Optimalisasi Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten

(1)

OPTIMALISASI USAHA BUDIDAYA TAMBAK IKAN BANDENG

DI DESA TANJUNG PASIR, KECAMATAN TELUKNAGA,

KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN

HESTI YUNITA WULANDARI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul optimalisasi usaha budidaya ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Provinsi Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Hesti Yunita Wulandari


(4)

ABSTRAK

HESTI YUNITA WULANDARI. Optimalisasi Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Dibimbing oleh TRIDOYO KUSUMASTANTO dan BENNY OSTA NABABAN.

Kabupaten Tangerang merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi perikanan budidaya cukup besar. Hasil produksi budidaya yang paling menonjol di Kabupaten Tangerang yaitu ikan bandeng. Jumlah produksi ikan bandeng terus menerus meningkat dari tahun 2010 sampai tahun 2011 yang tersebar di 29 Kecamatan salah satunya adalah Kecamatan Teluknaga, tepatnya berada di Desa Tanjung Pasir. Tujuan dari penelitian ini adalah identifikasi karakteristik usaha budidaya, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, menganalisis alokasi sumberdaya ikan bandeng secara optimal,mengkaji kontribusi usaha dan dampak ekonomi budidaya terhadap Kabupaten Tangerang dan masyarakat. Penelitian ini menggunakan 4 metode yaitu fungsi produksi

Cobb-Douglas, Analisis Optimasi, Analisis Location Quotient dan Analisis

Multiplier.

Faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi produksi usaha budidaya tambak ikan bandeng yakni bibit ikan bandeng, pakan, tenaga kerja pemeliharaan dan luas tambak. Tingkat penggunaan produksi optimal pada usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir berdasarkan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah bibit ikan bandeng sebesar 519,699 kg per hektar per musim tanam, pakan sebesar 1157,632 kg per hektar per musim tanam, pupuk sebesar 234,801 kg per hektar per musim tanam, tenaga kerja pemeliharaan sebesar 93,491 HOK per hektar per musim tanam dan luas sebesar 3,3 hektar. Keuntungan yang dihasilkan pada tingkat optimal yaitu Rp. 19.516.800 per hektar per musim tanam. Kawasan budidaya ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir telah memberikan kontribusi terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang dan dampak ekonomi terhadap masyarakat lokal. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai

Location Quotient yang lebih besar dari 1 serta nilai Keynesian Income Multipier

sebesar 0,06.

Kata kunci : Optimalisasi, Location Quotient, Multiplier effect, Desa Tanjung Pasir, Tambak Ikan bandeng


(5)

ABSTRACT

HESTI YUNITA WULANDARI.Optimization of Milkfish Aquaculture in Tanjung Pasir Village, Sub district Teluknaga, Tangerang Regency, Banten. Supervised by TRIDOYO KUSUMASTANTO and BENNY OSTA NABABAN.

Tangerang Regency has considerable potential in aquaculture sector. The most prominent aquaculture product in Tangerang Regency is milkfish. Amount of milkfish production was increasing in 2010-2011 period, which was scattered in 29 sub districts, one of them is in sub district Teluknaga, precisely located in Tanjung Pasir Village. The objectives of this research are to identify the characteristics of the aquaculture, the production influencing factors, and resources optimization. Furthermore, this research also leads to asseses the contribution of aquaculture sector and the economic impact to Tangerang Regency and to society. The methods used in this research are Cobb-Douglas production function, Optimization analysis, Location Quotient Analysis, and Multiplier analysis.

The factors which significantly influence the milkfish aquaculture production are fishmeal, milkfish fingerling, labor of maintenance, and area of the fishpond. Based on Cobb-Douglas production function, the optimal usage production rate per hectare per cropping season in the milkfish aquaculture in Tanjung Pasir Village consists of 519,699 kilograms milkfish fingerlings; 1157,632 kilograms fishmeals; 234,801 kilograms fertilizers; 93,491 HOK labor of maintenance; and 3,3 hectare. The estimated profit at the optimal level is about Rp. 19.516.800 per hectare per cropping season. Milkfish aquaculture area in Tanjung Pasir has contributed to the economy of Tangerang Regency and economic impact to local communities. Moreover, its contribution considerable because the Location Quotient value is greater than 1 and Keynesian Income Multiplier value is 0,06.

Keywords : Optimization, Location Quotient, Multiplier effect, Tanjung Pasir Village, Milkfish Ponds


(6)

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

OPTIMALISASI USAHA BUDIDAYA TAMBAK IKAN BANDENG

DI DESA TANJUNG PASIR, KECAMATAN TELUKNAGA,

KABUPATEN TANGERANG, PROVINSI BANTEN

HESTI YUNITA WULANDARI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(8)

(9)

Judul Skripsi : Optimalisasi Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten

Nama : Hesti Yunita Wulandari

NIM : H44090056

Disetujui,

Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui, Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT


(10)

Judul Skripsi

Nama NIM

: Optimalisasi Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten

: Hesti Yunita Wulandari : H44090056

Disetujui,

Prof Dr. If. Tridoyo Kusumastanto, M.S Benny Osta Nababan, S.Pi. M.Si Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui, Ketua Departemen

Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan


(11)

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan baik. Penelitian yang dilakukan penulis berjudul “Optimalisasi Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Provinsi Banten”.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari dukungan banyak pihak. Penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada:

 Kedua orangtua tercinta yang selalu memberikan dukungan yaitu Krida Nusantara dan Ratna Dewi Harahap, serta abang-abangku tersayang Danang Krisnamurti, Surya Wirawan dan Deni Ariyuda yang selalu memberikan motivasi.

 Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S dan Bapak Benny Osta Nababan, S.Pi, M.Si selaku Dosen Pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

 Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si selaku Dosen Penguji Utama dan Bapak Novindra S.P, M.Si selaku Dosen Penguji Wakil Departemen atas masukan yang telah diberikan.

 Seluruh petambak Desa Tanjung Pasir dan staf Kecamatan Teluknaga.

 Sahabat – sahabat saya Fato, Nce, Diena, Jombang, Mimi, Rianda,Uuk, Dinda, Keti yang telah memberikan dukungan.

 ESL’46, Anis, Isti, Uty, Sari, Ungit, Abhe, Nando, Romil, Charra, Nur,

Wina, Eno dan lain-lain.

Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi berbagai pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan budidaya ikan bandeng dalam tambak.

Bogor, Januari 2014

Hesti Yunita Wulandari


(13)

(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Bandeng ... 9

2.2 Tambak. ... 10

2.3 Pesisir ... 11

2.4 Karakteristik Masyarakat Pesisir ... 11

2.5 Teori Produksi ... 12

2.6 Uji Kriteria Statistik ... 14

2.7 Uji Kriteria Ekonometrik ... 15

2.8 Optimalisasi. ... 17

2.9 Analisis Pendapatan Usahatani ... 18

2.10 Skala Usaha (Return to Scale) ... 19

2.11 Teori Ekonomi Basis ... 19

2.12 Konsep Multiplier ... 21

2.13 Penelitian Terdahulu ... 21

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 23

IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu penelitian ... 26

4.2 Metode Penelitian ... 26

4.3 Jenis dan Sumber Data ... 26


(15)

4.5 Metode Analisis ... 28

4.5.1 Analisis Deskriptif ... 28

4.5.2 Metode Kuadrat Terkecil ... 29

4.5.3 Elastisitas Produksi ... 29

4.5.4 Analisis Optimasi ... 30

4.5.5 Analisis Pendapatan Usahatani ... 31

4.5.6 Skala Usaha (Return to Scale) ... 31

4.5.7 Analisis Location Quotient ... 32

4.5.8 Analisis Multiplier ... 33

4.6 Batasan Penelitian ... 33

V GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1 Kondisi Wilayah Desa Tanjung Pasir ... 35

5.1.1 Luas Wilayah dan Administrasi ... 35

5.1.2 Kondisi Perairan ... 36

5.1.3 Karakteristik Masyarakat Desa Tanjung Pasir ... 37

5.2 Gambaran Umum Usaha Budidaya ... 39

VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Identifikasi Karakteristik Usaha Budidaya Ikan Bandeng di Desa Tanjung Pasir ... 41

6.1.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Tambak ... 41

6.1.1.1 Usia ... 41

6.1.1.2 Tingkat Pendidikan ... 41

6.1.1.3 Status Pekerjaan Petani Tambak ... 42

6.1.1.4 Lama Usaha Petani Tambak ... 43

6.1.2 Karakteristik Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng ... 43

6.1.2.1 Jumlah dan Status Kepemilikan Tambak ... 43

6.1.2.2 Teknologi Budidaya ... 44

6.1.2.3 Proses Budidaya ... 44

6.1.3 Karakteristik Unit Usaha Terkait ... 46

6.1.4 Karakteristik Tenaga Kerja Lokal ... 47

6.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng di Desa Tanjung Pasir ... 49


(16)

iii

6.3 Analisis Optimasi ... 54

6.4 Analisis Dampak Ekonomi Sektor Perikanan Bandeng di Kecamatan Teluknaga terhadap Perekonomian Kabupaten Tangerang (Analisis Location Quotient) ... 57

6.5 Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng terhadap Masyarakat Lokal ... 59

6.5.1 Analisis Dampak Ekonomi Kegiatan Budidaya Ikan Bandeng ... 59

6.5.1.1 Dampak Ekonomi Langsung (Direct Impact) ... 60

6.5.1.2 Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Impact) ... 62

6.5.1.3 Dampak Lanjutan (Induced Impact) ... 62

6.5.2 Nilai Multiplier Effect dari Pengeluaran Petani Tambak .. 63

VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan ... 65

7.2 Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

LAMPIRAN ... 69


(17)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Total volume produksi perikanan Indonesia tahun 2007-2011 ... 1

2. Total produksi perikanan menurut jenis usaha di Kabupaten Tangerang 2010-2011 ... 3

3. Produksi tambak bandeng di Desa Tanjung Pasir tahun 2007 – 2011 4 4. Uji Autokorelasi ... 16

5. Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ... 27

6. Jumlah penduduk Desa Tanjung Pasir berdasarkan kelompok umur Tahun 2012 ... 37

7. Jumlah penduduk Desa Tanjung Pasir berdasarkan tingkat pendidikan Tahun 2012 ... 38

8. Mata pencaharian masyarakat Desa Tanjung Pasir Tahun 2012 ... 38

9. Produksi budidaya per jenis usaha di Kabupaten Tangerang Tahun 2011 ... 39

10. Luas lahan tambak tujuh kecamatan di Kabupaten Tangerang Tahun 2011 ... 39

11. Karakteristik petani tambak berdasarkan tingkat usia ... 41

12. Karakteristik petani tambak berdasarkan tingkat pendidikan ... 42

13. Karakteristik petani tambak berdasarkan lama usaha ... 43

14. Total pendapatan unit usaha terkait di kawasan budidaya ikan bandeng per bulan ... 47

15. Sebaran lama bekerja responden tenaga kerja lokal ... 48

16. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng ... 50

17. Rasio nilai produksi marjinal dan biaya korbanan marjinal dari produksi usaha budidaya ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir ... 54

18. Perbandingan kondisi input optimal dan aktual dengan menggunakan fungsi produksi cobb-douglas ... 56

19. Perbandingan keuntungan pada kondisi optimal dan aktual budidaya ikan bandeng ... 56


(18)

iii

20. Nilai location quotient perikanan bandeng di Kabupaten Tangerang

2007-2011 ... 58 21. Nilai location quotient perikanan bandeng di Kecamatan Teluknaga

2007-2011 ... 59 22. Total proporsi struktur pengeluaran petani tambak ... 60 23. Komponen pengeluaran petani tambak per musim panen ikan

bandeng ... 61 24. Proporsi pendapatan dan biaya produksi terhadap penerimaan total

unit usaha terkait di lokasi budidaya ikan bandeng ... 61 25. Proporsi pengeluaran tenaga kerja di lokasi budidaya ikan

bandeng ... 63 26. Nilai multiplier effect dari arus uang yang terjadi di lokasi budidaya


(19)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Hubungan antara produk total, produk rata-rata, produk marjinal 13 2. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 25

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1. Peta lokasi penelitian ... ... 69 2. Hasil analisis regresi linier Cobb-Douglas ... 70 3. Biaya tetap usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung

Pasir ... 72 4. Biaya variabel usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa

Tanjung Pasir ... 74 5. Biaya investasi usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa

Tanjung Pasir ... 76 6. Hasil perhitungan optimalisasi faktor produksi, NPM, BKM,

produksi optimal dan bilai return to scale (RTS) pada usaha

budidaya ikan bandeng ... 78 7. Total biaya faktor produksi per hektar tambak di Desa Tanjung

Pasir (per musim panen) ... 80 8. Data PDRB Kecamatan Teluknaga dan Kabupaten Tangerang ... 81 9. Data perhitungan nilai dampak ekonomi ... 83


(20)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Konvensi Hukum Laut PBB, United Nation Convention on Law of the Sea

(UNCLOS) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Luas laut Indonesia seluas 5,8 juta km2 terdiri dari laut teritorial dengan luas 0,8 juta km2, laut nusantara 2,3 juta km2 dan zona ekonomi eksklusif 2,7 juta km2. Indonesia memiliki pulau sebanyak 17.480 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (Dewan Kelautan Indonesia, 2008). Potensi yang sangat besar tersebut dapat dimanfaatkan dalam mendukung peningkatan produksi perikanan Indonesia. Total volume produksi perikanan Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Total volume produksi perikanan Indonesia tahun 2007 – 2011 Rincian Volume Produksi Perikanan (juta ton)

2007 2008 2009 2010 2011 I. Perikanan Tangkap

1. Perikanan Laut 4,73 4,70 4,81 5,06 5,06

2. Perairan Umum 0,31 0,30 0,29 0,33 0,35

Sub Total 5,04 5,00 5,10 5,39 5,41

II. Perikanan Budidaya

1. Budidaya Laut 1,50 1,97 2,82 3,38 3,73

2. Tambak 0,93 0,96 0,90 0,99 1,73

3. Kolam 0,41 0,48 0,55 0,63 0,95

4. Keramba 0,06 0,07 0,10 0,12 0,12

5. Jaring Apung 0,19 0,26 0,24 0,27 0,33

6. Sawah 0,08 0,11 0,07 0,08 0,16

Sub Total 3,17 3,85 4,68 5,47 7,02

Total Volume Produksi 8,21 8,85 9,78 10,86 12,43

Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2012

Data Tabel 1 menunjukkan total volume produksi perikanan Indonesia terus meningkat dari tahun 2007 yaitu sebesar 8,21 juta ton hingga 12,43 juta ton pada tahun 2011. Potensi sumberdaya perikanan yang besar dimiliki oleh Indonesia khususnya pada perikanan budidaya. Potensi tersebut sebaiknya dimanfaatkan secara optimal agar tingkat produksi mengalami peningkatan setiap tahunnya. Tanpa mengabaikan kelestarian sumberdaya dan lingkungan, hal ini tentunya mampu mendukung peningkatan ekonomi negara serta peningkatan taraf


(21)

hidup masyarakat pesisir. Demi tercapainya hal tersebut maka diperlukan pencapaian peningkatan produksi dengan memanfaatkan sumberdaya yang bersangkutan yaitu budidaya tambak. Pemanfaatan sumberdaya melalui budidaya tambak memerlukan alokasi yang optimal terhadap setiap faktor produksinya agar mencapai produksi yang optimal.

Tambak merupakan alternatif pemanfaatan sumberdaya lahan di pesisir yang hanya dapat dilakukan di air payau. Hal tersebut dikarenakan ikan yang akan dibudidayakan memerlukan air payau sebagai sarana hidup. Berbagai macam ikan banyak terdapat di perairan Indonesia, salah satunya adalah ikan bandeng yang sangat berpotensi dan mudah dibudidayakan di tambak. Hal ini disebabkan karena ikan bandeng relatif tahan terhadap penyakit, teknologi budidaya yang relatif mudah serta nilai ekonomi yang dimilikinya. Keadaan ini menyebabkan sektor usaha budidaya ikan bandeng dinilai potensial untuk dikembangkan.

Ikan bandeng (Chanos chanos) merupakan salah satu jenis ikan yang cukup banyak dibudidayakan di Indonesia. Berkembangnya teknologi budidaya ikan bandeng di masyarakat tidak terlepas dari keunggulan komparatif dan strategisnya. Ikan bandeng dapat dibudidayakan di air payau, laut, toleran terhadap perubahan mutu lingkungan serta tahan terhadap serangan penyakit. Ikan bandeng juga dapat digunakan sebagai umpan hidup tuna dan cakalang, dan telah menjadi komoditas ekspor (Kordi, 2009).

Kabupaten Tangerang merupakan salah satu kabupaten yang memiliki potensi perikanan cukup besar. Ikan yang beraneka ragam sangat mendukung potensi yang dimiliki kabupaten tersebut. Potensi yang dikembangkan salah satunya adalah budidaya tambak ikan. Hal ini didukung oleh kondisi kawasan pesisir Kabupaten Tangerang yang sangat potensial dalam pengembangan budidaya tambak ikan. Pengembangan budidaya tambak tersebut diharapkan dapat memicu peningkatan produksi perikanan budidaya dan peningkatan aktivitas ekonomi di Kabupaten Tangerang.

Total produksi perikanan di Kabupaten Tangerang yang terdiri dari jenis usaha perikanan tangkap dan perikanan budidaya mengalami penurunan. Tahun 2010, total produksi perikanan di Kabupaten Tangerang mencapai 47.285 ton namun pada tahun 2011 menurun menjadi 41.173,81 ton. Tidak berarti semua


(22)

3

jenis usaha perikanan mengalami penurunan, salah satunya adalah jenis usaha perikanan budidaya tambak. Produksi ikan di tambak mengalami peningkatan sebesar 9.370,50 ton pada tahun 2010 menjadi 12.214,88 ton pada tahun 2011. Hal ini menjadikan produksi budidaya ikan di tambak berada pada urutan kedua terbesar setelah penangkapan ikan di laut. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Total produksi perikanan menurut jenis usaha di Kabupaten Tangerang

2010-2011

Jenis Usaha Perikanan Produksi (ton)

2010 2011

I. Penangkapan

1. Laut 18.662,00 19.039,90

2. Perairan umum 12.155,00 129,03

Sub Total 30.817,00 19.168,93

II. Budidaya

1. Tambak 9.370,50 12.214,88

2. Kolam 3.900,90 5.747,70

3. Sawah - -

4. Jaring Apung 571,20 1.417,90

5. Budidaya Laut 2.625,40 2.624,40

Sub Total 16.468,00 22.004,88

Total Produksi Ikan 47.285,00 41.173,81

Sumber : BPS Kabupaten Tangerang, 2012

Hasil produksi budidaya tambak yang paling menonjol di Kabupaten Tangerang yaitu ikan bandeng. Jumlah produksi ikan bandeng mencapai 5.230,1 ton pada tahun 2010 dan meningkat pada tahun 2011 menjadi 5.927,5 ton yang tersebar di 29 kecamatan salah satunya adalah Kecamatan Teluknaga yang menjadi kecamatan dengan kontribusi perikanan bandeng kedua terbesar setelah Kecamatan Kronjo, dan tepatnya berada di Desa Tanjung Pasir (DKP Kabupaten Tangerang, 2012). Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang terletak di pesisir utara Provinsi Banten (Lampiran 1). Desa ini mempunyai jarak 21 km ke ibukota kabupaten terdekat. Topografi Desa Tanjung Pasir adalah kawasan pantai landai, sehingga terdapat tambak yang luasnya mencapai 332 hektar. Komoditas budidaya tambak utama yang ada di Desa Tanjung Pasir salah satunya adalah ikan bandeng. Produksi tambak bandeng tahun 2007 sampai tahun 2011 dapat dilihat di Tabel 3.


(23)

Tabel 3 Produksi tambak bandeng di Desa Tanjung Pasir tahun 2007-2011

No Tahun Produksi (ton)

1 2007 430

2 2008 455

3 2009 472

4 2010 480

5 2011 485

Sumber : Profil Desa Tanjung Pasir, 2012

Tabel 3 menunjukkan produksi ikan bandeng mengalami kenaikan dari tahun 2007 sampai tahun 2011 yaitu sebesar 430 ton sampai 485 ton. Kenaikan produksi tambak ikan bandeng mampu menunjukkan potensi yang cukup besar terdapat di desa ini.

Besarnya potensi Desa Tanjung Pasir kini mendapatkan momentumnya untuk dimanfaatkan secara optimal dalam pemanfaatan lahan pesisir. Adanya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, memberi peluang besar bagi kabupaten/kota dan provinsi di wilayah untuk mengelola pesisir dan laut dengan seluruh kekayaan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya. Pemanfaatan faktor-faktor produksi secara optimal diharapkan dapat menciptakan keuntungan yang maksimal bagi petambak ikan bandeng. Peningkatan produksi ikan bandeng yang cukup tinggi memerlukan cara-cara untuk mengoptimalkan produksi salah satunya dengan mengoptimalkan faktor-faktor produksi yang mendukung usaha budidaya tambak ikan bandeng.

Kegiatan usaha budidaya ikan bandeng mampu menimbulkan transaksi ekonomi, hal ini dapat dilihat salah satunya dari pengeluaran petani tambak selama melakukan kegiatan usaha budidaya tersebut. Transaksi tersebut memberikan dampak secara langsung, tidak langsung, maupun lanjutan terhadap masyarakat Desa Tanjung Pasir yang memiliki usaha di daerah tambak ikan bandeng tersebut. Transaksi tersebut juga memberikan dampak multiplier bagi sektor perekonomian lainnya. Besarnya tingkat aktivitas ekonomi di sektor budidaya ikan bandeng akan meningkatkan pengaruh aktivitas budidaya tersebut terhadap kesejahteraan masyarakat lokal. Hal ini dikarenakan usaha budidaya ikan bandeng dapat menjadi alternatif usaha yang menjanjikan dan secara nyata mampu meningkatkan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja yang signifikan. Peranan sektor budidaya ikan bandeng juga diharapkan mampu memberdayakan


(24)

5

dan mengelola segenap potensi sumberdaya perikanan budidaya secara berkelanjutan demi pergerakan perekonomian Kabupaten Tangerang dan sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat.

Permasalahan yang terdapat di Desa Tanjung Pasir adalah pengelolaan terhadap usaha budidaya tambak ikan bandeng belum dilakukan dengan baik sehingga produksi ikan bandeng kurang optimal. Hal tersebut menjadi alasan perlu dilakukannya penelitian mengenai optimalisasi usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Penelitian ini bertujuan untuk memaksimumkan keuntungan pembudidaya tambak ikan bandeng serta untuk mengetahui dampak ekonomi kegiatan usaha budidaya tersebut terhadap masyarakat Desa Tanjung Pasir dan juga Kabupaten Tangerang.

1.2 Perumusan Masalah

Hasil produksi budidaya tambak yang menonjol di Kabupaten Tangerang didukung oleh keadaan kawasan pesisir yang cocok untuk budidaya ikan bandeng. Potensi Kabupaten Tangerang sebagai penghasil produksi ikan bandeng yang cukup tinggi juga harus didukung dengan mengoptimalkan faktor-faktor produksi yang nantinya akan menjadikan sektor perikanan bandeng menjadi komoditas ekspor. Ikan bandeng merupakan ikan yang mudah dalam hal pemeliharaannya dan tahan terhadap penyakit. Ikan ini sangat potensial untuk di budidayakan di Kabupaten Tangerang khususnya di Desa Tanjung Pasir yang memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat mendukung untuk budidaya ikan bandeng dan juga untuk memberikan kontribusi terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang melalui kontribusinya terhadap perikanan kecamatan Teluknaga.

Produksi optimal dapat dicapai apabila ada pengorganisasian penggunaan input sebaik mungkin. Produksi optimal lebih baik daripada produksi maksimal karena produksi optimal menjamin keuntungan maksimal. Langkah yang ditempuh pembudidaya ikan dalam menghasilkan produksi ikan optimal mengalami hambatan dalam hal peningkatan produksi perikanan budidaya. Hambatan tersebut berupa harga pakan yang masih cukup tinggi, kurangnya prasarana dan sarana, kurangnya benih berkualitas, lemahnya akses permodalan,


(25)

kurangnya minat investasi, keterbatasan modal serta kurang terjaminnya harga dan pemasaran (KKP, 2011). Hal tersebut menjadi permasalahan yang terkait dengan pencapaian tujuan penelitian untuk mengoptimalkan faktor-faktor produksi dalam pencapaian nilai produksi yang maksimal.

Kegiatan usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada masyarakat sekitar, salah satunya adalah dampak terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar. Dampak ini dapat tercipta dari pengeluaran petani tambak selama melakukan kegiatan usaha budidaya. Pengeluaran petani tambak dapat menimbulkan transaksi ekonomi bagi sektor-sektor penyedia barang dan jasa. Adanya transaksi tersebut menimbulkan dampak pengganda bagi sektor ekonomi lainnya. Dampak pengganda tersebut berupa terbukanya peluang usaha untuk sektor-sektor lainnya seperti peluang membuka usaha warung makan, penyedia bahan-bahan keperluan budidaya serta usaha transportasi pengangkutan hasil panen tambak. Peluang tersebut dapat tercipta dari adanya aktivitas usaha budidaya tambak ikan bandeng.

Dari uraian tersebut dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu :

1. Bagaimana karakteristik usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir?

2. Apa saja faktor-faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir?

3. Berapa tingkat optimal faktor-faktor produksi yang digunakan dalam suatu usaha budidaya tambak ikan bandeng guna menghasilkan keuntungan maksimal di Desa Tanjung Pasir?

4. Bagaimana kontribusi usaha budidaya tambak ikan bandeng di Kecamatan Teluknaga terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang?

5. Bagaimana dampak ekonomi usaha budidaya tambak ikan bandeng terhadap perekonomian masyarakat Desa Tanjung Pasir ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi karakteristik usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung pasir.


(26)

7

2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi tambak ikan bandeng.

3. Menganalisis alokasi sumberdaya secara optimal dalam budidaya ikan bandeng guna menghasilkan keuntungan maksimum bagi petambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir.

4. Mengkaji kontribusi usaha budidaya tambak ikan bandeng di Kecamatan Teluknaga terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang.

5. Mengkaji dampak ekonomi usaha budidaya tambak ikan bandeng terhadap perekonomian masyarakat Desa Tanjung Pasir.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Wilayah penelitian ini adalah Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Responden dalam penelitian ini adalah pembudidaya tambak ikan bandeng dengan kepemilikan lahan sewa dan masyarakat Desa Tanjung Pasir. Penelitian juga menggunakan data sekunder untuk mencari kontribusi usaha budidaya tambak ikan bandeng di Kecamatan Teluknaga terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang.

Penelitian ini difokuskan pada optimalisasi produksi yang akan memaksimumkan profit dengan mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap pengoptimalisasian produksi ikan bandeng. Optimalisasi merupakan alokasi sumberdaya yang optimal untuk menghasilkan keuntungan yang maksimum dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat yang mengusahakan kegiatan usaha ini. Dampak ekonomi usaha budidaya ikan bandeng terhadap masyarakat dapat dilihat dari pengaruh usaha budidaya tersebut terhadap kegiatan masyarakat yang langsung terkait dengan usaha budidaya tersebut. Kontribusi sektor perikanan bandeng hanya difokuskan pada peranannya sebagai sektor basis atau non basis di Kabupaten Tangerang.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah

1. Bagi penulis, untuk meningkatkan dan menambah pengetahuan serta mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh dalam perkuliahan pada


(27)

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan untuk diterapkan dilapangan.

2. Bagi akademisi dan peneliti, sebagai informasi tambahan atau bahan rujukan untuk tulisan ilmiah dan penelitian selanjutnya.

3. Bagi masyarakat khususnya petambak Desa Tanjung Pasir, sebagai pedoman, informasi, serta pengambilan keputusan dalam menjalankan kegiatan budidaya ikan bandeng secara tepat dan optimal.

4. Bagi pemerintah daerah ataupun Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang sebagai informasi dan bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan yang tepat agar pemanfaatan tambak bandeng dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan.


(28)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumberdaya Ikan Bandeng

Penyebaran ikan bandeng sangat luas dari daerah Samudra Hindia sampai ke Pantai Barat Amerika. Penyebarannya di Indonesia meliputi daerah Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Pulau Bali. Bandeng merupakan jenis ikan yang relatif tidak rentan dengan kondisi alam, artinya bandeng dapat hidup di air asin maupun air payau. Sampai saat ini sebagian besar budidaya bandeng masih dikelola dengan teknologi yang relatif sederhana dengan tingkat produktivitas yang relatif rendah. Menurut (Saanin, 1968) ikan bandeng memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Phylum : Chordata

Subphylum : Vertebrata

Kelas : Pisces

Subkelas : Teleostei

Ordo : Malacopterygii

Family : Chanidae

Genus : Chanos

Spesies : Chanos chanos (Forsk)

Dilihat dari aspek konsumsi, ikan bandeng adalah sumber protein yang sehat sebab bandeng adalah sumber protein yang tidak mengandung kolesterol. Saat ini bandeng dibudidayakan secara tradisional dengan padat penebaran 3.000 - 5.000 ekor per hektar. Pemeliharaan hanya mengandalkan pupuk sebagai input untuk pertumbuhan kelekap atau alga sebagai pakan alami dengan rata-rata produksi yang dicapai hanya sekitar 300-1.000 kg per hektar. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan produksi budidaya ikan bandeng, antara lain dari faktor teknis, biologis, sosial dan ekonomi. Lokasi merupakan salah satu penentu keberhasilan usaha budidaya bandeng. Secara teknis, lokasi sangat mempengaruhi konstruksi dan daya tahan serta biaya memelihara tambak. Secara biologis, lokasi sangat menentukan tingkat produktivitas usaha dan bahkan keberhasilan panen. Secara sosial dan ekonomi keuntungan maksimal dapat diperoleh bila lokasi yang


(29)

dipilih mampu menurunkan biaya panen dan transportasi serta meningkatkan akses ke pemasaran (Ahmad et al dalam Kaunang, 2006).

2.2 Tambak

Tambak merupakan salah satu habitat yang dipergunakan sebagai tempat untuk kegiatan budidaya payau yang berlokasi di daerah pesisir. Menurut Martosudarmo dan Ranoemihardjo (1992) tambak merupakan kolam yang dibangun di daerah pasang surut dan digunakan untuk memelihara bandeng, udang, dan hewan lainnya yang biasa hidup di air payau. Air yang masuk ke dalam tambak sebagian besar berasal dari laut saat terjadi pasang, sehingga pengelolaan air dalam tambak dilakukan dengan memanfaatkan pasang surut air laut.

Menurut Martosudarmo dan Ranoemihardjo dalam Agustina (2006), berdasarkan letak tambak dan kesempatan mendapatkan air laut, tambak dapat dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :

1. Tambak lanyah adalah tambak yang terletak di tepi pantai, sehingga berisi air laut yang memiliki salinitas lebih dari 300/00 dibandingkan dengan daerah tambak yang lain, air pada tambak lanyah cenderung lebih tinggi salinitasnya. Penguapan yang berlangsung terus menerus di dalam petakan tambak menyebabkan semakin meningkatnya salinitas. Pada saat-saat tertentu salinitas air tambak dapat mencapai 600/00, terutama pada saat musim kemarau dan saat pergantian air sulit dilakukan.

2. Tambak biasa adalah tambak yang airnya merupakan campuran air tawar dari air sungai dan air asin dari air laut sehingga menjadi air payau, yang biasanya terdapat pada daerah yang lebih dalam dari tepi laut. Tambak biasa akan sulit mendapatkan air laut pada saat terjadi pasang rendah.

3. Tambak darat adalah daerah pertambakan yang terletak paling jauh dari pantai, air pada tambak ini tergantung pada curahan air hujan dan air sungai. Apabila curah hujan berkurang maka sebagian tambak itu akan kering sama sekali.


(30)

11

2.3 Pesisir

Menurut UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil antar sektor, antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

2. Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.

3. Perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau dan laguna.

UU No.27 Tahun 2007 menyatakan, ruang lingkup pengaturan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 mil diukur dari garis pantai. Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, salah satunya dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui peran serta masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil.

2.4 Karakteristik Masyarakat Pesisir

Nugroho dan Dahuri (2004), menyatakan ada beberapa sifat dan karakteristik masyarakat pesisir yang sangat dipengaruhi oleh interaksi faktor-faktor sosial, ekonomi dan lingkungan. Karakteristik yang paling terlihat adalah ketergantungan pada musim. Pada musim penangkapan masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan cenderung konsumtif dan pada musim paceklik mereka relatif kekurangan. Sehingga sering kali dalam mempertahankan kehidupan mereka pada masa paceklik, nelayan kecil, buruh nelayan, petani tambak kecil,


(31)

dan buruh tambak sering meminjam uang kepada juragan atau pedagang pengumpul. Konsekuensinya menyebabkan para peminjam terikat dengan pihak juragan tersebut sehingga hal ini akan memunculkan pola hubungan asimetris sangat mudah berubah menjadi alat domonasi dan eksploitasi.

Pasar juga menjadi faktor penting yang mempengaruhi karakteristik masyarakat pesisir karena produk perikanan tidak bersifat lama kecuali tersedia fasilitas pengolahan atau pengawetan sehingga keadaan pasar sangat mempengaruhi harga ikan dan tingkat pendapatan nelayan dan petani tambak. Pada akhirnya perubahan harga produk perikanan akan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir. Kehidupan masyarakat pesisir yang sangat tergantung dengan lingkungan dapat menimbulkan pencemaran yang akan mengganggu kinerja sektor usaha di sana, pada akhirnya akan menurunkan kualitas kehidupan mereka. Aspek lainnya adalah adanya kegiatan kaum wanita yang terlibat menjadi pedagang ikan segar maupun olahan, adanya anak-anak yang sudah sering dilibatkan dalam kegiatan usaha sehingga mengganggu pendidikan anak-anak dan akhirnya banyak dari mereka yang tidak bersekolah.

2.5 Teori Produksi

Produksi adalah suatu proses pengubahan faktor produksi atau input menjadi output sehingga nilai barang tersebut bertambah. Doll dan Orazem (1984) menyatakan bahwa, fungsi produksi dapat dilihat pada tiga daerah produksi yang ditulis berdasarkan elastisitas produksi dari penggunaan faktor-faktor produksi. Hubungan fisik antara input dan output sering disebut fungsi produksi. Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh hukum ekonomi produksi “Hukum Kenaikan

Hasil Yang Semakin Berkurang” (The law of Diminishing Return). Hukum ini

menyatakan bahwa jika faktor produksi terus menerus ditambahkan pada faktor produksi tetap maka tambahan jumlah produksi per satuan akan semakin berkurang. Hukum ini menggambarkan adanya kenaikan hasil kurva produksi, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.


(32)

13

X1 X2 X3

Sumber: Doll dan Orazem (1984)

Gambar 1 Hubungan antara produk total, produk rata-rata dan produk marginal

Hubungan antara produk marginal, produk rata-rata dan produk total memperlihatkan bahwa total produksi memiliki batas optimum, hal yang mempengaruhi produk marginal dan produk rata-rata sehingga juga berpengaruh terhadap biaya yang digunakan dan penerimaan petani dengan kombinasi penggunaan input. Dalam menggambarkan fungsi teknis dapat dilihat pada tiga daerah produksi yang ditulis sebagai daerah I, daerah II, dan daerah III berdasarkan elastisitas produksi faktor-faktor produksi.

1. Daerah produksi I

Pada daerah ini elastisitas produksi lebih dari 1 (Ep > 1) terletak antara titik asal 0 dan X2 artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen

akan menyebabkan penambahan output selalu lebih besar dari satu. Daerah ini belum dihasilkan produksi yang optimal yang akan memberikan keuntungan maksimum, karena produksi masih dapat diperbesar dengan pemakaian input produksi lebih banyak sehingga daerah I disebut daerah irrasional apabila produksi dihentikan.

2. Daerah produksi II

Pada daerah ini elastisitas produksi bernilai antara 0 dan 1 (0 < Ep < 1) terletak antara titik X2 dan X3, artinya setiap penambahan input sebesar satu

persen akan menyebabkan penambahan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor


(33)

produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum sehingga daerah produksi II disebut daerah rasional.

3. Daerah produksi III

Pada daerah ini nilai elastisitas produksi lebih kecil dari nol (Ep < 0) artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah ini mencerminkan pemakaian faktor-faktor produksi yang sudah tidak efisien sehingga daerah III disebut juga daerah irrasional.

Pendugaan hubungan antara produksi dan faktor-faktor produksi dapat dilakukan menggunakan analisis regresi. Fungsi Cobb-Douglas juga dapat digunakan dalam pendugaan hubungan tersebut, Menurut Soekartawi (1994) secara matematis model tersebut dapat dituliskan sebagai berikut :

Y = aX1b1 X2b2 X3b3... Xnbn. eu ...(2.1) keterangan :

Y = Variabel dependen

a = Konstanta regresi

X1...,Xn = Variabel independen

1....,n = Koefisien regresi variabel independen ke 1-n

e = Logaritma natural

u = Galat atau error

Persamaan fungsi Cobb-Douglas tersebut akan diuji menggunakan uji kriteria statistik untuk mengetahui fakor-faktor yang berpengaruh terhadap kegiatan usaha yang dijalankan. Uji kriteria ekonometrika juga akan dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya pelanggaran asumsi pada model.

2.6 Uji Kriteria Statistik

R2 adjusted dapat mengukur proporsi keragaman Y yang dijelaskan oleh model. R2 adjusted mampu menjelaskan pengaruh variabel independenterhadap variabel dependen. R2adjusted tidak sensitif terhadap penambahan jumlah peubah bebas. Biasanya R2 adjusted digunakan sebagai pembanding antar model. Semakin tinggi nilai R2 adjusted maka model semakin baik karena R2 adjusted


(34)

15

memiliki karakteristik yang diinginkan sebagai ukuran goodness of fit (Juanda, 2009).

Uji F-hitung digunakan untuk menguji model secara keseluruhan atau menguji apakah model sudah mampu menjelaskan keragaman Y, dengan kata lain apakah variabel independen secara bersama-sama dapat menjelaskan variabel dependennya (Juanda, 2009). Pengujian dilakukan dengan membandingkan antara nilai kritis F-tabel dengn nilai F-hitung yang terdapat pada hasil analisis.

Uji t-hitung dilakukan untuk menguji pengaruh masing-masing variabel independen (X) dan variabel dependen (Y). Hipotesis yang digunakan untuk melihat perubahan X yang mengakibatkan perubahan Y sebesar k satuan adalah

H0 : β > 0 dan H1 : β < 0. Sama seperti uji F-hitung, pada uji t-hitung

membandingkan antara nilai kritis t-tabel dengan nilai t-hitung yang terdapat pada

hasil analisis. Kriteria penarikan kesimpulan dalam uji ini adalah jika ǀthit >tα/2,

db=n-kǀ atau nilai-p (dari output komputer) lebih kecil dari α maka hipotesis nol ditolak.

2.7 Uji Kriteria Ekonometrika

Pengujian dengan menggunakan kriteria ekonometrika dilakukan untuk mengetahui pelanggaran asumsi Gauss Markov yang digunakan dalam metode OLS (Juanda, 2009). Hal-hal yang dilihat dalam kriteria ekonometrika antara lain adalah multikolinearitas, normalitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.

a. Uji Multikolinieritas (Multicolinearity)

Model yang melibatkan banyak variabel bebas sering terjadi masalah multikolinearitas, yaitu terjadinya korelasi yang kuat antar variabel-variabel bebas. Multikolinearitas terjadi akibat adanya korelasi yang tinggi di antara peubah bebasnya.

Nilai VIF yang lebih besar dari 10 menunjukkan adanya masalah kolinearitas pada peubah tersebut. Multikolinearitas dapat menyebabkan adanya pelanggaran terhadap asumsi OLS adalah exact multicolinearity (multikolinearitas sempurna). Jika dalam suatu model terdapat multikolinearitas yang sempurna maka akan diperoleh nilai R2 adjusted yang tinggi tetapi tidak ada koefisien variabel bebas yang signifikan.


(35)

b. Normalitas

Salah satu cara mengecek normalitas adalah dengan probabilitas normal. Melalui probability plot of RESI 1 ini masing-masing nilai pengamatan dipasangkan dengan nilai harapan distribusi normal. Normalitas terpenuhi apabila titik-titik data terkumpul disekitar garis lurus, selanjutnya dilakukan analisis dengan Kolmogorov Smirnov (KS).

c. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas adalah untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah dimana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Pengujian dilakukan dengan melihat plot antara residu dengan prediksinya. Jika bentuk tebaran plot tersebut menyebar secara acak dan tidak membentuk suatu pola, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan gangguan pada fungsi regresi yang berupa korelasi diantara faktor gangguan. Ada beberapa prosedur atau cara untuk mengetahui adanya autokorelasi pada suatu model regresi. Uji Durbin-Watson

(Uji D-W) merupakan salah satu cara mendeteksi apakah tidak ada autokorelasi yang paling sering digunakan. Uji ini dapat digunakan untuk sembarang sampel, baik besar ataupun kecil, tetapi D-W hanya berhasil baik apabila autokorelasinya berbentuk autokorelasi linier orde pertama, artinya faktor pengganggu et berpengaruh kepada faktor pengganggu et-1 (Firdaus, 2004). Autokorelasi dapat dilihat dengan menggunakan ketentuan sebagai berikut :

Tabel 4 Uji Autokorelasi

D-W Kesimpulan

4-dL < DW < 4 Ada autokorelasi negatif

4-dU < DW < 4-dL Coba uji yang lain

dU < DW < 4-dU Tidak ada autokorelasi

dL < DW < dU Coba uji yang lain

0 < DW < dL Ada autokorelasi positif


(36)

17

2.8 Optimalisasi

Soekartawi (2003) menyatakan koefisien regresi (b1) yang terdapat pada

fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas input (X) terhadap output (Y). Elastisitas produksi digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan produksi akibat perubahan input (faktor produksi). Elastisitas produksi (Ep) dapat dilihat dari pangkat yang terdapat pada fungsi produksi Cobb-Douglas. Elastisitas produksi (Ep) dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut:

Ep = i   ×  i ...(2.2) Karena i  

adalah produk marjinal (MPP), maka Ep tergantung dari

besarnya MPP suatu input.

Elastisitas produksi merupakan perbandingan antara produk marjinal dengan produk rata-rata. Hal ini dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut : Ep= i   % % = i   × APP MPP i   ...(2.3)

Berdasarkan persamaan di atas maka rumus elastisitas produksi dapat dituliskan sebagai berikut :

Ep =

APP MPP

= bi ...(2.4)

Kegiatan usaha bertujuan memperoleh keuntungan dengan pendapatan bersih yang maksimum, sehingga pelaku usaha (pembudidaya ikan bandeng) harus mengetahui berapa input-input produksi yang harus digunakan. Misalkan harga input-input produksi diketahui dengan bantuan fungsi produksi kombinasi-kombinasi input produksi optimum maka perbandingan harga input-input produksi haruslah sama dengan nilai produk marjinal untuk setiap input yang digunakan. Saat produk marjinal lebih besar daripada perbandingan harga dari input-output, MPPxi > Pxi/Py maka penggunaan input produksi tersebut harus dikurangi. Sama halnya jika produk marjinal dan perbandingan harganya sama, ini berarti efisien secara ekonomi (Soekartawi, 2003).


(37)

Uraian sebelumnya memberitahukan pada titik kombinasi input produksi yang optimum perbandingan harga input-output pada produk marjinal harus sama untuk setiap input produksi yang digunakan. Secara matematis berarti keuntungan dapat dimaksimumkan bila NPM = Px, karena NPM = MPP . Py. Produk marjinal (MPP) merupakan perkalian antara elastisitas produksi (Ep) dengan produksi rata-rata (APP). Koefisien regresi (bi) yang terdapat pada fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan elastisitas produksi, maka :

MPP = Ep . APP...(2.5)

2.9 Analisis Pendapatan Usahatani

Menurut Soekartawi (1995), analisis pendapatan usahatani adalah analisis yang dilakukan untuk mengetahui alokasi sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif apabila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya, dan dapat dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut mengeluarkan output yang melebihi input.

Faktor produksi yang diperlukan dalam analisis pendapatan usahatani meliputi lahan, tenaga kerja, modal, jumlah tanggungan keluarga dan tingkat teknologi yang dapat menentukan keberhasilan usahatani. Faktor lain yang juga mampu mempengaruhi keberhasilan usahatani adalah tersedianya sarana transportasi dan komunikasi, aspek-aspek pemasaran hasil dan bahan usahatani (produksi, harga hasil, harga sarana produksi lain, fasilitas kredit dan sarana penyalur hasil). Pengelolaan usahatani meliputi kemampuan petani dalam menentukan dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang bermacam-macam seefektif mungkin sehingga produksi pertanian memberikan hasil yang lebih baik. Pengelolaan usahatani bukan hanya menyangkut cara memperoleh hasil semaksimal mungkin dari cabang usahatani yang diusahakan tetapi juga mempertinggi pendapatan dari suatu cabang usahatani.

Dalam teori ekonomi pertanian tingkat pendapatan pertanian menjadi fokus dari setiap tujuan aktivitas usahatani, tinggi rendahnya modal usaha akan berpengaruh terhadap produksi yang akhirnya kembali berdampak pada pandapatan petani. Menurut Soekarawi (1995), pendapatan usahatani adalah


(38)

19

selisih antara total penerimaan dan semua biaya yang dikeluarkan. Secara matematis pendapatan usahatani diformulasikan sebagai berikut

:

π

= TR – TC...(2.6) Keterangan

π

= Pendapatan usahatani TR = Total Penerimaan TC = Total biaya.

2.10 Skala Usaha ( Return To Scale )

Skala usaha (return to scale) adalah gambaran respon produksi (ouput) terhadap perubahan proporsional dari faktor-faktor produksi yang digunakan (input), respon tersebut yang menggambarkan kegiatan usaha mengikuti kaidah

increasing, constant atau decreasing return to scale. Menurut Debertin(1986) ada tiga kemungkinan hubungan antara input dengan tingkat output, yaitu :

1. Skala usaha dengan hasil yang bertambah (increasing return to scale), yaitu kenaikan satu unit input menyebabkan kenaikan output yang semakin bertambah. Pada kondisi ini, hasil penjumlahan elastisitas produksi dari tiap input lebih besar dari satu (∑bi > 1).

2. Skala usaha dengan kenaikkan hasil tetap (constan return to scale) yaitu pertambahan satu unit input menyebabkan kenaikan output dengan proporsi yang sama. Pada keadaan ini, hasil penjumlahan elastisitas produksi dari tiap input sama dengan satu (∑bi = 1).

3. Skala usaha dengan kenaikkan hasil yang berkurang (decreasing return to scale), yaitu penambahan satu unit input menyebabkan output yang semakin berkurang. Pada keadaan ini, hasil penjumlahan elastisitas produksi dari tiap input lebih kecil dari satu (∑bi < 1).

2.11 Teori Ekonomi Basis

Teori ekonomi basis dapat digunakan untuk mengetahui perbedaan potensi suatu wilayah dengan wilayah lain dan mengetahui hubungan antar sektor-sektor


(39)

dalam suatu perekonomian. Konsep ekonomi basis berguna untuk menganalisa dan memprediksi perubahan dalam perekonomian regional. Selain itu konsep ekonomi basis juga dapat digunakan untuk mengetahui suatu sektor pembangunan ekonomi dan kegiatan basis, yang dapat melayani pasar ekspor. Menurut Glasson (1997), mengemukakan bahwa perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non basis. Kegiatan basis adalah kegiatan mengekspor barang-barang dan jasa-jasa ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atau memasarkan barang dan jasa kepada orang-orang yang datang dari luar perbatasan masyarakat yang bersangkutan setelah barang-barang tersebut mampu memenuhi kebutuhan masyarakat di wilayahnya sendiri. Sedangkan kegiatan non basis adalah kegiatan yang menyediakan barang-barang yang di butuhkan oleh orang-orang bertempat tinggal di dalam batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan. Kegiatan-kegiatan ini tidak mengekspor barang-barang jadi, luas lingkup produksi dan daerah pasar mereka yang terutama adalah bersifat lokal.

Menurut Glasson (1997), meningkatnya arus jumlah aktivitas ekonomi basis di suatu wilayah akan membentuk arus pendapatan ke wilayah tersebut. Dengan meningkatnya arus pendapatan tersebut mereka akan meningkatkan permintaan terhadap barang-barang dan pelayanan yang dihasilkan oleh sektor bukan basis. Sebaliknya, jika menurunnya aktivitas sektor basis di suatu wilayah maka akan menurunkan tingkat pendapatan dan permintaan terhadap sektor bukan basis. Karena itu sektor basis dapat dijadikan sebagai penggerak utama perubahan peningkatan di sektor non basis dan memiliki nilai multiplier atau pengganda basis terhadap pendapatan suatu wilayah. Kategori basis non basis dapat dilihat dengan dua metode yaitu metode langsung dan tidak langsung. Tapi para pakar ekonomi wilayah lebih memakai metode tidak langsung salah satunya adalah Metode Location Quotient (LQ). Metode Location Quotient (LQ) merupakan suatu alat analisis untuk melihat peranan suatu sektor tertentu dalam suatu wilayah dengan peranan sektor tersebut dalam wilayah yang lebih luas.

Teknik Location Quotient (LQ) adalah teknik yang lazim digunakan dalam studi empirik. Kelemahan dalam metode Location Quotient (LQ) adalah


(40)

21

kegagalannya untuk menghitung ketidakseragaman permintaan dan produktivitas nasional secara menyeluruh (Glasson, 1997).

2.12 Konsep Multiplier

Nilai multiplier ekonomi merupakan nilai yang menunjukkan sejauh mana pengeluaran petani tambak akan menstimulasi pengeluaran lebih lanjut, sehingga pada akhirnya meningkatkan aktivitas ekonomi di tingkat lokal. Menurut terminologi, terdapat tiga efek multiplier, yaitu efek langsung (direct effect), efek tidak langsung (indirect effect) dan efek lanjutan (induced effect). Ketiga efek ini digunakan untuk menghitung ekonomi yang selanjutnya digunakan untuk mengestimasi dampak ekonomi di tingkat lokal.

Konsep multiplier dapat dilihat dari jenis dampak secara langsung, tidak langsung, dan dampak lanjutan yang mempengaruhi akibat dari tambahan pengeluaran petani tambak kedalam ekonomi lokal atau ekonomi nasional (META, 2001). Lokal pendapatan Keynesian Multiplier dimana nilai yang dihasilkan dari pengeluaran lebih atau pengurangan dari pengeluaran yang digandakan untuk mengetahui penambahan dan pengurangan pendapatan lokal. Rasio pendapatan multiplier yakni nilai yang diperoleh dari peningkatan dan penurunan pendapatan langsung dari ekonomi lokal yang digandakan untuk memperoleh hasil peningkatan dan penurunan total pendapatan lokal (Cooper et al. 1998).

2.13 Penelitian Terdahulu

Penelitian untuk menganalisis optimasi faktor produksi budidaya udang galah telah dilakukan oleh Suparmono (2007). Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif untuk mengetahui karakteristik wilayah dan usaha, menduga fungsi Cobb-Douglass untuk mengetahui hubungan antara produksi dengan faktor produksi yang digunakan. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah ada enam dari tujuh faktor produksi yang diduga berpengaruh nyata terhadap usaha budidaya udang galah. Faktor-faktor tersebut


(41)

adalah tokolan udang, pupuk urea, pupuk TSP, kapur, pakan dan tenaga kerja musiman. Luas kolam tidak berpengaruh nyata terhadap produksi.

Penelitian mengenai analisis usaha budidaya tambak udang windu dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi telah dilakukan oleh Susilo (2007). Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah usaha pertambakan yang terdapat di Desa Sepatin Kecamatan Anggana Kabupaten Kutai Kartanegara menguntungkan atau tidak. Selain itu juga untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pada usaha pertambakan di desa tersebut. Hasil yang diperoleh menunjukkan pendapatan usaha budidaya tambak di Desa Sepatin Kabupaten Kutai Kartanegara cukup besar. Usaha budidaya ini dinilai menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dengan analisis rasio keuntungan usahanya. Penelitian ini juga mencari faktor -faktor yang mempengaruhi produksi tambak udang windu dengan menggunakan pendekatan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Faktor-faktor tersebut adalah luas tambak, padat penebaran, jumlah tenaga kerja dan lama usaha secara simultan.

Penelitian mengenai optimasi pengelolaan dan pengembangan budidaya ikan kerapu macan pada kelompok sea farming di Pulau Panggang Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu telah dilakukan oleh Ikhsani (2011). Berdasarkan analisis optimasi, faktor produksi yang digunakan dalam usaha ini belum optimal sehingga keuntungan yang diperoleh belum maksimal. Kombinasi penggunaan faktor produksi yang optimal adalah benih sebesar 7,490 kg atau setara dengan 300 ekor, pakan rucah sebesar 1.581,190 kg, tenaga kerja persiapan sebesar 36,880 HOK per musim tanam. Produksi optimal ikan kerapu yang dihasilkan adalah sebesar 460,032 kg. Keuntungan yang diperoleh dari usaha budidaya ikan kerapu macan pada kondisi aktual adalah sebesar Rp 3.993.072,25 per musim tanam, sedangkan keuntungan yang diperoleh pada kondisi optimal adalah sebesar Rp 32.667.853,40 per musim tanam. Keuntungan yang diperoleh pada kondisi optimal tersebut adalah keuntungan dengan survival rate (SR) sebesar 70%.


(42)

III KERANGKA PEMIKIRAN

Pemanfaatan lahan pesisir merupakan salah satu cara untuk membantu masyarakat pesisir mengembangkan taraf hidupnya. Kondisi kawasan pesisir yang ada di Desa Tanjung Pasir merupakan kondisi yang baik untuk dilakukannya usaha budidaya tambak ikan bandeng. Kondisi tersebut mampu mendukung potensi yang ada di Desa Tanjung Pasir untuk segera dikembangkan agar tercapai keberlanjutan pengelolaan alternatif pemanfaatan lahan pesisir yaitu usaha budidaya tambak ikan bandeng. Uraian pada latar belakang menunjukkan potensi yang ada di Desa Tanjung pasir didukung oleh adanya UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan peluang besar bagi kabupaten / kota dan provinsi di wilayah untuk mengelola pesisir dan laut dengan seluruh kekayaan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya.

Sumberdaya lahan pesisir Desa Tanjung Pasir ini ditetapkan menjadi lahan tambak sebagai bentuk pemanfaatannya dengan komoditas unggulannya yaitu ikan bandeng. Pemanfaatan lahan pesisir untuk menghasilkan produksi optimal memerlukan identifikasi mengenai usaha budidaya tambak ikan bandeng itu sendiri dengan metode analisis deskriptif kualitatif. Cara ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penentu usaha budidaya tambak ikan bandeng di lahan pesisir. Faktor-faktor tersebut akan diidentifikasi berdasarkan hasil wawancara dengan responden yaitu petani sewa, kemudian diidentifikasi berdasarkan analisis yang akan dilakukan peneliti. Analisis deskriptif dapat digunakan sebagai cara untuk mempermudah komunikasi yang efektif saat melakukan wawancara dengan tiap responden karena kita sudah memiliki pengetahuan tentang usaha budidaya tambak.

Tahapan selanjutnya yang dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam produksi ikan bandeng adalah menggunakan uji statistik. Hal ini dilakukan agar lebih mudah dalam perhitungan dan pengkajian mengenai optimalisasi produksi ikan bandeng untuk memaksimumkan profit selain itu juga untuk mengetahui keakuratan data. Optimalisasi usaha budidaya ikan bandeng dianalisis dengan menggunakan analisis optimalisasi dalam bentuk fungsi Cobb-Douglas. Tiap pembudidaya ikan bandeng di tambak menggunakan


(43)

faktor-faktor produksi yang berbeda-beda. Hal ini tentu menghasilkan output yang berbeda-beda juga sehingga perlu dicari berapa tingkat faktor-faktor produksi optimal yang digunakan agar dihasilkan output yang optimal. Penggunaan faktor-faktor produksi secara optimal akan menghasilkan produksi ikan bandeng yang optimal sehingga dapat meningkatkan nilai produksi ikan bandeng itu sendiri.

Dampak ekonomi usaha budidaya ikan bandeng terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang dan masyarakat Desa Tanjung Pasir dapat dikaji dengan menggunakan analisis Location Quotient (LQ) dan analisis multiplier. Analisis ini digunakan untuk memperkirakan pengaruh usaha budidaya ikan bandeng terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang dan masyarakat lokal terkait dengan tambak untuk mendukung kesejahteraan ekonomi wilayah Kabupaten Tangerang dan masyarakat Desa Tanjung Pasir. Secara rinci kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.


(44)

25

Gambar 2 Kerangka Pemikiran Penelitian Keterangan :

Berkaitan langsung dengan penelitian Tindak lanjut rekomendasi penelitian

Tambak di pesisir Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten

Budidaya Ikan Bandeng Belum Optimal

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan bandeng Perekonomian Kabupaten Tangerang dan Masyarakat Lokal Optimalisasi budidaya ikan bandeng Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng Identifikasi karakteristik usaha budidaya tambak ikan bandeng Mengkaji tingkat optimal produksi tambak ikan bandeng Mengkaji dampak ekonomi usaha budidaya bandeng terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang dan masyarakat lokal Identifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi ikan bandeng Analisis optimalisasi OLS Analisis deskriptif Kondisi aktual Optimalisasi usaha budidaya

tambak ikan bandeng

Analisis LQ dan analisis

Multiplier

Usaha Budidaya Tambak Ikan Bandeng Optimal


(45)

(46)

(47)

IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten merupakan lokasi yang diambil untuk penelitian ini. Desa Tanjung Pasir terletak di sebelah utara kantor Kecamatan Teluknaga dengan jarak tempuh dari Ibu Kota Kabupaten Tangerang sekitar 47 km. Lokasi penelitian ini dipilih karena Desa Tanjung Pasir merupakan salah satu desa di Kecamatan Teluknaga yang memiliki tambak cukup luas dengan tingkat produksi hasil tambak ikan bandeng yang juga cukup besar.

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan dan terbagi kedalam beberapa tahap. Tahapan yang pertama yaitu pra penelitian. Pra penelitian merupakan proses pengamatan masalah di lapangan, perumusan masalah, pengembangan kerangka berpikir, hingga penyusunan proposal. Tahapan ini dilaksanakan selama tiga bulan, dimulai pada bulan Maret 2013 sampai bulan Mei 2013. Tahapan pra penelitian akan dilanjutkan dengan proses pengambilan data. Pengambilan data dilaksanakan kurang lebih selama dua minggu, dimulai pada minggu pertama bulan Juni 2013. Tahapan selanjutnya adalah proses pengolahan dan analisis data serta penyusunan skripsi.

4.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Studi kasus yaitu penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik dari keseluruhan personalitas. Subjek penelitian dapat berupa individu, kelompok, lembaga, maupun masyarakat (Nazir,1988).

4.3 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner, wawancara dengan responden, dan pengamatan langsung di lapang. Data tersebut akan diolah berdasarkan


(48)

27

metode yang telah ditentukan sebelumnya. Data sekunder diperoleh melalui berbagai sumber data yang relevan berupa buku referensi, laporan kegiatan, sumber pustaka / literatur dari internet, jurnal ilmiah, serta informasi yang bersumber dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan dan instansi pemerintahan lainnya.

Tabel 5 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

4.4 Metode Pengambilan Contoh

Metode pengambilan contoh yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sensus untuk petani tambak dengan populasi 41 orang . Sensus untuk petani tambak dilakukan hanya pada petani penyewa yang merupakan masyarakat lokal. Nilai multiplier effect dapat diketahui dengan mewawancarai unit usaha yang terkait dengan aktivitas budidaya tambak ikan bandeng dengan cara sensus dan tenaga kerja lokal desa Tanjung Pasir dengan metode purposive sampling. Responden yang dipilih menggunakan metode purposive sampling disesuaikan dengan kriteria tertentu, yaitu berdasarkan keterwakilan dari jenis usaha yang berhubungan langsung dengan usaha budidaya ikan bandeng yang banyak di jalani oleh masyarakat Desa Tanjung Pasir. Responden terpilih untuk unit usaha

No Jenis Data Sumber Data

1 Karakteristik usaha budidaya tambak ikan bandeng, kondisi sumberdaya perikanan tambak, dan data output dan input produksi ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir

Wawancara menggunakan kuesioner dengan responden yaitu petani tambak.

2 Karakteristik unit usaha dan tenaga kerja lokal yang terkait dengan usaha budidaya tambak ikan bandeng, data pendapatan dan pengeluaran dari setiap unit usaha dan tenaga kerja lokal di Desa Tanjung Pasir.

Wawancara menggunakan kuesioner dengan responden yaitu unit usaha dan tenaga kerja lokal.

3 Data PDRB Kabupaten Tangerang, Pendapatan Kabupaten Tangerang di sektor ikan bandeng, data pendapatan Kecamatan Teluknaga di semua sektor, dan data produksi ikan bandeng di Kecamatan Teluknaga

Badan Pusat Statistik (BPS), BPS Kabupaten Tangerang, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tangerang, Kantor Kecamatan, dan Kantor Kelurahan.


(49)

terkait dengan aktivitas budidaya ikan bandeng adalah sebanyak 6 unit usaha dengan cara sensus dan untuk tenaga kerja sebanyak 15 orang dengan cara survei. Responden unit usaha dan tenaga kerja lokal di lokasi penelitian memiliki karakteristik yang relatif homogen, hal ini diketahui dari hasil pra survei yang dilakukan peneliti.

4.5 Metode Analisis

Data yang dikumpulkan akan diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif untuk mengidentifikasi usaha budidaya tambak ikan bandeng, metode kuadrat terkecil menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas untuk menduga faktor-faktor yang berpengaruh, analisis optimalisasi dengan nilai produk marginal untuk menentukan optimalisasi tambak ikan bandeng, analisis Location Quotient (LQ) untuk mengetahui kontribusi usaha budidaya ikan bandeng terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang dan analisis multiplier untuk mengetahui dampak ekonomi usaha budidaya tambak ikan bandeng terhadap masyarakat lokal.

4.5.1 Analisis Deskriptif

Metode analisis data yang digunakan dalam mengidentifikasi karakteristik usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten adalah metode analisis deskriptif. Analisis deskriptif merupakan metode dalam meneliti status kelompok manusia, objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran, atau pun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang (Nazir, 2005).

Hal yang terkait dengan usaha budidaya tambak ikan bandeng seperti bagaimana usaha budidaya tambak ikan bandeng di Desa Tanjung pasir, karakteristik petambak, faktor-faktor pendukung usaha budidaya ikan bandeng akan dijelaskan dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Penjelasan ini dilakukan untuk memberikan gambaran sistematis mengenai fakta-fakta usaha budidaya tambak ikan bandeng.


(50)

29

4.5.2 Metode Kuadrat Terkecil

Analisis data yang dilakukan dalam Metode Kuadrat Terkecil/OLS (Ordinary Least Square) menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi maka disusun suatu persamaan ekonometrika sebagai berikut:

Y = b0 X1b1 X2b2 X3b3X4b4X5b5 X6b6 eu ...(4.1)

Pendugaan fungsi Cobb-Douglas dapat dipermudah dengan cara mengubah persamaan kedalam bentuk linier berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut. Bentuk fungsi Cobb-Douglas dapat ditransformasikan ke dalam bentuk persamaan linier berganda sebagai berikut : Ln Y = Ln b0 + b1 Ln X1 + b2 Ln X2 + b3 Ln X3 + b4 Ln X4 + b5 Ln X5 + ε...(4.2) keterangan :

Y = Output/hasil ikan bandeng (kg) X1 = Bibit (kg)

X2 = Pakan (kg)

X3 = Pupuk (kg)

X4 = Tenaga kerja pemeliharaan (HOK)

X5 = Luas lahan (ha)

b0 = Konstanta regresi

b1-b5 = Koefisien regresi

ε = Galat atau error

4.5.3 Elastisitas Produksi

Elastisitas produksi digunakan untuk mengetahui seberapa besar perubahan produksi akibat perubahan input (faktor produksi). Nilai elastisitas produksi (Ep) dapat diketahui dengan melihat koefisien regresi (bi) pada fungsi produksi Cobb-Douglas. Elastisitas produksi (Ep) dapat dituliskan dengan rumus sebagai berikut :

Ep =

APP MPP

= bi ... (4.3)

keterangan : MPP = Produk marginal APP = Produk rata-rata


(51)

bi = Koefisien regresi dari input ke-i (i= 1,2,...,5)

4.5.4 Analisis Optimasi

Doll dan Orazem (1984) menerangkan bahwa usaha akan mencapai optimal jika tercapai keuntungan maksimum. Syarat untuk mencapai keuntungan maksimum adalah turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol.

π = TR – TC

π = (Py.Y) –(∑Pxi.Xi) ...(4.4)

Keterangan : π = Keuntungan (Rp)

Pxi = Harga faktor produksi ke-i (Rp)

Xi = Jumlah faktor produksi ke-i (i=1,2,....,5) Py = Harga per unit produksi (Rp)

Y = Produksi (kg)

Oleh karena itu, untuk memenuhi syarat tercapainya keuntungan maksimum, maka turunan pertama dari fungsi keuntungan adalah:

�� � =

Py

.

Px = 0

Py. MPPx

= Px

Py.Ep.APP

= Px

Py.bi.

= Px

NPMxi

= Px...(4.5)

Sehingga nilai produk marginal (NPM) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

NPMxi = bi i

 

. Py... (4.6)

Keterangan : NPMxi = nilai produk marjinal input ke-i (Rp)

bi = koefisien regresi dari input ke-i (i = 1,2,...,5) Y = produksi (kg)

Xi = input ke-i (i = 1,2,...,5) Py = harga persatuan produksi (Rp)


(52)

31

Dari persamaan MPP dan NPM diatas, maka dapat diketahui input optimal (Xi*) dengan menggunakan rumus :

Xi* = i

Px Py bi. .

... (4.7) keterangan : Xi* = input optimal ke-i (i =1,2,...,5)

 = produksi (output) rata-rata (kg)

bi = koefisien regresi dari input ke-i (i = 1,2,...,5)

4.5.5 Analisis Pendapatan Usaha

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya (Soekartawi, 1995), jadi :

π = TR –TC... (4.8) keterangan : π = Pendapatan (Keuntungan) (Rp)

TR = Total Penerimaan (Rp) TC = Total Biaya (Rp)

Penerimaan Usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut:

TR = Y. Py... (4.9) keterangan : TR = Total Penerimaan (Rp)

Y = Produksi yang Diperoleh dalam Suatu Usaha (kg) Py = Harga Y (Rp)

Biaya dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

TC = ∑ Xi. Pxi... (4.10)

keterangan : TC = Total Biaya (Rp) Xi = Jumlah Input

Pxi = Harga Input (Rp)

4.5.6 Skala Usaha (Return To Scale)

Skala usaha perlu diperhitungkan untuk mengetahui apakah usaha yang diteliti mengikuti kaidah increasing, constant, decreasing return to scale. Nilai


(53)

skala usaha diketahui dengan menjumlahkan koefisien regresi yang terdapat pada fungsi produksi Cobb-Douglas (Debertin, 1986), dan dapat ditulis sebagai berikut:

RTS (Return to scale) = b1 + b2 + b3 + b4 + b5 ...(4.11)

Keterangan :

b1- b5 = Koefisien regresi

Increasing return to scale, jika RTS > 1

Constant return to scale, jika RTS = 1

Decreasing return to scale, jika RTS < 1

4.5.7 Analisis Location Quotient (LQ)

LQ adalah suatu indeks untuk mengukur tingkat spesialisasi (relatif) suatu sektor atau subsektor ekonomi suatu wilayah tertentu. Pengertian relatif disini diartikan sebagai tingkat perbandingan suatu wilayah dengan wilayah yang lebih luas (wilayah referensinya), dimana wilayah yang diamati merupakan bagian dari wilayah yang lebih luas tersebut. Misalnya ukuran konsentrasi dari satu sektor atau subsektor di suatu kabupaten/kota dibandingkan dengan sektor atau subsektor tersebut untuk tingkat provinsinya. Rumus indeks konsentrasi untuk tingkat pendapatan adalah sebagai berikut :

LQ = Si

Ni S

N

...(4.12) keterangan :

LQ = Besarnya kuasi lokasi suatu sektor ekonomi

S i = Pendapatan sektor perikanan bandeng di Kecamatan Teluknaga S = Pendapatan sektor perikanan bandeng di Kabupaten Tangerang Ni = Total pendapatan di Kecamatan Teluknaga

N = Total pendapatan di Kabupaten Tangerang

Apabila LQ > 1 menunjukkan bahwa sektor perikanan bandeng termasuk sektor basis, artinya sektor tersebut mempunyai peran ekspor di wilayah Kecamatan Teluknaga. Apabila LQ = 1 artinya peranan sektor tersebut di Kecamatan Teluknaga itu setara dengan peranan sektor tersebut di Kabupaten Tangerang. Apabila LQ < 1 menunjukkan bahwa sektor perikanan bandeng termasuk bukan sektor basis, artinya sektor tersebut tidak mempunyai peran


(54)

33

ekspor di wilayah Kecamatan Teluknaga justru akan mendatangkan impor dari wilayah lain.

4.5.8 Analisis Multiplier

Dampak ekonomi ini diukur dengan menggunakan efek pengganda (multiplier) dari arus uang yang terjadi. Dampak ekonomi aktivitas budidaya ikan bandeng terhadap masyarakat lokal dapat diukur dengan dua tipe pengganda, yaitu:

1. Keynesian Local Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan berapa besar pengeluaran petani tambak berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal.

2. Ratio Income Multiplier, yaitu nilai yang menunjukan seberapa besar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran petani tambak yang berdampak terhadap perekonomian lokal. Pengganda ini mengukur dampak tidak langsung (indirect) dan lanjutan (induced). Ratio Income Multiplier Tipe I menggambarkan nilai dampak tidak langsung dari pengeluaran petani tambak, sedangkan Ratio Income Multiplier Tipe II merupakan ukuran dari dampak lanjutan. Secara matematis dirumuskan :

Keynesian Local Income Multiplier =D+N+U

E ... (4.13) Ratio Income Multiplier, Tipe I =D+N

D ... (4.14) Ratio Income Multiplier, Tipe II =D+N+U

D ... (4.15) keterangan :

E : tambahan pengeluaran petani tambak (Rp)

D : pendapatan lokal yang diperoleh secara langsung dari E (Rp) N : pendapatan lokal yang diperoleh secara tidak langsung dari E (Rp) U : pendapatan lokal yang diperoleh secara induced dari E (Rp)

4.6 Batasan Penelitian

1. Siklus produksi adalah waktu yang dibutuhkan dalam satu kali masa penebaran sampai masa panen. Satu siklus produksi dalam usaha budidaya ikan bandeng ini adalah 4-5 bulan.


(55)

2. Faktor produksi adalah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi output (produksi ikan bandeng). Faktor produksi yang diduga dapat mempengaruhi produksi ikan bandeng adalah luas tambak (ha), bibit (kg), jumlah pakan (kg), tenaga kerja pemeliharaan (HOK) dan pupuk (kg)

3. Produksi adalah berat total ikan bandeng yang dihasilkan dalam satu musim (kg).

4. Pakan adalah makanan yang dibutuhkan ikan berasal dari luar perairan dalam bentuk pelet (kg)

5. Tenaga Kerja adalah jumlah orang yang diperlukan dalam satu siklus produksi, diukur dalam Hari Orang Kerja (HOK).

6. Luas Tambak Ikan Bandeng adalah tempat yang digunakan untuk usaha budidaya pembesaran ikan bandeng diukur dalam satuan ha.

7. Tebaran bibit adalah padat penebaran bibit di dalam tambak (kg)

8. Petani Tambak adalah orang yang bekerja sebagai pembudidaya ikan bandeng di Desa Tanjung Pasir.

9. Dampak ekonomi yang dihitung merupakan dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat lokal akibat adanya aktivitas budidaya ikan bandeng.

10. Unit usaha dan tenaga kerja lokal yang menjadi responden adalah masyarakat lokal di Desa Tanjung Pasir yang bergerak di sektor budidaya ikan bandeng. 11. Kontribusi usaha budidaya tambak ikan bandeng Kecamatan Teluknaga

terhadap perekonomian Kabupaten Tangerang dilihat dari perannya sebagai sektor basis atau non basis.


(56)

(57)

(1)

Nilai Produk Marjinal (NPM) NPM x1 =

0,487 17.500 (1.115,249)

(124,865) = 7.6166,339 NPM x2 = 0,279 17.500 (1.115,249)

(1002,199) = 5.428,927 NPM x3 = 0,031 17.500 (1.115,249)

(77,008)

=

7.928,268 NPM x4 = 0,144 17.500 (1.115,249)

(31,124)

=

90.114,567 NPM x5 =

0,105 17.500 (1.115,249)

(4,5)

=

454.349,108 Nilai Input Optimal

X1 =

0,105 17.500 (1115 ,249)

(18.200)

=

519,699 X2 = 0,279 17.500 (1115 ,249)

(4700)

=

1.157,632 X3 = 0,031 17.500 (1115,249)

(2.600)

=

234,801 X4 = 0,144 17.500 (1115,249)

(30.000)

=

93,491 X5 = 0,105 17.500 (1115 ,249)

(1.739.000)

=

1,2 Output Aktual

Y = 7,243 (124,865)0,487 (1.002,199)0,279 (77,008)0,031 (31,124) 0,144 (4,5)0,105 = 1115,249

Output Optimal

Y = 7,243 (519,699)0,487 (1.157,632)0,279 (234,801)0,031 (93,491) 0,144 (1,2)0,105 = 2525,326

Return to Scale (RTS)

∑bi = b1 + b2 + b3 + b4 + b5

= 0,487 + 0,279 + 0,031 + 0,144 + 0,105 = 1,046


(2)

Lampiran 7 Total biaya faktor produksi per hektar tambak di Desa Tanjung Pasir (per musim panen)

No Komponen Jumlah (Rp)

1 Biaya Tetap

Sewa Lahan 1.739.100

Sewa Tk.Panen 1.115.300

Sewa Tk.Persiapan 1.000.000

Perawatan Alat 80.000

Penyusutan 264.878

Transportasi 371.700

Total Biaya Tetap 4.570.978

2 Biaya Variabel

Bibit 2.309.100

Pakan 4.676.900

Pupuk 200.200

Obat 223.900

Tk. Pemeliharaan 3.512.500

Total Biaya Variabel 10.922.600

Total Biaya Produksi 15.493.578


(3)

Lampiran 8 Data PDRB Kecamatan Teluknaga dan Kabupaten Tangerang

PDRB Kecamatan Teluknaga Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007-2011(juta rupiah)

Lapangan Usaha 2007 2008 2009 2010 2011

Pertanian 68673,83 67682,46 76277,92 93153,59 104641,26

Pertambangan dan penggalian

13,98 14,2 17,43 18,16 19,22

Industri pengolahan

2753,34 2973,34 3099,41 3375,55 3839,86

Listrik, gas dan air minum

7438,01 9596,99 10280,87 12977,93 15458,90

Bangunan/ konstruksi

2743,93 2541,94 4177,17 4558,6 5039,68

Perdagangan, hotel dan restoran

65284,17 74393,86 78249,72 84786,10 95688,92

Pengangkutan dan komunikasi

30131,70 35125,34 40874,47 47622,00 58974,18

Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan

573,08 660,94 756,67 828,09 928,29

Jasa jasa 21788,67 24481,40 27515,31 30210,34 35861,05

Total 189400,72 218470,48 241248,98 277530,38 320441,37


(4)

Lampiran 8 Data PDRB Kecamatan Teluknaga dan Kabupaten Tangerang

PDRB Kabupaten Tangerang Atas Dasar Harga Berlaku Menurut lapangan Usaha Tahun 2007-2011(juta rupiah)

Lapangan Usaha

2007 2008 2009 2010 2011

Pertanian 2545240,75 2918446,21 3308268,01 3857733,92 4222921,16

Pertamba- ngan dan

penggalian 22917,67 24577,02 29944,84 32895,66 35884,53

Industri

pengolahan 15400026,16 16582748,17 17390328,01 19026757,9 21918825,07

Listrik, gas dan air

minum 1849882,01 2407914,73 2585787,13 3169983,66 3544133,96

Bangunan/

konstruksi 168865,04 205865,09 264346,64 309306,80 366714,91

Perdaga- ngan, hotel dan

restoran 2195383,30 2495776,97 2892120,27 3255951,63 3789408,42

Pengangku -tan dan komunika-

Si 2362953,66 2768332,83 3247598,34 3843761,58 4562229,48

Keuangan, persewaan dan jasa

perusahaan 71832,54 89960,55 105189,97 117412,18 132082,76

Jasa jasa 795167,65 943727,53 1061064,66 1188234,81 1420818,50

Total 25412268,79 28437349,10 30884647,87 34802038,10 39993018,81


(5)

Lampiran 9 Data perhitungan nilai dampak ekonomi 1) Dampak Langsung

Jenis Unit Usaha Jumlah

Unit Usaha Penerimaan/bulan

Penerimaan Total Unit

Usaha

Penjual bibit bandeng 4 26.625.000 106.500.000

Penyewaan angkutan

panen 2 3.750.000 7.500.000

Perbulan 114.000.000

2) Dampak Tidak Langsung

Unit Usaha Jumlah

TK/unit TK. Total

Pendapatan / bulan

Penjual bibit bandeng 5 20 5.962.500

Penyewaan angkutan

panen 1 2 300.000

Total 6.262.500 3) Dampak Lanjutan

Tenaga Kerja Tenaga Kerja

Total Pengeluaran/bulan Total Pengeluaran

Penggarap 5 1.330.000 6.650.000

Pemelihara 5 1.368.000 6.840.000

Pemanenan 5 1.374.000 6.870.000

Total 20.360.000

Nilai Multiplier Jumlah

Keynesian Income multiplier 0,06

Ratio Income Multiplie Tipe I 1,05


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tebing Tinggi, Sumatera Utara, pada tanggal 8 Juni 1992. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara pasangan Krida Nusantara dan Ratna Dewi Harahap. Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Swasta Tamansiswa Tebing Tinggi, lulus pada tahun 2003. Setelah itu, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Swasta Tamansiswa Tebing Tinggi, lulus pada tahun 2006. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Tebing Tinggi dan lulus tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis juga aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan di IPB seperti anggota divisi Internal Development di REESA (Resources and Environmental Economics Student Association) periode tahun 2011-2012, serta aktif di berbagai kepanitiaan dan kegiatan lainnya di IPB. Penulis juga aktif di organisasi mahasiswa daerah Ikatan Mahasiswa Muslim Asal Medan dan Sekitarnya (IMMAM) dan juga sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa Bola Voli di IPB.