambak, kondisi alam daerah penelitian serta data produksi dan konsumsi produk perikanan. Keseluruhan data sekunder diperoleh melalui studi literatur. Diantaranya dengan cara pengumpulan data dari pemerintah daerah setempat, Badan Pusat Statistik, Kementerian Kelautan dan Perikanan, buku, internet, dan literatur-literatur lain yang mendukung.

4.4 Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh pada penelitian ini dilakukan untuk mencari informasi yang berkaitan dengan tujuan-tujuan penelitian. Pengambilan contoh untuk petani tambak dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling


(27)

27

disesuaikan dengan kriteria tertentu. Jumlah responden petani tambak yang diambil adalah sebanyak 48 petani tambak.

Metode pengambilan contoh untuk unit usaha dan dan tenaga kerja lokal dilakukan dengan teknik purposive sampling dan judgement sampling, dimana responden dipilih dan disesuaikan dengan kriteria tertentu, yaitu berdasarkan keterwakilan dari jenis usaha budidaya ikan bandeng yang banyak di jalani oleh masyarakat Desa Ambulu. Keuntungan dari teknik ini adalah penelitian dapat dilaksanakan dengan cepat, mudah dan murah, serta relevan dengan tujuan penelitian. Responden terpilih untuk unit usaha terkait dengan aktivitas budidaya ikan bandeng adalah sebanyak 14 unit usaha dan untuk tenaga kerja sebanyak 9 orang. Pemilihan contoh 14 unit usaha didasarkan pada peran unit usaha tersebut dalam memenuhi kebutuhan petani tambak masyarakat Desa Ambulu. Responden unit usaha dan tenaga kerja lokal di lokasi penelitian memiliki karakteristik yang relatif homogen.

4.5 Metode Analisis Data

Data yang telah diperoleh selanjutnya dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) Minitab 14 dan Microsoft Office Excel 2007.

4.5.1 Identifikasi Karakteristik Petani tambak, Unit Usaha Terkait, dan Tenaga Kerja lokal

Identifikasi karakteristik responden petani tambak, unit usaha, dan tenaga kerja lokal di Desa Ambulu dilakukan secara deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang status sekelompok manusia, suatu obyek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa


(28)

pada masa sekarang. Analisis deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi dan gambaran secara sitematis, aktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Analisis deskriptif dilakukan dengan bantuan program aplikasi komputer Microsoft Office Excel 2007.

4.5.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Bandeng Analisis yang biasa dilakukan terkait dengan produksi bertujuan untuk mengetahui bagaimana sumberdaya yang terbatas seperti tanah, tenaga kerja dan modal dapat dikelola dengan baik agar produksi maksimum dapat dicapai, Soekartawi (1994). Hubungan antara antara input yang digunakan dan output yang dihasilkan dapat dilihat dengan menggunakan pendekatan fungsi produksi, sehingga dapat dilakukan dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi.

4.5.2.1 Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan dan variabel-variabel yang menjelaskan. Fungsi produksi Cobb-Douglas digunakan untuk mengetahui hubungan antara input dan output serta mengetahui skala usaha budidaya ikan bandeng yang aktual terjadi saat penelitian berlangsung. Pada model ini koefisien pangkatnya menunjukan besarnya elastisitas produksi masing-masing input dan besarnya tersebut menunjukan tingkat besaran kondisi skala usaha (return to scale).

Kondisi Return to Scale (RTS) merupakan respon dari perubahan output jika terjadi perubahan dari penggunaan input secara proporsional. Menurut Soekartawi (1994) skala usaha perlu diketahui untuk mengetahui apakah kegiatan usaha yang diteliti tersebut mengikuti kaidah increasing, constant, atau


(29)

29

decreasing return to scale. Jika jumlah elastisitas produksi dari fungsi Cobb-Douglas dilambangkan dengan ∑bi, maka kondisi usaha budidaya ikan bandeng dapat dibedakan menjadi :

1. Increasing Return to Scale, bila ∑bi > 1. Artinya bahwa proporsi penambahan input produksi akan menghasilkan tambahan output produksi yang proporsional lebih besar.

2. Constant Return to Scale, bila ∑bi = 1. Artinya bahwa proporsi penambahan input produksi akan proporsional dengan penambahan output produksi yang diperoleh.

3. Decreasing Return to Scale, bila ∑bi < 1. Artinya proporsi penambahan input produksi melebihi proporsi penambahan output produksi.

Fungsi dengan menggunakan variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Menurut Soekartawi (1994), kaidah-kaidah pada regresi juga berlaku dalam penyelesaian fungsi Cobb-Douglas, persamaan matematik fungsi Cobb-Douglas dapat dituliskan sebagai berikut :

Y = aX1b1X2b2...Xib3..Xnb5ε dimana :

Y = Variabel yang dijelaskan Xi...,Xn = Variabel yang menjelaskan a = Intercept

b1...,b5 = Koefisien regresi yang akan diduga ε = Galat atau error

Untuk mempermudah pendugaan terhadap persamaan maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan


(30)

persamaan tersebut. Variabel yang digunakan untuk menduga fungsi produksi ikan bandeng adalah produksi ikan bandeng (Y), luas tambak (X1), benih penebaran (X2), penggunaan pupuk (X3), penggunaan obat (D1), penggunaan pakan tambahan (D2). Dengan fungsi Cobb-Douglas ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan linier berganda sebagai berikut :

Ln Y = Ln a + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + b4 D4 + b5 D5 + ε dimana :

Y = Hasil produksi ikan bandeng (Kg) a = Intercept

b1...,b5 = Koefisien regresi yang akan diduga X1 = Luas tambak (m2)

X2 = Benih penebaran (ekor) X3 = Penggunaan pupuk (Kg)

D4 = 1, untuk menggunakan obat dan 0 tidak menggunakan obat D5 = 1,untuk menggunakan pakan tambahan dan 0 tidak menggunakan ε = Galat atau error

4.5.2.2 Uji Kriteria Ekonometrika

Pengujian dengan menggunakan kriteria ekonometrika dilakukan untuk mengetahui apabila terjadi pelanggaran asumsi yang digunakan dalam metode OLS. Hal-hal yang dilihat dalam kriteria ekonometrika antara lain adalah multikolinearitas, normalitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.


(31)

31

a. Uji Multikolinieritas (Multicolinearity)

Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah multikolinearitas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel-variabel bebas. Multikolinearitas terjadi akibat adanya korelasi yang tinggi di antara peubah bebasnya. Masalah multikolineritas dapat dilihat dari nilai VIF dengan persamaan :

I VIF =

I – R2

R2 adalah koefisien determinasi dari regresi variabel bebas ke-j dengan variabel bebas lainnya. Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan adanya masalah kolinearitas pada peubah tersebut. Multikolinearitas dapat menyebabkan adanya pelanggaran terhadap asumsi OLS adalah exact multicolinearity

(multikolinearitas sempurna). Jika dalam suatu model terdapat multikolinearitas yang sempurna maka akan diperoleh nilai R2 yang tinggi tetapi tidak ada koefisien variabel bebas yang signifikan.

b. Normalitas

Salah satu cara mengecek normalitas adalah dengan probabilitas normal. Melalui probability plot of RESI 1 ini masing-masing nilai pengamatan dipasangkan dengan nilai harapan distribusi normal. Normalitas terpenuhi apabila titik-titik data terkumpul disekitar garis lurus, selanjutnya dilakukan analisis dengan Kolmogorov Smirnov (KS).

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas adalah untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah dimana terdapat kesamaan varians dari


(32)

residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan melihat plot antara residu dengan prediksinya. Jika bentuk tebaran plot tersebut menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan gangguan pada fungsi regresi yang berupa korelasi diantara faktor gangguan. Ada beberapa prosedur atau cara untuk mengetahui adanya autokorelasi pada suatu model regresi. Uji Durbin-Watson

(Uji D-W) merupakan salah satu cara mendeteksi apakah tidak ada autokorelasi yang paling sering digunakan. Uji ini dapat digunakan untuk sembarang sampel, baik besar ataupun kecil, tetapi D-W hanya berhasil baik apabila autokorelasinya berbentuk autokorelasi linier orde pertama, artinya faktor pengganggu et berpengaruh kepada faktor pengganggu et-1. Untuk melihat ada tidaknya autokorelasi, dapat digunakan ketentuan sebagai berikut (Firdaus, 2004)

Tabel 3. Uji Autokorelasi (Firdaus, 2004)

D-W Kesimpulan

Kurang dari 1,10 1,10 dan 1,54 1,55 dan 2,46 2,46 dan 2,90 Lebih dari 2,91

Ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Tidak ada autokorelasi Tanpa kesimpulan Ada autokorelasi

4.5.3 Estimasi Nilai Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir untuk Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng

Pendekatan produktifitas memandang sumberdaya alam sebagai input dari produk akhir yang kemudian digunakan oleh masyarakat luas. Menurut Hufschmidt, et.al dalam Adrianto, et.al (2004), menyatakan langkah analisis


(33)

33

ekologi-ekonomi dalam konteks metode pendekatan produktifitas di awali dengan melakukan identifikasi input sumberdaya, output (produksi sumberdaya) dan residual sumberdaya dari sebuah proyek.

Penelitian ini menggunakan pendekatan residual rent untuk menghitung nilai ekonomi dari kegiatan budidaya ikan bandeng. Residual rent didefinisikan sebagai selisih antara biaya dari faktor produksi yang digunakan dalam suatu pemanfaatan sumberdaya dengan nilai total hasil panen usaha tersebut. Residual rent dapat juga dipandang sebagai kontribusi dari ekosistem alami atau faktor pendapatan guna memperoleh nilai ekonomi total dari suatu pemanfaatan sumberdaya.

Perhitungan yang dilakukan pada penelitian ini hanya untuk melihat nilai

residual rent selama satu tahun. Dalam hal ini tidak dilakukan perhitungan terhadap nilai daya dukung optimal lingkungan terhadap jumlah tambak dan nilai

residual rent.

4.5.4 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng terhadap Masyarakat Lokal

Dampak ekonomi ini diukur dengan menggunakan efek pengganda (multiplier) dari arus uang yang terjadi. Dampak ekonomi aktivitas budidaya ikan bandeng terhadap masyarakat lokal dapat diukur dengan dua tipe pengganda, yaitu:

1. Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan berapa besar pengeluaran petani tambak berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal.


(34)

2. Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran petani tambak yang berdampak terhadap perekonomian lokal. Pengganda ini mengukur dampak tidak langsung (indirect) dan lanjutan (induced). Ratio Income Multiplier Tipe I menggambarkan nilai dampak tidak langsung dari pengeluaran petani tambak, sedangkan Ratio Income Multiplier Tipe II merupakan ukuran dari dampak lanjutan. Secara matematis dirumuskan :

Keynesian Local Income Multiplier Ratio Income Multiplier, Tipe I

Ratio Income Multiplier, Tipe II dimana :

E : tambahan pengeluran petani tambak (Rupiah)

D : pendapatan lokal yang diperoleh secara langsung dari E (Rupiah) N : pendapatan lokal yang diperoleh secara tidak langsung dari E (Rupiah) U : pendapatan lokal yang diperoleh secara induced dari E (Rupiah)

Selanjutnya hasil analisis multiplier ini dapat digunakan sebagai acuan atau rekomendasi untuk kebijakan pengelolaan dan pengembangan kawasan pesisir Desa Ambulu. Perhitungan nilai multiplier dilakukan dengan bantuan program aplikasi komputer Microsoft Excel 2007.

Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dapat dilihat dalam Tabel 4 di bawah ini.


(35)

35

Tabel 4. Matriks Metode Analisis Data

No Tujuan Penelitian Sumber Data Metode Analisis Data 1 Mengidentifikasi karakteristik

petani tambak, unit usaha dan tenaga kerja lokal di Desa Ambulu Kecamatan Losari

Data primer berupa wawancara menggunakan kuesioner dan data

sekunder dari pihak-pihak terkait

Analisis deskriptif

2 Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng

Data primer (wawancara menggunakan kuesioner)

Analisis regresi

3 Mengestimasi nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk budidaya ikan bandeng

Data sekunder dan data primer (wawancara menggunakan kuesioner)

Residual Rent

4 Analisis dampak ekonomi aktivitas budidaya ikan bandeng terhadap masyarakat lokal

Data primer berupa wawancara dengan menggunakan kuesioner

Analisis

Multiplier

4.6 Batasan Penelitian

1) Siklus produksi adalah waktu yang dibutuhkan dalam satu kali masa penebaran sampai masa panen. Satu siklus produksi dalam usaha budidaya ikan bandeng ini adalah 4-5 bulan.

2) Faktor produksi adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi output (produksi ikan bandeng). Faktor produksi yang diduga dapat mempengaruhi produksi ikan bandeng adalah jumlah tambak (unit), benih penebaran (ekor/musim), pupuk (kg/musim), penggunaan obat, dan pakan tambahan (kg/musim).

3) Produksi adalah berat total ikan bandeng yang dihasilkan dalam satu musim (kg).


(36)

4) Osla adalah benih ikan bandeng yang digunakan oleh petani tambak Desa Ambulu untuk disebar dalam petakan tambak. Osla merupakan ikan bandeng yang telah mengalami masa pendederan selama dua minggu dengan ukuran 2-4 cm.

5) Petani Tambak adalah orang yang bekerja sebagai pembudidaya ikan bandeng di Desa Ambulu.

6) Nilai ekonomi dari pemanfaatan sumberdaya pesisir dinilai dari harga pasar usaha perikanan budidaya ikan bandeng yang berlaku saat penelitian berlangsung.

7) Residual Rent adalah selisih antara harga total produksi dengan biaya total faktor produksi, dinyatakan dalam rupiah.

8) Nilai Residual Rent yang diestimasi didalam penelitian ini adalah nilai pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk usaha budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu selama satu tahun.

9) Unit usaha dan tenaga kerja lokal yang menjadi responden adalah masyarakat lokal di Desa Ambulu yang bergerak di sektor budidaya ikan bandeng.

10) Analisis dampak ekonomi dilihat dalam skala kecil, yaitu dampak terhadap masyarakat lokal Desa Ambulu.

11) Analisis dampak ekonomi dilihat dari sisi arus uang yang terjadi di sekitar lokasi budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu.


(37)

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN OBYEK PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Secara administratif Desa Ambulu merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon dan merupakan salah satu desa pesisir di Pantai Utara Jawa. Jarak pusat pemerintahan desa dengan beberapa pusat pemerintahan lainnya yaitu :

Ibukota Kecamatan : 3 Km Ibukota Kabupaten Cirebon : 46 Km Ibukota Provinsi jawa Barat : 175 Km Ibukota Negara RI : 312 Km

Secara administratif Desa Ambulu terdiri dari 5 dusun. Desa juga berbatasan dengan beberapa wilayah. Berikut adalah batas-batas Desa Ambulu:

Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Barat : Desa Malakasari, Kecamatan Gebang Sebelah Selatan : Desa Kalisari, Kecamatan Losari Sebelah Timur : Desa Kalisari, Kecamatan Losari

Desa Ambulu termasuk daerah berdataran rendah dengan suhu rata-rata 250C – 270C. Iklim di pesisir Desa Ambulu tidak dapat dilepaskan dari sistem iklim Indonesia. Iklim di Wilayah Indonesia dipengaruhi oleh angin muson yang mengakibatkan dua musim yaitu musim barat dan musim timur4. Musim barat terjadi pada bulan Desember sampai bulan Februari sedangkan angin musim timur mencapai puncaknya pada bulan Juni sampai Agustus.


(38)

Informasi mengenai waktu angin musim menjadi penting karena mempengaruhi terjadinya gelombang laut. Tinggi rendahnya gelombang laut akan menjadi perhatian tersendiri bagi petani tambak karena terkait dengan keadaan tambak mereka. Petani tambak di Desa Ambulu sering mengalami kerugian karena lahan tambak mereka terkena banjir rob, yang disebabkan oleh tingginya gelombang laut yang terjadi5.

5.2 Kondisi Sosial Ekonomi Lokasi Penelitian

Desa Ambulu memiliki luas wilayah sebesar 1.210.527 hektar terdiri dari lahan persawahan 337,229 hektar, lahan pemukiman 19.705 hektar dan luas area tambak 826,889 hektar. Desa Ambulu dengan luas wilayah pemukiman 19.705 hektar didiami oleh penduduk sebanyak 7.415 jiwa yang terdiri dari 3.705 orang laki-laki dan 3.710 orang perempuan. Tabel sebaran mata pencaharian pokok masyarakat Desa Ambulu secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Sebaran Mata Pencaharian Pokok Masyarakat Desa Ambulu

Jenis Pekerjaan Laki-Laki Perempuan

Petani Buruh Tani

Buruh Migran perempuan Buruh Migran Laki- Laki Pegawai Negeri Sipil/ PNS Pedagang Keliling

Peternak Nelayan Bidan Swasta

Pembantu Rumah Tangga Pensiunan PNS Dukun Terlatih Karyawan Swasta 340 671 41 - 21 4 5 326 - - 6 - 5 110 449 259 - 5 3 - - 1 29 1 1 10

Sumber : Potensi Desa Ambulu, 2009


(39)

39

5.3 Gambaran Umum Usaha Budidaya

Produksi usaha budidaya tambak telah menyumbang 53,59% dari total seluruh produksi usaha budidaya di Kabupaten Cirebon pada tahun 2009 yaitu sekitar 10.886,6 ton dari total produksi tambak 20.312,4 ton atau meningkat 4,46% dari tahun 2008. Secara rinci kontribusi produksi usaha budidaya tambak terhadap total produksi usaha budidaya di Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Produksi Budidaya per Jenis Usaha di Kabupaten Cirebon Tahun 2009

No Usaha Budidaya Produksi (ton)

1 2 3 4 Tambak Laut Kolam Sawah 10.886,6 7.732,4 1.690,1 3,3

Jumlah 20.312,4

Sumber: Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, tahun2009

Budidaya air payau di tambak memiliki potensi sebesar 7.500 hektar, pada tahun 2009 baru dimanfaatkan sebesar 5.163,57 hektar dengan perincian 1635,12 hektar untuk budidaya udang dan 3.528,45 hektar untuk budidaya ikan, dengan produksi ikan bandeng atau ikan lainnya sebesar 4.532,19 ton dan nilai produksinya mencapai Rp 108.704.940,00. Potensi dan pemanfaatan tambak per kecamatan dapat dilihat pada Tabel dibawah ini

Tabel 7. Potensi dan Pemanfaatan Tambak per Kecamatan di Kabupaten Cirebon Tahun 2009

No Kecamatan Potensi (hektar) Pemanfaatan Tambak

Jumlah (hektar) (%) 1 2 3 4 5 6 7 Losari Gebang Pangenan Mundu Gunungjati Suranenggala Kapetakan 2.500 600 1.834 166 300 137 1.963 1.380,20 499,00 739,30 145,30 165,00 226,50 1.986,00 55,21 83,32 40,31 87.53 55,00 165,33 101,17

Jumlah 7.500 5.142,20 68,56


(40)

Berdasarkan Tabel 6 diatas dapat dilihat bahwa potensi tambak Kecamatan Losari merupakan yang terbesar. Desa Ambulu merupakan desa di Kecamatan Losari yang menyumbangkan produksi tambak cukup besar diantara 3 desa pesisir lainnya di Kecamatan Losari.

Usaha budidaya tambak yang menjadi unggulan di Desa Ambulu adalah untuk komoditas udang dan ikan bandeng, namun yang menjadi fokus dalam penelitian ini adalah budidaya ikan bandeng. Hal ini dikarenakan, terjadinya musibah nasional atau “stres udang”. Sejak terjadinya musibah pada tahun 1993 udang tidak lagi dapat tumbuh dengan optimal, akhirnya budidaya udang tidak lagi menguntungkan dan banyak petani tambak udang yang beralih menjadi pembudidaya ikan bandeng.

Berdasarkan letak tambak dan kesempatan mendapatkan air laut, tambak ikan bandeng di Desa Ambulu termasuk kedalam tambak biasa. Tambak biasa adalah kelompok tambak yang airnya merupakan campuran air tawar dari sungai dan air asin dari laut. Daerah yang tergolong tambak biasa mempunyai keadaan air payau. Berdasarkan klasifikasi sistem budidaya yang digunakan, tambak ikan bandeng di Desa Ambulu menggunakan sistem tambak tradisional dengan padat penebaran cukup rendah, yaitu berkisar antara 1.000-10.000 nener/hektar.


(41)

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Identifikasi Karakteristik Petani Tambak, Unit Usaha Terkait dan Tenaga Kerja Lokal Di Desa Ambulu

6.1.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Tambak

Karakteristik sosial ekonomi menjadi salah satu faktor yang menjadi pertimbangan dalam menetukan model, dan arah pengembangan tata ruang6. Keterlibatan masyarakat dalam sebuah proses pengembangan wilayah diharapkan dapat memberikan berbagai masukan yang penting, oleh sebab itu karakteristik sosial ekonomi responden menjadi penting untuk diketahui. Karakteristik sosial ekonomi petani tambak di Desa Ambulu diperoleh berdasarkan contoh yang dilakukan terhadap 48 petani tambak. Karakteristik tersebut dapat dilihat berdasarkan kriteria tertentu, seperti dijelaskan dibawah ini.

6.1.1.1 Usia

Tingkat usia responden petani tambak dibedakan atas tiga kategori orang dewasa menurut Havighurst dan Acherman et all dalam Mugnisyah 2008 yaitu usia dewasa awal (18 – 30 tahun), dewasa pertengahan (31 – 50 tahun), serta dewasa tua (>50 tahun). Berdasarkan hasil kuesioner dari 48 responden, tingkat usia responden cukup bervariasi dengan sebaran usia antara 29 tahun sampai 60 tahun. Sebaran usia sebagian besar petani tambak berada pada kelompok dewasa pertengahan antara 31 – 50 tahun sebesar 73% dan sebesar 21% berusia di atas 50 tahun, serta sisanya sebanyak 6% berusia antara 18-30 tahun. Hal ini dikarenakan, mayoritas petani tambak menjadikan budidaya ikan bandeng ini sebagai mata pencaharian utama, sehingga banyak dari mereka yang melakukan kegiatan ini

6


(42)

pada usia produktif mereka, dan beberapa petani tambak yang lain masih terus melakukan kegiatan ini meski sudah cukup berumur. Perbandingan presentase tingkat usia responden dapat dilihat pada Gambar 4.

Sumber : Data Primer, Diolah 2011

Gambar 4. Karakteristik Petani Tambak Berdasarkan Tingkat Usia 6.1.1.2 Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan responden berdasarkan jenjang formal yang dijalani oleh petani tambak cukup bervariasi. Dalam penelitian ini, peneliti membagi tingkat pendidikan formal menjadi 5 kelompok, yaitu kelompok yang tidak bersekolah, kelompok SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi. Perbandingan tingkat pendidikan responden disajikan dalam Gambar 5.

Sumber : Data Primer, Diolah 2011


(43)

43

Berdasarkan Gambar 4 diatas diketahui bahwa 44 % petani telah menjalani pendidikan formal sampai tingkat SD, selanjutnya 40% petani menjalani pendidikan formal sampai tingkat SMP dan SMA. Presentase jumlah petani tambak yang tidak bersekolah sebanyak 10% dan presentase jumlah petani tambak yang berhasil menjalani pendidikan sampai tingkat perguruan tinggi sebanyak 6%. Sebagian besar dari petani tambak sudah berumur cukup tua, dengan keterbatasan yang mereka miliki, sehingga banyak dari mereka yang hanya bisa merasakan sekolah sampai tingkat Sekolah Dasar, baik itu sampai selesai atau harus putus sekolah ditengah ajaran.

6.1.1.3Status Pekerjaan Petani Tambak

Status usaha responden adalah semua petani tambak menjadikan kegiatan budidaya ikan bandeng ini sebagai mata pencaharian utama mereka, artinya petani tambak menggantungkan kehidupannya pada usaha budidaya ikan bandeng. Status pekerjaan petani tambak memperlihatkan besarnya waktu atau perhatian mereka terhadap budidaya ikan bandeng. Jika petani tambak menjadikan budidaya ikan bandeng sebagai pekerjaan utama maka seluruh waktu dicurahkan untuk melakukan budidaya, sedangkan yang menjadikan usaha budidaya ini sebagai pekerjaan sampingan maka waktu yang diberikan pun akan terbagi. Hal ini berpengaruh terhadap proses budidaya tersebut fokus atau tidak sehingga berimplikasi terhadap hasil produksi ikan bandeng serta pendapatan yang diterima oleh petani tambak.

Pemerintah Desa Ambulu menyatakan bahwa, sebagian besar dari warganya menjalani usaha budidaya ikan bandeng. Budidaya ikan bandeng merupakan tradisi yang telah lama berlaku secara turun-temurun, sehingga


(44)

sebagian besar dari petani selalu melanjutkan usaha tambak tersebut sebagai mata pencaharian utama, seperti yang dilakukan orang tua mereka terdahulu.

6.1.1.4 Lama Usaha Petani Tambak

Salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya ikan bandeng ini adalah pengalaman atau lamanya usaha. Pengalaman yang lebih akan membantu petani tambak melakukan budidaya ikan bandeng ini dengan lebih baik. Dari hasil analisis kuesioner diperoleh hasil bahwa 69 % petani tambak telah menjalani usaha budidaya ikan bandeng dengan lama usaha berkisar antara 11 – 25 tahun. 23% atau sekitar 11 petani telah menjalani usaha budidaya ikan bandeng selama 0 – 10 tahun dan 8 % petani telah menjalankan usaha budidaya ini antara 26 – 30 tahun. Usaha budidaya bandeng ini tidak semuanya dilakukan oleh petani yang berpengalaman, ada 3 petani tambak atau sekitar 6 persen dari mereka baru memulai usaha tambak bandeng ini.

Sebaran karakteristik berdasarkan lama usaha budidaya yang telah dijalankan disajikan pada Tabel 8 sebagai berikut.

Tabel 8. Karakteristik Lama Usaha Budidaya Ikan Bandeng

Kelompok Responden Presentase (%)

0 - 10 tahun 11 - 25 tahun 26- 30 tahun

11 33 4

23 69 8

Total 48 100

Sumber : Data Primer, Diolah 2011

6.1.1.5 Karakteristik Usaha Budidaya a. Jumlah Kepemilikan Tambak

Berdasarkan informasi yang didapat, jumlah petak tambak yang dimiliki Desa Ambulu saat ini adalah sekitar 826 petak tambak dengan rata-rata luas petak tambaknya adalah satu hektar. Jumlah petak tambak yang dimiliki petani sebagian


(45)

45

besar berasal dari warisan keluarga maupun dibeli dari petani lainnya, namun jumlah kepemilikannya relatif tetap. Berdasarkan data yang berhasil di dapat dari responden, kepemilikan petak tambak berkisar antara satu sampai lima petak tambak. Sebaran jumlah kepemilikan tambak, dapat dilihat pada Gambar 6.

Sumber : Data Primer, Diolah 2011

Gambar 6. Sebaran Jumlah Kepemilikan Tambak Desa Ambulu b. Status Kepemilikan Tambak

Dari sebaran responden penelitian di dapatkan data status kepemilikan tambak, 48 responden merupakan pemilik sekaligus penggarap tambak. Sistem budidaya ikan bandeng yang masih tradisional, memungkinkan bagi petani untuk menggarap lahan tambaknya sendiri, tanpa perlu tenaga kerja khusus untuk proses perawatan tambak. Kepemilikan lahan ini berpengaruh terhadap biaya yang dikeluarkan untuk lahan tambak dalam jangka panjang. Petani yang memiliki lahan sendiri akan lebih baik dalam melakukan kegiatan budidaya dan memperoleh pendapatan yang lebih besar karena tidak mengeluarkan biaya untuk lahan.


(46)

c. Teknologi Budidaya

Dari hasil wawancara kepada 48 petani tambak semua responden mengatakan sistem tambak yang digunakan adalah sistem tambak tradisional. Namun berdasarkan literatur dengan tetap memperhatikan kondisi daerah penelitian, sistem budidaya yang digunakan di Desa Ambulu adalah perpaduan antara sistem budidaya tradisional atau ekstensif dengan sistem budidaya semi-insentif. Dari sisi padat penebaran tambak di Desa Ambulu memiliki rata-rata padat penebaran sekitar 4.400 nener/hektar yang dikategorikan budidaya tradisional, namun disisi lain budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu telah menggunakan pakan tambahan berupa dedak atau pelet, hal ini merupakan ciri-ciri sistem budidaya semi-intensif.

Dilihat dari dasar pengklasifikasian jenis sistem budidaya yaitu berdasarkan padat penebaran benih ikan bandeng. Padat penebaran benih yang akan menjadi acuan selanjutnya dari penggunaan pupuk dan pakan tambahan. Berdasarkan jumlah benih yang ditebar maka sistem budidaya ikan bandeng yang digunakan di Desa Ambulu adalah sistem budidaya tambak tradisional. Penggunaan pupuk dan pakan tambahan pada beberapa tambak adalah salah satu usaha petani agar mendapatkan hasil panen yang maksimal.

d. Proses Budidaya

Tambak akan berfungsi optimal jika syarat lingkungan biologi telah terpenuhi. Salah satu cara agar tambak dapat memenuhi syarat lingkungan biologi adalah dengan melakukan pengelolaan tambak. Pengelolaan tambak meliputi pengolahan lahan dan pemberian unsur tambahan serta pengaturan pengairan. Pengolahan tanah dilakukan setelah proses panen selesai. Pengolahan tanah


(47)

47

bertujuan untuk menghilangkan lumpur-lumpur, menghilangkan bahan organik yang merugikan serta menutup lubang-lubang yang bisa menjadi jalan masuk hewan pengganggu, untuk itu yang dilakukan adalah pengeringan tambak dan pembalikan lahan.

Perbaikan pH dilakukan dengan dua cara yakni melalui pengeringan dan pemberian kapur. Pemupukan dilakukan setelah proses pengeringan selesai dilakukan. Tujuan pemupukan adalah menumbuhkan makanan alami ikan bandeng yakni klekap serta untuk menjaga kecerahan air tambak. Untuk menumbuhkan klekap maka yang dibutuhkan adalah pupuk kandang dengan dosis 350 kg/hektar. Selain penggunaan makanan alami ikan bandeng, untuk mempercepat pertumbuhan, perlu diberikan pakan buatan pabrik dengan standar nutrisi yang dibutuhkan untuk tumbuh optimal dengan kadar protein minimal 25-28 %, Tim Karya Tani Mandiri (2010). Hewan penggangu atau hama tambak terdiri dari hewan pemangsa yaitu ikan liar, kadal dan kepiting, hama pesaing yaitu ikan liar dan siput. Setelah pengolahan tanah selesai, selanjutnya dilakukan proses pemupukan pada lahan tambak.

Benih ikan bandeng dikenal dengan nama nener. Banyaknya penebaran benih ikan bandeng sangat disesuaikan dengan modal yang dimiliki oleh petani tambak yang ingin diinvestasikan dalam kegiatan budidaya ini. Penebaran benih bandeng dilakukan setelah proses pengolahan tanah selesai dilakukan. Padat benih penebaran ikan bandeng yang optimal ditentukan oleh luas lahan tambak serta ukuran benih ikan bandeng yang digunakan. Penggunaan benih ikan bandeng berukuran 1-3 cm, padat penebarannya berkisar antara 2-3 ekor/m2 .


(48)

Proses pemanenan untuk ikan bandeng dilakukan dua kali dalam satu tahun, dengan rata-rata hasil panen 366 kg per unit tambak. Hasil panen dengan kualitas baik akan didapat, jika proses pemanenan dilakukan saat pagi hari dan ikan bandeng masih dalam keadaan lapar. Ikan bandeng yang dipanen dalam keadaan setelah diberi makan, akan membuat hasil panen lebih cepat busuk.

Proses pemanenan untuk usaha budidaya ikan bandeng membutuhkan tenaga bantuan yang cukup banyak, yaitu 5-10 orang disesuaikan dengan jumlah ikan yang akan dipanen. Tenaga kerja untuk membantu proses pemanenan, 3 orang berasal dari tempat penyewaan alat panen dan sisanya disediakan sendiri oleh petani tambak dengan upah setengah hari kerja atau sekitar Rp 31.000,00 per orang. Simpul pertama hasil panen atau pemasaran usaha budidaya ikan bandeng dilakukan di tepi tambak, karena pada umumnya petani tambak menjual hasil produksi mereka kepada tengkulak yang datang langsung ke tambak, namun demikian ada juga petani tambak yang langsung menjual hasil produksi mereka ke pasar atau ke pos-pos tengkulak. Biaya pengangkutan mulai dari tepi tambak sampai ke tempat tengkulak semua ditanggung oleh pihak tengkulak.

6.1.2 Karakteristik Unit Usaha Terkait

Kegiatan budidaya ikan bandeng membutuhkan peran serta masyarakat untuk beberapa proses pelaksanaannya, sehingga kegiatan ini memiliki pengaruh yang penting bagi perekonomian masyarakat setempat. Hal ini dapat mendorong masyarakat setempat untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan budidaya dan mengharapkan manfaat dari adanya usaha budidaya ikan bandeng. Unit usaha terkait yang dijadikan responden dalam penelitian ini adalah sebanyak empat belas unit usaha. Unit usaha yang dijadikan responden adalah unit usaha yang


(49)

49

menjalankan usahanya di Desa Ambulu dengan pemilik usaha adalah penduduk asli Desa Ambulu.

Status usaha dari responden unit usaha adalah 64% pelaku usaha menjadikan usahanya sebagai mata pencaharian sampingan dan 36% pelaku usaha menjadikan usahanya sebagai mata pencaharian utama. Pelaku usaha yang menjadikan usahanya sebagai usaha sampingan mayoritas pekerjaan utamanya adalah sebagai petani tambak.

Sebagian besar pemilik unit usaha, menjalankan usahanya pada masa usia produktif mereka, 43 % pemilik unit usaha berusia antara 36-40 tahun, 22 % pemilik unit usaha berusia 46-50 tahun, dan 14 % pemilik unit usaha berusia 31-35 tahun. Pemilik unit usaha dengan selang usia 41-45 tahun sebanyak 14% dan pemilik unit usaha berusia diatas 50 tahun sebanyak 7%. Sebaran tingkat usia pemilik unit usaha disajikan pada Gambar 7.

Sumber : Data Primer, Diolah 2011

Gambar 7. Tingkat Usia Pemilik Unit Usaha Terkait

Jenis usaha yang terdapat di Desa Ambulu diantaranya, sebanyak 43 persen responden memiliki usaha pendederan atau penjualan benih ikan bandeng


(50)

dalam ukuran osla. Sebanyak 22 persen responden memiliki usaha sebagai penyalur hasil panen dari petani tambak atau biasa disebut bakul, 14 persen membuka usaha penyewaan alat panen atau arad, 14 persen memiliki usaha penjualan pakan dan obat ikan bandeng, dan 7 persen memiliki usaha pembuatan bubu. Sebaran jenis unit usaha yang dijalankan masyarakat Desa Ambulu disajikan dalam Gambar 8.

Sumber : Data Primer, Diolah 2011

Gambar 8. Sebaran Jenis Unit Usaha yang Dijalankan

Modal awal yang diperlukan masing-masing usaha sangat berbeda. Usaha penjualan benih bandeng membutuhkan modal antara Rp 4.950.000 sampai Rp 9.000.000 tergantung pada jumlah benih ikan bandeng yang ingin di usahakan. Usaha penyalur hasil panen atau bakul membutuhkan modal lebih besar lagi yaitu pada kisaran Rp 40.000.000 hingga mencapai Rp 70.000.000. Usaha penyedia pakan dan obat-obatan untuk ikan bandeng membutuhkan modal sekitar Rp 50.000.000.

Penerimaan yang berhasil diperoleh dari hasil usaha yang telah dijalani pemilik unit usaha berkisar antara Rp 400.000 hingga Rp 5.500.000 perbulan


(51)

51

dengan total biaya yang mereka keluarkan untuk usaha berkisar Rp 155.550 hingga Rp 13.035.000. Dari penerimaan dan total biaya tersebut, maka dapat diestimasi besarnya pendapatan bersih yang diterima unit usaha selama satu bulan adalah sebagai berikut :

Tabel 9. Pendapatan Bersih Unit Usaha Terkait di Kawasan Budidaya Ikan Bandeng per Bulan

Jenis Usaha Total Penerimaan per Bulan (Rp)

Total Biaya Usaha (Rp)

Total pendapatan per Bulan (Penerimaan –

Biaya Usaha (Rp) Penjual benih

bandeng (pendederan)

5.200.000 3.191.883 2.008.116

Penjual pakan, pupuk dan obat bandeng

5.500.000 2.912.500 2.587.500

Pembuat bubu 1.000.000 340.000 660.000

Penyewaan Alat

Panen 400.000 155.550 244.450

Bakul /

tengkulak 14.000.000 13.035.000 965.000

Sumber : Data Primer, Diolah 2011

Berdasarkan Tabel diatas dapat dijelaskan bahwa rata-rata pendapatan bersih yang diterima unit usaha di kawasan budidaya ikan bandeng, untuk usaha

pendederan atau penjual benih bandeng Rp 2.008.116, untuk penjual pakan dan obat bandeng Rp 2.587.500, untuk unit pembuat bubu Rp 660.000, untuk usaha penyewaan alat panen Rp 244.450, dan untuk unit bakul atau tengkulak Rp 965.000. Penjabaran dari Tabel 8 di atas menunjukan keberadaan unit usaha di kawasan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu telah mampu memberikan dampak bagi para pemilik usaha tersebut berupa pendapatan.

Hari kerja dari seluruh responden dalam penelitian ini adalah setiap hari, dengan jam kerja hampir sama yaitu antara lima sampai enam jam setiap harinya,


(52)

kecuali jika saat musim panen tiba. Hampir sebagian besar lokasi usaha yang dijalankan dilaksanakan dirumah mereka sendiri.

6.1.3 Karakteristik Tenaga Kerja Lokal

Keberlangsungan usaha budidaya ikan bandeng tidak terlepas dari peran serta masyarakat lokal dalam setiap proses pelaksanaanya, mulai dari tahap rehab pematang pasca panen hingga distribusi hasil panen. Hal ini dikarenakan usaha budidaya ikan bandeng membutuhkan keterlibatan masyarakat desa sebagai tenaga kerja lokal. Selain itu hal ini merupakan salah satu bentuk pemberdayaan masyarakat desa dalam sektor ekonomi.

Tenaga kerja yang terlibat di sektor usaha budidaya ikan bandeng, seluruhnya merupakan penduduk asli setempat. Sebanyak 45 % responden menyatakan telah bekerja di sektor usaha budidaya ikan bandeng antara 6-10 tahun, 22 % responden telah menjalani pekerjaan di sektor usaha budidaya ikan bandeng selama 11-15 tahun, 22 % responden lagi telah menjalani pekerjaannya di sektor usaha budidaya ikan bandeng ini selama 2-5 tahun, dan 11 % responden telah menjalani pekerjaannya selama lebih dari 15 tahun. Sebaran lama bekerja dari tenaga kerja lokal disajikan dalam Gambar 9.


(1)

Lampiran 7. Nilai Residual Rent

Responden Jumlah Tambak

Hasil panen/tambak dlm satu tahun (Rp)

biaya tetap tambak (Rp)

Biaya variabel/

tambak (Rp) Residual Rent/tambak (Rp) Tot.Residual Rent (Rp)

1 2 3.800.000 1.034.333 1.030.000 1.735.667 3.471.334

2 5 6.000.000 1.537.400 3.799.000 663.600 3.318.000

3 3 10.800.000 1.690.089 3.625.000 5.484.911 16.454.733

4 3 2.000.000 779.976 906.250 313.774 941.322

5 2 4.400.000 936.400 815.000 2.648.600 5.297.200

6 1 3.200.000 1.382.000 1.240.000 578.000 578.000

7 2 6.000.000 1.311.563 1.550.000 3.138.437 6.276.874

8 2 4.000.000 1.577.333 1.710.000 712.667 1.425.334

9 3 24.000.000 1.952.000 7.960.000 14.088.000 42.264.000

10 3 8.000.000 979.333 3.500.000 3.520.667 10.562.001

11 1 1.800.000 577.083 1.062.500 160.417 160.417

12 2 13.200.000 1.802.000 6.730.000 4.668.000 9.336.000

13 2 12.000.000 1.702.000 2.070.000 8.228.000 16.456.000

14 5 7.200.000 1.377.000 1.480.000 4.343.000 21.715.000

15 5 3.000.000 1.052.000 1.080.000 868.000 4.340.000

16 1 9.600.000 1.677.500 4.830.000 3.092.500 3.092.500

17 1 6.000.000 983.333 3.100.000 1.916.667 1.916.667

18 3 8.800.000 1.449.619 1.540.000 5.810.381 17.431.143

19 2 6.000.000 977.333 4.940.000 82.667 165.334

20 3 6.600.000 1.153.333 3.326.000 2.120.667 6.362.001

21 5 7.700.000 1.577.000 5.020.000 1.103.000 5.515.000

22 2 7.200.000 1.384.000 1.580.000 4.236.000 8.472.000


(2)

95

Lampiran 7. Nilai Residual Rent (lanjutan 1) Responden

Jumlah Tambak

Hasil Panen/tambak dalam satu tahun

Biaya Tetap/ tambak (Rp)

Biaya variabel/tambak

(Rp)

Residual Rent/tambak (Rp) Tot. Residual Rent (Rp)

24 5 12.000.000 1.417.000 4.492.000 6.091.000 30.455.000

25 1 13.200.000 961.667 11.110.000 1.128.333 1.128.333

26 1 6.600.000 1.482.500 4.090.000 1.027.500 1.027.500

27 2 4.000.000 1.037.000 1.490.000 1.473.000 2.946.000

28 2 10.400.000 1.965.625 4.810.000 3.624.375 7.248.750

29 3 9.600.000 1.284.333 3.170.000 5.145.667 15.437.001

30 1 6.000.000 1.030.000 4.378.000 592.000 592.000

31 1 8.800.000 1.360.417 4.020.000 3.419.583 3.419.583

32 4 17.250.000 2.006.000 9.960.000 5.284.000 21.136.000

33 3 6.000.000 809.600 2.220.000 2.970.400 8.911.200

34 1 12.600.000 1.745.000 3.060.000 7.795.000 7.795.000

35 4 9.600.000 1.304.167 6.840.000 1.455.833 5.823.332

36 1 14.000.000 1.534.375 1.880.000 10.585.625 10.585.625

37 1 10.800.000 1.193.750 2.930.000 6.676.250 6.676.250

38 1 9.600.000 2.390.000 2.410.000 4.800.000 4.800.000

39 1 6.300.000 1.485.000 2.594.000 2.221.000 2.221.000

40 2 6.000.000 1.054.000 1.980.000 2.966.000 5.932.000

41 3 6.600.000 1.251.600 4.400.000 948.400 2.845.200

42 3 6.600.000 1.106.667 1.530.000 3.963.333 11.889.999

43 2 8.050.000 1.730.000 5.770.000 550.000 1.100.000

44 2 4.800.000 1.287.333 920.000 2.592.667 5.185.334

45 2 8.800.000 1.389.333 1.900.000 5.510.667 11.021.334

46 3 8.000.000 1.173.000 3.500.000 3.327.000 9.981.000

47 2 6.300.000 1.329.000 1.490.000 3.481.000 6.962.000

48 2 5.000.000 1.369.000 3.240.000 391.000 782.000


(3)

Lampiran 8. Perhitungan Residual rent Budidaya Ikan Bandeng dalam satu tahun (Responden no.13 dengan 2 petak tambak)

Biaya Tetap

1. Biaya sewa alat panen Rp 500.000,00

2. Biaya rehab pematang Rp 2.400.000,00

3. Biaya total penyusutan Rp 504.000,00 Total Biaya Tetap Rp 3.404.000,00

Biaya Variabel

1. Benih Ikan Bandeng (5000 ekor x Rp 100 x 2 musim x 2 petak) Rp 2.000.000,00 2. Penggunaan pupuk (Rp 200.000 x 2 petak x 2 musim) Rp 800.000,00 3. Penggunaan Obat (Rp 80.000 x 2 petak x 2 musim) Rp 320.000,00 4. Penggunaan pakan tambahan (Rp 150.000 x 2 petak x 2 musim) Rp 600.000,00 5. Upah TK Panen (7 orang x Rp 15.000 x 2 petak x 2 musim) Rp 420.000,00

Total Biaya Variabel Rp 4.140.000,00

Total Biaya Faktor Produksi Rp 7.544.000,00

Hasil Panen

= Harga Ikan Bandeng/Kg x Jumlah panen (Kg) x 2 petak x 2 musim = Rp 15.000 x 400Kg x 2 petak x 2 musim

= Rp 24.000.000,00

Residual Rent = Hasil panen – Biaya Total Faktor Produksi = Rp 24.000.000 – Rp 7.544.000

= Rp 16.456.000,00

Rp 16.456.000,00

Residual rent per tambak = = Rp 8.228.000,00 per tahun 2


(4)

97

Lampiran 9. Data Perhitungan Nilai Dampak Ekonomi Dampak Langsung

Jenis Unit Usaha Jumlah unit

Usaha Penerimaan/bulan

Penerimaan Total Unit Usaha

Pendederan 7 5.200.000 36400000

Penjual pakan, benih dan Obat 2 5.500.000 11000000

Pembuat bubu 5 1.000.000 5000000

Penyewaan Alat 3 400.000 1.200.000

Bakul 6 14.000.000 84000000

Perbulan 137.600.000

Dampak Tidak Langsung

Unit Usaha Jumlah

TK/unit TK Total Pendapatan/Bulan Total Pendapatan

Pendederan 2 14 378.040 378.040

Penjual pakan, benih dan Obat 1 2 399.850 399.850

Pembuat bubu 1 5 72.700 72.700

Penyewaan Alat panen 2 6 29.800 29.800

Bakul 2 12 1.017.800 1.017.800

Total 1.898.190

Dampak Lanjutan

Tenaga Kerja Tenaga Kerja

Total Pengeluaran/Bulan Total Pengeluaran

Pengangkut hasil panen 18 1.030.000 18540000

ngebodem 20 1.700.000 34000000

Penyewaan Alat panen 6 1.860.000 11160000

Total 63.700.000

Nilai Multiplier Jumlah

Keynesian Income Multiplier Ratio Income Multiplie Tipe I Ratio Income Multiplie Tipe I

0,60 1,14 1,59


(5)

RINGKASAN

RIA LARASTITI. Estimasi Nilai dan Dampak Ekonomi Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir sebagai Kawasan Budidaya Ikan Bandeng Di Desa Ambulu, Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon. Dibimbing Oleh Tridoyo Kusumastanto dan Kastana Sapanli.

Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memiliki potensi ekonomi strategis. Potensi ekonomi ini terlihat dari berbagai bentuk pemanfaatan sumberdaya seperti untuk usaha budidaya dan penangkapan ikan, pertanian, perindustrian, pemukiman, pelabuhan, pariwisata, dan pertambangan. Pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk aktivitas budidaya ikan memiliki potensi yang bagus ditinjau dari segi kuantitas maupun keanekaragamannya. Seiring dengan terus meningkatnya jumlah penduduk, permintaan akan hasil perikanan dengan kandungan protein yang tinggi juga semakin meningkat. Keadaan tersebut salah satunya ditandai dengan permintaan ikan bandeng yang secara nasional meningkat 6,33% per tahun.

Pemanfaatan sumberdaya pesisir sebagai kawasan budidaya ikan bandeng dapat memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat lokal. Desa Ambulu merupakan salah satu desa di Kecamatan Losari, Kabupaten Cirebon yang mengembangkan aktivitas pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng. Aktivitas budidaya ikan bandeng telah memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat lokal, sehingga untuk menjaga tingkat pemanfaatan tersebut diperlukan pengetahuan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng, serta nilai ekonomi pemanfaatan dari usaha budidaya tersebut. Nilai ekonomi pemanfaatan sumberdaya pesisir untuk kawasan budidaya ikan bandeng penting untuk diketahui sebagai bahan pertimbangan pola pengembangan wilayah pesisir.

Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan terhadap 48 responden diketahui bahwa karakteristik petani tambak Desa Ambulu dapat dijelaskan berdasarkan beberapa kriteria, diantaranya sebagian besar petani tambak berusia 31-50 tahun dengan rata-rata pendidikan terakhir sampai tingkat Sekolah Dasar. Seluruh petani tambak menjadikan usaha budidaya ikan bandeng menjadi mata pencaharian utama dengan rata-rata pengalaman usaha 16-20 tahun. Adapun unit usaha yang berkembang di Desa Ambulu memberikan pendapatan bersih per-bulan sebesar Rp 2.008.116 untuk usaha penjualan benih bandeng, Rp 2.587.500 untuk penjual pakan, pupuk dan obat-obatan, Rp 660.000 untuk usaha pembuatan bubu, Rp 244.450 untuk penyewaan alat panen, serta Rp 965.000 untuk usaha bakul/ tengkulak.

Hasil analisis regresi Cobb-Douglas menunjukan bahwa usaha tambak ikan bandeng di Desa Ambulu masih dalam kondisi belum optimal dengan variabel yang mempengaruhi produksi ikan bandeng adalah benih penebaran, penggunaan pupuk dan penggunaan pakan tambahan. Sedangkan Nilai Residual rent dari total pemanfaatan sumberdaya peisisir untuk kegiatan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu adalah sebesar Rp2.810.262.630,00dalam satu tahun.

Dampak ekonomi dari kawasan budidaya ikan bandeng di Desa Ambulu dapat dilihat dari nilai Keynesian Income Multiplier adalah 0,60, Ratio Income


(6)

iii

Multiplier Tipe I sebesar 1,14 dan Ratio Income Multiplier Tipe II adalah 1,59. Hal ini menunjukan bahwa pada saat ini kawasan budidaya ikan bandeng telah memberikan dampak ekonomi terhadap perekonomian lokal.

Kata Kunci : Residual Rent, Model Cobb-Douglas, Multiplier effect, Budidaya Ikan Bandeng, Kecamatan Losari.