20 penyimpanan  terjadi.  Zeolit  sebagai  bahan  penyerap  etilen  mampu  mengurangi  laju  produksi  etilen
yang  dihasilkan  buah,  sehingga  proses  respirasi  yang  juga  dipengaruhi  oleh  kerja  etilen  dapat dihambat. Oleh karena itu, buah salak pondoh yang disimpan menggunakan kemasan aktif penyerap
etilen memiliki susut bobot lebih rendah dibandingkan dengan penyimpanan buah salak pondoh tanpa menggunakan bahan penyerap etilen.
Hasil  uji  lanjut  jenis  dan  kondisi  kemasan  dengan  metode  Duncan  menunjukkkan  bahwa perubahan susut bobot tertinggi adalah perlakuan B3  yaitu kemasan polipropilen lubang dengan laju
perubahan sebesar 0.021  susut bobot per hari. Kemasan ini tidak berbeda secara signifikan dengan perlakuan  B4  dan  B1  yaitu  kemasan  polietilen  vakum  dan  polietilen  lubang  dengan  laju  perubahan
masing-masing sebesar 0.018 dan 0.016  susut bobot per hari. Hal ini dapat terjadi dimungkinkan karena dalam kemasan berlubang sering terjadi kontaminasi dari lingkungan luar tempat penyimpanan
ke  dalam  kemasan  melalui  lubang  yang  ada  dalam  kemasan.  Sehingga  selama  penyimpanan berlangsung,  buah  salak  yang  disimpan  sering  mengalami  kerusakan  mikrobilogi  yang  diakibatkan
oleh  adanya  cendawan  atau  jamur.  Kerusakan  yang  terjadi  akibat  mikroorganisme  inilah  yang menyebabkan tingginya peningkatan susut bobot yang terjadi. Sedangkan susut bobot terendah adalah
perlakuan B2 yaitu kemasan polipropilen normal dengan  laju perubahan sebesar 0.015  susut bobot per hari. Jenis kemasan ini berbeda secara signifikan dengan perlakuan B3, B4, dan B1 namun tidak
berbeda  secara  signifikan  dengan  perlakuan  B5  dan  B6  yaitu  kemasan  polietilen normal  dan lubang Lampiran 4.  Kemasan polipropilen normal memiliki perubahan susut bobot terendah diduga karena
selain  kemasan  polipropilen  memiliki  permeabilitas  yang  baik,  dalam  kemasan  normal  atau  tanpa lubang  tidak  ada  celah  bagi  mikroorganisme  untuk  masuk  ke  dalam  kemasan  sehingga  kerusakan
mikrobiologi  yang  diakibatkan  oleh  mikroorganisme  seperti  kapang  dan  jamur  dapat  diminimalkan. Pada  umumnya  kemasan  vakum  dipilih  karena  pengemasan  secara  vakum  merupakan  salah  satu
pengemasan  dengan  atmosfer  modifikasi  untuk  memperpanjang  masa  simpan  buah  dan  sayuran. Namun  dalam  penyimpanan  buah  salak,  kemasan  vakum  tidak  dapat  berfungsi  dengan  baik  karena
dalam aplikasinya banyak kemasan yang bocor atau lepas vakum. Hal ini dikarenakan kemasan sering rusak  akibat  gesekan  dengan  kulit  buah  salak  yang  kasar  dan  sedikit  berduri.  Oleh  karena  itu
perlakuan  kemasan  vakum  dalam  penyimpanan  buah  salak  susut  bobot  yang  terjadi  lebih  tinggi dibandingkan dengan kemasan normal tanpa lubang.
D. PERUBAHAN KIMIA BUAH SALAK PONDOH
1. Total Asam
Kandungan  asam  pada  buah  merupakan  salah  satu  parameter  dalam  penentuan  cita  rasa. Menurut Suter 1988, berdasarkan hasil pemisahan kromatografi gas dapat diidentifikasi 4 jenis asam
organik  pada  buah  salak  yaitu  asam  sitrat,  asam  suksinat,  asam  malat  dan  asam  adipat.  Selama penyimpanan berlangsung kandungan total asam buah salak pondoh cenderung mengalami penurunan.
Secara  keseluruhan  hasil  analisa  perubahan  total  asam  penyimpanan  buah  salak  pondoh  disajikan dalam Lampiran 5.
Analisa perubahan total asam selama penyimpanan menunjukkan hasil yang fluktuatif dari tiga tingkat  kematangan  buah  salak  pondoh  yang  diujikan.  Buah  salak  pondoh  kematangan  80  laju
penurunan  total  asam  tertinggi  adalah  penyimpanan  buah  salak  pondoh  dalam  kemasan  polietilen lubang  dosis  zeolit  5  dengan  laju  penurunan  sebesar  0.026  mg100  g  bahan  per  hari.  Sedangkan
penurunan total asam terendahnya adalah penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polietilen normal tanpa menggunakan bahan penyerap kontrol dengan laju perubahan sebesar 0.001 mg100 g
bahan  per  hari.  Buah  salak  pondoh  kematangan  90,  penurunan  total  asam  tertinggi  adalah
21 penyimpanan  buah  salak  pondoh  dalam  kemasan  polipropilen  lubang  zeolit  10  dengan  laju
penurunan  sebesar  0.076  mg  100  g  bahan  per  hari  dan  penurunan  terendahnya  adalah  kemasan polietilen normal tanpa lubang dosis zeolit 10 dengan laju penurunan sebesar 0.017 mg100 g bahan
per  hari.  Adapun  untuk  buah  salak  pondoh  kematangan  campuran,  penurunan  total  asam  tertinggi dengan laju penurunan sebesar 0.022 mg100 g bahan per hari adalah penyimpanan buah slaak pondoh
dalam  kemasan  polietilen  lubang  dosis  zeolit  5,  sedangkan  penurunan  terendahnya  dengan  laju penurunan  sebesar  0.005  mg100  g  bahan  per  hari  adalah  penyimpanan  buah  salak  pondoh  dalam
kemasan polipropilen vakum dosis zeolit 10. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan jumlah dosis bahan penyerap serta jenis dan
kondisi kemasan berpengaruh nyata terhadap perubahan total asam selama penyimpanan, sedangkan interaksi  antara  keduanya  tidak  memberikan  pengaruh  yang  nyata  terhadapa  perubahan  total  asam
yang terjadi Lampiran 5.
Keterangan : A1 = zeolit 0 kontrol A2= zeolit 5
A3= zeolit 10 Gambar 9. Histogram laju perubahan total asam terhadap dosis bahan penyerap
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan pada Gambar 9.  laju perubahan perlakuan kontrol sebesar -0.0076 mg100 g bahan per hari lebih rendah diabandingkan dengan perlakuan dosis zeolit 10 dan 5
sebesar  -0.0194  dan  -0.0210  mg100  g  bahan  per  hari.  Hasil  uji  lanjut  dengan  metode  Duncan Lampiran  5,  maka    perlakuan  dosis  bahan  penyerap  menunjukkan  bahwa  dosis  5  dan  10  bahan
penyerap tidak berbeda secara signifikan antara satu dengan yang lainnya, namun keduanya berbeda signifikan  dengan  perlakuan  penyimpanan  tanpa  bahan  penyerap  kontrol.  Hal  ini  dapat  terjadi
dimungkinkan karena pada akhir penyimpanan, beberapa perlakuan penyimpanan tanpa menggunakan bahan  penyerap  mengalami  kenaikan  total  asam  yaitu  beberapa  perlakuan  pada  tingkat  kematangan
campuran.  Sedangkan  pada  perlakuan  penyimpanan  menggunakan  bahan  penyerap  baik  5  dan  10 keduannya  mengalami  penurunan  kandungan  asam  pada  seluruh  perlakuan  disemua  tingkat
kematangan.  Pada  umumnya  selama  penyimpanan  buah-buahan  mengalami  penurunan  kandungan asam, hal ini dikarenakan sebagian besar kandungan asam pada buah akan digunakan dalam kegiatan
repirasi  untuk  menghasilkan  energi  yang  dapat  digunakan  sebagai  media  mempertahankan  hidup hingga  buah  mengalami  kebusukan.  Hal  ini  sesuai  dengan  pendapat  suter  1998,  dimana  selama
penyimpanan  kandungan  asam  pada  buah  salak  akan  menurun  yang  diakibatkan  karena  adanya penurunan asam sitrat yang diubah menjadi senyawa lain atau sebagai substrat untuk respirasi dalam
siklus  krebs.  Sedangkan  kenaikan  total  asam  yang  terjadi  ini  dapat  diakibatkan  oleh  adanya pembentukan asam sitrat pada saat respirasi. Pada saat respirasi berlangsung akan terjadi pemecahan
-0,025 -0,02
-0,015 -0,01
-0,005 A1
A2 A3
Laju p
e r
u b
ah an
to tal
as am
m g
100 g
b ah
an h
ar i
22 polisakarida  menjadi  gula  kemudian  oksidasi  gula  menjadi  menjadi  asam  piruvat  dan  setelah  itu
transformasi  asam  piruvat  dan  asam-asam  organik  lainnya  secara  aerobik  menjadi  CO
2
,  air,  dan energi.  Asam  sitrat  dapat  dibentuk  dari asam  piruvat  karena  asam  sitrat  merupakan  salah  satu asam
organik yang dibentuk pada siklus krebs Phan et al., 1986.
Keterangan : B1 = polipropilen vakum B2 = polipropilen normal       B3 = polipropilen lubang
B4 = polietilen vakum B5 = polietilen normal
B6 = polietilen lubang Gambar 10. Histogram laju perubahan total asam terhadap jenis dan kondisi kemasan
Gambar 10. menunjukkan bahwa perubahan total asam tidak dipengaruhi oleh jenis kemasan, namun perubahannya lebih cenderung dipengaruhi oleh kondisi kemasan. Kondisi kemasan berlubang
baik pada jenis kemasan polipropilen maupun polietilen menunjukkan penurunan total asam tertinggi. Berdasarkan  uji  lanjut  dengan  metode  Duncan  Lampiran  5,  perlakuan  jenis  dan  kondisi  kemasan
menunjukkan bahwa penurunan kandungan asam terendah adalah perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam  kemasan polipropilen vakum dengan laju perubahan sebesar  -0.0102 mg100 g bahan
per hari dan jenis kemasan ini tidak berbeda dengan perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan  polipropilen  normal,  polietilen  normal,  dan  polietilen  vakum.  Namun    beberapa  jenis  dan
kondisi  perlakuan  penyimpanan  menggunakan  tipe  kemasan  tersebut  semuanya  berbeda  signifikan dengan perlakuan penyimpanan buah salak pondoh dalam kemasan polipropilen dan polietilen lubang.
Hal  ini  dapat  terjadi  diduga  karena  adanya  perubahan  yang  dipengaruhi  oleh  proses  respirasi  dan besarnya  laju  kerusakan  yang  terjadi  selama  penyimpanan.  Pada  kondisi  normal  buah  salak
mengandung  asam,  namun  dalam  jumlah  yang  sedikit.  Selama  penyimpanan  buah  akan  mengalami kegiatan  alami  yakni  metabolisme,  termasuk  di  dalamnya  adalah  proses  respirasi.  Selama  proses
respirasi  berlangsung  asam  yang  terkandung  dalam  buah  akan  dipecah  menjadi  rantai  pendek  yang bersifat  volatil  sehingga  secara  tidak  langsung  kandungan  asam  akan  menurun.  Dalam  kemasan
berlubang  kegiatan  respirasi  lebih  besar  terjadi  dibandingkan  pada  kemasan  vakum  dan  kemasan normal, hal ini dapat diketahui dari besarnya tingkat kerusakan yang terjadi pada kemasan berlubang
baik  polipropilen  maupun  polietilen.  Semakin  cepat  kegiatan  respirasi  berlangsung,  maka  semakin banyak  jumlah  kandungan  asam  yang  akan  dirombak  untuk  menghasilkan  energi  yang  digunakan
buah-buahan mempertahankan hidup hingga buah mengalami kebusukan.
2. Vitamin C