18 Tingkat  kerusakan  terendah  untuk  buah  salak  pondoh  kematangan  80  adalah  penyimpanan
dalam  kemasan  polipropilen  dan  polietilen  normal  tanpa  lubang  dosis  zeolit  5  dengan  laju perubahan 2.001    kerusakan  per hari.  Buah  salak  pondoh  kematangan 90  dan  campuran tingkat
kerusakan terendah adalah penyimpanan dalam kemasan polipropilen normal dosis zeolit 5 dan 10 dengan laju perubahan masing-masing sebesar 2.931 dan 3.022  kerusakan per hari.
Gambar 7. Kerusakan buah salak pondoh selama penyimpanan hari ke-21 penyimpanan Hasil  uji  statistik  pada  selang  kepercayaan  95  α=0.05  perlakuan  dosis  bahan  penyerap
berpengaruh nyata terhadap tingkat kerusakan yang terjadi selama penyimpanan, sedangkan jenis dan kondisi  kemasan  serta  interaksi  keduanya  tidak  berpengaruh  nyata  terhadap  tingkat  kerusakan  yang
terjadi Lampiran 3. Berdasarkan hasil uji lanjut dengan metode Duncan, perlakuan A1 dengan laju prubahan  sebesar  7.7363    keruakan  per  hari  yaitu  penyimpanan  buah  salak  pondoh  tanpa
menggunakan  bahan  penyerap  kontrol  berbeda  signifikan  terhadap  perlakuan  A2  dan  A3  yaitu penyimpanan  buah  salak  pondoh  dalam  kemasan  aktif  dosis  zeolit  5  dan  10  Lampiran  3.  Dosis
zeolit  5  dan  10  tidak  berbeda  secara  signifikan,  dengan  laju  perubahan  masing-masing  sebesar 0.04576  dan  0.04325    kerusakan  per  hari.  Hal  ini  menunjukkan  bahwa  zeolit  mampu  menenakan
laju etilen yang dihasilkan oleh buah selama penyimpanan berlangsung. Etilen merupakan suatu gas yang  dihasilakan  oleh  buah-buahan  diamana  etilen  bertindak  sebagai  hormon  dalam  tanaman  yang
memiliki  efek  fisiologi  yang  berbeda-beda  pada  buah  dan sayuran  segar.  Etilen  dapat mempercepat respirasi  yang  mengarah  pada  pematangan  dan  penuaan    banyak  jenis  buah  Ahvenainen,  2003.
Dengan  adanya  etilen  maka  pematangan  buah  akan  semakin  cepat,  sehingga  kerusakan  buah  yang banyak  diakibatkan  oleh  buah  yang  kelewat  matang  over  ripe  selama  penyimpanan  akan  semakin
besar. Cara yang paling umum dan efektif untuk mengurangi jumlah laju etilen  yaitu menggunakan bahan  penyerap  etilen,  salah  satu  bahan  yang  dapat  digunakan  adalah  zeolit.  Dengan  struktur  tiga
dimensi  yang  terbentuk  dari  tetrahedral  alumina  dan  silika  dengan  rongga-rongga  yang  berisi  ion logam  maka  zeolit  dapat  digunakan  sebagai  bahan  yang  efektif  untuk  menekan  laju  etilen  yang
dihasilkan  buah,  sehingga  penuaan  dini  atau  kerusakan  yang  diakibatkan  karena  over  ripe  dapat diminimalkan.
2. Susut Bobot
Selama  proses  penyimpanan  buah-buahan  berlangsung,  akan  terjadi  perubahan  fisikokimia berupa  penyerapan  dan  pelepasan  air  ke  lingkungan  penyimpanan.  Dari  peristiwa  iniliah  pada  saat
penyimpanan akan terjadi penyusutan susut bobot pada saat fase menuju kematangan. Kehilangan air bukan  saja  berpengaruh  langsung  terhadap  kehilangan  secara  kualitatif,  tetapi  juga  dapat
menyebabkan  kerusakan  tekstur  pelunakan  dan  pelembekan,  kerusakan  kandungan  gizi  dan kerusakan  lainnya  kelayuan  dan  pengerutan  Kader,  1992.  Susut  bobot  yang  terjadi  selama
penyimpanan  dapat  digunakan  sebagai  salah  satu  indikator  penurunan  mutu  buah  yang  disimpan, dimana  pada  umumnya  selama  penyimpanan  akan  terjadi  kenaikan  susut  bobot  seiring
19 berlangsungnya  waktu penyimpanan. Laju peningkatan susut bobot penyimpanan buah salak pondoh
disajikan pada Gambar 8.
Keterangan : A1 = 0 zeolit kontrol    B1 = Polipropilen vakum B4 = Polietilen vakum
A2 = 5 zeolit B2 = Polipropilen normal
B5 =Polietilen normal A3 = 10 zeolit
B3 = Polipropilen lubang B6 = Polietilen lubang
Gambar 8. Laju perubahan susut bobot buah salak pondoh selama penyimpanan Dari Gambar 8. secara umum dapat diketahui peningkatan susut bobot buah salak pondoh yang
disimpan tanpa menggunakan bahan penyerap kontrol, lebih tinggi dibandingkan dengan buah salak pondoh  yang  disimpan  dalam  kemasan  aktif  penyerap  etilen.  Buah  salak  pondoh  kematangan  80
yang  disimpan  dalam  kemasan  polipropilen  normal  dosis  zeolit  10  memiliki  susut  bobot  paling rendah  dibandingkan  buah  salak  pondoh  kematangan  80 dengan  perlakuan  yang  lain,  dengan  laju
perubahan sebesar 0.0024  susut bobot per hari. Buah salak kematangan 90 susut bobot terendah yaitu  penyimpanan  buah  salak  dalam  kemasan  polipropilen  vakum  dosis  zeolit  5  dengan  laju
perubahan sebesar 0.0030  susut bobot per hari. Sedangkan buah salak kematangan campuran susut bobot terendah adalah penyimpanan dalam kemasan polietilen vakum dosis zeolit 5 dan 10 dengan
laju perubahan sebesar 0.0050  susut bobot per hari. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa perlakuan dosis bahan penyerap serta jenis dan kondisi
kemasan  berpengaruh  nyata  terhadap  susut  bobot  yang  terjadi  selama  penyimpanan,  namun  hasil interaksi diantara keduanya tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap perubahan susut bobot yang
terjadi  Lampiran  4.  Uji  lanjut  dosis  bahan  penyerap  dengan  metode  Duncan  menunjukkan  bahwa perlakuan A1 dengan laju perubahan sebesar 0.0373  susut bobot per hari yaitu penyimpanan buah
salak pondoh tanpa bahan penyerap kontrol berbeda signifikan dengan perlakuan A3 dan A2 yaitu penyimpanan buah salak pondoh dengan dosis zeolit 10 dan 5. Hal ini dapat terjadi diduga karena
adanya  perbedaan  fungsi  kemasan  yang  digunakan.  Dimana  dalam  penyimpanan  dengan  teknik kemasan  aktif,  kemasan  dikombinasikan  dengan  zeolit  yang  dapat  aktif  menyerap  etilen  yang
dihasilkan  buah  sehingga  susut  bobot  yang  terjadi  selama  penyimpanan  dapat  ditekan  seminimal mungkin. Sedangkan untuk perlakuan dosis bahan penyerap keduanya tidak berbeda signifikan antara
dosis  zeolit  10  dan  5  dengan  laju  perubahan  masing-masing  sebesar  0.0086  dan  0.0057    susut bobot  per  hari  Lampiran  4.  Menurut  pendapat  Wills  1981,  selama  penyimpanan  buah  akan
mengalami  proses  repirasi  dan  transpirasi,  sehingga  senyawa-senyawa  kompleks  yang  terdapat  di dalam sel seperti karbohidrat dipecah menjadi molekul-molekul sederhana seperti karbondioksida dan
air  yang  mudah  menguap.  Dari  peristiwa  inilah,  peningkatan  susut  bobot  buah-buahan  selama 0,00
0,01 0,02
0,03 0,04
0,05 0,06
Laju p
e r
u b
ah an
s u
su t
b o
b o
t
s u
su t
b o
b o
t h
ar i
Perlakuan
80 90
campuran
20 penyimpanan  terjadi.  Zeolit  sebagai  bahan  penyerap  etilen  mampu  mengurangi  laju  produksi  etilen
yang  dihasilkan  buah,  sehingga  proses  respirasi  yang  juga  dipengaruhi  oleh  kerja  etilen  dapat dihambat. Oleh karena itu, buah salak pondoh yang disimpan menggunakan kemasan aktif penyerap
etilen memiliki susut bobot lebih rendah dibandingkan dengan penyimpanan buah salak pondoh tanpa menggunakan bahan penyerap etilen.
Hasil  uji  lanjut  jenis  dan  kondisi  kemasan  dengan  metode  Duncan  menunjukkkan  bahwa perubahan susut bobot tertinggi adalah perlakuan B3  yaitu kemasan polipropilen lubang dengan laju
perubahan sebesar 0.021  susut bobot per hari. Kemasan ini tidak berbeda secara signifikan dengan perlakuan  B4  dan  B1  yaitu  kemasan  polietilen  vakum  dan  polietilen  lubang  dengan  laju  perubahan
masing-masing sebesar 0.018 dan 0.016  susut bobot per hari. Hal ini dapat terjadi dimungkinkan karena dalam kemasan berlubang sering terjadi kontaminasi dari lingkungan luar tempat penyimpanan
ke  dalam  kemasan  melalui  lubang  yang  ada  dalam  kemasan.  Sehingga  selama  penyimpanan berlangsung,  buah  salak  yang  disimpan  sering  mengalami  kerusakan  mikrobilogi  yang  diakibatkan
oleh  adanya  cendawan  atau  jamur.  Kerusakan  yang  terjadi  akibat  mikroorganisme  inilah  yang menyebabkan tingginya peningkatan susut bobot yang terjadi. Sedangkan susut bobot terendah adalah
perlakuan B2 yaitu kemasan polipropilen normal dengan  laju perubahan sebesar 0.015  susut bobot per hari. Jenis kemasan ini berbeda secara signifikan dengan perlakuan B3, B4, dan B1 namun tidak
berbeda  secara  signifikan  dengan  perlakuan  B5  dan  B6  yaitu  kemasan  polietilen normal  dan lubang Lampiran 4.  Kemasan polipropilen normal memiliki perubahan susut bobot terendah diduga karena
selain  kemasan  polipropilen  memiliki  permeabilitas  yang  baik,  dalam  kemasan  normal  atau  tanpa lubang  tidak  ada  celah  bagi  mikroorganisme  untuk  masuk  ke  dalam  kemasan  sehingga  kerusakan
mikrobiologi  yang  diakibatkan  oleh  mikroorganisme  seperti  kapang  dan  jamur  dapat  diminimalkan. Pada  umumnya  kemasan  vakum  dipilih  karena  pengemasan  secara  vakum  merupakan  salah  satu
pengemasan  dengan  atmosfer  modifikasi  untuk  memperpanjang  masa  simpan  buah  dan  sayuran. Namun  dalam  penyimpanan  buah  salak,  kemasan  vakum  tidak  dapat  berfungsi  dengan  baik  karena
dalam aplikasinya banyak kemasan yang bocor atau lepas vakum. Hal ini dikarenakan kemasan sering rusak  akibat  gesekan  dengan  kulit  buah  salak  yang  kasar  dan  sedikit  berduri.  Oleh  karena  itu
perlakuan  kemasan  vakum  dalam  penyimpanan  buah  salak  susut  bobot  yang  terjadi  lebih  tinggi dibandingkan dengan kemasan normal tanpa lubang.
D. PERUBAHAN KIMIA BUAH SALAK PONDOH